Oleh/By Wesman Endom dan Maman Mansyur Idris

dokumen-dokumen yang mirip
Oleh/Bj : Sona Suhartana dan Maman Mansyur Idris. Summary

FAKTOR EKSPLOITASI HUTAN TANAMAN MANGIUM ( Accacia mangium Wild): STUDI KASUS DI PT TOBA PULP LESTARI Tbk., SUMATERA UTARA

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)

BAB III METODE PENELITIAN

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

Oleh/Bj : Maman Mansyur Idris & Sona Suhartana

Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 2 )Mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT

PENGARUH PEMBUATAN TAKIK REBAH DAN TAKIK BALAS TERHADAP ARAH JATUH POHON : STUDI KASUS DI HUTAN TANAMAN DI PULAU LAUT, KALIMANTAN SELATAN

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT

KAJIAN SISTEM DAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI KALIMANTAN SELATAN

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu. kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu:

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH

Yosep Ruslim 1 dan Gunawan 2

Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin) 630 (2002): 1-15

0\eh/By: Maman Mansyur Idris & Sona Suhartana

Ohh/By: Sona Suhartana & Dulsalam

KAYU SISA POHON YANG DITEBANG DAN TIDAK DITEBANG DI IUPHHK-HA PT INHUTANI II UNIT MALINAU KALIMANTAN UTARA WINDA LISMAYA

DI HUTAN RAKYAT DESA PUNGGELAN, KECAMATAN PUNGGELAN, BANJARNEGARA, JAWA TENGAH

Oleh/By : Marolop Sinaga ABSTRACT

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. 6 No. 1 : 1-5 (2000)

Analisis Potensi Limbah Penebangan dan Pemanfaatannya pada Hutan Jati Rakyat di Kabupaten Bone

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman (tegakan seumur). Salah satu hutan tanaman yang telah dikelola dan

DAMPAK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DAN KONVENSIONAL TERHADAP KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL DI HUTAN ALAM

POTENSI LIMBAH DAN TINGKAT EFEKTIVITAS PENEBANGAN POHON DI HUTAN DATARAN RENDAH TANAH KERING META FADINA PUTRI

FAKTOR EKSPLOITASI PADA HUTAN PRODUKSI TERBATAS DI IUPHHK-HA PT KEMAKMURAN BERKAH TIMBER

berdasarkan definisi Jane (1970) adalah bagian batang yang mempunyai warna lebih tua dan terdiri dari sel-sel yang telah mati.

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Performa Reproduksi Sapi Perah Impor Pertama

Ciri Limbah Pemanenan Kayu di Hutan Rawa Gambut Tropika. (Characteristics of Logging Waste in Tropical Peat Swamp Forest)

ANALISIS KEBUTUHAN BAHAN BAKU KAYU BULAT PADA INDUSTRI KAYU LAPIS PT. KATINGAN TIMBER CELEBES

EVALUASI PENERAPAN PEMANENAN KAYU DENGAN TEKNIK REDUCED IMPACT LOGGING DALAM PENGELOLAAN HUTAN ALAM MUHDI, S.HUT., M.SI NIP.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KOMPOSISI LIMBAH PENEBANGAN DI AREL HPH PT. TELUK BINTUNI MINA AGRO KARYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi

Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 331; Telp ; Fax Bogor Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam

BIAYA DAN PRODUKTIVITAS TREE LENGTH LOGGING DI HUTAN ALAM PRODUKSI (Cost and Productivity of Tree Length Logging in Natural Production Forest)

Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda Jl. A. Syahrani Samarinda Telp. (0541) Fax (0541)

BAB III METODE PENELITIAN

Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian USU Medan 2)

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

PEMADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN KAYU DENGAN TEKNIK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DI KALIMANTAN BARAT

M E M U T U S K A N :

ANALISIS ANGKA KONVERSI PENGUKURAN KAYU BULAT DI AIR UNTUK JENIS MERANTI (Shorea spp)

Bab I PENDAHULUAN. Universitas Gadjah Mada

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengertian, Konsep & Tahapan

FAKTOR EKSPLOITASI DAN KUANTIFIKASI LIMBAH KAYU DALAM RANGKA PENINGKATAN EFISIENSI PEMANENAN HUTAN ALAM

KOMPOSISI JENIS SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM TROPIKA SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU

Abstract. Pendahuluan

STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM

JUMLAH FINIR FACE DAN CORE PADA 3 (TIGA) VARIASI DIAMETER LOG DI PT. SURYA SATRYA TIMUR CORPORATION BANJARMASIN

PEMANENAN KAYU DI HUTAN RAWA GAMBUT DI SUMATERA SELATAN (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop.

