BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Metanol yang juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus merupakan bentuk alkohol sederhana dengan rumus molekul CH 3 OH. Pada keadaan atmosfer metanol berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol). Gambar I.1. Rumus Kimia Metanol Kegunaan metanol yang paling besar adalah untuk membuat senyawa kimia lainnya. Sekitar 31% dari produksi metanol dibuat menjadi formaldehid. Formaldehid kemudian dijadikan produk plastic, kayu lapis, cat, dan lain-lain. Turunan metanol lainnya adalah dimethyl ether (DME) sebagai pengganti klorofluorokarbon dalam aerosol dan asam asetat. Dimethyl ether juga digunakan sebagai campuran dalam pembuatan liquefied petroleum gas (LPG). Kegunaan lainnya ditunjukkan pada gambar 2. Gambar I.2. Kegunaan Metanol pada Berbagai Industri di dunia (Tecnon OrbiChem Marketing Seminar at APIC 2015) Robertus Irwan P. 1
Metanol dibuat dari gas sintesis yang diproduksi dari gas alam atau gasifikasi batubara. Di Indonesia kini sedang dikembangkan metanol yang diperoleh dari proses gasifikasi batubra muda (rendah kalori) untuk pembuatan DME. Di Indonesia pemakaian terbanyak metanol adalah pada industry formaldehyde dan produk turunannya seperti urea formaldehid, phenol formaldehid, dan melamin formaldehid. Jumlah kebutuhan metanol di indonesia sendiri semakin meningkat tiap tahun. Daftar I.1. Jumlah Produksi dan Permintaan Metanol di Indonesia Komoditi Uraian 2009 2010 2011 2012 2013* Produksi 684.623 496.222 509.709 456.856 Demand 343.471 449.882 584.766 541.846 645.888 Metanol Impor 76.974 192.224 275.947 261.866 341.455 Ekspor 495.100 430.788 476.837 438.742 486.818 (BPS, 2013) Terlihat dari tabel tersebut bahwa jumlah permintaan akan terus meningkat setiap tahunnya namun jumlah produksi cenderung menurun. Pabrik metanol di Indonesia sekarang ini didominasi oleh PT Kaltim Metanol Industri yang memiliki kapasitas 660.000 ton/tahun. Beberapa tahun ke depan, produksi dalam negeri tidak bisa memenuhi permintaan yang semakin meningkat, maka dibutuhkan tambahan produksi metanol. Dengan pertumbuhan tersebut, diperkirakan pada tahun 2017 permintaan metanol mencapai 1.261.010 ton/tahun. Kapasitas yang diperlukan untuk memenuhi permintaan tersebut sebanyak 600.000 ton/tahun. Selain itu dapat dilihat juga bahwa jumlah ekspor metanol cenderung stabil. Perkembangan proses pengolahan metanol menjadi olefin yang dipicu oleh Cina menyebabkan peluang ekspor metanol terbuka lebar. Kebutuhan metanol di dunia diperkirakan mengalami peningkatan hingga 8,6% tiap tahun hingga 2016. Robertus Irwan P. 2
Gambar I.3. Kebutuhan Metanol Dunia Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia juga menargetkan kapasitas produksi metanol meningkat hingga 1,5 juta ton/tahun dalam sasaran jangka panjang ( 2015 2025 ). Dengan pertimbangan tersebut, pabrik metanol dari batubara dan biomassa akan didirikan dengan kapasitas 660.000 ton/tahun. I.2. Tinjauan Pustaka A. Batubara Batubara adalah salah satu jenis bahan bakar yang memiliki komposisi kimia mirip dengan komposisi kimia jaringan tumbuhan, dengan unsur C, H, O, N, S, P. Hal ini dikarenakan batubara terbentuk dari jarungan tumbuhan yang telah mengalami proses pembatubaraan atau coalification (Sukandarrumidi, 2006). Cara pembentukan tersebut relatif sangat panjang dan lama dibandingkan dengan umur hidup manusia. Berbagai macam faktor dapat memengaruhi proses dan hasil batubara tersebut. Hutton dan Jones, dalam bukunya Short Course on Coal Exploration, menyatakan faktor-faktor tersebut antara lain: 1. Posisi geoteknik 2. Keadaan topografi daerah 3. Iklim daerah Robertus Irwan P. 3
