BAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN BANYUWANGI

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

LAPORAN OBSERVASI SLB-A-YKAB SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

Kata Kunci : Pendidikan Inklusi, Sekolah Inklusi, Anak Berkebutuhan Khusus.

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena

PEND. ANAK LUAR BIASA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

Assalammu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian. Yang kami hormati,

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting

Kesiapan Guru dalam Pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun di Sekolah Inklusi

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1.7 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 58 TAHUN 2011 TENTANG

2017, No Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kement

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

PERATURANWALIKOTASURAKARTA TENTANG PETUNJUK PELAKSANAANPERATURANDAERAH KOTASURAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANGKESETARAANDIFABEL

ARTIKEL OPTIMALISASI PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

PENGUATAN EKOSISTEM PENDIDIKAN MELALUI BATOBO SEBAGAI OPTIMALISASI PENDIDIKAN INKLUSI DI PAUD

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

WALIKOTA PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian, adil dan merata, serat pengutamaan dan manfaat dengan

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh

2016 LAYANAN PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK TUNANETRA

REDESAIN YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (YPAC) SEMARANG. disusun oleh : KHOERUL UMAM L2B

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Educational Psychology Journal

warga negara yang memiliki kekhususan dalam pemenuhan kebutuhan pendidikannya. Salah satu usaha yang tepat dalam upaya pemenuhan kebutuhan khusus

Sekolah Inklusi, Bagaimanakah?

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

GURU PEMBIMBING KHUSUS (GPK): PILAR PENDIDIKAN INKLUSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyandang tuna rungu adalah bagian dari kesatuan masyarakat Karena

SOSIALISASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF NUFA (Nurul Falah) Bekasi, 22 Juni PSG Bekasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Penyelenggaraan pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan, sehingga menjadi orang yang terdidik. dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Di negara kita ini pendidikan menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. istilah ini dikenal Cerdas Istimewa adalah bentuk alternatif pelayanan pendidikan

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Pada hakekatnya semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berada dalam kandungan (UU Nomor 23 tahun 2002). Seorang anak bukanlah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA PAREPARE

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdul Majid (2011:78) menjelaskan sabda Rasulullah SAW.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

BAB I PENDAHULUAN. harus dapat merasakan upaya pemerintah ini, dengan tidak memandang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

SIKAP TOLERANSI TERHADAP SISWA PENYANDANG DISABILITAS DALAM SEKOLAH INKLUSI (Studi Kasus Pada Siswa SMA Muhammadiyah 5 Karanganyar) NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Mohammad Effendi. Pengantar Pdikopedagogik Anak Berkelainan.(Jakarta: Bumi Aksara. 2006). hlm 1

SEKOLAH LUAR BIASA YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (SLB YPAC) DI SEMARANG. (Penekanan Desain Arsitektur Post Modern) IDA ASTRID PUSPITASARI L2B

BAB I PENDAHULUAN !"#$%&'

37 PELAKSANAAN SEKOLAH INKLUSI DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam pasal 31 UUD 1945 (Amandemen 4) bahwa setiap warga negara

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PENDIDIKAN PENYANDANG CACAT DARI SUDUT PANDANG MODEL PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA. Oleh: Haryanto

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

SEMINAR PELAKSANAAN PERDA NOMOR 3 TAHUN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS di KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap individu telah diatur di dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Terkait dengan isu Social Development: Eradication of Poverty, Creation of

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Masalah difabel atau penyandang ketunaan merupakan satu masalah yang kompleks karena menyangkut berbagai aspek. Salah satu hal yang masih menjadi polemik adalah masalah layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama dibicarakan oleh para aktivis gerakan penyandang ketunaan di Indonesia, karena hal itu merupakan salah satu bentuk perlakuan diskriminasi yang utama terhadap para penyandang difabel. Anak difabel merupakan anakanak yang memiliki perbedaan baik secara mental maupun fisik kika dibandingkan dengan anak-anak lainnya. Pemerintah telah mengeluarkan UU No.4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat, pasal 12 mewajibkan lembaga-lembaga pendidikan umum menerima para difabel sebagai siswa, namun pada kenyataannya dalam pelaksanaannya berbagai tantangan timbul, sehingga masih banyak Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) tidak berkesempatan untuk memperoleh pendidikan yang menjadi hak mereka Hukum di Indonesia juga telah jelas mengatur mengenai pendidikan ABK yang dituangkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003. Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, baik yang memiliki kelainan fisik, 1