II. TINJAUAN PUSTAKA. (hardwood). Pohon jati memiliki batang yang bulat lurus dengan tinggi mencapai

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V, No. 2 : (1999)

KERAGAMAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN ALAM TANAH KERING BEKAS TEBANGAN DI KALIMANTAN HERI EKA SAPUTRA

KAJIAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK Pinus merkusii Jungh et de Vries RAS KERINCI DI RESORT KSDA BUKIT TAPAN, KAWASAN TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT, JAMB1

SISTEM HAK PENGUSAHAAN HUTAN DAN MANAJEMEN HUTAN. Oleh : Budi Nugroho

PAPER BIOMETRIKA HUTAN PENDUGAAN POTENSI EKONOMI TEGAKAN TINGGAL PADA SUATU PERUSAHAAN PEMEGANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN (HPH) Oleh : Kelompok 4

EFISIENSI PEMBALAKAN DAN KUALITAS LIMBAH PEMBALAKAN DI HUTAN TROPIKA PEGUNUNGAN : STUDI KASUS DI IUPHHK-HA PT RODA MAS TIMBER KALIMANTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAYU SISA POHON YANG DITEBANG DAN POHON YANG TIDAK DITEBANG DI IUPHHK-HA PT. WIJAYA SENTOSA WASIOR, PAPUA BARAT FARIKH MUNIR MUBARAK

KESESUAIAN TEMPAT TUMBUH BEBERAPA JENIS TANAMAN HUTAN PADA LAHAN BERGAMBUT TERBUKA DI KEBUN PERCOBAAN LUBUK SAKAT, RIAU

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB IX ANGGARAN PENDAPATAN PERUSAHAAN HUTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)

MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1 Rekapitulasi data tegakan akasia (Acacia mangium)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Struktur Dan Komposisi Tegakan Sebelum Dan Sesudah Pemanenan Kayu Di Hutan Alam. Muhdi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VII TEKNIK INVENTARISASI

DINAMIKA PERMUDAAN ALAM AKIBAT PEMANENAN KAYU DENGAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI) MUHDI, S.HUT., M.SI NIP.

ABSTRAK. Endom, Wesman (Pusat Litbang Hasil Hutan). KAJIAN PEMANENAN JENIS RAMIN PADA KONSESI PT DIAMON RAYA TIMBER

KAJIAN PEMANENAN JENIS RAMIN DI PT DIAMON RAYA TIMBER. (Study of Ramin Harvesting in PT Diamon Raya Timber) Oleh/By: Wesman Endom

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI

ASPEK SOSIAL EKONOMI PETANI HUTAN RAKYAT {Socio-Economic Aspects of Agroforest farmer)

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT

Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 331; Telp ; Fax Bogor Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA

III. METODOLOGI PE ELITIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan

ANALISA POTENSI TEGAKAN HASIL INVENTARISASI HUTAN DI KPHP MODEL BERAU BARAT

Peluang Peredaran Kayu Bulat Illegal Dalam Tata Usaha Kayu Self Assessment

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

ANALISIS BIAYA PEMANENAN KAYU BULAT SISTEM KEMITRAAN HPH - KOPERASI DESA DI KALIMANTAN TENGAH

PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN LIMBAH ROTAN DAN PENYULINGAN KULIT KAYU GEMOR (Alseodaphne spp)

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI. Peta lokasi pengambilan sampel biomassa jenis nyirih di hutan mangrove Batu Ampar, Kalimantan Barat.

