ARTIKEL KARYA SENI PERUBAHAN BENTUK DAN NILAI-NILAI PERTUNJUKAN JOGED BUMBUNG BINA REMAJA DI BANJAR SINDU DESA SAYAN KECAMATAN UBUD KABUPATEN GIANYAR

dokumen-dokumen yang mirip
Analisa Penyajian Garapan Kembang Ratna Kiriman Ni Luh Lisa Susanti Mahasiswa PS. Seni Tari ISI Denpasar Garapan tari kreasi Palegongan Kembang Ratna

Elemen-Elemen Pertunjukan Tari Siwa Nataraja

1) Nilai Religius. Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan. Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan

ARTIKEL KARYA SENI PENGEMBANGAN VIDEO PEMBELAJARAN TARI MREGAPATI DI SANGGAR APTI BANGLI

BAB I PENDAHULUAN. proses pembaharuan atau inovasi yang ditandai dengan masuknya gagasan-gagasan baru dalam

1 I Made Bandem, Ensiklopedi Tari Bali, op.cit., p.55.

BAB I PENDAHULUAN. tengah berbagai perubahan, lebih jauh lagi mampu menjadikan dirinya secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pesatnya perkembangan Gong Kebyar di Bali, hampir-hampir di setiap Desa atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Fenomena dan Dampak Arus Globalisasi Terhadap Perkembangan Kesenian Joged Bumbung

ARTIKEL KARYA SENI PENGEMBANGAN VIDEO PEMBELAJARAN TOKOH GALUH DALAM DRAMATRI ARJA DI SANGGAR SENI SIWARATRI DESA KERAMAS BLAHBATUH GIANYAR

ARTIKEL LAGU PERAHU LAYAR PADA SEKA JOGED BUMBUNG CIPTA DHARMA KAJIAN ESTETIS, PROSES TRANSFORMASI, FUNGSI, DAN MAKNA

Kritik Seni Tari Tarunajaya Kembar dalam Tayangan VCD Balinese Dance Tari Bali Produksi Bali Record Vol.1

Wujud Garapan Anda Bhuwana Kiriman I Kadek Alit Suparta, Mahasiswa PS Seni Karawitan, ISI Denpasar. Instrumentasi dan Fungsi Instrumen

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Bali secara umum memiliki peran di dalam keberlangsungan

Gambar 15. Foto Kendang Dalam Gamelan Terompong Beruk Foto: Ekalaiani, 2011.

TARI BARIS RASA CINA Oleh I Nyoman Payuyasa Dosen Prodi Film dan Televisi FSRD ISI DENPASAR

1. Pendahuluan. Konsep Musikal Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan. Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan

Jenis Menggambar. 1. Menggambar Dekorasi:

DESKRIPSI TARI ADI MERDANGGA SIWA NATA RAJA TEDUNG AGUNG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pertama ini akan diuraikan secara berturut-turut : (1) latar

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

SKRIPSI NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM GENDING TARI JANGER SRI KESARI SWARNA BHUMI DI SANGGAR RATU KINASIH DESA LEMBONGAN KLUNGKUNG

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

TAYUB NINTHING: TARI KREASI BARU YANG BERSUMBER PADA KESENIAN TAYUB

TARI ADI MERDANGGA SIWA NATA RAJA LINGGA

Gambar 3 Tata Rias Wajah Penari Pria dan Wanita

GAMBAR 3 TATA RIAS WAJAH PENARI PRIA DAN WANITA

SKRIP KARYA SENI KELANGEN

ARTIKEL KARYA SENI PIS BOLONG

Tabuh Angklung Keklentangan Klasik Oleh: I Gede Yudarta (Dosen PS Seni Karawitan)

BAB I PENDAHULUAN. Seni pertunjukan merupakan sebuah penyajian bentuk karya seni dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam

Gamelan Gong luang Kiriman I Wayan Putra Ivantara, Mahasiswa PS Seni Karawitan, ISI Denpasar.

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG JENIS, MUTU DAN TEMPAT PERTUNJUKAN KESENIAN DAERAH UNTUK WISATAWAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Instrumen Pengiring Tari Telek Anak Anak di Desa Jumpai Kiriman: Ayu Herliana, PS. Seni Tari ISI Denpasar

Tabuh Kreasi Pepanggulan Gamelan Smarandhana Lemayung, Bagian II

SKRIP KARYA SENI GENITRI OLEH: I PUTU GEDE WAHYU KUMARA PUTRA NIM: PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN JURUSAN SENI KARAWITAN

TARI KAWUNG ANTEN KARYA GUGUM GUMBIRA

Pandangan Masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap Kesenian Sintren

PEMBELAJARAN NILAI MELALUI GENDER WAYANG DI SANGGAR GENTA MAS CITA, PANJER, DENPASAR SELATAN

Gender Wayang di Banjar Kayumas Kaja. Kiriman I Nyoman Gede Haryana BAB I PENDAHULUAN

