RESILIENSI PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK DOWN SYNDROME (Studi Kasus Pada Orang Tua Siswa SLB Negeri Tanjung Selor di Wilayah Kalimantan Utara)

dokumen-dokumen yang mirip
2016 PROSES PEMBENTUKAN RESILIENSI PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK PENYANDANG DOWN SYNDROME

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hadirnya seorang anak merupakan harapan dari setiap orangtua.

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB 1 PENDAHULUAN. pada retardasi mental. Anak dengan down sindrom memiliki kelainan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah

BAB I PENDAHULUAN. itu secara fisik maupun secara psikologis, itu biasanya tidak hanya berasal

RESILIENSI PADA PENYANDANG TUNA DAKSA PASCA KECELAKAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menerima bahwa anaknya didiagnosa mengalami autisme.

PERAN ORANG TUA DALAM PENERIMAAN DIRI REMAJA PENYANDANG CACAT FISIK DI NAGARI AIR BANGIS KECAMATAN SUNGAI BEREMAS KABUPATEN PASAMAN BARAT ABSTRACK

BAB I PENDAHULUAN. harapan tersebut bisa menjadi kenyataan. Sebagian keluarga memiliki anak yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan pria dan wanita. Menurut data statistik yang didapat dari BKKBN,

PERAN ORANGTUA DI RUMAH DALAM MELATIH KEMAMPUAN BERPAKAIAN ANAK DOWN SYNDROME

STRATEGI COPING DALAM MENGHADAPI PERMASALAHAN AKADEMIK PADA REMAJA YANG ORANG TUANYA MENGALAMI PERCERAIAN NASKAH PUBLIKASI

RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI. Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. orangtua, akan tetapi pada kenyataannya tidak semua pasangan dikarunia anak. merasa bangga dan bahagia ketika harapan tersebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Harapan bagi setiap wanita yang ada di dunia ini adalah untuk bisa

Support Group Therapy Untuk Mengembangkan Potensi Resiliensi Remaja Dari Keluarga Single Parent di Kota Malang

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kehadiran seorang bayi dalam keluarga merupakan berkah yang luar

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap keluarga memiliki cara tersendiri untuk menghadapi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. impian setiap orang. Ketikamenikah, tentunya orang berkeinginan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Hal ini didukung oleh berkembangnya ilmu pengetahuan, serta semakin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masa pernikahan. Berbagai harapan mengenai keinginan memiliki anak pun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

BAB I PENDAHULUAN. sehat jasmani dan rohani. Namun pada kenyataannya tidak semua anak lahir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya terlahir sempurna tanpa ada

Bab I Pendahuluan. adalah memiliki keturunan. Namun tidak semua pasangan suami istri dengan mudah

Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Resiliensi pada Ibu yang Memiliki Anak Autis Penulisan Ilmiah

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk terbiasa menghadapai peran yang berbeda dari sebelumnya, karena memiliki anak berkebutuhan khusus (Miranda, 2013).

FAKTOR PENYEBAB GURU STRES PADA CARA BELAJAR ANAK TUNAGRAHITA DI SLB KECAMATANSUNGAI AUR KABUPATEN PASAMAN BARAT. Oleh: Miswanti *

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. psikologis, sosial, dan spiritual (Hidayat, 2009). Sedangkan menurut Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

GAMBARAN KECEMASAN ORANG TUA TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN ANAK TUNARUNGU DITINJAU DARI TUGAS PERKEMBANGAN MASA DEWASA AWAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehadiran anak umumnya merupakan hal yang dinanti-nantikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berarti. Anak datang menawarkan hari-hari baru yang lebih indah, karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. salah satunya adalah kecelakaan. Ada berbagai jenis kecelakaan yang dialami oleh

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Stres..., Muhamad Arista Akbar, FPSI UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara fisik maupun psikologis. Menurut BKKBN (2011 ), keluarga adalah unit

RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM LANJUT NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. berbagai alasan. Terlebih lagi alasan malu sehingga tidak sedikit yang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pasangan memiliki harapan serta keinginan-keinginan menjalani

PERAN ORANGTUA DALAM PENYESUAIAN DIRI ANAK TUNAGRAHITA. Oleh : Ria Ulfatusholiat ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana

DAPATKAH AKU BERHENTI BERJUDI? (STUDI FENOMENOLOGIS PROFIL PENJUDI BOLA YANG MEMASUKI MASA DEWASA AWAL)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Keadaan disabilitas yang adalah keterbatasan fisik, kecacatan baik fisik maupun mental, serta berkebutuhan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tekanan internal maupun eksternal (Vesdiawati dalam Cindy Carissa,

