Citra Semu Penanganan Korupsi

dokumen-dokumen yang mirip
PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

FGD Analisa dan Evaluasi Hukum Dalam rangka Partisipasi Masyarakat Dalam Proses Pengambilan Kebijakan Publik. Oleh : Nevey Varida Ariani SH.,M.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2000 TENTANG

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

Transparansi Badan Publik

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2000 TENTANG

Budaya Kekerasan Aparat

RINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas

Instrumen Perdata untuk Mengembalikan Kerugian Negara dalam Korupsi

2017, No Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5149); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KO

BERITA NEGARA. BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Sistem Penanganan Pengaduan. Tindak Pidana Korupsi.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

II. TINJAUAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 006/PUU-I/2003

No Bahwa secara umum ruang lingkup dalam pengaturan Pengklasifikasian Informasi Publik yaitu mengenai: 1. ketentuan umum; 2. asas dan tujuan

- 1 - PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGKLASIFIKASIAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 11 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor P

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 3/PUU-XIV/2016 Nota Pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Sebagai Dokumen Yang bersifat Rahasia

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL,

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

2016, No Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik (Berita Negara Republik Indo

PERAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM DALAM MENJAMIN KEADILAN DAN KEDAMAIAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN INFORMASI PUBLIK DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

TUMPANG TINDIH KEWENANGAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI. Oleh : Sulistyo Utomo, SH* *

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUU-XIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 3 Tahun 2015 Seri E Nomor 3 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN TENTANG

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK.17 TAHUN 2014 TENTANG LAYANAN INFORMASI PUBLIK DAN DOKUMENTASI BADAN SAR NASIONAL

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

2 Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembar

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INFORMASI DIKECUALIKAN DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA PROVINSI SUMATERA UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/KMA/SK/VIII/2007 TAHUN 2007 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI DI PENGADILAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1961 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 49/PUU-X/2012 Tentang Persetujuan Majelis Pengawas Daerah Terkait Proses Peradilan

2011, No Tata Cara Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PELAKSANAAN UJI KONSEKUENSI INFORMASI PUBLIK Nomor: SOP /HM 04/HHK

PUTUSAN. Nomor : 09/PTS/KIP-SU/X/2014 KOMISI INFORMASI PROVINSI SUMATERA UTARA 1. IDENTITAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN HUKUM CUMA-CUMA

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NASKAH PERTIMBANGAN PENGUJIAN KONSEKUENSI INFORMASI PUBLIK YANG DIKECUALIKAN RSUD KELET PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2017

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik;

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XI/2013 Tentang Frasa Pihak Ketiga Yang Berkepentingan

Kuasa Hukum Antonius Sujata, S.H., M.H., dkk, berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 29 Mei 2017

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

Hendry Ch Bangun Wakil Pemimpin Redaksi Warta Kota 21 November 2011

PENUNJUK ADVOKAT DAN BANTUAN HUKUM

BAB IV PENUTUP. Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indo

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 3/PUU-XIV/2016 Nota Pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Sebagai Dokumen Yang bersifat Rahasia

MAJELIS PERWAKILAN MAHASISWA

1. PELAPORAN Proses pertama bisa diawali dengan laporan atau pengaduan ke kepolisian.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

Terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap 22 kasus dugaan tindak pidana korupsi Kejati Sumbar meninggalkan tanda tanya besar terhadap masa depan pemberantasan korupsi. Seder ha nanya, akankah penanganan tindak pidana korupsi sebagai extra ordinary crime (kejahatan luar biasa) berjalan dengan baik jika hanya dengan cara yang biasa-biasa saja? oleh Citra Semu Penanganan Korupsi Mengulang kembali sindiran Mestika Zed dalam Padang Ekspres: 29/5, gebrakan SP3 telah membangunkan kembali kesadaran publik tentang runyamnya praktik penuntasan kasus hukum di daerah, realitas tersebut menyadarkan kita bahwa ketika paradigma citra ( imagolog i ) menguasai hukum, maka prinsip-prinsip kesemuan, kepalsuan dan kedustaan citra menggantikan prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan hukum (Yasraf Amir Piliang : 2003: 3). SP3 22 kasus tersebut menghentakkan publik akan panorama kehidupan kita (terutama penegakan hukum) seperti disitir Yasraf 1 / 7