KRITIK SENI BUSANA LIKU DMA TARI ARJA

Tari Pendet Bali Pergeseran Tarian Sakral Menjadi Tarian Balih-Balihan

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN

2015 PERTUNJUKAN KESENIAN EBEG GRUP MUNCUL JAYA PADA ACARA KHITANAN DI KABUPATEN PANGANDARAN

(MSPI), p A. A. M. Djelantik, 1999, Estetika Sebuah Pengantar, Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia

Genggong Kiriman: I Made Budiarsa, Mahasiswa PS Seni Karawitan ISI Denpasar Jumlah Instrumentasi

Struktur Tabuh Lelambatan I Oleh: I Gede Yudartha, Dosen PS Seni Karawitan - Pangawit Pangawit berasal dari kata dasar yaitu ngawit/kawit yang

Kerangka Materi, Narasi, dan Hasil Produk

ARTIKEL KARYA SENI PROSES PEMBELAJARAN BERMAIN DRAMA GONG BAGI SISWA KELAS XII AP 1 SMK PGRI PAYANANG

DESKRIPSI PENATAAN TARI ADI MERDANGGA SIWA NATA RAJA DEWATA NAWA SANGA

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian ronggeng gunung merupakan kesenian tradisional masyarakat

BENTUK PENYAJIAN TARI RAMPHAK DI SANGGAR RAMPOE BANDA ACEH ABSTRAK

pergelaran wayang golek. Dalam setiap pergelaran wayang golek, Gending Karatagan berfungsi sebagai tanda dimulainya pergelaran.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reggi Juliana Nandita, 2015

ANGKLUNG KEBYAR. Oleh I Wayan Muliyadi Mahasiswa S2 Institut Seni Indonesia Denpasar ABSTRAK

TATA RIAS DAN BUSANA TARI PADMA MUSTIKANING KRIDA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya merupakan makhluk. berkomunikasi, baik itu verbal ataupun nonverbal. Hal yang sama ini juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

2015 PELATIHAN ANGKLUNG SUNDA DI SANGGAR BAMBU WULUNG DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan

Oleh : NI KOMANG ARI RANI PARWATI

ARTIKEL KARYA SENI KAJIAN ESTETIS DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM TARI TELEK DI DESA JUMPAI KABUPATEN KLUNGKUNG

Catharsis: Journal of Arts Education

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal

KERAGAMAN EKSPRESI SENI DI ERA GLOBAL: PENGALAMAN BALI. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang NURUL HIDAYAH, 2014

Kreativitas Busana Pengantin Agung Ningrat Buleleng Modifikasi

KEMBANG RATNA SKRIP KARYA SENI

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian Batak secara umum dibagi menjadi 2(dua) bagian yaitu Gondang

BAB I PENDAHULUAN. Tari Legong Lasem Gaya Peliatan Dibengkel Tari Ayu Bulan Bandung

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fanny Ayu Handayani, 2013

Perkembangan Legong gaya Peliatan Oleh: A.A.Ayu Kusuma Arini, SST.,MSi

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

TARI KIPAS MEGA DALAM RANGKA PAMERAN BATIK DI BENTARA BUDAYA YOGYAKARTA 18 JULI 2009 OLEH : WENTI NURYANI

BAB I PENDAHULUAN. yang disediakan oleh alam dengan segala fenomenanya dan bisa timbul dari manusia

DAFTAR PERTANYAAN. 4. Bagaimana prosesi upacara sebelum kesenian Jonggan dilaksanakan?

BAB 1 PENDAHULUAN. Bali memiliki daya tarik yang kuat dalam dunia pariwisata, baik dinikmati

Bentuk Musikalitas Gambuh Kedisan Kiriman I Wayan Sucipta, Mahasiswa PS. Seni Karawitan ISI Denpasar

Bentuk Tungguhan dan Ornamentasi Gender Wayang. Oleh: I Wayan Diana Putra (Mahasiswa PS Seni Karawitan)

Perspektif Musikalitas Tabuh Lelambatan Banjar Tegaltamu Kiriman: I Nyoman Kariasa,S.Sn., Dosen PS Seni Karawitan ISI Denpasar Sebagai salah satu

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan buku Ensiklopedi Jakarta Culture and Heritage (Pemerintah

DESKRIPSI DUKUH SILADRI. Dipentaskan pada Festival Seni Tradisional Daerah se- MPU di Mataram, Nusa Tenggara Barat 1 Agustus 2010

MARGINALISASI GAMELAN BATEL DALAM SENI PERTUNJUKAN WAYANG KULIT DI DESA SIBANGGEDE, KABUPATEN BADUNG

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. identik dengan nada-nada pentatonik contohnya tangga nada mayor Do=C, maka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

SKRIP KARYA SENI GERAHING MEDANG KEMULAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang

2015 KREASI TARI RONGGENG LENCO DI DESA CURUG RENDENG KECAMATAN JALAN CAGAK KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesenian yang ada di Jawa Barat terbagi dalam dua kalangan yaitu

Transkripsi:

ARTIKEL KARYA SENI PERUBAHAN BENTUK DAN NILAI-NILAI PERTUNJUKAN JOGED BUMBUNG BINA REMAJA DI BANJAR SINDU DESA SAYAN KECAMATAN UBUD KABUPATEN GIANYAR Oleh : I KADEK BRABAN SUNARTA PROGRAM STUDI S-1 SENDRATASIK FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2016

