Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan KERAGAAN BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH IRIGASI DENGAN MENERAPKAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) DI KABUPATEN KLATEN PERFORMANCE OF SOME NEW VARIETY RICE FIELD IRRIGATION BY APPLYING INTEGRATED CROP MANAGEMEN IN KLATEN REGION Sri Minarsih, Bambang Prayudi dan Warsito Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Bukit Tegalepek Kotak Pos 101 Ungaran Email : sriminarsih95@gmail.com ABSTRACT To determine variability several new varieties irrigated rice in Klaten, adaptation tests were conducted on five new varieties (Inpari 10, Inpari 11, Inpari 14, Inpari 20 and Sidenuk) in five districts, namely: 1. Jogonalan districts in Sumyang Village 2. Karangnongko districts in Somokaton Village 3. South Klaten districts in Nglinggi village) 4. Karanganom districts in Jurangjero Village and 5. Delanggu districts in Bowan and Karang village at dry season 2012. Applied technology is the use of new varieties, the use of organic fertilizers, cropping systems legowo 4 : 1, 2-3 seeds/pits, the use of young seedlings <21 hss, and fertilization provided is 500 kg/ha petroganik, 300 kg/ha phonska and 250 kg/ha Urea. The parameters observed were plant height, number of tillers, panicle length, filled grains and the percentage of dry milled grain yield per hectare. The study showed that the average production Inpari 10 (6.64 t/ha dry grain harvest), Inpari 11 (7.37 t/ha dry grain harvest), Inpari 14 (7.01 t/ha dry grain harvest), Inpari 20 (7.07 t/ha dry grain harvest) and Sidenuk (7.13 t/ha dry grain harvest). All above mentioned varieties suitable to be developed in the district of Klaten. Keywords: Performance of, new varieties, PTT, Klaten PENDAHULUAN Program peningkatan produksi tanaman pangan di Kabupaten Klaten terus digalakkan, karena tanaman pangan (terutama padi) merupakan komoditas unggulan di kabupaten tersebut. Mengingat setiap tahun luas tanam khususnya padi semakin menurun (rata-rata 0,78 %), maka peningkatan produktivitas padi merupakan upaya yang mendapat perhatian serius. Demikian juga endemik hama wereng batang coklat yang setiap saat dapat berubah menjadi eksplosif memerlukan penanganan yang baik dan jitu. Produktivitas padi sawah di Kabupaten Klaten pada tahun 2011 mengalami penurunan dari tahun 2010 bahkan produksi pada tahun 2011 ini terendah di Jawa Tengah akibat serangan hama wereng coklat (WBC). Produktivitas pada tahun 2011 ini sebesar 43,19 ku/ha dengan tingkat produksi 206.204 ton dari luasan sawah seluas 47.694 ha (BPS Jateng, 2011). 582
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Juni, 2013 Upaya untuk meningkatkan produktivitas padi dan mengatasi gangguan OPT antara lain dilakukan melalui berbagai strategi, diantaranya melalui penerapan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) termasuk didalamnya penerapan padi varietas unggul baru dan pemupukan tepat berimbang. Pengelolaan tanaman terpadu merupakan suatu pendekatan inovatif dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani padi melalui perbaikan sistem/pendekatan dalam perakitan paket teknologi padi dengan mengintegrasikan komponen teknologi yang bersifat sinergis dan dilaksanakan secara partisipatif oleh petani. Pengelolaan tanaman terpadu merupakan pendekatan dalam pengelolaan lahan, air, tanaman, organisme pengganggu tanaman (OPT), dan iklim secara terpadu dan berkelanjutan dalam upaya peningkatan produktivitas, pendapatan petani dan kelestarian lingkungan (Badan Litbang Pertanian, 2007, 2009). Sejak tahun 1940an, Departemen Pertanian telah melepas 184 varietas unggul (sebagian besar dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian). Varietas-varietas unggul tersebut banyak yang belum dikembangkan, terbukti dari pertanaman padi yang hanya didominasi oleh 5-8 varietas (Las et al., 2004). Varietas merupakan salah satu komponen inovasi penting yang memiliki