sebagai percampuran citra dan kebenaran, representasi dan realitas, tiruan dan asli, serta kepalsuan dan kebenaran. SP3 22 kasus korupsi hanyalah akumulasi dari cerita kepeliuan publik terhadap penanganan kasus-kasus korupsi di Sumatera Barat. Pu n caknya pada 2008 kesadaran publik akan adanya indikasi pelemahan pemberantasan korupsi di Sumatera Barat mengemuka dalam wadah gerakan Aliansi Masyarakat Anti Korupsi (AMAK). Gerakan yang terdiri dari beberapa LSM, Organisasi Mahasiswa, Akademisi, dan individu-individu tersebut prihatin dengan penanganan kasus korupsi makin tak menentu. Sehingga SP3 tersebut memperlihatkan kabut tebal yang sedang menyelimuti track penegakan hukum korupsi di tanah air, khususnya di Sumatera Barat. Sebagai tumpuan harapan publik dalam penegakan hukum korupsi setelah KPK, sikap Kejati Sumbar yang meng-sp3-kan 22 kasus korupsi tersebut patut disayangkan. Rony Saputra menil ai hal itu sebagai sikap Mencawan ala Kejati Sumbar (P adang Ekspres 29/6 ) dan tak lebih merupakan badai imagolog i yang 2 / 7

mengedepankan pencitraan dari pada prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan. Bagaimana tidak, SP3 kembali membangunkan kesadaran publik melalui wadah Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat (KMSSB) untuk mengungkap tabir gelap di balik SP3 tersebut. Secara hukum, imagologi dimaksud terungkap dalam pertemuan KMSSB dengan Kejati Sumbar pada 29/5, ketika KMSSB meminta salinan berkas 22 kasus yang di-sp3-kan oleh Kejati Sumbar. Nam un se perti ditulis Rony, Kejati Sumbar menolak memberikan salinan ke 22 berkas kasus itu dengan dalih sifat rahasia BAP yang suatu saat dapat dibuka jika ada bukti baru yang mendukung. Dalih Kejati Sumbar bersandar pada ketentuan Pasal 17 UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) terkait asas pengecualian bersifat rahasia sesuai undang-undang, kepatutan dan kepentingan umum. Asas ini merupakan batu uji dalam mengklasifikasikan sebuah informasi tertutup untuk publik. Pertanyaannya, sejauh mana asas tersebut telah diterapkan oleh Kejati Sumbar dalam kasus SP3 22 kasus korupsi? Kewajiban badan publik untuk membuka akses setiap informasi publik dalam Pasal 17 huruf a angka 1, salah satunya memang meng ecualikan 3 / 7

untuk informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi publik dapat menghambat proses penegakan hukum, yaitu informasi yang berpotensi menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana. Lalu apabila hak subjektif Kejati Sumbar menolak memberikan salinan ke 22 berkas kasus korupsi itu ber dalih ketentuan Pasal 17, pertanyaan selanjutnya, sudahkan Kejati Sumbar memperhatikan mandat Pasal 19 yang mewajibkan adanya pengujian tentang konsekuensi norma Pasal 17 dengan s e ksama dan penuh ketelitian sebelum menyatakan informasi publik tertentu dikecualikan untuk diakses oleh publik? Perlu diketahui bahwa semangat kelahiran UU KIP merupakan pengejawantahan perlindungan hak konstitusional warga negara terhadap informasi yang diatur dalam Pasal 28F UUD 1945. Di mana setiap orang berhak untuk memperoleh informasi serta berhak untuk mencari informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Dalam konsideran UU KIP ditegaskan, hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik. Karena itu, keterbukaan informasi publik merupakan sarana optimalisasi pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara terhadap segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. Dalam posisi hak subjektif Kejaksaan untuk menilai informasi publik boleh dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi publik, Pasal 16 Peraturan Jaksa Agung No. Per-032/A/JA/08/2010 tentang Pelayanan Informasi Publik di Kejaksaan RI, mengatur bahwa salah satu informasi yang dapat menghambat proses penyelidikan, penyidikan dan penuntutan suatu tindak pidana adalah Berita Acara Pemeriksaan(BAP). Namun dalam Pasal 17 dinyatakan, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi ( PPID 4 / 7