PERUBAHAN BENTUK DAN NILAI-NILAI PERTUNJUKAN JOGED BUMBUNG BINA REMAJA DI BANJAR SINDU DESA SAYAN KECAMATAN UBUD KABUPATEN GIANYAR I Kadek Braban Sunarta, Ni Wayan Mudiasih, Rinto Widyarto Prodi Pendidikan Sendratasik, Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar E-mail: brabansunarta@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini mengangkat judul Perubahan Bentuk Pertunjukan Joged Bumbung Bina Remaja di Banjar Sindu Desa Sayan Kecamatan Ubud, yang membahas tentang perubahan bentuk, faktor yang mempengaruhi dan nilai-nilai yang mengalami perubahan. Tujuan penelitian ini mengunakan tujuan umun dan khusus. Teori yang digunakan adalah teori estetika dan perubahan, dimana lebih memberikan hasil tentang perubahan joged dari tradisi dengan masa kini.teori estetika digunakan karena joged adalah merupakan sebuah seni pertunjukan yang mengandung nilai estetika.metode yang digunakan: observasi,wawancara, studi kepustakaan,dokumentasi,analisis data, dan penyajian hasil penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Peneliti berusaha meneliti secara kualitatif tentang perubahan bentuk pertunjukan joged Bumbung Bina remaja dan faktor-faktor yang mempengaruhinya serta niali-nilai yang mengalami perubahan. Hasil penelitian menunjukan bahwa perubahan ini terjadi lantaran permintaan masyarakat yang menginginkan seni pertunjukan joged Bumbung Bina Remaja dapat tampil dengan perubahan-perubahan baik dari segi bentuk,gerak,tata rias tata busana dan iringannya bernuansa baru sesuai dengan perkembangan zaman. Kata Kunci: Perubahan, Pertunjukan, Joged Bumbung Bina Remaja. Pendahuluan Seni pertunjukan Balih-balihan adalah segala seni tari yang mempunyai unsur dan dasar dari seni tari yang luhur, yakni, tidak tergolong tari Wali atau tari Bebali dan mempunyai fungsi sebagai seni serius dan seni hiburan. Adapun beberapa jenis tari Balihbalihan seperti: tari Legong, tari Kebyar, tari Joged, tari Janger, dan lain-lainya (Ensiklopedi Musik dan Tari Daerah Bali, Bandem, 1978:67). Seni Pertunjukan Joged adalah tarian pergaulan (sosial dance) yang sangat popular di Bali. Selama ini diketahui bahwa dilihat dari jenis tariannya, Joged tergolong tari Balihbalihan. Melihat dalam konteksnya, seni Joged dapat dipentaskan kapan saja dan dimana saja tanpa ada batasan waktu, tempat, serta peristiwa-peristiwa yang mengikat. Demikian pula tarian tersebut pada umumnya memiliki pola-pola gerak yang agak bebas, lincah, dan

dinamis, yang diambil dari Legong dan tari Kekebyaran, disamping biasanya dibawakan secara improvisasi (Dibia, 1999:39). Perkembanagan Joged Bumbung saat ini segi pertunjukannya agak berbeda, sebagai seni hiburan yang berani dan menantang. Dengan demikian, maka kadang kala menimbulkan penilaian yang kurang baik. Namun, dari segi kreativitas seni, yakni mencerminkan adanya sikap luwes dalam menerima unsur-unsur pembaharuan (Suartaya, 2000:142). Sikap masyarakat khususnya generasi muda, sangat menyukai pertunjukan Joged Bumbung. Semangat generasi muda seolah-olah terefleksi dalam karakter pertunjukan Joged Bumbung. Demikian halnya sekaa yang dibentuk oleh I Nyoman Wija yang diberi nama Sekaa Joged Bumbung Bina Remaja, di Banjar Sindu, Desa Ubud, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar merupakan hasil keputusan bersama dengan anggota Sekaa, membangun untuk melestarikannya, namun Joged Bumbung Bina Remaja dalam perkembangannya mengalami perubahan, lantaran munculnya Sekaa-sekaa Joged yang meninggalkan aturanaturan dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumusakan dirangkum beberapa rumusan masalah sebagai berikut Bagaimana perubahan bentuk Pertunjukan Joged Bumbung Bina Remaja di Banjar Sindu, Desa Sayan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, faktor-faktor apa yang mempengaruhi terjadinya perubahan bentuk Pertunjukan Joged Bumbung Bina Remaja di Banjar Sindu, Desa Sayan Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, nilai-nilai apa saja yang mengalami perubahan dalam Pertunjukan Joged Bumbung Bina remaja di Banjar Sindu, Desa Sayan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar. Tujuan dalam penelitian adalah sebagai berikut Ingin mengetahui perubahan bentuk Pertunjukan Joged Bumbung Bina Remaja di Banjar Sindu, Desa Sayan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, ingin mengetahui faktorfaktor apa yang mempengaruhi terjadinya perubahan bentuk Pertunjukan Poged Bumbung Bina Remaja di Banjar Sindu, Desa Sayan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, ingin mengetahui nilai-nilai apa saja yang mengalami perubahan dalam Pertunjukan Joged Bumbung Bina Remaja di Banjar Sindu, Desa Sayan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar. Tahapan dalam penelitian ini diawali dari menentukan rancangan penelitian, lokasi penelitian, jenis dan sumer data, instrumen penelitian, teknik penentuan informan, teknik pengumpulan data dengan metode observasi, wawancara, studi kepustakaan, dokumentasi, dilanjutkan dengan analisis data, penyajian hasil penelitian.

