BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

dokumen-dokumen yang mirip
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP CALON PENUMPANG PT. METRO BATAVIA UNTUK MEMPEROLEH REFUND

`BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari pergaulan sehariharinya

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Terhadap kasus yang dihadapi oleh PT Metro Batavia dan International Lease

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

Modul ke: Manajemen Perpajakan 06FEB. Samsuri, SH, MM. Fakultas. Program Studi Akuntansi

PERJANJIAN PINJAMAN. (Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman selanjutnya secara bersama disebut sebagai Para Pihak )

BAB I PENDAHULUAN. (MEA) pada akhir tahun MEA atau AEC (ASEAN Economic

1 KETENTUAN MENDAPATKAN FASILITAS PINJAMAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan

JENIS-JENIS MODAL DALAM PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Setiap perusahaan baik itu perusahaan jasa, industri ataupun

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-harinya tidak dapat terlepas dari interaksi atau hubungan

NERACA ASSET TETAP (LEASING) ASSET TIDAK BERWUJUD

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembelian aset tetap, perusahaan harus mempertimbangkan alternatif

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja dan mensejahterakan masyarakat. Dalam mendukung peran pelaku

ABSTRAK. Keywords: peranan, sewa guna usaha (leasing), penerimaan pajak. vii. Universitas Kristen Maranatha


BAB I PENDAHULUAN. mempunyai jumlah aset tetap yang cukup signifikan dalam laporan keuangannya, yaitu

PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA ANTARA LESSEE DAN LESSOR. Aprilianti. Dosen Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung.

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1169/KMK.01/1991 TENTANG KEGIATAN SEWA GUNA USAHA (LEASING) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA LEASING DENGAN ANGSURAN (KREDIT) MOBIL PADA USAHA RENTAL MOBIL PT. WAHANA INDONESIA TRANSPORT

Pembelanjaan Jangka Panjang 1 BAB 14 PEMBELANJAAN JANGKA PANJANG

BAB V PENUTUP. Dalam tesis ini membahas kreditur dan debitur terganggu pelaksanaan perjanjian

Aspek Perpajakan atas Aktiva Tetap

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. ADIRA FINANCE. perusahaan pembiayaan non-bank (multi finance).

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pembiayaan mana yang paling menguntungkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan aktiva tetap seperti peralatan, mesin, tanah, gedung, kendaraan dan

ANALISIS PENURUNAN PEMBIAYAAN KREDIT MOBIL PADA PT. BATAVIA PROSPERINDO FINANCE CABANG PALEMBANG

Pegadaian dan sewa guna usaha (leasing)

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan hubungan atau pergaulan antar masyarakat memiliki batasan yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendukung kegiatan operasional agar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan

BAB I PENDAHULUAN. semua produknya. Perusahaan-perusahaan tersebut harus dapat mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. jika dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensial, yaitu bank. Berdasarkan

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lembaga Pembiayaan. Copyright by Dhoni Yusra

SESI 4 MODAL DAN JENIS MODAL

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang

STIE DEWANTARA Manajemen Leasing, Dana Pensiun & Modal Ventura

BAB II JENIS-JENIS MODAL PERUSAHAAN

BAB III METODE PENELITIAN

LAMPIRAN 1 PERMOHONAN FASILITAS SEWA GUNA USAHA. Menyampaikan permohonan sewa untuk dapat dipertimbangkan sebagai berikut : Jenis Barang : XXX

BAB I PENDAHULUAN. melalui penanaman barang modal. Dana yang diterima oleh perusahaan digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek

BAB 8 JENIS JENIS MODAL

Hidup Lebih Sejahtera Berkat Pembiayaan

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 84/PMK. 012/2006 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN,

2015, No Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 135 Tahun 2014; 4. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu cara perolehan aktiva operasi adalah dengan Sewa Guna Usaha (SGU) atau

MAKALAH LEASING. Diajukan dan dipersentasikan. pada mata kuliah Seminar Manajemen Keuangan. Di bawah bimbingan : Wahyu Indah Mursalini, SE, MM

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PINJAMAN BERJANGKA DAN SEWA GUNA USAHA

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

Syarat dan Ketentuan Umum Fasilitas Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth

BAB V PENUTUP. 1. Kebutuhan masyarakat akan kendaraan bermotor saat ini mudah diperoleh dengan cara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN SUB SEKTOR LEMBAGA PEMBIAYAAN DI INDONESIA Sejarah Perusahaan Sub Sektor Lembaga Pembiayaan

BAB II LANDASAN TEORI. tahun (1982:331) laba perusahaan adalah merupakan selisih antara

MENTERI KEUANGAN S A L I N A N KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1169/KMK.01/1991 T E N T A N G KEGIATAN SEWA-GUNA-USAHA(LEASING)