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Menurut Bermejo et al. (2004) kayu jati merupakan salah satu

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.3 Metode Penelitian Pengumpulan Data

KAYU SISA PENEBANGAN POHON DENGAN DUA INTENSITAS PENEBANGAN DI IUPHHK-HA PT INHUTANI II MALINAU CAHYA FAISAL REZA

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian

Transkripsi:

Buletin Penelitian Hasil Hutan Vol. 14 No. 1 (1996) pp. 16-23 KAJIAN FAKTOR EKSPLOITASI BERDASARKAN JENIS POHON : STUDI KASUS DI SATU PERUSAHAAN HPH DI KALIMANTAN BARAT (A study on Exploitation Factor in Forest Harvesting Based on Trees Species : A case study in one forest concession holder in West Kalimantan) Oleh/By Wesman Endom dan Maman Mansyur Idris Summary Natural production forests in Indonesia have been harvested since 1970. In carrying out the harvesting of the forests, the govemient used a parameter so called Exploitation Factor (FE) as a basic calculation of annual allowable production. Currently the value offe is 0.7 regardless the species. The value means that only about 70% of log volume can be extracted from the forest in the cutting operation. In this study an analysis of FE -was carried out to see whether it is necessary to differentiate the value based on tree species. Data were collected from real logging activity in the forest. An analysis using Honest by Significant Difference test showed that in reality there is no significant difference among the means of FE. This result justifies the use of single value of FE for all species. Keywords : Forest, harvesting, logs, conversion factor X Riligkasan Pemanfaatan hutan produksi alam di Indonesia sudah berlangsung sejak tahun 1970. Dalam pelaksanaannya, Pemerintah menggunakan satu parameter yang disebut dengan Faktor Eksploitasi (FE), sebagai dasar perhitungan untuk menetapkan Jatah produksi tahunan bagi pemegang HPH. Nilai FE yang ditetapkan sekarang ini adalah 0,7 tanpa mempertimbangkan jenis pohon. Dengan nilai sebesar itu berarti hanya 70 % volume kayu yang dapat dikeluarkan dari hutan dalam operasi penebangan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan nilai Faktor Eksploitasi (FE) menurut jenis. Data dikumpulkan dari kegiatan pembalakan di lapangan. Hasil evaluasi menggunakan uji beda nyata jujur, menunjukkan bahwa dalam kenyataannya tidak ada perbedaan yang nyata, nilai PE dan FE diantara jenis pohon. Hasil ini mendukung penggunaan satu nilai FE untuk berbagai jenis pohon. Kata kunci: Hutan, pemanenan, dolok, faktor eksploitasi 16

/. PElWAtlULUAlS Keadaan hutan produksi alam dari jenis kayu perdagangan di Indonesia kini potensinya semakin menyusut. Penyusutan itu terjadi disebabkan oleh adanya berbagai kegiatan pemanfaatan kekayaan alam baik yang syah maupun ilegal. Di tingkat dunia, kehancuran hutan atau deforestrasi hutan tropis alam ini bahkan telah cukup mengkhawatirkan, dengan laju perusakan sebesar rata-rata 50 juta hektar setiap tahunnya (Nasendi, 1979). Di Indonesia sendiri, laju pengurangan potensi produksi hutan produksi antara tahun 1976-1983 berkisar antara 0,17-31,43% (Haeruman, 1988). Oleh karena itu perlu tindakan konservasi dan rehabilitasi dengan segera. Dalam upaya pemanfaatan sumber daya hutan ini secara terus menerus, maka pengelolaan harus dilandasi oleh asas pemanfaatan yang berkesinambungan. Pengertiannya yaitu bahwa disamping diperoleh hasil pemanenan kayu yang tinggi (zero waste), juga menghasilkan terwujudnya tegakan tinggal yang dapat menjadi hutan binaan yang baik, sehingga memberikan produksi kayu dan manfaat lain yang besar pada periode berikutnya. Sejalan dengan harapan di atas, pemerintah telah menetapkan jatah produksi kayu tahunan yang dihitung berdasarkan nilai FE sebesar 0,7. Nilai tersebut nierupakan pencerminan dari kemampuan pengusaha untuk dapat memanfaatkan volume pohon yang ditebang yang umumnya mencapai 70% (Simarniata dan Soenarso, 1980). Akan tetapi nilai ini kini nampaknya cenderung naik. Misalnya di PT Inhutani II telah meningkat menjadi 0,80 (Anonim, 1980) Adanya kenaikan tersebut antara lain disebabkan oleh semakin majunya teknologi di bidang pengolahan kayu, bertambahnya pengalaman para manajer dan operator lapangan serta meningkatnya perhatian pemerintah dalam pengawasan. Sementara itu nilai FE sendiri pada dasamya tidak bisa diberlakukan sama untuk seluruh HPH, mengingat adanya perbedaan dalam kondisi topografi, jenis kayu yang dominan, keterampilan operator pembalakan, peralatan serta manajemen perusahaan (terutama pemasaran). Berfokus pada jenis kayu yang dominan, permasalahannya adalah terutama terletak pada kekuatan kayu dan tingkat pemasarannya. Beberapa jenis kayu mudah retak atau pecah pada bagian tertentu, sehingga sewaktu penebangan dilakukan, bagian pangkal dan atau ujungnya retak atau pecah. Bagian tersebut kemudian dipotong dan ditinggalkan di hutan, yang lebih lanjut akan berpengaruh terhadap pengurangan nilai FE. Akan tetapi di sisi lain untuk jenis tertentu yang laku di pasaran, terdapat kecenderungan bahwa para pengusaha memanfaatkannya semaksimal mungkin, sehingga berpengaruh terhadap kenaikan nilai FE. ' Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan nilai faktor eksploitasi menurut jenis pohon mengingat masing-masing jenis kayu memiliki karakteristik yang berbeda. Bui. Pen. Has. Hut. Vol. 14 No. 1 (1996) 17