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai anak yang normal. Melihat anak anak balita tumbuh dan. akan merasa sedih. Salah satu gangguan pada masa kanak kanak yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merawat dan memelihara anak-anak yatim atau yatim piatu. Pengertian yatim

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

PROFIL PERHATIAN ORANG TUA KEPADA PESERTA DIDIK YANG MEMPUNYAI KESULITAN BELAJAR DI KELAS X SMA NEGERI I KINALI KABUPATEN PASAMAN BARAT ABSTRACT

Sindroma Down Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog*

BABI PENDAHULUAN. Semua orangtua menginginkan anak lahir dengan keadaan fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki berbagai keinginan yang diharapkan dapat diwujudkan bersama-sama,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

merupakan faktor penting untuk pembentukan self disclosure dan akan mempermudah self disclosure seseorang kepada orang lain (Mastuti, 2001). Pada umum

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. istri. Ketika pasangan suami istri memutuskan untuk memiliki anak, mereka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. yang menyenangkan, terampil dan pintar yang nantinya akan menjadi penerus dalam

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA KELAS II SMK KESEHATAN BHAKTI KENCANA TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak diharapkan tumbuh dan berkembang secara sehat, baik fisik,

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus (Heward dan Orlansky, 1992) adalah anak dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi

PENGARUH KELEKATAN ORANGTUA TERHADAP STRESS COPING PADA MAHASISWA YANG MENYUSUN SKRIPSI DI PRODI RUMPUN IKK, UNJ

BAB I PENDAHULUAN. sebagai seorang ibu. Wanita sebagai Ibu adalah salah satu dari kedudukan sosial yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lebih kuat dan berkembang setelah melewati masa krisis. 2005) melalui model yang dibangunnya yang bernama the resilience

BAB I PENDAHULUAN. belumlah lengkap tanpa seorang anak. Kehadiran anak yang sehat dan normal

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki

1. PENDAHULUAN. Gambaran resiliensi dan kemampuan...dian Rahmawati, FPsi UI, Universitas Indonesia

PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSI ANAK USIA DINI PADA KELUARGA SINGLE PARENT

BAB II LANDASAN TEORI. A. Resiliensi. bahasa resiliensi merupakan istilah bahasa inggris

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan khusus termasuk anak yang mengalami hambatan dalam. dari wicara dan okupasi, tidak berkembang seperti anak normal

KARAKTERISTIK KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL CINTA 2 KODI KARYA ASMA NADIA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DENGAN REGULASI EMOSI PADA SISWA KELAS XI MAN KENDAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Memiliki anak sehat, sempurna lahir dan batin adalah harapan semua

RESILIENSI ANAK KORBAN BULLYING DI SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

KEGIATAN TIME OUT DI TK AISIYAH BUSTANUL ATHFAL 47 SURABAYA

Transkripsi:

PSIKOBORNEO, 2017, 5 (2) : 320-330 ISSN 2477-2674 (online), ISSN 2477-2666 (cetak), ejournal.psikologi.fisip-unmul.ac.id Copyright 2017 RESILIENSI PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK DOWN SYNDROME (Studi Kasus Pada Orang Tua Siswa SLB Negeri Tanjung Selor di Wilayah Kalimantan Utara) Maulana Azmi 1 Abstrak This study is about resilience in parents who have children with Down syndrome, what factors influence resilience in parents with Down syndrome children and how the image of parental resilience in daily life with their down syndrome children. This research uses qualitative research based on phenomenology approach. Respondents were taken based on purposeful sampling that is the selection of subjects in research based on the characteristics that meet the goals that have been determined. Data collection method is the method of interviewing and observation with four research subjects. The results showed that the four subjects had good resilience can be seen from the supporting factors and resilience characteristics so that parents are able to accept the condition of the child. In the first subject JN initially felt that he did not accept his son's state of being down syndrome and then through a long process JN could accept his son's condition. The second subject of AV felt confused and scared of his son's situation but the help of the spirit and support of family and relatives make AV able to survive. The third subject of the DR was initially disillusioned with the state of his down syndrome but the DR felt able to accept and appreciate that which God had predestined. The fourth subject HN willingly accept and always grateful for the condition of his son and family who always give support and encouragement to his son with as good as possible. Keywords: Parents Resilience, Down Syndrome Pendahuluan Down syndrome merupakan kelainan genetis yang menyebabkan keterbelakangan fisik dan mental dengan ciri-ciri yang khas pada keadaan fisiknya. Secara umum perkembangan dan pertumbuhan fisik anak down syndrome relatif lebih lambat. Keterbelakangan mental yang dialami anak 1 Mahasiswa Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email: Maulanaelly@gmail.com