2 emosional, mental, intelektual atau sosial, berhak memperoleh pendidikan khusus. Namun pada kenyataannya dalam pelaksanaannya berbagai tantangan timbul, sehingga masih banyak ABK tidak berkesempatan untuk memperoleh pendidikan yang menjadi hak mereka. Menurut Direktur Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar (PPK-LK Dikdas) berdasarkan data terakhir, jumlah ABK dengan disabilitas di Indonesia pada 2011 diperkirakan sebanyak 356.192, sedangkan yang telah memperoleh layanan pendidikan pada 1.600-an SLB di Indonesia hanya sekitar 85.645 anak. (dikutip dari www.solopos.com yang diakses pada Kamis14 Agustusi 2015). Selama ini anak-anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel), sebenarnya oleh pemerintah telah disediakan fasilitas layanan pendidikan yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB), tapi secara tidak disadari sistem pendidikan SLB telah membangun tembok eksklusifisme bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus. Tembok eksklusifisme tersebut selama ini tidak disadari telah menghambat proses saling mengenal antara anak-anak difabel dengan anak-anak non-difabel. Akibatnya dalam interaksi sosial di masyarakat kelompok difabel menjadi komunitas yang teralienasi dari dinamika sosial di masyarakat. Masyarakat menjadi tidak akrab dengan kehidupan kelompok difabel. Sementara kelompok difabel sendiri merasa keberadaannya bukan menjadi bagian yang integral dari kehidupan masyarakat di sekitarnya.

3 Setelah pemerintah mengeluarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menekankan hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan sesuai dengan jenjang, jalur, satuan, bakat, minat, dan kemampuannya tanpa diskriminasi. Pemerintah kemudian menindaklanjuti dengan Keputusan Menteri No. 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa. Sekolah inklusi merupakan sekolah reguler yang mengkoordinasi dan mengintegrasikan siswa reguler dan siswa penyandang cacat atau anak berkebutuhan khusus dalam program yang sama, keuntungannya tidak hanya memenuhi hak anak maupun hak asasi manusia tetapi lebih penting lagi adalah untuk kesejahteraan anak. Hal ini dikarenakan pendidikan inklusi dimulai dengan merealisasikan perubahan pandangan pada masyarakat tentang penyandang cacat yang sering dikesampingkan atau diasingkan. Sehingga anak berkebutuhan khusus akan merasa lebih percaya diri, tenang dan bahagia. (dikutip dari sekolah-mandiri.sch.id yang diakses pada Kamis 7Januari 2016). Kota Surakarta merupakan salah satu kota yang telah melaksanakan sistem pendidikan inklusi sesuai dengan keputusan menteri No. 70 tahun 2009 melalui Perda Kota Surakarta Nomer 4 Tahun 2010 tentang pendidikan dan pelayanan khusus bagi ABK. Saat ini kota Surakarta sendiri, telah memiliki 28 sekolah inklusi. Pada pendidikan dasar telah ditetapkan 15 SD sebagai penyelenggara