Lembaga Keuangan: Leasing dan Factoring

SUMBER-SUMBER PEMBELANJAAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dewasa ini, perusahaan dituntut untuk selalu

CONTOH SURAT PENGAKUAN HUTANG

SYARAT DAN KETENTUAN FASILITAS DANA BANTUAN SAHABAT

BAB IV MULTI AKAD MENURUT PANDANGAN HUKUM ISLAM. Apabila ijab dan qabul telah memenuhi persyaratannya, terwujudlah perizinan

Gerson Philipi Rianto F

Contoh Perjanjian Leasing

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan dana (Hanafi, 2008:3). Keputusan penting yang dilakukan oleh seorang

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Sewa guna usaha (leasing) adalah suatu kontrak antara lessor (pemilik barang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pecking Order Theory menurut Myers (1984), menyatakan bahwa perusahaan

AKUNTANSI UNTUK LEASING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dunia otomotif di Indonesia dari tahun-ketahun

Pegadaian dan Sewa Guna Usaha

1. Koreksi positif dividen sebesar Rp , Koreksi positif sewa mesin sebesar Rp ,00;

PENYITAAN PAJAK TANPA MASALAH (Studi Kasus Transaksi Melalui Lembaga Pembiayaan) Didik Hery Santosa E mail :

BAB I PENDAHULUAN. satu tahun periode kebelakang, memperlihatkan posisi finansial perusahaan, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena

AKUNTANSI PAJAK ATAS SEWA GUNA USAHA DAN JASA KUNSTRUKSI

STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN NO 77/PAILIT/2012/PN NIAGA. JKT.PST DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

JURNAL ILMIAH TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN LEASING DAN AKIBAT HUKUM DALAM HAL TERJADINYA WANPRESTASI

SYARAT DAN KETENTUAN DANA BANTUAN SAHABAT

A B S T R A K S I PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN JAMINAN FIDUSIA DI KPI KOPINDO MULTI FINANCE SURAKARTA

MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya

TINJAUAN YURIDIS WANPRESTASI PADA PERJANJIAN LEASING

KAJIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. BUSSAN AUTO FINANCE SURAKARTA. Oleh:

AKAD/PERJANJIAN PEMBIAYAAN MURABAHAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DALAM PERJANJIAN LEASING SAMMY F KAMBEY / D

Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barangbarang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan, dengan jangka

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan kerangka teoritis yang telah diuraikan pada BAB II, maka pada bab

Transkripsi:

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pokok permasalahan yang penulis uraikan pada bab IV, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Perjanjian sewa guna usaha (leasing) pesawat udara A330-202 antara PT. Metro Batavia dengan International Lease Finance Corporation tertanggal 20 Desember 2009 merupakan perjanjian innominat, karena perjanjian sewa guna usaha tidak diatur secara khusus didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, akan tetapi adanya perjanjian ini didasarkan pada asas kebebasan berkontrak yang terdapat dalam pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menerangkan bahwa: Segala perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Berdasarkan klasifikasi perjanjian sewa guna usaha (leasing) maka perjanjian sewa guna usaha (leasing) pesawat udara A330-202 antara PT. Metro Batavia dengan International Lease Finance Corporation termasuk kedalam operating lease, karena didalam perjanjian tidak adanya hak opsi diakhir masa kontrak bagi PT. Metro Batavia sebagai lessee untuk membeli pesawat udara A330-202 dari lessor yaitu International Lease Finance Corporation. 2. Wanprestasi terjadi karena salah satu pihak tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya padahal hal tersebut sudah disepakati didalam perjanjian. Dalam pelaksanaan perjanjian sewa menyewa pesawat udara A330-202 antara PT. Metro Batavia 85

86 dengan International Lease Finance Corporation telah terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh PT. Metro Batavia sebagai penyewa yang gagal membayar hutangnya yang terdiri dari biaya sewa, cadangan (reserves), serta bunga keterlambatan, kepada International Lease Finance Corporation sebagai lessor. Pada awal pelaksanaan perjanjian, PT. Metro Batavia membayar biaya sewa serta cadangan atas sewa pesawat udara A330-202 kepada International Lease Finance Corporation, namun kemudian terhitung sejak bulan Agustus 2009 PT. Metro Batavia tidak membayar biaya sewa dan cadangan tersebut dengan alasan PT. Metro Batavia tidak memenangkan tender pelayanan ibadah haji dan umroh ke Mekkah-Madinah, dimana dari hasil pelayanan ibadah haji dan umroh tersebut PT. Metro Batavia dapat membayar biaya sewa pesawat udara A330-202 kepada International Lease Finance Corporation. Dalam Pasal 25.2 (b) perjanjian sewa guna usaha (leasing) pesawat udara A330-202 tertanggal 20 Desember 2009: Penyewa gagal melakukan pembayaran biaya sewa atau pembayaran lainnya yang jatuh tempo berdasarkan perjanjian ini dengan cara dan pada tanggal yang diatur dalam sewa ini dan gagal melakukan pembayaran tersebut dalam waktu tiga hari kerja setelah pembayaran tersebut jatuh tempo. Sesuai dengan bunyi pasal diatas terbukti bahwa PT. Metro Batavia telah melakukan wanprestasi dengan tidak membayar kewajiban membayar biaya sewa dan biaya cadangan (reserves) yang harus dibayarkan setiap bulan kepada International Lease Finance Corporation. Sebagai akibat dari kegagalan pembayaran, PT. Metro Batavia wajib membayar bunga. Atas hutang yang dimiliki oleh PT. Metro Batavia, International Lease Finance Corporation mengirimkan surat peringatan sebanyak 2 kali, karena PT. Metro Batavia tidak juga membayar