Resiliensi Pada Orang Tua Yang Memiliki Anak Down Syndrome... (Maulana) down syndrome mengakibatkan keterlambatan dalam perkembangan aspek kognitif, motorik, dan psikomotorik (Wiyani, 2014). Down syndrome berbeda dengan penyandang gangguan yang lainnya, dimana anak dengan gangguan down syndrome memiliki ciri yang khas memiliki karakter wajah yang mirip (seribu wajah), sehingga mudah terlihat dengan kasat mata serta mengalami retardasi mental. Adapun penelitian ini berfokus pada anak dengan gangguan down syndrome dimana ini merupakan gangguan keterbelakangan perkembangan fisik dan mental, down syndrome sendiri merupakan bagian dari anak tuna grahita. Down syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Anak dengan down syndrome memiliki kelainan pada kromosom nomor 21 yang tidak terdiri dari dua kromosom sebagaimana mestinya, melainkan tiga kromosom (trisomi 21) sehingga informasi genetika menjadi terganggu, kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Kromosom merupakan serat-serat khusus yang terdapat di dalam setiap sel di dalam badan manusia dimana terdapat bahan-bagan genetik yang menentukan sifat-sifat seseorang(smart, 2010). Orang tua memiliki peran yang penting dalam perkembangan anak down syndrome. Geniofam (2010) menyatakan bahwa peran serta orang tua dalam memberikan penanganan kepada anak down syndrome secara tepat, terarah, sedini mungkin dan memberi rasa kasih sayang amatlah penting bagi perkembangan anak, serta dapat memberikan kesempatan besar pada anak agar dapat hidup mandiri di masa depan. Sampai sekarang belum ada penelitian pasti mengenai penyebab down syndrome, namun kondisi yang sering dijumpai sebagai penyebab munculnya down syndrome ini antara lain karena adanya kromosom ekstra dalam setiap sel tubuh, faktor penyebab lain yang menimbulkan resiko tingginya resiko mempunyai anak down syndrome adalah umur orang tua (Gunarhadi, 2005). Semakin tua umur ibu, semakin pula ibu memiliki peluang untuk melahirkan anak down syndrome. Peningkatan peluang melahirkan anak down syndrome terjadi apabila ibu berusia 35 tahun keatas. Usia berpengaruh terhadap peluang memiliki anak down syndrome, seorang ayah yang berusia 50 tahun terbukti menunjukan pengaruh terhadap konsepsi (pembuahan) janin dengan down syndrome (Gunarhadi, 2005). Setiap orang tua yang memiliki harapan terhadap anaknya dan ingin memiliki anak yang sempurna perkembangannya. Namun sering terjadi harapan itu tidak sesuai dengan kenyataan yang ada, dimana anak memperlihatkan masalah dalam perkembangannya, orang tua yang memiliki anak down syndrome cenderung menunjukkan reaksi emosi yang negatif ketika mengetahui anak mengalami gangguan dan membutuhkan usaha 321

PSIKOBORNEO, Volume 5, Nomor 2, 2017 : 320-330 yang lebih untuk mengatasi permasalahan yang muncul pada perilaku anaknya (Susanti, 2014). Reaksi pertama orang tua ketika anaknya dikatakan bermasalah adalah tidak percaya, shock, sedih, kecewa, merasa bersalah, marah dan menolak. Ada masa orang tua merenung dan tidak mengetahui tindakan tepat apa yang harus diperbuat. Tidak sedikit orang tua yang kemudian memilih tidak terbuka mengenai keadaan anaknya kepada teman, tetangga bahkan keluarga Sutadi (dalam Susanti, 2014). Plumb (2011) mengemukakan bahwa tingkat stress, depresi dan kecemasan orang tua yang memiliki anak down syndrome lebih tinggi. Disini orang tua dituntut untuk dapat mengatasi rasa frustrasi yang dirasakan. Paham ini mengarah pada resiliensi pada orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus dalam hal ini adalah anak dengan gangguan down syndrome. Resiliensi merupakan suatu proses yang alamiah terjadi dalam diri individu. Hanya saja, seberapa waktu yang diperlukan oleh seseorang untuk melewati proses tersebut bersifat individual. Individu dengan resiliensi yang baik adalah individu yang berempati, tenang, optimis, dan percaya bahwa segala sesuatu dapat berubah menjadi lebih baik. Individu mempunyai harapan terhadap masa depan dan percaya bahwa individu dapat mengontrol arah kehidupannya. Optimis membuat fisik menjadi lebih sehat dan mengurangi kemungkinan menderita depresi. Tuner (dalam Yuniardi dan Djudiyah, 2011) mengemukakan bahwa resiliensi adalah sebuah kapasitas mental untuk bangkit kembali dari sebuah kesengsaraan dan untuk terus melanjutkan kehidupan yang fungsional dengan sejahtera. Jadi dapat disederhanakan bahwa resiliensi adalah proses menemukan kembali hal positif di balik suatu kemalangan dan memanfaatkannya sebagai tenaga untuk memantul bangkit. Siebert (dalam Yuniardi, 2009) menjelaskan bahwa resiliensi ini sangat penting karena orang yang resilien mengetahui bagaimana mengembalikan mental dari suatu kemalangan atau kesengsaraan dan membaliknya menjadi sesuatu yang lebih baik, bahkan dibandingkan keadaan sebelum kemalangan itu sendiri. Mereka maju dengan cepat dalam perubahan yang berlangsung terus menerus karena mereka fleksibel, cerdas, kreatif, secara cepat menyesuaikan diri, sinergik, dan belajar dari pengalaman. Mereka dapat mengendalikan kesulitan-kesulitan besar, dengan lebih baik meski mengalami berbagai macam kemunduran atau permasalahan, mereka tetap tidak mengeluh dengan kondisi hidupnya. Berdasarkan fenomena di atas maka, peneliti ingin meneliti mengenai Resiliensi pada Orang Tua yang Memiliki Anak Down Syndrome di Sekolah Luar Biasa Negeri Tanjung Selor Bulungan Kalimantan Utara. Bagaimana resiliensi orang tua dalam menjalani kehidupan sehari-harinya bersama dengan anak yang mengalami gangguan down syndrome serta faktor apa yang 322