4 program pendidikan inklusif, 7 sekolah untuk jenjang SMP, dan 6 sekolah untuk jenjang SMA dan SMK. Berikut daftar sekolah inklusi di surakarta Tabel 1.1 Daftar Sekolah Inklusi yang Ada di Kota Surakarta Tahun 2014 No. Jenjang Nama Sekolah Kecamatan 1. Sekolah Dasar SDN Pajang 1 Laweyan SDN Karangasem 1 Laweyan SD Al Islam 2 Laweyan SDN Kartodipuran Serengan SD Al Islam 1 Serengan SDN Carangan Pasar Kliwon SDN Wiropaten Pasar Kliwon SDN Harjodipuran Pasar Kliwon SDN Petoran Jebres SDN Mojosongo 1 Jebres SDN Manahan SDN Bromantakan SD Al Firdaus SDN Gebang SD Lazuardi Kamila 2. Sekolah Menengah Pertama SMPN 12 Laweyan SMPN 20 Jebres SMPN 22 Serengan SMPN 23 SMP Al Islam 1 Serengan SMP Islam Diponegoro Pasar Kliwon SMP Kanisius 1 Pasar Kliwon 3. Sekolah Menengah Atas dan Kejuruan SMAN 5 SMAN 8 Jebres SMA Muhammadiyah 6 SMKN 4 Laweyan SMKN 8 Jebres SMKN 9 Sumber: Data Disdikpora Surakarta

5 Kota Surakarta telah berhasil melaksanakan program pendidikan inklusi terbukti dengan, pada tahun 2013 telah ditunjuk sebagai kota pengembangan inkusi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) RI melalui Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar. Hal ini dimungkinkan karena Kota Surakarta memiliki akar sejarah yang sangat kuat tentang pendidikan untuk para difabel. Sebut saja pahlawan nasional dalam bidang rehabilitasi, yaitu Prof. Dr. Soeharso, adalah salah satu tokoh nasional dalam pendidikan ABK yang cukup fenomenal. Bahkan nama beliau akhirnya diabadikan mulai dari pendirian Yayasan Pendidikan Anak Cacat (YPAC), Rumah Sakit Ortopedi, Pusat Pengembangan dan Latihan Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat (PPRBM) dan lain sebagainya. Solo juga dikenal sebagai salah satu kota terlengkap dalam penyelenggaraan Sekolah Luar Biasa (SLB), mulai dari jenis A (tuna netra), B (tuna rungu), C (tuna grahita), D (tuna laras), dan E (tuna daksa), dengan jumlah tidak kurang 17 lembaga. (dikutip dari www.solokotainklusi.com yang diakses pada Kamis14 Agustusi 2015). Kota Surakarta kini juga telah memiliki gedung pusat autis, sebagai layanan pendidikan dan terapi bagi anak autis di Solo dan sekitarnya. Gedung yang berlokasi di Ngemplak Sutan, Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres itu, telah diresmikan Walikota Surakarta FX Hadi Rudyatmo bersama Kepala Sub Direktorat Program dan Evaluasi

6 Pendidikan Khusus-Layanan Khusus Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Selain itu salah satu yayasan pendidikan di kota Solo yaitu, Al Firdaus berhasil ditunjuk sebagai penyelenggara pendidikan inklusi terbaik tingkat nasional dalam ajang "Anugerah Pendidikan Inklusif 2012" yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) bekerjasama dengan Hellen Keller International (HKI). Sekolah tersebut dinilai berhasil memberikan pelayanan terbaik dalam memberikan pendidikan yang bermutu pada siswa berkebutuhan khusus (ABK) di Kota Solo dan sekitarnya. Penghargaan tersebut salah satunya karena sekolah Al Firdaus di segala jenjang menerima siswa berkebutuhan khusus tanpa menyeleksi secara akademis. Seluruh ABK yang mendaftar di sekolah tersebut diterima tanpa seleksi. Selain itu, Al Firdaus juga mendirikan Pusat Pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus. Sekolah juga menyediakan guru pendamping khusus yang menangani kebutuhan siswa istimewa tersebut. (dikutip dari www.tpp.alfirdausina.net yang diakses pada Kamis14 Agustusi 2015). Dalam pelaksanaan program pendidikan inklusi ini tentu saja harus didukung manajemen yang baik dari tim pengelola program pendidikan inklusi sehingga Kota Surakarta dapat memperoleh keberhasilan seperti yang ditelah diuraikan diatas. Manajemen merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan yang berupa proses pengelolaan usaha kerjasama sekelompok manusia yang tergabung

