GAMBARAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA AKSELERASI DI SD KRISTEN 10 PENABUR DAN SD AL-AZHAR SYIFA BUDI JAKARTA KELAS 4 DAN KELAS 6 Devi Presty Ari Yanti, Evi Afifah Hurriyati, M.si Jurusan Psikologi, Komplek Kunciran Indah Jalan Gabus Blok DM.2 No.12-13 Rt.06/06 Pinang Tangerang 15144, 08569012114, Dv.anga@yahoo.com ABSTRAK One of the things that are often debated in the accelerated program is the mental readiness of students in social adjustment (Widyorini, 2002). Wandasari Research (2004) states among the 25% of the 100 clients talented students age three until adolescence are addressed, have problems in the adaptation to the social environment is an issue that is quite prominent (25 cases), especially at primary school age. Based on the phenomenon, the study aims to see an overview accelerated students' social adjustment in grade 4 & 6 at SD Kristen 10 Penabur and SD Al-Azhar Syifa Budi Jakarta. Measuring instrument used in this study is the scale of social adjustment of students in schools based on four aspects of social adjustment proposed by Hurlock (2002). The results illustrate that the average accelerated students in grade 4 & 6 at SD Kristen 10 Penabur and SD Al-Azhar Syifa Budi Jakarta was at medium to real aspects of appearance, social attitudes, and personal satisfaction in aspects of adaptation to various groups occupy lower frequencies. Keywords: Social Adjustment, Accelerated Student Salah satu hal yang masih sering diperdebatkan dalam program akselerasi adalah kesiapan mental siswa dalam penyesuaian sosial (Wandasari, 2011). Data yang diperoleh dari Center for Giftedness Fakultas Psikologi Semarang pada tahun 2002 (Iswinarti, 2002), diantara 100 klien siswa berbakat usia tiga tahun hingga usia remaja yang ditangani, hambatan dalam penyesuaian sosial merupakan masalah yang cukup menonjol (25 kasus), terutama pada usia sekolah dasar. Berdasarakan fenomen tersebut, penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran Penyesuaian Sosial siswa Akselerasi di SD Kristen 10 Penabur dan SD Al-Azhar Syifa Budi Jakarta kelas 4 dan kelas 6. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala penyesuaian sosial siswa di sekolah berdasarkan pada empat aspek penyesuaian sosial yang dikemukakan oleh Hurlock (2002). Hasil yang menggambarkan bahwa rata-rata siswa akselerasi SD Kristen 10 Penabur dan SD Al-Azhar Syifa Budi Jakarta kelas 4 dan kelas 6 berada di level sedang untuk aspek penampilan nyata, sikap sosial, kepuasan pribadi dan di aspek penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok menempati frekuensi rendah. Kata Kunci : Social Adjusment, Acceleration Students
PENDAHULUAN Masa usia sekolah dasar juga disebut masa intelektual (Hawadi, 2004), dimana terdapat anak-anak yang memiliki kemampuan kecerdasan di atas rata-rata, disebut sebagai Anak Berbakat (AB). Definisi anak berbakat yang telah dikenal selama ini di Indonesia diadopsi dari definisi keberbakatan United States Office of Education, yang menyatakan bahwa anak berbakat adalah mereka yang diidentifikasikan oleh orang-orang yang berkualifikasi professional memiliki kemampuan luar biasa dan mampu berprestasi tinggi. anak-anak ini membutuhkan program pendidikan yang terdiferensiasi atau pelayanan di luar jangkauan program sekolah reguler agar dapat merealisasikan kontribusi dirinya ataupun masyarakat (Hawadi, 2004). Berdasarkan konsep dan potensi kontribusi yang akan diberikan oleh siswa berbakat intelektual di masa mendatang maka pemerintah memberikan pelayanan pendidikan yaitu dengan menerapkan program kelas khusus untuk siswa-siswa berbakat dengan kecerdasan di atas rata-rata yang disebut dengan kelas akselerasi. Seorang individu didalam kehidupannya akan dihadapkan pada dua realitas yakni diri dan lingkungan sekitarnya yang berlangsung secara berkelanjutan di dalam kehidupan yang disebut dengan penyesuaian sosial (Nurdin, 2009). Menurut Jourard (dalam Hurlock, 2002) salah satu indikator penyesuaian sosial yang berhasil adalah kemampuan untuk menetapkan