BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi subjek penelitian Subjek dalam penelitian ini berjumlah 60 ekor mencit strain DDY yang terdiri dari 30 mencit jantan dan 30 mencit betina. Mencit dibagi secara acak ke dalam lima kelompok yang terdiri dari empat kelompok perlakuan (kelompok I, II, III, dan IV) dan satu kelompok kontrol (kelompok V). Tiap kelompok terdiri dari enam mencit jantan dan enam mencit betina. Dosis pemberian ekstrak etanol sirih merah (Piper crocatum) pada kelompok perlakuan berturut-turut adalah 50 mg/kgbb, 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, dan 400 mg/kgbb. Sedangkan kelompok kontrol diberikan akuades sebanyak 0,5 ml. Pada akhir penelitian terdapat 17 ekor mencit yang mati bukan karena perlakuan sehingga jumlah akhir mencit adalah 43 ekor yang terdiri dari 13 ekor mencit jantan dan 30 ekor mencit betina (Tabel 1). Tabel 1. Daftar mencit yang hidup hingga akhir penelitian Kelompok Jantan Betina Jumlah I J4 B1, B2, B3, B4, B5, B6 7 II J1, J5, J6 B1, B2, B3, B4, B5, B6 9 III JI, J3, J6 B1, B2, B3, B4, B5, B6 9 IV J2, J3, J4, J5, J6 B1, B2, B3, B4, B5, B6 11 V J4 B1, B2, B3, B4, B5, B6 7 Total 13 30 43 J adalah mencit jantan; B adalah mencit betina; angka subskrip menunjukkan nomor urut mencit dari setiap kelompok jantan dan betina 4.1.2 Hasil pengamatan histopatologi ginjal Pengamatan histopatologi dilakukan dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 40 kali pada lima lapang pandang pada setiap preparat. Empat lapang pandang diambil dari bagian korteks di sisi lateral atas dan bawah pada sisi kanan dan kiri preparat, sedangkan satu lapang pandang diambil dari bagian medula 19
20 ginjal yaitu di bagian tengah preparat. Degenerasi hidropik, inflamasi, kongesti dan nekrosis dinilai satu bila ada dan nol bila tidak ada, kemudian dihitung reratanya. Hasil rerata dari setiap kelompok dihitung berdasarkan rerata dari setiap preparat pada masing-masing kelompok (Tabel 2). Tabel 2. Rerata degenerasi hidropik, inflamasi, kongesti dan nekrosis. Rerata Kelompok Degenerasi hidropik Inflamasi Kongesti Nekrosis I 0,143 0,029 1 0 II 0,111 0,044 0,978 0 III 0,275 0,075 1 0 IV 0,309 0,055 0,982 0 V 0,171 0 1 0 Hasil pemberian ekstrak etanol daun sirih merah terhadap gambaran histopatologi ginjal mencit kelompok perlakuan I, II, III, IV dan kelompok kontrol V menunjukkan terjadinya degenerasi hidropik, inflamasi, dan kongesti pada semua kelompok, kecuali pada kelompok kontrol V inflamasi tidak terjadi.