4. Proses penurunan cekungan sedimentasi 5. Umur geologi 6. Jenis tumbuhan 7. Proses dekomposisi 8. Sejarah setelah pengendapan Di Indonesia, mayoritas dari umur geografi batubara adalah sekitar 70 juta tahun. Dalam waktu hitung geologi, waktu tersebut masih tergolong relatif muda sehingga belum mengalami proses coalification yang sempurna. Sebagai contoh, batubara yang terdapat dalam cekungan sedimentasi di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Hal ini mengakibatkan kualitas batubara yang didapatkan di pulau tersebut masih tergolong pada jenis bitumina (Sukandarrumidi, 2006). Jenis batubara yang terdapat di Indonesia, terutama Pulau Kalimantan, akan sangat melimpah di kelas Sub-bituminous dengan nilai kalori 5100-6100 kkal/kg, dengan jumlah cadangan mencapai 15.682,72 juta ton (Pusat sumber daya geologi, 2006). Dibandingkan dengan jenis batubara lainnya, jenis ini memiliki jumlah kalori yang berada dalam kelas bawah (low rank coal). Kendati demikian, merunut proses gasifikasi yang mengubah batubara padat menjadi gas sintesis, batubara jenis ini cocok untuk digunakan sebagai bahan baku karena volatile matter nya yang tergolong cukup tinggi, dan jumlah fixed carbon yang tidak terlalu tinggi. B. Jerami padi Terdapat berbagai macam sumberdaya alam yang dapat menjadi sumber biomassa sebagai bahan campuran gasifikasi. Pada perancangan ini, digunakan rice straw biomass atau jerami. Rumput padi memiliki kandungan volatile matter yang cukup tinggi dengan angka 81,3 persen berat (dry analysis), dan energi sebesar 18,2 MJ/kg. Robertus Irwan P. 4
Daftar I.2. Properti dari Berbagai Macam Biomassa Fuel LHV, MJ/kg (daf) Volatile Matter,% w/w (daf) Ash Content, % w/w (dry) Carbon Analysis %w/w (daf) Straw 18,2 81,3 6,6 49,0 Wood 18,7 83,0 1,8 50,5 Bark 16,2 76,0 7,0 50,5 Rape Oil 35,8 100,0 0,0 77,0 Ethyl alcohol 26,9 100,0 0,0 52,0 Methyl alcohol 19,5 100,0 0,0 38,0 Peat 19,0 74,2 2,7 52,6 Bituminous coal 31,8 34,7 8,3 82,4 Sumber : Chmielniak dan Sciazko, 2002 C. Gasifikasi Batubara menjadi Syngas Gasifikasi batubara pada dasarnya merupakan suatu proses perubahan batubara menjadi gas yang lebih mudah terbakar dengan klasifikasi berdasarkan nilai panas (heating value), yaitu Low-btu (180-350 Btu/scf), Medium-btu (250-500 Btu/scf), High-btu(950-1000 Btu/scf) (Sukandarrumidi, 2006). Dalam reaktor gasifikasi, setelah mendapat pretreatment seperti proses kominusi, batubara mengalami pemanasan hingga temperatur reaksi dan mengalami proses pyrolisis atau pembakaran dengan kondisi oksigen minimum. Batubara dikonversi menjadi Gas Hidrogen (H 2 ), Karbon Monoksida (CO), dan sedikit metana (CH 4 ). Gas pereaksi utama dalam proses ini adalah oksigen dan uap air. Terdapat tiga macam reaktor yang diklasifikasikan berdasarkan transportasi dan kondisi sistem reaksi dalam reaktor, yaitu Fixed Bed, Fluidized Bed, dan Entrained Bed. Fixed Bed menggunakan kecepatan gas yang minimum sehingga tumpukan padatan di dalam reaktornya berada di posisi yang statis (Fixed). Fluidized Bed menggunakan kecepatan gas sedemikian sehingga padatan dalam reaktor dalam keadaan melayang. Robertus Irwan P. 5
Entrained Bed menggunakan kecepatan gas yang membuat padatan di dalam reaktor terbawa (pneumatic transported). Gambar 1.4. Tipe Reaktor Gasifikasi dan Profil Temperaturnya (Yuwono dan Pribadi, 1988) Tipe-tipe gasifikasi tersebut dikembangkan oleh licensor khusus, seperti Lurgi yang menggunakan tipe Moving Bed Gasifier, Winkler yang menggunakan tipe Fluidized Bed dan Koppers Totzek dengan tipe Entrained Flow. Reaksi yang terjadi selama gasifikasi adalah sebagai berikut: 2C + O 2 = 2CO (partial oxidation) (1) C + O 2 = CO2 (complete oxidation) (2) C +2H 2 = CH 4 (hydro-gasification/methanation reaction) (3) CO + H 2 O = CO 2 + H 2 (water-gas shift reaction) (4) CH 4 + H 2 O = CO + 3H 2 (steam reforming reaction) (5) C + H 2 O = CO + H 2 (water gas reaction) (6) C + CO 2 = 2CO (boudouard reaction) (7) Sementara itu, penggunaan biomassa dalam campuran batubara membuat proses menjadi sedikit berbeda. Terdapat unit pengolahan Robertus Irwan P. 6