7 dalam organisasi pendidikan, untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya, agar efektif dan efisien (Nurhadi, 1983 : 2) Penelitian terdahulu, Harsi Nastiti, (2015) Implementasi Kebijakan Pendidikan Inklusi (Studi Implementasi Permendiknas No.70 Tahun 2009 Di SMP N 2 Mertoyudan Kabupaten Magelang) Kebijakan pendidikan inklusi yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusi bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa (Permendiknas No.70 Tahun 2009) telah dilaksanakan oleh SMP N 2 Mertoyudan Kabupaten Magelang sejak tahun 2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses implementasi berlangsung pada tiga tahap. Pertama, tahap pengorganisasian berupa penyiapan sumber daya berupa anggaran dan pembentukan pengelola inklusi. Kedua, tahap interpretasi, dilakukan upaya pemahaman kebijakan melalui sosialisasi berupa workshop atau rapat koordinasi. Lalu, tahap ketiga, yaitu tahap aplikasi dimulai dari assessment atau penerimaan peserta didik baru, penyesuaian kurikulum, penilaian dan model belajar, ketersediaan guru pembimbing khusus, pembiayaan dan penyediaan sarana prasarana, penentuan ujian dan kelulusan serta pembinaan atau pengawasan. Yazied Hussain Arrachim, (2012) Aksesibilitas bagi anak berkebutuhan khusus dalam lingkup pendidikan inklusi di sekolah dasar inklusi di kabupaten sragen tahun 2012 Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana kualitas aksesibilitas yang telah diperoleh anak

8 berkebutuhan khusus di sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sragen tahun 2012. Data hasil penelitian menunjukkan rata rata skor pengukur tingkat aksesibilitas yang diperoleh dari responden guru 3,35 (sedang) dan rata rata skor pengukur tingkat aksesibilitas dari responden siswa ABK 3,44 (Sedang), sehingga diperoleh skor rata rata total 3,39 (Sedang) sebagai nilai rata rata total yang diperoleh dari responden guru dan responden siswa ABK, yang menunjukkan bahwa aksesibilitas bagi anak berkebutuhan khusus dalam lingkup pendidikan inklusi di sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sragen tahun 2012 cukup aksesibel. Ifdlali, "Pendidikan Inklusi; Pendidikan Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus, artikel ini menjelaskan, bahwa untuk mengatasi semua permasalahan yang terdapat pada pendidikan inklusif menggunakan kurikulum sekolah regular yang dimodifikasi sesuai dengan tahap perkembangan anak berkebutuhan khusus, dengan mempertimbangkan karakteristik dan tingkat kecerdasannya. Tahapan memodifikasi kurikulum diantaranya: alokasi waktu, isi atau materi kurikulum, proses belajarmengajar, sarana prasarana, lingkungan belajar, dan pengelolaan kelas. Dengan memodifikasi kurikulum maka akan terwujudnya tatanan sosial yang inklusif, tanpa harus mensegmentasikan pendidikan. Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya karena pada penelitian sebelumnya mengkaji dari aspek implementasi kebijakan pendidikan inklusi dan aksesibilitas bagi anak berkebutuhan khusus dalam pendidikan inklusi, sedangkan penelitian ini penulis akan meneliti dari

9 aspek manajemen program pendidikan inklusi di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Surakarta. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian dengan judul MANAJEMEN PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSI DI DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KOTA SURAKARTA B. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang diatas dapat diambil suatu rumusan masalah yaitu Bagaimana Manajemen Program Pendidikan Inklusi di Disdikpora kota Surakarta? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui manajemen program pendidikan inklusi di Disdikpora kota Surakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Untuk memberikan informasi bagi pembaca yang ingin mengetahui lebih lanjut tentang Sekolah Inklusif. Sekaligus memberi gambaran bagaimana manajemen program pendidikan inklusi di Disdikpora Kota Surakarta. 2. Memberikan sumbangan pemikiran yang nantinya bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.