87 hutangnya. Lalu International Lease Finance Corporation melalui kuasanya mengirimkan somasi sebanyak dua kali, namun tidak ada tanggapan dari PT. Metro Batavia. Kemudian International Lease Finance Corporation kembali mengingatkan PT. Metro Batavia untuk membayar hutangnya melalui korespodensi surat elektronik, dimana PT. Metro Batavia mengkonfrimasi bahwa akan segera membayar hutangnya sesuai dengan jadwal yang diminta oleh International Lease Finance Corporation. Akan tetapi PT. Metro Batavia tidak juga membayar hutangnya. Berdasarkan uraian dan pembahasan yang telah penulis lakukan, dalam perjanjian sewa guna usaha (leasing) pesawat udara A330-202 antara PT. Metro Batavia dengan International Lease Finance Corporation, maka dapat disimpulkan telah terjadi wanprestasi. Dan penyelesaian masalah wanprestasi yang terjadi dalam perjanjian sewa guna usaha (leasing) pesawat udara A330-202 antara PT. Metro Batavia dengan International Lease Finance Corporation diselesaikan melalui Pengadilan Niaga dimana International Lease Finance Corporation mengajukan permohonan pailit terhadap PT. Metro Batavia. International Lease Finance Corporation menganggap PT. Metro Batavia tidak sanggup membayar hutangnya, PT. Metro batavia tidak menanggapi peringatan-peringatan serta somasi-somasi yang dikirim oleh International Lease Finance Corporation agar segera membayar hutangnya, kemudian PT. Metro Batavia mengkonfimasi bahwa akan membayar hutangnya sesuai jadwal yang diminta oleh International Lease Finance Corporation, namun PT. Metro Batavia tidak juga membayar hutangnya. PT. Metro Batavia telah memenuhi syarat-syarat pailit yaitu:

88 a. PT. Metro Batavia terbukti telah mempunyai hutang kepada lebih dari satu kreditur, yaitu kepada International Lease Finance Corporation dan Sierra Leasing Limited. b. PT. Metro Batavia terbukti tidak membayar hutang-hutangnya baik kepada International Lease Finance Corporation maupun kepada Sierra Leasing Limited. c. Telah terbukti bahwa hutang-hutang PT. Metro Batavia telah jatuh waktu dan dapat ditagih oleh International Lease Finance Corporation, bahkan oleh pihak Sierra Leasing Limited. Maka atas pertimbangan diatas International Lease Finance Corporation mengajukan permohonan pailit yang dirasa jalan yang terbaik karena PT. Metro Batavia tidak sanggup membayar hutanghutangnya, dimana PT. Metro Batavia memang sedang mengalami kesulitan keuangan dan kekalahan tender yang menyebabkan PT. Metro Batavia tidak bisa membayar hutangnya. Berdasarkan uraian dan pembahasan yang telah penulis lakukan, bahwa penyelesaian masalah wanprestasi yang dilakukan oleh pihak PT. Metro Batavia dengan International Lease Finance Corporation dirasa adalah penyelesaian yang tepat dan telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. B. Saran Saran yang penulis berikan yaitu: Dalam membuat perjanjian di kemudian hari sebaiknya para pihak yang akan membuat perjanjian harus memperhatikan dan memahami isi dari perjanjian, terlebih jika perjanjian yang dibuat adalah perjanjian dengan pihak asing, agar lebih teliti dalam membuat perjanjian. Serta harus mentaati apa yang telah disepakati dalam perjanjian, agar tidak terjadi wanprestasi dalam pelaksanaannya.

89 Sebaiknya dikemudian hari dalam pelaksanaan perjanjian, pihak penyewa tidak boleh bergantung pada tender atau suatu pekerjaan yang belum tentu akan didapatkan untuk membayar biaya sewa kepada pemberi sewa, seperti PT. Metro Batavia yang bergantung pada tender pelayanan ibadah haji dan umroh yang pada akhirnya gagal dimenangkan, yang kemudian menyebabkan terjadinya wanprestasi.