hubungan yang dekat dengan seseorang. Salah satu hal yang masih sering diperdebatkan dalam program akselerasi adalah kesiapan mental siswa dalam penyesuaian sosial (Wandasari, 2011). Hawadi (2004) mengemukakan bahwa menjadi siswa akselerasi dengan kemampuan di atas rata-rata tidak menjamin bahwa tidak akan muncul masalah dalam perkembangan mereka, bahkan justru lebih rentan terhadap faktor sosial dan faktor emosional. Pada seminar mengenai pendidikan anak berbakat, Munandar (1985, dalam Iswinarti 2002) mengemukakan ciri-ciri sosial anak berbakat, yaitu : (a) senang bergaul dengan yang lebih muda, (b) suka permainan yang mengandung pemecahan masalah, (c) suka bekerja sendiri, (d) mempunyai ciriciri kepemimpinan, (e) sukar bergaul dengan teman-teman sebaya, (f) sukar menyesuaiakan diri dalam berbagai bidang. Hal tersebut menunjukkan tampak bahwa p0enyesuaian sosial anak berbakat mengalami kesulitan. Data yang diperoleh dari Center for Giftedness Fakultas Psikologi Semarang pada tahun 2002 (Iswinarti, 2002), diantara 100 klien siswa berbakat usia tiga tahun hingga usia remaja yang ditangani, hambatan dalam penyesuaian sosial merupakan masalah yang cukup menonjol (25 kasus), terutama pada usia sekolah dasar. Dari hasil penelitian terlihat bahwa terdapat siswa berbakat yang mengalami kesulitan dalam mengembangkan kemampuan penyesuaian sosial di tingkat sekolah dasar. Dengan kata lain, siswa yang memiliki IQ tinggi akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian sosial, karena siswa tersebut mempunyai pemahaman yang lebih cepat dan cara berpikir yang lebih maju sehingga sering tidak sepadan dengan teman-temannya (Iswinarti, 2002). Masalah penyesuaian sosial yang tidak optimal pada usia sekolah dasar ini menjadi hal penting. Hal ini terkait dengan tugas perkembangan masa usia sekolah dasar, dimana ketrampilan menjalin relasi dengan teman dan orang lain merupakan salah satu tugas perkembangan utama yang harus dikuasai (Havighurst, dalam Hurlock 2002). Mencermati pentingnya kemampuan penyesuaian sosial membuat peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran penyesuaian sosial siswa akselerasi di sekolah. (Yanti, 2013) METODE PENELITIAN Peneliti menggunakan metode kuantitatif yang bersifat deskriptif, yang dimaksudkan untuk melihat bagaimana gambaran penyesuaian sosial siswa akselerasi di SD Kristen 10 Penabur dan SD Al-Azhar Syifa Budi Jakarta kelas 4 dan kelas 6. teknik sampling yang digunakan peneliti adalah non-probability sampling dengan jenis purposive sampling atau sampling bertujuan, yaitu metode penetapan responden untuk dijadikan sampel berdasarkan pada kriteria-kriteria tertentu (Siregar, 2010). Dimana kriteriakriteria dalam penelitian adalah (1) Usia 8-10 tahun, (2) Siswa yang sedang mengikuti program akselerasi tingkat sekolah dasar, (3) Siswa yang tinggal di Jakarta. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala penyesuaian sosial yang disusun berdasarkan aspek-aspek penyesuaian sosial yang dikemukakan oleh Hurlock (2002) yaitu aspek penampilan nyata, penyesuaian diri terhadap kelompok, sikap sosial dan kepuasaan pribadi. HASIL DAN BAHASAN 1. Deskriptif umum tiap aspek
Dari data responden yang sudah terkumpul, kemudian peneliti melakukan uji deskriptif untuk melihat gambaran penyebaran skor berdasarkan tiap-tiap aspek penyesuaian sosial. Berikut gambaran rentang skor tiap-tiap aspek penyesuaian sosial yang diperoleh : Tabel 4.5 Deskripsi umum tiap aspek Aspek-aspek Rendah Sedang Tinggi Total Penampilan nyata 10 20 9 Penyesuaian diri terhadap kelompok 20 10 9 Sikap sosial 13 17 9 Kepuasan pribadi 12 18 9 Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari siswa SD akselerasi yang mengisi kuesioner, masingmasing menempati frekuensi sedang di aspek penampilan nyata, sikap sosial dan kepuasan pribadi. Sedangkan di aspek penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok menempati frekuensi rendah. 