PERUBAHAN BENTUK DAN NILAI-NILAI PERTUNJUKAN JOGED BUMBUNG BINA REMAJA DI BANJAR SINDU DESA SAYAN KECAMATAN UBUD KABUPATEN GIANYAR Banjar Sindu terletak di sebelah barat wilayah Ubud, mayoritas penduduk Banjar Sindu memiliki mata pencaharian dengan berkesenian, adapun seni yang paling banyak digeluti oleh masayarakat Banjar Sindu adalah seni ukir. Seni pertunjukan mulai berkembang di wilayah Banjar Sindu diantaranya seni Karawitan dan seni Tari. Banjar Sindu memiliki beberapa jenis barungan gamelan Bali diantaranya barungan gamelan Joged, barungan Gong Kebyar dan barungan Angklung yang diurus oleh 4 Sekaa gong diantaranya Sekaa Gong Tua, Sekaa gong remaja (Gurnita Cantya), Sekaa Gong PKK, dan Sekaa Angklung di bawah naungan Banjar Sindu dan sanggar dan sekaa milik pribadi mulai bermunculan. Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak I Nyoman Wija 12 Maret 2016, beliau mengatakan proses berdirinya sekaa Joged Bumbung Bina Remaja di Banjar Sindu Desa Sayan Kecamatan Ubud Kabupaten Gianyar diketahui dipelopori oleh I Nyoman Wija pada tahun 2000. Beliau merupakan seorang seniman berasal dari Banjar Sindu desa Sayan kecamatan Ubud. Beliau adalah soerang seniman tabuh dan sekaligus mempunyai keahlian membuat Gamelan Joged. Gamelan Joged yang berhasil dibuat adalah gamelan rindik dengan laras Slendro. Profesi ini telah digelutinya sejak remaja, dikarenakan beliau terlahir di keluarga seni, dari kakek dan bapaknya yang merupakan seniman tabuh. Semenjak terbentuknya Sekaa Joged Bumbung Bina Remaja yang memiliki kurang lebih 20 anggota ini, sudah sering mendapatkan kesempatan pentas di berbagai daerah di wilayah Bali, seperti di Kabupaten Gianyar, Klungkung, Bangli, Badung, Tabanan. Pementasan tidak hanya untuk acara resmi, seperti pelantikan kepala Desa, pelantikan klian, dan pelantikan ketua STT, namun juga untuk mengisi acara yang bersifat hiburan. Bentuk seni pertunjukan Joged Bumbung yang lazim dipentaskan di daerah-daerah adalah bentuk seni pertunjukan Joged yang tetap mengedepankan bentuk tradisi, seperti konsep gerak pajogedan dengan menampilkan unsur-unsur pajogedan tradisi berupa adanya adegan pendramaan seperti pesiat, ngeroman dan mejaran-jaranan. Berdasarkan wawancara pada tanggal 27 Juli 2016 dengan Ni Putu Kusuma Dewi sebagai penari pertama di sekaa Joged Bumbung Bina Remaja mengatakan, bahwa pada saat saya masih menjadi penari Joged di sekaa Joged Bumbung Bina Remaja, gerak-gerak tari yang saya lakukan mengambil dan memadukan dari beberapa gerak tari Bali, misalnya tari Legong, tari Oleg yang disesuaikan dengan gending pengiringnya. Pada bagian ibing-ibingan saya masukan beberapa gerak dramatis seperti gerak