21 a b Gambar 9. Struktur mikroskopis ginjal mencit kelompok perlakuan III J1. a) degenerasi hidropik, b) kongesti (hematoksilin dan eosin, 40 kali) a b Gambar 10. Struktur mikroskopis ginjal mencit kelompok perlakuan IV B5. a) kongesti, b) inflamasi (hematoksilin dan eosin, 40 kali)
22 4.1.3 Analisis data penelitian Hasil pengamatan gambaran histopatologi ginjal diolah dengan program SPSS versi 21. Distribusi data setelah diuji dengan uji Saphiro Wilk menunjukkan distribusi data yang tidak normal (p<0,05) sehingga dilakukan uji Kruskall-Wallis. Uji Kruskall-Wallis menunjukkan tidak adanya perubahan yang bermakna (p>0,05) pada gambaran histopatologi ginjal berupa degenerasi hidropik (p=0,148), kongesti (p=0,507), inflamasi (p=0,681), dan nekrosis (p=1). Karena hasil uji Kruskall-Wallis tidak bermakna, maka uji post hoc Mann-Whitney tidak dilakukan. 4.2 Pembahasan Dari hasil penelitian ini, pada gambaran histopatologi ginjal mencit strain DDY tampak degenerasi hidropik, inflamasi, dan kongesti pada semua kelompok, kecuali pada kelompok kontrol V inflamasi tidak terjadi. Degenerasi hidropik digambarkan dengan adanya vakuola jernih pada epitel tubulus ginjal tanpa adanya perubahan morfologi lain yang berhubungan dengan degenerasi. Degenerasi hidropik yang abnormal atau patologis dapat ditemukan dimana saja di sepanjang tubulus, namun kelainan ini lebih sering terjadi di tubulus kontortus proksimal (Seely dan Brix, 2014). Sitoplasma normal yang diwarnai hematoksilin dan eosin berwarna merah muda disertai dengan warna biru yang samar. Warna biru (basofilia) dapat terjadi karena adanya RNA ribosom. Ribosom dapat berkurang akibat kerusakan sel sub-letal, sehingga warna biru pada sitoplasma menghilang. Pembengkakan retikulum endoplasma dan mitokondria berperan pada memucatnya sitoplasma lebih jauh, hal ini disebut sebagai cloudy swelling dan mungkin sulit untuk diidentifikasi. Dengan pembengkakan lebih jauh dari organel, sel menjadi berawa dan vakuola sejati muncul di sitoplasma yang berwarna samar akibat kehilangan total dari basofilia (Stevens et al., 2002). Degenerasi hidropik terjadi pada kelompok kontrol dan tidak semua mencit pada kelompok perlakuan mengalami degenerasi hidropik (I: J4, B1; II: J1,5, B2,4; III: B3,4,5; IV: B3; V: B2,3,6), selain itu rerata degenerasi hidropik yang terjadi tidak sebanding dengan peningkatan dosis ekstrak etanol yang diberikan, seperti
23 yang ditampilkan pada tabel 2, rerata degenerasi hidropik pada kelompok kontrol V yang hanya diberi akuades (rerata=0,171) lebih tinggi daripada rerata degenerasi hidropik pada kelompok perlakuan I yang diberikan ekstrak etanol daun sirih merah 50 mg/kgbb (rerata=0,143) dan kelompok perlakuan II yang diberikan ekstrak etanol daun sirih merah 100 mg/kgbb (rerata=0,111), selain itu rerata degenerasi hidropik pada kelompok perlakuan II lebih rendah daripada kelompok perlakuan I. Hal tersebut memungkinkan degenerasi hidropik yang terjadi bukan karena efek pemberian ektrak etanol daun sirih merah. Kongesti atau hiperemia merupakan suatu keadaan terdapatnya darah secara berlebihan (peningkatan jumlah darah) di dalam jaringan (Priyatna et al., 2011). Kongesti dapat terjadi karena kenaikan jumlah darah yang mengalir melalui arteri (kongesti aktif) atau penurunan jumlah darah yang mengalir dari jaringan melalui venula (kongesti pasif). Kongesti aktif disebabkan karena dilatasi arteriol yang berfungsi sebagai katup yang mengatur aliran darah ke dalam mikrosirkulasi lokal. Contohnya adalah hiperemia yang menyertai radang akut. Sedangkan kongesti pasif terjadi karena adanya gangguan pada aliran darah di daerah tersebut karena tertekannya venula atau vena yang mengalirkan darah dari jaringan yang disebabkan oleh penyebab lokal seperti tumor, atau penyebab sentral atau