Resiliensi Pada Orang Tua Yang Memiliki Anak Down Syndrome... (Maulana) mendukung pemenuhan resiliensi pada orang tua memiliki anak down syndrome. Kerangka Dasar Teori Down Syndrome Down syndrome merupakan kelainan kromosom yakni terbentuknya kromoson 21, kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Berbeda dengan anak autis, yang memang selintas terlihat seperti anak normal, anak-anak down syndrome memang langsung bisa dilihat perbedaannya dengan anak normal. Wajah mereka bundar seperti bulan purnama (moon face), dengan mata sipit yang ujung-ujungnya tertarik ke atas (Namira, 2012). Down syndrome merupakan suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom merupakan serat-serat khusus yang terdapat didalam setiap sel yang berada didalam tubuh manusia, dimana terdapat bahan-bahan genetik yang menentukan sifat seseorang (Wiyani, 2014). Menurut Santrock ( 2011), Down syndrome termasuk anak tuna grahita yang mengalami kelainan fisik dalam tampilan wajah yang mirip antara yang satu dengan yang lainnya. Perkembangan anak penyandang down syndrome memiliki perkembangan yang jauh lebih lambat dibandingkan dengan anak normal umumnya. Resiliensi Wolins (dalam Ekasari dan Andriyani, 2013) resiliensi adalah kemampuan luar biasa yang dimiliki individu dalam menghadapi kesulitan, untuk bangkit dari kesulitan yang menjadi fondasi dari semua karakter positif dalam membangun kekuatan emosional dan psikologis sehat. Grotberg (dalam Desmita, 2012) mendefinisikan resiliensi adalah individu yang mampu bertahan dan pulih dari situasi negatif secara efektif sedangkan individu lain gagal karena mereka tidak berhasil keluar dari situasi yang tidak menguntungkan. Kemampuan atau kapasitas individu yang dimiliki baik seseorang, kelompok atau masyarakat yang memungkinkan untuk menghadapi, mencegah meminimalkan dan bahkan menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan atau bahkan mengubah kondisi kehidupan yang menyengsarakan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi. Menurut Siebert (2005), resiliensi adalah kemampuan untuk mengatasi dengan baik perubahan terbesar yang mengganggu dan berkelanjutan dengan mempertahankan kesehatan dan energi yang baik ketika berada dalam tekanan yang konsisten sehingga mampu bangkit kembali dari kemunduran. Resiliensi adalah The ability to persevere and adapt when thing go away.artinya resiliensi merupakan suatu kemampuan untuk bertahan dan beradaptasi ketika ada sesuatu hal yang kacau. Individu dituntut untuk 323