//. METODE PENELITIAN A. Lokasi Pengumpulan data lapangan dilakukan di areal Hak Pengusahaan Hutan PT. Barito Pasific Timber yang terletak di wilayah KPH Sintang Propinsi Kalimantan Barat. Pengumpulan data dilakukan di areal kerja tahun tebangan 1994/1995, yang termasuk dalam kategori hutan produksi terbatas. Potensi kayu perdagangan berdiameter 60 cm dan keatas adalah kurang lebih 200 m'/ha. B. Prosedur dan Jenis Data Yang Dikumpulkan Penelitian ini dilaksanakan melalui tahapan keqa seperti berikut : 1. Menetapkan satu petak tebang (100 hektar) sebagai dasar pengamatan yaitu dipetak 372. 2. Mencatat nama jenis pohon yang ditebang. 3. Mengukur diameter pangkal dan ujung batang (tanpa kulit) serta panjang bebas cabang dari pohon yang ditebang, bagian batang bebas cabang yang dimanfaatkan serta bagian batang bebas cabang yang ditinggalkan. 4. Menghitung volume bagian-bagian tersebut yang tercantum dalam butir 2. C. Pengolahan dan Analisis Data Penghitungan volume kayu dilakukan dengan menggunakan rumus : V = 0,25 phi X dimana: V = volume kayu dalam m' D = diameter batang dalam meter t ' panjang batang dalam meter Hasil perhitungan volume kayu dipilah-pilah berdasarkan jenis, kemudian FE masing-masing jenis dihitung dengan menggunakan rumus : X t FE = Volmne bagian batang bebas cabang yang dimanfaatkan Volume seluruh bagian batang bebas cabang Hasil perhitungan yang diperoleh disortir dan ditabulasi untuk selanjutnya dihitung nilai rata-rata dan jumlah kuadratnya. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan nilai rata-rata FE antar jenis dilakukan pengujian dengan metode uji beda nyata jujur (HSD) dari Tuckey (Haeruman 1972) yang perumusannya seperti disajikan berikut. W = q a (p,n) x Sx di mana : W = nilai pembeda yang dicari q,a = nilai dari tabel Upper percentage Points of the Studentized Range pada tingkat kepercayaan 95%. p = jumlah perlakuan. n = derajat bebas kesalahan percobaan. 18 Bui. Pen. Has. Hut. Vol. 14 No. 1 (1996)