pesiat (sambil metitig-titigan antara penari dan pengibingnya). Alat yang dibawa pengibing berupa ranting pepohonan seperti ranting daun dadap/plawa, selain itu juga ada gerak roman, dan mejaran-jaranan. Struktur pertunjukan Joged Bumbung Bina Remaja sebelum mengalami perubahan masih kental dengan nuansa pajogedannya, baik dalam tari maupun gending yang dimainkan. Struktur pertunjukan Joged Bumbung Bina remaja, terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pertama, diawali dengan menghaturkan Banten Pejati dilanjutkan dengan tabuh pembuka. Bagian kedua berisi tentang pepeson, playon, ibing-ibingan dan pekaad. Bagian-bagian pertunjukan Joged Bumbung Bina remaja tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. Bagian pertama, sebelum memulai pertunjukan, I Nyoman Wija menghaturkan Banten Pejati dan memohon agar pertunjukan Joged Bumbung Bina Remaja berjalan lancar. Banten Pejati ini disiapkan oleh orang yang mengupah atau meminta, baik yang mengupah masyarakat lokal maupun wisatawan asing ataupun pihak hotel. Pertunjukan diawali dengan tabuh pembukaan yang menandakan pertunjukan Joged Bumbung akan dimulai. Jenis tabuh yang dimainkan seperti, Tabuh Telu, Crukcuk Punyah, dan Katik Padi. Bagian kedua, penari Joged telah mempersiapkan diri di belakang panggung, dan para penabuh mulai memainkan Gending atau musik iringan sebagai tanda bahwa penari Joged akan segera tampil. Gending-gending yang dimainkan selalu tidak menentu, hal ini tergantung kepada pemain ugal/juru ugal sesuai dengan keinginan dan kemampuan yang sulit ditebak oleh para pemain lainnya. Gendinggendingnya masih tetap berkisar pada gending Caplok Bangkung, Crukcuk Punyah, Katik Padi. Bagian kedua ini masih dibagi lagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, ke dalam pepeson, pelayon, ibing-ibingan, dan pekaad. Pepeson, memperlihatkan paras ayu dari penari Joged itu sendiri, dengan gerakan mungkah lawang, agem kanan ulap-ulap, pindah agem kiri ulap-ulap, dan ngengol. Ketika penari melakukan gerakan agem disertai dengan kedipan mata sebagai daya tarik yang menjadi ciri khas tari Joged. Playon, pada bagian ini penari Joged mulai memperlihatkan gerakan-gerakan yang lincah dan menantang sambil melirik penonton untuk dijadikan pengibing. Pengibing dipilih diantara penonton yang ada, dan diajak ikut menari di atas panggung. Penari ketika mencari pengibing melakukan gerakan-gerakan improvisasi memainkan kipas sampai mendapatkan pengibing (dalam istilah Bali dikatakan Nyawat), dan dilanjutkan dengan ibing-ibingan. Kelincahanpun dapat dilihat dari gerak-gerak yang dinamis pada saat ibing-ibingan tersebut. Setiap penari Joged sudah ditentukan untuk memilih jumlah pengibingnya hanya 5 (lima) orang saja. Ibing-ibingan, merupakan interaksi antara penari Joged dan pengibing yang menari di atas panggung. Berbagai gerakan tari yang dilakukan saling merespon dan aksen-aksen geraknya sangat menarik sesuai dengan gending-

gending yang dibunyikan. Penari dan pengibing bergerak secara improviasi, hingga adegan pendramaan yaitu adegan roman, bapang, mesiat, dan mejaran-jaranan. Pekaad, sebagai penanda penari Joged akan mengakhiri tariannya setelah kelima pengibing sudah selesai menari di atas panggung, kemudian penari melakukan gerakan nyakup bawa, sebagai ucapan rasa hormat dan terimkasih kepada penonton. Hal ini menunjukkan berakhirnya pertunjukan Joged Bumbung. Begitu juga penampilan para penari Joged lainnya dengan masing-masing kelima pengibing, melakukan hal yang sam Sebelum mengalami perubahan tata rias penari Joged Bumbung Bina Remaja masih sangat sederhana, kesederhanaan ini mengandung makna yang alami (mempertegas garisgaris muka). Alat riasnyapun juga masih sangat sederhana dengan menggunakan alas bedak dan bedak tabur,pamor/ kapur sirih, Eye shadow, memerah pipi, lipstik. Tata busana Joged Bumbung Bina Remaja awalnya hanya mengenakan busana yang tertutup, yaitu menggunakan kebaya. Adapun busana yang dipakai: Gelungan, Subeng, Antol, Baju kebaya, Anteng, Se lendang, Kamen, Kipas. Struktur pertunjukan Joged Bumbung Bina Remaja setelah mengalami perubahan, kesan pajogedan sudah berubah, baik dalam tari maupun gending yang dimainkan. Gerakgerak tarinya lebih bebas sesuai dengan improvisasi dan kreativitas penari jagod. Gending pengiringnya lebih menonjolkan nuansa dangdut, dengan ciri khas pukulan kendang yang bervariatif. Struktur pertunjukan Joged Bumbung Bina Remaja, terdiri 3 (tiga). Bagian pertama, merupakan bagian awal dengan menghaturkan Banten Pejati dilanjutkan dengan tabuh pembuka. Bagian kedua berisi tentang pepeseon, playon,jaipongan,dan pekaad. Bagian-bagian pertunjukan Joged Bumbung Bina Rmaja tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. Bagian pertama, Sebelum memulai pertunjukan, I Nyoman Wija menghaturkan Banten Pejati dan memohon agar pertunjukan Joged Bumbung Bina Remaja berjalan lancar. Banten Pejati ini disiapkan oleh orang yang mengupah atau meminta, baik yang mengupah masyarakat lokal maupun wisatawan asing ataupun pihak hotel. Pertunjukan diawali dengan tabuh pembukaan yang menandakan pertunjukan Joged bumbung akan dimulai. Tabuh yang dimainkan adalah tabuh kreasi baru yang hasil ciptaan dari anggota Sekaa Joged Bumbung Bina Remaja dengan menambahkan instrument-instumen lain kedalamnya. Permainan tempo, melodi dan dinamika sangat bervariatif yang menciptakan kesan beda dalam sebuah gamelan Pajogedan. Namun hingga sekarang tabuh kreasi baru ini belum di berikan nama oleh I Nyoman Wija begitu juga sekaa yang lainnya. Bagian kedua, penari Joged telah mepersiapkan diri di belakang panggung, dan para penabuh mulai memainkan gending atau musik iringan sebagai tanda bahwa penari joged akan segera tampil. Gending-gending yang