PSIKOBORNEO, Volume 5, Nomor 2, 2017 : 320-330 cepat dalam melakukan penyesuaian ketika mengalami masalah atau mendapatkan tekanan dalam hidupnya (Reivich dan Shatte, 2002). Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif juga merupakan metode penelitian naturalistik karena penelitianya di lakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting). Metode kualitatif berusaha mengungkap berbagai keunikan yang terdapat dalam individu, kelompok, masyarakat, dan organisasi dalam kehidupan sehari-hari secara menyeluruh, rinci, dalam, dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah(sugiyono, 2010). Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dan prinsip pengambilan data menggunakan snowball yaitu prosedur pengambilan sampel berdasarkan pengambilan sampel bola salju (snowball sampling). Metode penelitian ini menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi, sedangkan untuk teknik analisa data menggunakan reduksi data dan penyajian data. Hasil Penelitian dan Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana resiliensi pada orang tua yang memiliki anak down syndrome di SLB Negeri Tanjung Selor serta untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi resiliensi pada orang tua yang memiliki anak down syndrome. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 4 orang dengan ciri subjek yang terlibat sebagai berikut ayah dan ibu yang memiliki anak yang mengalami down syndrome yaitu JN, AV, DR dan HN. Penelitian ini dilakukan di dua tempat berbeda yaitu di SLB Negeri Tanjung Selor dan di rumah subjek dengan durasi yang berbeda-beda selama empat kali pertemuan. Berdasarkan hasil wawancara, saat awal mengetahui anaknya terkena down syndrome, JN merasa tidak menerima hal itu, ditunjukan dengan sikap subjek yang malu, sedih, merasa binggung dan bahkan sempat tidak saling komunikasi dengan suami subjek. Selain itu JN merasa masih sering merasa sedih jika melihat anak-anak lain yang normal di bandingkan anaknya yang mengalami down syndrome. Subjek juga mengaku jarang mencari informasi, bahkan subjek JN tidak pernah mencari informasi kepada psikolog, subjek hanya bertanya mencari informasi kepada pihak SLB. Hal tersulit yang dirasakan subjek JN adalah omongan orang-orang baru yang berada di tempat umum dan pandangan orang lain yang melihat aneh kepada anaknya. Akhirnya seiring berjalannya waktu dan dukungan yang di berikan keluarga terutama suami dan ibu subjek, JN mampu menerima keadaan anaknya dan memperhatikan anak-anaknya, Geniofam (2010) menyatakan bahwa peran serta orang tua dalam memberikan penanganan kepada anak down syndrome secara tepat, terarah, 324

Resiliensi Pada Orang Tua Yang Memiliki Anak Down Syndrome... (Maulana) sedini mungkin dan memberi rasa kasih sayang amatlah penting bagi perkembangan anak, serta dapat memberikan kesempatan besar pada anak agar dapat hidup mandiri di masa depan. Berdasarkan hasil wawancara, AV awal mengetahui anaknya terkena down syndrome, AV merasa tidak mengerti akan hal apa yang terjadi kepada anaknya, subjek merasa binggung, stress, sedih, merasa marah dan bahkan subjek merasa ketakutan untuk membayangkan bagaimana kehidupan anaknya di masa depan dengan kondisinya yang mengalami down syndrome. Selain itu AV dan keluarga juga sempat merasa terpukul dengan keadaan anaknya. subjek pada awalnya merasa malu dan menghindari orang-orang yang subjek kenal namun belum memahami kondisi anaknya. Orang tua mengungkapkan reaksinya dengan cara memperlihatkan perasaan sedih, marah dan malu. Perasaan seperti ini terkadang naik turun antara harapan dan keputusan, terkadang sedih, optimis, dan perasaan pasrah kepada kenyataan (Gunarhadi, 2005). Subjek AV mendapat semangat dan dukungan yang diberikan keluarga dan kerabat dengan memberikan motivasi kepada subjek, memberikan informasi yang subjek butuhkan, serta selalu ada disaat AV memerlukan tempat untuk mencurahkan isi hati. Namun tempat terbaik untuk bercerita tentang masalah subjek adalah suami subjek. AV mampu menerima keadaan anaknya dan memperhatikan anak-anaknya, AV memiliki peran yang penting dalam mengembangkan potensi pilihan anaknya, subjek juga merawat serta menjaga dan memperdulikan kemandirian anaknya seperti mengajari menganti baju, dan selalu berusaha sosialisasi kepada lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Keluarga yang memiliki anak dengan diagnosa down syndrome akan melalui proses tertentu yang memungkinkan mereka untuk bertahan dan beradaptasi hingga mereka dapat menjadi sebuah keluarga yang resilien. Ada pula reaksi orangtua yang kecewa dan merasa bahwa anaknya berbeda dengan anak-anak yang lain. Resiliensi dapat diartikan untuk menggambarkan bagian positif dari perbedaan individual dalam dalam respons seseorang terhadap stres dan keadaan yang merugikan. (Desmita 2012). Berdasarkan hasil wawancara, saat mengetahui anaknya terkena down syndrome, DR mengatakan sangat berat menjalani hidup, sulit untuk mempercayai bahwa anaknya tidak terlahir dengan normal seperti anakanak yang lain, ditunjukan dengan sikap subjek sedih dan kasihan terhadap anaknya. Hal tersulit yang dirasakan subjek DR adalah rasa kecewa DR yang mengetahui bahwa anaknya mengalami down syndrome dan keadaan istrinya yang sangat buruk pasca melahirkan anak down syndrome, dan rasa binggung subjek terhadap pertanya orang-orang terdekatnya mengenai masalah anaknya dan juga perilaku anaknya yang berubah-ubah merupakan kesulitan tersendiri bagi subjek. Akhirnya seiring berjalannya waktu, dukungan dan semangat yang di berikan keluarga terutama kakak kandung dan adik kandung 325