Nilai W yang didapat kemudian dibandingkan dengan nilai beda antara nilai ratarata dari setiap 2 (dua) jenis kayu. Apabila nilai w diperoleh lebih besar dari nilai beda rata-rata maka berarti ada perbedaan nyata sedangkan bila nilai w lebih kecil dari nilai beda rata-rata berarti tidak ada perbedaan (Haeruman, 1972). HI. HASIL DAN PEMBAHASAN A Nilai rata-rata Faktor Eksploitasi Nilai rata-rata Faktor Eksploitasi pohon contoh yang ditebang disajikan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Faktor eksploitasi jenis-jenis pohon yang ditebang Table 1. Exploitation factor of some trees felled No Jenis pohon Jumlah Diameter (cm) FE {Species) (Number) Kisaran (Range) Rata-rata (Mean) 1. Meranti 198 64-157 81 0,73 2. Medang 19 68-107 76 0,79 3. Keranji 18 68-100 76 0,97 4. Benuang 17 76-142 96 0,84 5. Durian burung 12 71-102 85 0,84 6. Nyatoh 10 69-90 79 0,94 7. Resale 8 97-136 110 0,92 8. Keruing 7 63-92 77 0,81 9. Sindur 7 65-95 79 0,82 10. Geronggang 6 73-133 90 0,86 11. Kapur 4 62-97 84 0,57 12. Mersawa 3 70-109 86 0,73 13. Bengkirai 1-78 0,56 Total Rata-rata (Mean) 310 84 0,80 Tabel 1 memperlihatkan bahwa di dalam petak pengamatan populasi tegakan didominasi oleh jenis meranti dengan proporsi lebih dari 63%. Untuk jenis-jenis kayu lainnya nampak kurang lebih sama kerapatannya, sedang yang terdapat dalam jumlah yang paling sedikit adalah dari jenis bengkirai sebanyak kurang dari 0,5%. Selanjutnya dari Tabel 1 terlihat pula bahwa pohon yang ditebang berukuran minimum 62 cm dan maksimum 157 cm. Bila hal ini dikaitkan dengan ketentuan yang berlaku, dimana areal kerja adalah termasuk pada peruntukan hutan produksi terbatas, yang mensyaratkan bahwa penebangan hanya diperkenankan pada pohon berdiameter 60 cm dan ke atas, maka pelaksanaan kegiatan pemanenan kayu yang dikerjakan oleh perusahaan ini telah memenuhi ketentuan. Bui. Pen. Has. Hut. Vol. 14 No. 1 (1996) 19

Mengenai faktor eksploitasinya, gambaran yang diperoleh memperlihatkan bahwa nilai FE bervariasi dengan kisaran dari 0,56-0,97. Variasi tersebut antara lain terjadi karena pohon yang ditebang tidak seluruhnya dapat diambil karena adanya cacad (growong dan busuk) dan pecah akibat kesalahan teknis penebangan dan pembagian batang. B. Perbandingan Nilai FE Dalam kajian ini jenis pohon bangkirai terpaksa dikeluarkan karena jenis pohon ini tidak memiliki ulangan, sehingga tidak diketahui keragamannya. Selanjutnya dari ke 12 jenis pohon yang diuji, jumlah kuadrat dan jumlah kuadrat total dari setiap individu jenis seperti disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Jumlah kuadrat dan jumlah kuadrat total dari nilai FE dari 12 jenis contoh pohon tebang (dalam persen) Table 2. Sum square and total sum square of exploitation factor of 12 trees ^cies (%) No Jenis pohon {Species) xi xivn 1. Meranti 15382 1311045 1194979,41 2. Medang 1505 132735 119211,84. 3. Keranji 1740 168976 168200,00 4. Benuang 1460 129690 125388,23 5. Durian burung 1004 87224 84001,33 6. Nyatoh 943 89907 88924,90 7. Resak 735 68601 67528,12 8. Keruing 569 48355 46521,57 9. Sindur 574 49794 47068,00 10. Geronggang 518 47012 44720,66 11. Kapur 226 15366 12769,00 12. Mersawa 220 18826 16133,33 Total 24876 2167531 2015176,39 Berdasarkan data Tabel 2 maka dapat dihitung jumlah kuadrat dan kuadrat total untuk semua jenis sebagai berikut: JK(T) = IE xi^ - (ZZ xi)vn = 2167531-20026838,75 = 164892,25 JK(AK) = 52; xivn - (ZZ xi)vn = 2015176,39-2002638,75 = 12537,64 JK(DK) = JK(T)-JK(AK) = 164892,25-1233537,64 = 15354,61 Dari perhitimgan di atas didapat analisis sidik ragamnya (Anova) dengan hasil sebagai berikut: 20 Bui. Pen. Has. Hut. Vol. 14 No. 1 (1996)