dimainkan selalu tidak menentu, hal ini tergantung kepada pemain ugal/juru ugal sesuai dengan keinginan dan kemampuan yang sulit ditebak oleh para pemain lainnya. Gendinggendingnya masih tetap berkisar pada gending Caplok Bangkung, Crukcuk Punyah, Katik Padi. Bagian kedua ini masih dibagi lagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, kedalam pepeson, pelayon, jaipongan, dan pekaad. Pepeson, memperlihatkan paras ayu dari penari Joged itu sendiri, dengan gerakan improvisasi menyesuaikan dengan gending yang dimainkan oleh penabuh dan pakem-pakem tari Bali jarang digunakan atau banyak ditinggalkan. Playon, pada bagian ini penari Joged mulai memperlihatkan gerakan-gerakan yang lincah dan menantang sambil melirik penonton untuk dijadikan pengibing. Pengibing dipilih diantara penonton yang ada, dan diajak ikut menari di atas panggung. Penari ketika mencari pengibing melakukan gerakan-gerakan improvisasi memainkan kipas sampai mendapatkan pengibing (dalam istilah Bali dikatakan Nyawat), dan dilanjutkan dengan ibingibingan. Kelincahanpun dapat dilihat dari gerak-gerak yang dinamis pada saat ibing-ibingan tersebut. Pada bagian ployon penari sudah mulai melakukan ibing-ibingan. Jaipongan, merupakan interaksi antara penari Joged dan pengibing yang menari di atas panggung. Disini tidak selalu si penari yang memilih pengibing, sering pengibing yang berebut mengacungkan tangannya agar dapat giliran untuk mengibing, karena tertarik melihat goyangan-goyangan yang menantang dari penari Joged, bahkan 3 samapai 4 pengibing secara bersamaan masuk ke panggung tanpa dipilih oleh penari Joged, sering kali terjadinya kesalah pahaman antar pengibing dan memicu keributan. Berbagai gerakan tari yang dilakukan saling merespon dan aksen-aksen geraknya sangat menarik sesuai dengan gending-gending yang dibunyikan. Penari dan pengibing bergerak secara improviasi, Gending atau iringanya bervariatif mengikuti lagu-lagu pop, dangdut dan lagu-lagu Jawa. Kendang Sunda menjadi peranan penting pada Jaipongan memberi nuansa dangdutan dari pikulan-pukuln kendang yang di mainkan. Hal ini merubah kesan pajogedan menjadi nuansa dangdut. Pekaad, sebagai penanada penari Joged akan mengakhiri tariannya setelah kelima pengibing sudah diajak menari di atas panggung, kemudian penari melakukan gerakan nyakup bawa, sebagai ucapan rasa hormat dan terimkasih kepada penonton. Hal ini menunjukkan berakhirnya pertunjukan Joged Bumbung. Begitu juga penampilan para penari Joged lainnya dengan masing-masing kelima pengibing, melakukan hal yang sama. Bagian ketiga, penabuh memainkan tabuh penutup Bebarongan yang menandakan pertunjukan Joged telah usai. Tabuh ini diciptakan di oleh Ketut Lanus beliau dikenal sebagai komposer muda sekaligus menjadi pimpinan sanggar Cahaya Art.

Setelah perubahan dimana hasil dari kreativitas si penari, tata rias penari Joged Bumbung Bina remaja mengunakan Milk cleansing, Face tonic, krayolan 4w dan bedak tabur merah viva 05, pensil alis hitam, Eye shadow, merah pipi, Eye liner cair, Vinilex, Lipstick merah. Tata busana penari Joged Bumbung Bina Remaja yang telah mengalami perubahan lebih terbuka, kain yang dikenakan berisi belahan di bagian depan. Adapun busana yang dipakai: Gelungan, Subeng, Antol, Badong, Gelang kana, Tutup dada, Angkin, Pending atau ampok-ampok, selendang, kamen prada, kipas (Tata busana penari Joged Bumbung Bina Remaja setelah mengalami perubahan) Kehadiran tari selalu disertai dengan musik pengiringnya. Karena tari merupakan sebuah seni pertunjukan yang membutuhkan musik sebagai iringan dalam pertunjukannya. Pertunjukan Joged Bumbung Bina Remaja menggunakan iringan Pajogedan, gamelan ini terbuat dari bambu dan berlaraskan selendro 5 (lima) nada. Adapun beberapa instrument Gamelan Pajogedan yang digunakan terdiri dari: 4 buah rindik pemade, 2 buah rindik kantilan, 1 buah jegogan, 1 buah kendang, 1 buah ceng-ceng ricik, 1 buah kemplung, 2 buah suling, 1 buah gong pulu, 1 buah klentong, 1 buah kempur. Seiring perkembangannya dan hasil kreativitas dari anggota Sekaa, Sekaa Joged Bumbung Bina Remaja sehingga ikut untuk menambahkan intrumen baru ke dalam barungan Gamelan Joged Bumbung Bina Remaja. Adapun beberapa instrumen baru yang dimasukan di dalam pertunjukan Joged Bumbung Bina Remaja yaitu: Kendang Sunda, Cymbal, Tamborin. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan pertunjukan Joged Bumbung Bina Remaja adalah faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut dapat dijelaskan sebagi berikut.