PSIKOBORNEO, Volume 5, Nomor 2, 2017 : 320-330 subjek serta istrinya, DR mampu menerima keadaan anaknya dan memperhatikan anak-anaknya. DR tidak merasa marah pada orang-orang yang berpandangan buruk terhadap anaknya subjek memilih untuk sabar dan ikhlas, namun subjek mengaku belum pernah mengalami hal buruk bersama anaknya tapi jika ada orang lain yang bertindak tidak sopan dan kurang ajar terhadap anaknya subjek DR akan menegur orang tersebut. DR tidak menyalahkan siapapun atas kejadian yang menimpa anaknya, DR berfikir jika semua yang terjadi karena Allah memiliki maksud dan rencana terbaik untuk anaknya yang mengalami down syndrome sehingga DR bisa ikhlas menerima dan mensyukuri apa yang telah ditakdirkan. Selain itu DR tetap selalu berusaha untuk membahagiakan keluarganya yaitu anak dan istrinya dan mendukung kehidupan anaknya untuk bisa lebih baik lagi kedepannya. Tingkat penerimaan orang tua dalam menerima anak dengan problematika down syndrome sangat dipengaruhi oleh tingkat kestabilan dan kematangan emosi. Pendidikan, anggota keluarga, dan struktur dalam keluarga. Penerimaan diri terhadap seorang anak merupakan refleksi dari penerimaan diri subjek sendiri. Ayah yang mempunyai penerimaan diri yang baik maka dapat dengan mudah menerima kekurangan anaknya, begitu pula sebaliknya yang menjadikan subjek memiliki kemampuan resilien menjadi lebih baik (Rizkiana, 2009). HN merupakan subjek keempat dari penelitian ini, Berdasarkan hasil wawancara, saat mengetahui anaknya terkena down syndrome, HN mengatakan sangat sedih melihat keadaan anaknya yang mengalami down syndrome. Subjek mengaku sulit mendapatkan informasi mengenai masalah anaknya Karena kurangnya sarana yang ada. Hal tersulit yang dirasakan subjek HN adalah rasa sedih dan kasian saat mengetahui bahwa anaknya mengalami down syndrome dan juga perilaku anaknya yang kurang aktif untuk belajar dan bergerak melakukan kegiatan merupakan kesulitan bagi subjek. Akhirnya seiring berjalannya waktu, dukungan dan semangat yang di berikan keluarga terutama istri HN karena subjek merupakan pendatang yang tidak punya keluarga, HN mampu menerima keadaan anaknya dan memperhatikan anak-anaknya. HN tidak merasa marah dan melakukan tindakan yang berlebihan pada orang-orang yang berpandangan buruk terhadap anaknya, bahkan subjek dengan pasarah membiarkan orang lain untuk berpikir buruk terhadap anaknya Karena subjek merasa itu adalah hak setiap orang untuk menilai anaknya. HN lebih memilih untuk sabar dan ikhlas, dan tidak terlalu memikirkan pendapat orang lain terhadap kekurangan anaknya. HN tidak menolak dengan kondisi yang terjadi pada anaknya di karenakan sejak awal subjek sudah ikhlas dengan kondisi anaknya yang mengalami down syndrome. HN berfikir jika semua yang terjadi karena Tuhan memiliki jalan 326