sistemik yang dapat mengganggu drainase vena (Price dan Lorraine, 2006). Kongesti terjadi pada semua kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol, selain itu terjadinya kongesti tidak sebanding dengan meningkatnya dosis ekstrak etanol yang diberikan, seperti yang ditampilkan pada tabel 2, rerata kongesti pada kelompok kontrol V, kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan III yang diberikan ekstrak etanol daun sirih merah 200 mg/kgbb adalah sama (rerata=1), begitu pula antara kelompok perlakuan II dengan kelompok perlakuan IV yang diberikan ekstrak etanol daun sirih merah 400 mg/kgbb (rerata=0,982). Hal tersebut memungkinkan kongesti yang terjadi bukan karena efek pemberian ektrak etanol daun sirih merah. Menurut Nurliana et al. (2014) yang meneliti pengaruh ekstrak kasar etanol Pliek u bumbu masak tradisional Aceh pada histologi ginjal, ditemukan kongesti pada seluruh ginjal mencit, namun diduga tidak disebabkan karena ekstrak
24 kasar etanol Pliek u, melainkan karena cara pembiusan terhadap mencit atau karena sebelumnya sudah terpapar dengan toksikan. Demikian pula pada penelitian oleh Mangindaan et al. (2014) yang meneliti pengaruh ekstrak etanol kulit batang kelor terhadap gambaran mikroskopis ginjal tikus yang diinduksi aloksan, ditemukan adanya kongesti, degenerasi dan nekrosis pada semua perlakuan dengan derajat yang bervariasi yang dapat disebabkan oleh aloksan atau penggunaan tikus wistar yang tidak specific pathogen free (SPF) sehingga kerusakan sudah terjadi meskipun gejala klinis tidak muncul. Hal tersebut sejalan dengan penelitian ini, sehingga ditemukannya degenerasi hidropik dan kongesti pada semua kelompok mungkin disebabkan karena teknik pembiusan terhadap mencit atau penggunaan mencit strain DDY yang tidak SPF. Inflamasi adalah suatu respons protektif yang ditujukan untuk menghilangkan penyebab awal kerusakan sel yang diakibatkan oleh kerusakan asal (Kumar et al., 2007). Inflamasi pada ginjal dapat terjadi di tubulus, lapisan interstitial, pelvis, atau glomerulus. Inflamasi tubulus ditandai dengan adanya selsel inflamasi di dalam lumen tubulus, epitel, atau keduanya. Hal ini dapat disebabkan karena deposisi kristal, perluasan dari traktus urinarius bawah (pielonefritis), proses infeksi, nefropati progresif kronis, kejadian infark sebelumnya, atau paparan bahan kimia secara langsung. Inflamasi pelvis dapat terjadi karena infeksi lokal, yang meluas dari traktus urinarius bawah. Inflamasi kronis lapisan interstitial dapat disebabkan oleh berbagai penyebab dan sering terlihat pada ginjal binatang pengerat (Seely dan Brix, 2014). Pada penelitian ini inflamasi terjadi pada delapan ekor mencit yaitu I: B6; II: B4,5; III: J1, B3,5; IV: J2, B5. Inflamasi tidak terjadi pada kelompok kontrol dan secara statistik tidak berbeda dengan kelompok lain, sehingga kemungkinan inflamasi terjadi bukan karena efek pemberian ektrak etanol daun sirih merah. Hal ini dapat terjadi karena infeksi. Selain itu adanya inflamasi bertolak belakang dengan Mardiana (2012) yang menyatakan bahwa senyawa alkaloid dan flavonoid yang terkandung pada daun sirih merah memiliki efek antiinflamasi sehingga kemungkinan adanya penyebab lain tidak dapat disingkirkan.
25 Keterbatasan pada penelitian ini adalah tidak dipisahkannya setiap satu ekor mencit pada kandang yang berbeda sehingga memungkinkan terjadinya penyerangan oleh mencit yang agresif yang menyebabkan perlukaan atau kematian pada mencit lainnya. Hal ini terutama ditemukan pada mencit jantan. Dampaknya jumlah mencit dari setiap kelompok menjadi bervariasi yang memungkinkan distribusi data menjadi tidak normal. Keterbatasan lainnya adalah beberapa preparat organ ginjal mencit tidak terwarnai dengan baik sehingga pengamatan histopatologi menjadi kurang akurat.