2. Pembahasan 2.1 Pembahasan aspek penampilan nyata Tabel 4.6 Pembahasan aspek penampilan nyata Penampilan nyata 5 9 2 5 11 (12,82%) (23,08%) (5,13%) (12,82%) (28,21%) 7 (17,94%) Kesimpulan yang peneliti dapatkan dari hasil tersebut adalah bahwa siswa SD akselerasi baik kelas 4 dan kelas 6 sebagian besar berada di level sedang. Yang artinya perilaku sosial yang diperlihatkan oleh siswa mayoritas sudah seperti budaya yang berlaku di dalam kelompoknya, karena hal tersebut berarti siswa dapat memenuhi harapan kelompoknya sehingga mereka akan menjadi anggota yang diterima oleh kelompoknya. Penampilan nyata itu sendiri, menurut Hurlock (2002) diartikan sebagai Overt performance yang diperlihatkan individu sesuai norma yang berlaku di dalam kelompoknya, individu yang dapat memenuhi harapan kelompok dan ia di terima menjadi anggota kelompok tersebut. Pada tabel terlihat bahwa siswa SD akselerasi kelas 6 memiliki aspek Penampilan Nyata sebesar 28,21%. Jumlah ini merupakan jumlah yang relative lebih banyak dibandingkan kelas 4 yang hanya sebesar 23,08%. Hal tersebut dikarenakan siswa SD akselerasi kelas 6 sudah memiliki pengalaman sebagai siswa akselerasi dan sudah lebih lama dalam melakukan penyesuaian sosial. 2.2 Pembahasan aspek penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok Tabel 4.7 Pembahasan aspek penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok Penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok 9 3 4 11 7 (23,08%) (7,69%) (10,26%) (28,21%) (17,94%) 5 (12,82%) Dari hasil yang telah diuraikan bahwa siswa SD akselerasi kelas 4 dan kelas 6 sebagian besar berada di level rendah, hal tersebut menggambarkan bahwa siswa belum mampu untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap berbagai kelompok (ildiyanita, 2012). Siswa SD akselerasi seringkali dituntut untuk memenuhi dan meningkatkan aspek kognitifnya, sementara terdapat aspek lain yang harus dipenuhi oleh siswa akselerasi yaitu aspek sosial. Kurangnya waktu yang dimiliki siswa SD akselerasi dalam bersosialisasi membuat penyesuaian sosial nya berada level rendah. 2.3 Sikap sosial Tabel 4.8 Pembahasan aspek sikap sosial Sikap sosial 7 11 5 6 6 (17,94%) (28,21%) (12,82%) (15,38%) (15,38%) 4 (10,26%)
Pada aspek sikap sosial didapatkan hasil, untuk siswa SD akselerasi kelas 4 terdapat 7 (17,94% )berada pada level rendah, sebanyak 11 (28,21%) berada pada level sedang dan sisanya sebanyak 12,82% (5 ) berada pada level tinggi. Dari hasil tersebut maka dapat digambarkan bahwa sebagian besar siswa SD akselerasi kelas 4 berada dilevel sedang, hal ini dikarenakan siswa SD akselerasi kelas 4 dalam penelitian berusia 8 tahun dan termasuk dalam siswa sekolah dasar kelas rendah, dimana terdapat ciri khas khusus yaitu kehidupan bermain (Hartono, 2011). Kehidupan bermain disini adalah bermain sesuai dengan kebutuhannya, pada kelas rendah siswa masih belum paham jelas perbedaan bermain dengan belajar (Hartono, 2011). Siswa SD akselerasi kelas 4 hanya fokus dalam pembelajaran di kelas, sehingga lebih banyak waktu untuk melakukan kegiatan sosialnya. Siswa juga bisa ikut berpartisipasi dan mampu menunjukkan sikap yang menyenangkan dalam sikap sosialnya di kegiatan sosial yang diikutinya. Sedangkan untuk siswa SD akselerasi kelas 6 terdapat 6 (15,38%) pada level rendah dan sedang, sedangkan sisanya 4 (10,26%) berada pada level tinggi. Berdasarkan hasil tabel pada level rendah dan sedang lebih sedikit dibandingkan pada level tinggi. Hal tersebut dikarenakan siswa SD akselerasi kelas 6 akan dihadapkan dengan ujian kelulusan sehingga siswa akan lebih fokus pada persiapan ujian, fokus dalam pendalam materi yang diadakan oleh sekolah yang membuat mereka tidak memiliki banyak waktu untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial. 2.4 Kepuasaan pribadi Tabel 4.9 Pembahasan aspek kepuasaan pribadi Kepuasaan pribadi 7 11 5 5 7 (17,94%) (28,21%) (12,82%) (12,82%) (17,94%) 4 (10,26%) Maka dapat disimpulkan bahwa siswa SD akselerasi baik kelas 4 dan kelas 6 sebagian besar berada di level sedang untuk aspek kepuasaan pribadi. Mayoritas siswa SD akselerasi memiliki rasa bahagia dan puas terhadap kontak sosial