) yang bertanggungjawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di Kejaksaan, hanya merahasi a kan identitas tersangka, identitas terdakwa, identitas korban, identitas saksi, pekerjaan, alamat, dan informasi lainnya yang dapat mengungkap informasi pribadi dalam perkara : Tindak pidana kesusilaan dan kekerasan dalam rumah tangga; Tindak pidana yang pelakunya adalah anak; Tindak pidana yang menurut undang-undang perlindungan saksi dan korban harus dilindungi; Tindak pidana lainnya yang proses persidangannya dilakukan secara tertutup. Ketentuan Pasal 17 Peraturan Jaksa Agung di atas, secara a contrario memposisikan tindak pidana selain dimaksud Pasal 17, bukalanlah informasi yang mesti dirahasiakan oleh PPID. Dengan demikian, ke 22 BAP kasus korupsi itu sebenarnya telah menjadi hak publik karena berkaitan lansung dengan dampak tindak pidana korupsi yang tidak hanya merugikan indvidu dan negara, melainkan masyarakat secara luas. Jadi hak publik atas informasi penanganan korupsi bukan hanya SP3 sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) huruf c UU KIP, melainkan juga terhadap salinan BAP ke 22 kasus korupsi. Karena itu, penolakan penyerahan salinan BAP 22 kasus korupsi yang diminta KMSSB dengan dalih dapat menghambat proses penyelidikan, penyidikan dan penuntutan suatu tindak pidana, hanyalah akal-akalan belaka dan tidak diragukan lagi adanya motif tertentu dibalik SP3 tersebut. Nihilisme Pemberantasan Korupsi Apa yang terjadi adalah pencitraan (imagologi) penegakan hukum seperti yang diperingatkan Yasraf, ketika hukum menampilkan bukan keadilan, tetapi citra keadilan yang ada adalah imagologi hukum (permainan citra hukum), sehingga yang muncul adalah pencitraan keadilan. Publik tidak bisa dibohongi dengan 5 / 7

SP3 tersebut. Sikap Kejati Sumbar bukan hanya sekedar mencawan sebagaimana ungkap Rony, namun menampilkan kepalsuan dan kedustaan citra yang kebenarannya dapat diuji dengan Pasal 17 Peraturan Jaksa Agung No. Per-032/A/JA/08/2010 terkait apa saja dan jenis tindak pidana mana yang mesti dirahasiakan oleh PPID. Kenyataannya tindak pidana korupsi bukanlah termasuk salah satu yang dilarang dalam Pasal tersebut. Selain menggunakan frame asas legalitas, realitas yang terjadi dapat dianalisis dengan pendapat Eugene Erlich tentang tujuan spesifik hukum, yaitu: kemanfaatan, keadilan dan kepastian hukum. SP3 22 kasus korupsi tersebut jelas menghilangkan tujuan spesifik hukum korupsi sebagai extra ordinary crime yang harus ditangani dengan cara-cara yang luar biasa pula. Apalagi SP3 belum memenuhi hal yang biasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Jaksa Agung No. Per-032/A/JA/08/2010. Jadi bicara upaya luar biasa penangan kasus korupsi dalam konteks SP3, ibarat jauh panggang dari pada api. Karena terbitnya SP3 22 kasus tersebut belumlah memenuhi langkah-langkah biasa, apalagi langkah yang luar biasa. Bicara kemanfaatan, SP3 justru menjadi bencana besar yang meluluhlantahkan ekspektasi publik terhadap praktik kehidupan negara yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Dari sudut keadilan menurut hukum, SP3 tersebut menjadi topeng yang menutupi pelaku kriminalitas sesungguhnya. Karena itu, mengimpikan pemberantasan korupsi, tidak ada pilihan bagi rakyat kecuali menyadari bahwa salah satu pilar tegaknya negara hukum adalah transparansi dan kontrol sosial (Jimly Asshiddiqie : 2010: 11). Artinya, pemberantasan korupsi hanya akan terlaksana dengan baik jika rakyat pro-aktif dalam mengawasi penegakan hukum korupsi tersebut. Apalagi SP3 tersebut tidak hanya memperburuk masa depan penangan kasus korupsi, akan tapi secara serta merta telah melanggar hak konstitusional kita sebagai warga negara dalam mengakses informasi publik. Penulis : 6 / 7

Muhammad Fauzan Azim Advokad dan Kordinator Advokasi dan Bantuan Hukum PBHI Sumatera Barat 7 / 7