Faktor Internal, berdasarkan hasil wawancara dengan I Nyoman Wija pada hari Sabtu, tanggal 12 Maret 2016, beliau mengatakan, perubahan bentuk pertunjukan Joged Bumbung Bina Remaja merupakan hasil dari kesepakatan semua anggota Sekaa, hal ini dikarenakan jika Sekaa ini masih menampilkan pertunjukan Joged yang tradisi, kemungkinan Sekaa Joged Bumbung Bina Remaja jarang dapat kesempatan pentas bahkan jarang yang mencari atau mengupah. Diketahui saat ini peminat Joged Bumbung yang masih mempertahankan pejogedan tradisi nampak terpinggirkan. Keterpinggirannya lantaran banyak menjamurnya sekaa-sekaa joged erotis atau yang telah mengalami perubahan, baik gending-gending /instrument, tata rias busana, dan struktur pertunjukannya. Faktor Eksternal pertunjukan Joged Bumbung sudah mulai mengalami perubahan, perubahan yang terjadi dapat dilihat dari segi bentuk gerak, kostum, Gending, dan pada struktur yang disajikan. Bentuk gerak joged bumbung saat ini, perubahannya telah meninggalkan pakem-pakem joged yang telah mentradisi sejak dulu di masyarakat. Perubahan ini terjadi sering datangnya dari permintaan masyarakat itu sendiri. Perubahan ini yang terjadi bergulir terus menerus, fenomena ini tumbuh subur, seperti nampak pada beberapa Sekaa Joged yang ternama di Bali, mereka bisa menjadi terkenal karena aksi penari Joged sudah melewati batasan-batasan yang wajar pada penampilannya. Nilai-nilai yang mengalami perubahan dalam petunjukan Joged Bumbung Bina Remaja, Nilai Etika, Pertunjukan Joged Bumbung Bina Remaja dilihat dari sudut pandang nilai etika, perubahan-perubahannya nampak pada penggunaan kostum penari sudah berani memamerkan bagian-bagian tubuh yang tidak pantas untuk diperlihatkan, seperti penari Joged memperlihatkan bagian paha, menonjolkan dada lebih berani. Perubahan gerak terjadi, ketika pada bagian pejogedan penari terlihat menggoyangkan pinggul memutar dan melakukan gerak pinggul maju dan mundur. Selain itu juga dari segi gerak-gerak yang erotis dapat meningkatkan gairah penonton. Seperti yang terjadi di lapangan, penonton yang menyaksikan pertunjukan Joged, bukan hanya dari kalangan dewasa, melainkan juga dari kalangan anak-anak di bawah umur. Hal ini dapat merusak moral anak-anak yang menyaksikan pertunjukan Joged. Bahkan tidak jarang anak-anak tertarik untuk ikut ngibing dan melakukan interaksi dengan penari Joged yang tidak pantas dilakukan oleh anak di bawah umur. Hal ini dapat merusak moral dan etika dari anak-anak dan generasi muda. Nilai Estetika, Jika dilihat dari segi keindahan pertunjukan Joged Bumbung Bina Remaja telah mengalami perubahan, hal ini dapat dilihat di segi gerak tari maupun iringannya. Pertunjukan Joged Bumbung Bina Remaja yang terdahulu gerak tarinya masih memakai gerak-gerak legong dan tarian-tarian klasik lainnya masih dalam pakem-pakem tari Bali, begitu juga