awal biomassa sebelum dapat di gasifikasi dengan batubara. Proses itu utamanya adalah unit kominusi yang berbeda dengan proses kominusi batubara. Gambar 1.5. Urutan Proses untuk Coal-Biomass Gasification (J.S. Brar, et al., 2012) D. Metanol dari Syngas Terdapat dua tahap utama dalam pembuatan metanol, yakni tahap pembuatan gas sintesis dengan proses gasifikasi dan tahap sintesis metanol di reaktor katalitis. Pada umumnya, tahap pertama merupakan tahap konversi umpan berupa gas alam atau batubara menjadi gas sintesis yang mengandung CO, CO 2, dan H 2. Prosesnya dapat dilakukan dalam reformer untuk gas alam dan unit gasifikasi untuk batubara. Rangkaian unit yang diperlukan untuk proses gas alam adalah desulfurisasi, reforming, autothermal reforming, dan steam reformer, sedangkan untuk batubara adalah unit gasifikasi, dan penyesuaian gas sintesis. Pada perancangan ini, kedua proses di atas digunakan. Setelah menjadi gas sintesis, tahapan selanjutnya adalah reaksi sintesis metanol di reaktor katalis dan proses pemurnian produk menggunakan menara distilasi. Reaktor sintesis metanol bekerja eksotermis, dengan uraian reaksi: Robertus Irwan P. 7
2H 2 + CO CH 3 OH, Hr = -90,84 kj/mol (1) CO 2 +H 2 H 2 O + CO, Hr = -41,27 kj/mol (2) Untuk mendapatkan hasil methanol yang banyak, secara umum membutuhkan suhu reaksi yang relatif rendah, dan tekanan yang tinggi (Chang, T., et al., 1986). Selain parameter umum, hingga saat ini telah berkembang berbagai macam teknologi pada proses sintesis metanol. Bartholomew, dalam bukunya, Fundamental of Industrial Catalytic Process membandingkan beberapa teknologi sintesis metanol sebagai berikut Daftar I.3. Operasi Sintesis Metanol pada Berbagai Teknologi Licensor ICI Linde, Lurgi, Topsoe Kondisi operasi Tekanan (bar) 50-100 40-100 Suhu ( 0 C) 220-280 220 Katalis Yield,kg/L.h Lifetime, tahun Reaktor Karakteristik Jumlah reaktor Pendinginan H x D (meter) Recycle : feed Katalis loading Kelebihan Kekurangan Rendah 3 Quench 1 Cold Quench 0,8 (Bed) X 6 5-7 Mudah Sudah terbukti dan sering digunakan Efisiensi termal rendah, adanya bypass katalis Medium-Tinggi 5 Tubular Isothermal 1 Boiler Feed Water 5 x 6 3-4 Sulit Efisiensi termal yang tinggi dan selektivitas tinggi, suhu lebih stabil Kapasitas produksi tidak terlalu besar Mitsubishi 50-80 240-260 Tinggi Annular Gas/Liquid HE 1 Water & Gas 10 x 0,085 Sulit Profil suhunya ideal, katalis yang dibutuhkan lebih sedikit Rumit dan mahal operasi dan reaktornya Kellog, Topsoe 50-150 200-300 Tinggi Adiabatic Radial 3-4 Interstage Cooling Spheres, D =3-5 Mudah Kecepatan dan kapasitas produksinya tinggi Tingginya kondisi operasi dan arus produknya Robertus Irwan P. 8
E. Dry Methane Reforming Untuk menghasilkan syngas, selain unit gasifikasi digunakan juga unit dry methane reformer. Proses ini menggunakan CCU (Carbon Capture and Utilisation), yang dapat digabung dengan proses NGa (Natural Gas assisted) yang me-recycle karbon dioksida ke dalam unit reaktor gasifikasi, dan DMR (Dry Methane Reforming) dengan cara splitting flow. Dengan cara ini, tetap ada CO 2 yang dibuang di udara, akan tetapi jumlahnya sudah berkurang. Gambar 1.6. Carbon Capture and Utilization Process Flow Diagram (Sumber: Man, Y., dkk., 2014) I.3. Pemilihan Proses Dengan pertimbangan di atas, proses yang dipilih adalah gasifikasi batubara dan jerami yang digabung dengan proses CCU yang berbahan dasar gas metana dan karbon dioksida. Pemilihan ini didasarkan pada beberapa poin pentingn yakni: 1. Reduksi polusi CO 2 dengan cara recycle. 2. Pemanfaatan jerami padi untuk menambah nilainya. 3. Memanfaatkan batubara sebagai bahan baku bahan petrokimia, bukan energi. 4. Pemanfaatan batubara yang sudah semakin banyak di ekspor. Robertus Irwan P. 9