Resiliensi Pada Orang Tua Yang Memiliki Anak Down Syndrome... (Maulana) tersendiri untuk anak dan keluarganya. DR bisa ikhlas menerima dan mensyukuri apa yang telah ditakdirkan kepada anaknya. Konsep resiliensi didasari oleh kapasitas kemampuan individu untuk menerima, menghadapi dan mentransformasikan masalah-masalah yang telah, sedang dan akan dihadapi sepanjang kehidupan individu. Resiliensi dapat digunakan untuk membantu individu dalam menghadapi dan mengatasi situasi sulit serta dapat digunakan untuk mempertahankan serta meningkatkan kualitas hidupnya (Widuri,2012). Berdasarkan hasil wawancara dan observasi pada penelitian ini, bahwa keempat subjek merupakan orang tua dengan anak down syndrome yang memiliki kemampuan khusus dalam bertahan dari masalah-masalah yang timbul, keempat subjek memiliki resiliensi yang cukup baik terlihat dari bentuk karakteristik resiliensi masing masing subjek yang baik serta faktor-faktor yang membuat subjek menjadi individu yang positif. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, peneliti menyimpulkan bahwa : 1. JN memiliki resiliensi yang cukup baik dimana subjek memiliki faktorfaktor resiliensi yang baik dan juga memiliki karakteristik resiliensi. Hal tersulit yang dirasakan subjek JN adalah merasa tidak menerima keadaan anaknya yang mengalami down syndrome, ditunjukan dengan sikap subjek yang malu, sedih, merasa binggung dan bahkan sempat tidak saling komunikasi dengan suami. JN merasa masih sering merasa sedih jika melihat anak-anak lain yang normal di bandingkan anaknya yang mengalami down syndrome serta omongan orang-orang baru yang berada di tempat umum dan pandangan orang lain yang melihat aneh kepada anaknya. JN mampu menerima keadaan anaknya serta JN berfikir jika semua yang terjadi karena Allah memiliki rencana lain dan memiliki alasan mengapa anaknya terkena down syndrome, sehingga JN mencoba menerima dan mensyukuri apa yang telah ditakdirkan dan memperbanyak ibadah serta membaca doa untuk kebaikan anaknya. Selain itu JN tetap selalu berusaha untuk membahagiakan dan mendukung anaknya untuk bisa lebih baik lagi kedepannya. JN yakin jika semua akan baik-baik saja dan akan lebih baik kedepannya. 2. AV memiliki resiliensi yang cukup baik dimana subjek memiliki faktor-faktor resiliensi yang baik dan juga memiliki karakteristik resiliensi. Hal tersulit yang dirasakan subjek AV adalah Kesulitan dalam hal menjaga suasana hati dari subjek sendiri yang terkadang dalam keadaan fisik yang kurang sehat dan juga suasana hati anaknya yang terkadang bisa jadi tidak baik. AV mendapat semangat dan dukungan yang diberikan keluarga dan kerabat dengan memberikan motivasi kepada subjek, serta selalu ada disaat AV memerlukan tempat untuk mencurahkan isi hati. AV mampu menerima keadaan anaknya dan memperhatikan anak-anaknya, AV 327

PSIKOBORNEO, Volume 5, Nomor 2, 2017 : 320-330 memiliki peran yang penting dalam mengembangkan potensi anaknya, subjek juga merawat serta menjaga dan memperdulikan kemandirian anaknya sosialisasi kepada lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. 3. DR memiliki resiliensi yang cukup baik dimana subjek memiliki faktor- faktor resiliensi yang baik dan juga memiliki karakteristik resiliensi. Hal tersulit yang dirasakan DR adalah rasa kecewa saat mengetahui bahwa anaknya mengalami down syndrome dan keadaan istrinya yang sangat buruk pasca melahirkan anak down syndrome, DR tidak menyalahkan siapapun atas kejadian yang menimpa anaknya, DR berfikir jika semua yang terjadi karena Allah memiliki maksud dan rencana terbaik untuk anaknya yang mengalami down syndrome sehingga DR bisa ikhlas menerima dan mensyukuri apa yang telah ditakdirkan. Selain itu DR tetap selalu berusaha untuk membahagiakan keluarganya yaitu anak dan istrinya dan mendukung kehidupan anaknya untuk bisa lebih baik lagi kedepannya. 4. HN memiliki resiliensi yang cukup baik dimana subjek memiliki faktor- faktor resiliensi yang baik dan juga memiliki karakteristik resiliensi. Hal tersulit yang dirasakan subjek HN adalah rasa sedih dan kasian saat mengetahui bahwa anaknya mengalami down syndrome dan juga perilaku anaknya yang kurang aktif untuk belajar dan bergerak melakukan kegiatan merupakan kesulitan bagi subjek, dukungan dan semangat yang di berikan keluarga terutama istri HN merupakan kekuatan terbesar HN karena subjek merupakan pendatang perantau yang tidak punya keluarga. HN tidak menolak dengan kondisi anaknya di karenakan sejak awal subjek sudah ikhlas dengan kondisi anaknya yang mengalami down syndrome. HN ikhlas dan mensyukuri apa yang telah ditakdirkan kepada anaknya walaupun kondisi mental dan fisik anaknya menjadi kekuranganya. Saran Berdasarkan hasil penelitian, peneliti ingin memberi saran untuk beberapa orang yang terlibat dalam penelitian ini, yaitu : 1. Bagi subjek yang memiliki resiliensi yang baik dan dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekat harus mempertahankannya, dengan cara terus melakukan komunikasi dan bersosialisasi. Orang tua yang memiliki resiliensi yang baik maka mampu bersikap ikhlas dan sabar dalam menjalani kehidupanya dan memberikan dukungan yang baik untuk anaknya. 2. Bagi keluarga diharapkan membaca dan menambah wawasan, mengenai bagaimana cara mendidik dan mengasuh anak yang menderita down syndrome dan dapat selalu memberikan dukungan pada orang tua yang memiliki anak down syndrome. 328