yang dimiliki dan terhadap peran yang dimainkannya dalam situasi sosial, misalkan baik sebagai pemimpin maupun jika menjadi anggota kelompok. Kepuasan pribadi yang dimiliki siswa akan membuat siswa dapat menyesuaikan diri dengan baik secara sosial. Schneiders (dalam Nugroho, 2003) mengatakan bahwa kemampuan siswa beradaptasi dengan lingkungan sekolahnya akan membuat interaksi yang dijaliin secara wajar dapat menimbulkan kepuasaan baik untuk dirinya maupun untuk lingkungannya. Hal tersebut menandakan bahwa siswa dapat beradaptasi dengan lingkungan sekolahnya yang didalamnya meliputi hubungan dengan guru, teman sebaya, penjaga sekolah, penjaga kantin dan lain sebagainya yang kemudian akan menimbulkan kepuasan di dalam dirinya karena kebutuhan nya menjalin relasi secara wajar terpenuhi. SIMPULAN DAN SARAN Mengacu pada hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Rata-rata siswa akselerasi SD Kristen 10 Penabur dan SD Al-Azhar Syifa Budi Jakarta berada di level sedang untuk aspek penampilan nyata, sikap sosial, kepuasan pribadi dan di aspek penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok menempati frekuensi rendah. 2. Dari 23 responden yaitu siswa akselerasi kelas 6 sebagian besar berada di aspek penampilan nyata, dimana terdapat 11 yang berada di level sedang pada aspek ini. 3. Dari 16 responden yaitu siswa akselerasi kelas 4 sebgaian besar berada di aspek penampilan nyata, dimana terdapat 9 yang berada di level sedang pada aspek ini. Berdasarkan hasil diskusi, maka dipaparkan juga beberapa saran yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut : 1. Saran penelitian selanjutnya a. Melakukan analisa kebutuhan nyata di lapangan mengenai penyesuaian sosial yang lebih mendalam dengan melibatkan orang tua serta masyarakat yang lebih luas. b. Memperhatikan jangka waktu khususnya saat penentapan penelitian, diharapkan tidak terlalu lama sehingga dapat lebih maksimal untuk hasil penelitian dan dapat menggunakan penelitian yang lebih banyak.
c. Dapat mengembangkan penelitian dengan metode dan instrumen penelitian yang berbeda, sehingga hasilnya dapat menambah ilmu pengetahuan. 2. Praktis a. Bagi para guru diharapkan dapat terus mendukung dan meningkatkan kegiatan-kegiatan pembelajaran yang dikemas dalam setting kelompok yang akan membantu siswa untuk lebih mengenal dan menumbuhkan rasa kepercayaan kepada teman. b. Bagi orang tua diharapkan dapat terus membantu dalam meningkatkan penyesuaian sosial siswa dengan menggunakan waktu luang yang dimiliki siswa untuk menyesuaikan dirinya di berbagai kelompok. REFERENSI Hartono, Budi. (2011). Karakteristik dan Perkembangan Belajar Siswa di Sekolah Dasar. Retrieved march 11, 2013, from http://l-budi.blogspot.com/2011/09/karakteristik-dan-perkembangan-belajar_20.html Hawadi, R. A. (2004). Akselerasi: A-Z Informasi Program Percepatan Belajar dan Anak Berbakat Intelektual. Jakarta: PT Gramedia. Hurlock, E. B. (2002). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Penerjemah: Istiwidiyanti).Edisi 5.Jakarta: Erlangga. Ildiyanita, Rizky. (2012). Penyesuaian Sosial Siswa Akselerasi di Pondok Pesantren dan Sekolah Umum. Journal Online Psikologi. 1(1),2012:10-13 Iswinarti. (2002). Penyesuaian Sosial Anak Gifted. Anima Indonesian Psychological Journal, 18 (1), 2002: 71-79. Nugroho, A. (2003). Hubungan antara Penyesuaian Sosial di Sekolah dan Kecemasan dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas I SMU Negeri 6 Semarang. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta : FAKULTAS PSIKOLOGI UMS Nurdin. (2009). Pengaruh Kecerdasaan Emosional Terhadap Penyesuaian Sosial Siswa di Sekolah. Jurnal administasi pendidikan, 9 (1), 2009:87. Wandansari, Yetty. (2011). Faktor Protektif pada Penyesuaian Sosial Anak Berbakat. Jurnal INSAN, 13 (2), 2011:85-95 Siregar, Syofian. (2010). Statistika Deskriptif untuk Penelitian. Jakarta: RAJAWALI PERS RIWAYAT PENULIS Devi Presty Ari Yanti lahir di kota Tangerang pada 7 Desember 1989. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Psikologi pada tahun 2013.