dengan iringan kesan pajogedan sangat kental, namun berbeda dengan sekarang kesan pajogedan sudah mulai dihilangkan. Demikian melakukan gerak mata yang berkedip-kedip merupakan ciri khas dari Joged Bumbung, dari segi iringan, gending-gending yang dimainkan menambah nilai keindahan yang merupakan ciri khas dari Joged Bumbung itu sendiri. Akan tetapi pertunjukan Joged Bumbung Bina remaja yang sekarang berbeda, lebih menonjolkan gerak-gerak improvisasi yang bersifat erotis, dan pakem-pakem tari Bali mulai hilang. Demikian juga dari musik iringannya, masuknya instrumen-instrumen baru ke dalam barungan gamelan Joged Bumbung Bina Remaja menghilangan kesan pajogedan dan berubah menjadi nuansa Dangdut. Nilai Sosial, nilai sosial dalam tari Joged Bumbung ini akan muncul pada saat penari Joged mencari Pengibing, disinilah letak keunikan tari Joged. Penari akan mencari salah satu pemuda atau laki-laki yang akan di ajak Mengibing. Ketika pemuda atau laki-laki yang dicari untuk Mengibing, maka pemuda yang lainnya akan memberikan dukungannya agar pemuda tersebut mau Mengibing. Dalam mengibing mereka menikmati keindahan atau menghibur lewat saling bertukar kepiawaian. Dulu pandangan masyarakat khususnya lingkungan Banjar Sindu sangat positif terhadap pertunjukan Joged Bumbung Bina Remaja, dimana solidaritas antar sekaa sanagat kuat, dan tak jarang sekaa ini mengadakan pertunjukan di lingkungan Banjar Sindu tanpa meminta bayaran baik penari maupun penabuh di Bali dikatakan Ngayah. Berbeda dengan pertunjukan Joged Bumbung Bina Remaja yang sekarang, sering kali para Pengibing berebut untuk mengibing bahkan tidak jarang ada 2 sampai 3 Pengibing yang masuk ke panggung karena tidak sabar untuk mengibing melihat goyangan-goyangan penari yang menantang, hal ini membuktikan kurang adanya toleransi antar Pengibing, perkelahian sering terjadi karena ketersinggungan antar Pengibing. Para masyarakat mulai resah khususnya ibu rumahtangga dengan adanya pertunjukan Joged Bumbung Bina Remaja telah mengalami perubahan estetika. Nilai Ekonomi, Terlihat jelas di dalam pertunjukan Joged Bumbung Bina Remaja, nilai ekonomi sangatlah berarti, hal ini dapat dilihat pada saat mengadakan pementasan. Dulu, jika salah seorang anggota Sekaa meminta untuk pentas di rumanya, maka semua anggota akan ikut baik penabuh maupun penari tanpa memikirkan imbalan atau upah, di Bali dikatakan Ngayah. Namun pada saat ini terjadi perubahan, dimana jika anggota Sekaa meminta untuk pentas, maka wajib untuk membayar penari Joged ini dikarenakan penari Joged yang ikut di sekaa Joged Bumbung Bina remaja tidak ikut anggota tetap melainkan penari panggilan. Hal ini membuktikan nilai ekonomi yang terpenting di dalam pertunjukan Joged Bumbung Bina Remaja pada saat ini. Begitu juga perubahan-perubahan yang terjadi di dalam pertunjukan Joged Bumbung Bina Remaja, ini disebkan oleh persaingan pasar dan permintaan-permintaan

dari konsumen. Etika dan moral penari bisa diubah oleh uang, jika berani membayar lebih kepada penari, gerak erotis yang menantang sering kali dilakukan oleh penari. Jadi perubahan bentuk seni pertunjukan dalam Joged Bumbung Bina Remaja adalah pada struktur, gerak, tata rias, tata busana, dan instrumen baru. Mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan pertunjukan Joged Bumbung Bina Remaja adalah faktor internal dan eksternal, sedangkan nilai-nilai yang mengalami perubahan dalam petunjukan Joged Bumbung berupa nilai etika, nilai estetika, nilai sosial dan nilai ekonomi. Penutup Berdasarkan uraian yang tertuang dalam bab-bab di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut. Tari Joged Bumbung muncul pertama kali di Bali Utara sekitar tahun 1946, tarian ini merupakan tarian pergaulan yang sangat popular di kalangan masyarakat Bali, memiliki gerakan yang lincah dan dinamis dan dibawakan secara improvisatif, tarian Joged Bumbung biasanya dipentaskan pada hari raya maupun hari penting lainnya. Sekaa Joged Bumbung Bina Remaja berdiri pada tahun 2000, yang didirikan oleh I Nyoman Wija. Seiring perkembagannya, sekaa Joged Bumbung Bina Remaja mengalami perubahan-perubahan di dalam pertunjukannya, baik bentuk dan nilai pertunjukannya, seperti dari tata busana, tata rias, instrument-instrumen baru yang masuk ke dalam Gamelan Joged, dan struktur dari pertunjukannya. Perubahan ini disebabkan karena adanya persaingan antar Sekaa-sekaa Joged yang lainnya dan hasil kreativitas dari anggota Sekaa, selain itu faktor terpenting karena permintaan dari konsumen. Dalam perubahan bentuk dan struktur pertunjukan ini, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya terjadi perubahan baik nilai etika, estetika, sosial dan ekonomi. Daftar rujukan Bandem, I Made. 1983. Ensiklopedi Tari bali. Denpasar: Akademik Seni (ASTI).Dibia, Tari Indonesia I Wayan. 1999. Selayang Pandang Seni Pertunjukan Bali. Yogyakarta: MSPI. Suartaya, 2000. Seni Pertunjukan Joged Erotis dan Pentas Pelecehan. dalam jurmal Mudra Seni Budaya NO.8 Th.VIII Januari 2000, Denpasar: STSI Denpasar Narasumber I Nyoman Wija, wiraswasta dan seniman, 60 tahun, Banjar Sindu, Sayan, Ubud. Ni Putu Kusuma Dewi, wiraswasta, 40 tahun, Banjar Sindu, Sayan Ubud.