Resiliensi Pada Orang Tua Yang Memiliki Anak Down Syndrome... (Maulana) 3. Bagi pemerintah diharapkan lebih memperhatikan anak berkebutuhan khusus dan mendukung anak-anak tersebut dalam mengembangkan potensinya dengan memfasilitasi kebutuhan anak berkebutuhan khusus di SLB Negeri Tanjung Selor dan bagi SLB diharapkan lebih dapat memahami apa yang harus dilakukan untuk mendidik anak down syndrome. Selain itu pihak sekolah agar lebih dapat peduli dan memperhatikan anak yang menderita down syndrome. Karena anak yang menderita down syndrome sangat butuh perhatian lebih dan dukungan dari lingkungan terdekat salah satunya adalah sekolah. 4. Bagi peneliti selanjutnya dapat melanjutkan penelitian dengan menambah teori-teori mengenai down syndrome, agar dapat menambah bahan mengenai penderita down syndrome. Peneliti mengunakan metode kuantitatif dengan metode terbaru serta menambah subjek atau informan agar data yang dimiliki lebih baik dari peneliti sebelumnya. Daftar Pustaka Al Siebert. 2005. The Resiliency Advantage : Master Change, Thrive Under Pressure, and Bounce Back from Setbacks. California : Berrett-Koehler Publishers, Inc Desmita. 2012. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Ekasari, A. & Andriyani, Z. 2013. Pengaruh Peer Group Supportdan Self Esteem Terhadap Resillience Pada Siswa SMAN Tambun Utara Bekasi. Jurnal Soul. Vol. 6 No 1. Hal 50-65 Geniofam. 2010. Mengasuh dan Mensukseskan Anak Berkebutuhan Khusus. Jogjakarta : Garailmu Gunarhadi. 2005. Penanganan Anak Sindroma Down Dalam Lingkungan Keluarga dan Sekolah. Jakarta : Depdiknas. Jennifer C. Plumb, 2011. The Impact Of Social Support And Family Resilience On Parental Stres. Journal Of Personality And Social Psychology Okkie Rizkie Namira, Feliza Zubair, Priyo Subekti. 2012. Komunikasi Instruksional Guru dengan Anak Down Syndrome di Sekolah Inklusi. Ejournal Mahasiswa Universitas Padjadjaran. Vol 1: No 2. Revich, K and Chatte, A. 2002. The resilience factor : 7 essential skill for overcoming life s inevitable abstacle. New York: Random House inc. Rizkiana, Ulfa dan Retnaningsih. 2009. Penerimaan Diri pada Remaja Penderita Leukimia. Universitas Gunadarma Jurnal Psikologi, Volume 2, No.2. Santrock, Jhon W. 2011. Adolescence. Jakarta: Erlangga Smart, Aqila. 2010. Anak Cacat Bukan Kiamat Metode Pembelajaran dan Terapi untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Katahati Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. 329

PSIKOBORNEO, Volume 5, Nomor 2, 2017 : 320-330 Susanti, H. 2014. Representasi Konsep Diri Orangtua yang Memiliki Anak Autis. Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Riau Pekanbaru.Vol 5: No 1. hlm. 1-118 Widuri, E. L. 2014. Regulasi Emosi dan Resiliensi Pada Mahasiswa Tahun Pertama. Jurnal Psikologi Universitas Ahmad Dahlan, vol.9 No.2 Wiyani, Novan Ardy. 2014. Buku Ajar Penanganan Anak Usia Dini Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Yuniardi, M. Salis dan Djudiyah. 2011. Support Group Therapy Untuk Mengembangkan Potensi Resiliensi Remaja Dari Keluarga Single Parent di Kota Malang. Jurnal Psikobuana Vol. 3, No. 2, 135 140. 330