label 3. Sidik ragam nilai FE dari berbagai jenis pohon Table 3. Analysis of variance of exploitation factor of some trees species Sumber keragaman Db SS MS F hitung Ftobel {Source of variation) df (Fcalc.) (F table) 1. Jenis pohon (Tree species) (12-1)=11 12537,64 1139,78 2,2219 *) 1,810 2. Kesaiahan percobaan (309-12)=297 152354,61 512,58 (Error) Total 308 164892,25 Keterangan (Remark) : *) Nyata (Significant) Berdasarkan perhitungan sidik ragam di atas diketaliui bahwa F hitung sebesar 2,22191 ; sedangkan F label pada selang kepercayaan 95% dan derajat bebas db (11,297) sebesar 1,810. Ini berarti F hitung lebih besar dari pada F Tabel. Dengan demikian ada perbedaan di antara nilai rata-rata FE yang diperbandingkan. Untuk mengetahui mana di antara nilai rata-rata FE yang memberikan perbedaan, pengujian dengan Uji Beda Nyata Jujur (HSD) dari Tuckey yang dilakukan memberikan hasil seperti berikut. Tabel 4. Nilai FE antara tiap dua jenis kayu yang diperbandingkan Table 4. The value difference of FE between two species tested Jenis pohon (Species) Kapur Mersawa Meranti Medang Keruing Sindur Dunanbr. Benuang Genmggang Resak Nyatoh Keranji Kapur 0,16 0,24 0,22 0,24 0,25 0,27 0,27 0,29 0,35 ) 0,37 ) 0,40') Mersawa 0,00 0,0«0,08 0,09 0,11 0,11 0,13 0,19 0,21 0,24 Meranti - 0,06 0,08 0,09 0,11 0,11 0,13 0,19 0,21 0,24 Medang - 0,02 0,03 0,05 0,05 0,07 0,13 0,15 0,18 Keniing - 0,01 0,03 0,03 0,05 0,11 0,13 0,16 Sindur - 0,02 0,02 0,04 0,10 0,12 0,15 Duiianbr. - 0,00 0,02 0,08 0,10 0,13 Benuang 0,02 0,08 0,10 0,13 Oenmggang 0.06 0,08 0,11 Resak 0,02 0,05 Nyatoh - 0,03 Keranji Keterangffli : W = qa(p,n) x Sx = qa(qq,297) X Sx (dalam persen) - 4,62 X 6,83 = 0,3155 0J2 (dibulatkan) Dari Tabel 4 dapat terlihat bahwa perbedaan nyata hanya berlaku untuk jenis kapur terhadap nyatoh, resak dan keranji. Sedangkan untuk jenis-jenis lainnya ditemukan beda FE lebih kecil daripada nilai W. Akan tetapi sejauh itu adanya perbedaan nyata antara kapur-keranji, kapur-resak dan kapur-nyatoh, diduga terjadi karena jumlah contoh pengamatan untuk jenis kapur yang terlalu sedikit (3 pohon), dan juga karena tingginya cacad kayu yang ada (92% dari total volume limbah). Dengan demikian tampaknya pemisahan nilai FE yang didasarkan atas jenis kayu untuk pemberian jatah produksi kayu tahunan tidak perlu diadakan pemisahan antar Bui. Pen. Has. Hut. Vol. 14 No. 1 (1996) 21

jenis. Hal ini didasarkan oleh pertimbangan agar lebih memudahkan dalam melakukan penghitungan jatah tebangan tahunan serta pengawasannya di lapangan. Dengan demikian nilai FE cukup diwakili oleh satu nilai rata-rata dari seluruh jenis pohon tebang, dengan catatan diadakan pengkajian terlebih dahulu di masing-masing perusahaan tersebut. Selanjutnya, bila dilihat dari sisi lain yaitu dari kelas kuat kayunya (lihat Tabel 5), tampaknya ada kecenderungan bahwa secara alami semakin tinggi kelas kuat kayu semakin banyak kayu yang dapat dimanfaatkan. Dengan perkataan lain memiliki kemungkinan nilai FE- lebih besar. Berkenaan dengan kelas kuat kayu dalam hubungannya dengan perolehan nilai FE (dengan mengabaikan jenis benuang dan kapur), terdapat gambaran bahwa untuk kelas kuat I-II nilai FE yang diperoleh adalah di atas 90%, sedangkan pada kelas kuat II-IV sekitar 70-90%. ' Tabel 5. Kelas kuat dan F dari 12 jenis pohon tebang Table 5. Strongness class and FE value of 12 trees species No Jenis pohon (Species) Kelas kuat (Strongness class) FE 1. Keranji I 0,967 2. Nyatoh I-II 0,943 3. Resak I 0,918 4. Oeronggang III - IV 0,863 5. Benuang V 0,858 6. Durian burung III 0,837 7. Sindur II - III 0,825 8. Keruing II 0,812 9. Medang III - IV 0,792 10. Mersawa III 0,734 11. Meranti III - IV 0,729 12. Kapur II - III 0,565 Khusus untuk jenis meranti dimana nilai FE-nya tidak setinggi jenis-jenis pohon lainnya, salah satu penyebabnya adalah karena kayu-kayu yang ditebang banyak yang sudah mengalami cacad alami (gerowong dan busuk yang jumlahnya mencapai 77% dari total volume limbah), sehingga praktis bagian kayu ini tidak bisa diambil. Padahal jenis kayu ini umumnya diperuntukkan guna memenuhi pasokan bahan baku industri kayu lapis yang menuntut syarat kualita yang tinggi. IV. KESIMPVLAN DAN SARAN Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Nilai faktor eksploitasi (FE) dari 13 jenis pohon tebang berkisar antara 0,56-0,97 dengan rataan 0,80. 2. Dari 12 jenis kayu nilai rata-rata FE yang diperbandingkan, kapur berbeda nyata dengan nyatoh, resak dan keranji. Adanya perbedaan tersebut terjadi diduga karena jumlah sampel kayu kapur relatif sedikit dan tingginya jumlah cacad yang ada. 22 Bui. Pen. Has. Hut. Vol. 14 No. 1 (1996)

3. Nilai rata-rata FE dari jenis-jenis kayu lain yang diperbandingkan temyata menunjukkan tidak ada perbedaan nyata. Apabila dilakukan penggunaan FE berdasarkan perbedaan jenis maka akan mempersulit dalam pengawasan dan prosedur penghitungan jatah produksi tahunan. 4. Dilihat berdasarkan kelas kuat kayu dalam kaitannya dengan nilai FE tampaknya ada kecenderungan bahwa semakin kuat kelas kualitas kayu semakin besar kemungkinan kayu dapat diambil untuk dimanfaatkan. Hal ini berarti memperbesar kemungkinan tingginya perolehan nilai FE. 5. Untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumberdaya hutan melalui peningkatan nilai FE, perlu dihindarkaii pebebangan pohon-pohon yang berdiameter besar tapi diperkirakan sudah mengalami cacad alami. DAFTAR PUSTAK4 Anonim. 1980. Faktor eksploitasi di PT. Inhutani II di kalimantan Selatan. Laporan kerjasama LPHH dengan PT Inhutani II, Bogor. Haeruman, Herman.J.S. 1991. Melestarikan fungsi hutan alam tropika Indonesia. Masalah dalam pembangunan nasional dan pilihan kebijaksanaan yang mungkin diambil (To Conserve the function of tropical rain forest in Indonesia problem in national development and alternative policy will be taken). Persaki. Jakarta, 1972. Prosedur Analisa. Rancangan Percobaan. Bagian Pertama. Bagian Perencanaan Hutan Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor. Nasendi. B.D. 1979. Kehutanan masa kini dan masa mendatang dalam tatanan ekonomi sumberdaya alam hutan dunia. Majalah Kehutanan Indonesia No. 12 Tahun VI. Hal. 12. Direktorat Jenderal Kehutanan, Jakarta. Simarmata S.R. dan Sunarso Sastrodimedjo. 1980. Limbah eksploitasi pada beberapa perusahaan pengusahaan hutan di Indonesia. Laporan lembaga Penelitian Hasil Hutan No. 149. Bogor. Bui. Pen. Has. Hut. Vol. 14 No. 1 (1996) 23