kontribusi besar dalam meningkatkan produksi dan produktivitas padi. Dengan banyaknya varietas unggul yang dilepas, dapat dijadikan alternatif pilihan bagi petani untuk memilih varietas yang akan ditanam sesuai dengan kondisi agroklimat setempat. Meski telah banyak varietas unggul yang dilepas tetapi belum banyak yang diketahui oleh masyarakat atau juga ada masyarakat yang sudah tahu tetapi ketika ingin menanamnya ternyata varietas tersebut belum beredar di pasaran. Hal ini berkaitan dengan kurang tersosialisasikannya varietas varietas tersebut dengan baik dan terbatasnya ketersediaan benih di pasaran. Untuk itu perlu digalakkan diseminasi varietas unggul baru antara lain melalui kegiatan demplot dan display dengan tujuan untuk memperkenalkan VUB, serta untuk mendapatkan VUB yang adaptif, produktif dan disukai oleh konsumen. Mempertimbangkan penurunan produktivitas tanaman padi, berkurangnya luas lahan pertanian dan mengatasi gangguan OPT yang terdapat di Kabupaten Klaten, maka telah dilakukan pengkajian keragaan beberapa varietas unggul baru dengan menerapkan teknologi PTT di Kabupaten Klaten. Tujuan dari pengkajian ini adalah untuk mengetahui keragaan lima VUB dan kemampuan beradaptasi dengan kondisi agroekosistem lahan sawah di Kabupaten Klaten. BAHAN DAN METODE Bahan pengkajian berupa varietas unggul baru padi sawah irigasi yaitu Inpari 10, Inpari 11, Inpari 14, Inpari 20, dan Sidenuk yang diujikan pada lahan sawah irigasi di enam unit percobaan pada lima kecamatan di Kabupaten Klaten yaitu di Desa Sumyang Kecamatan Jogonalan, Desa Somokaton Kecamatan Karangnongko, Desa 583
Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Nglinggi Kecamatan Klaten Selatan, Desa Jurangjero Kecamatan Karanganom dan Desa Bowan dan Desa Karang Kecamatan Delanggu. Setiap unit percobaan diujikan 3 varietas padi. Pengkajian dilaksanakan pada MK 2012 Budidaya tanaman dilaksanakan dengan menerapkan teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT). Teknologi yang diterapkan adalah penggunaan benih bermutu (Inpari 10, Inpari 11, Inpari 14, Inpari 20, dan Sidenuk), seed treatment dengan fipronil, penggunaan pupuk organic (Petroganik), system tanam jajar legowo 4 : 1, penggunaan bibit antara 2-3 per lubang, penggunaan bibit muda <21 hss, pemupukan sesuai Permentan No. 40/OT.140/4/2007, pengendalian hama sesuai PHT, penyiangan dengan gasrok, pengairan efektif dan efisien serta panen setelah 90% masak. Data keragaan agronomis dan komponen hasil produksi dianalisis secara deskriptis. HASIL DAN PEMBAHASAN Data keragaan tanaman padi Inpari 10, Inpari 11, Inpari 14, Inpari 20, dan Sidenuk berdasarkan deskripsi varietas disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Keragaan dan produksi tanaman padi Inpari 10, Inpari 11, Inpari 14, Inpari 20, dan Sidenuk pada pengkajian keragaan beberapa varietas unggul baru padi swah irigasi di Kabupaten Klaten tahun 2012 Tinggi tanaman (cm) Jml anakan produktif (batang) Bobot 1000 butir (gram) Produksi (ton/ha) GKG Panjang malai (cm) Persentase gabah isi (%) Inpari 10 92.09 12.65 27.78 6.64 24.06 84.17 Inpari 11 95.29 17.24 24.87 7.37 23.63 73.66 Inpari 14 85.64 14.19 25.66 7.01 23.06 82.41 Inpari 20 83.31 13.28 26.45 7.07 23.11 88.81 Sidenuk 86.81 16.35 25.13 7.13 23.58 83.45 Berdasarkan data pada Tabel 1, rata-rata tinggi tanaman dari yang tertinggi adalah Inpari 11 (95,29), Inpari 10 (92,09), Sidenuk (86,81), Inpari 14 (85,64) dan terendah Inpari 20 (83,31). Urutan ini sudah sesuai dengan yang tercantum pada deskripsi varietas padi sawah, namun jika dilihat dari capaian rata-rata tinggi tanaman dari setiap varietas lebih pendek jika dibandingkan dengan yang tercantum pada deskripsi varietas padi (Gambar 1). Tidak maksimalnya tinggi tanaman padi dimungkinkan oleh karena faktor lingkungan, Menurut Blum dalam Ernawati (2009) pertumbuhan tanaman yang lebih tinggi menunjukkan besarnya alokasi fotosintat terhadap pertumbuhan tanaman, selain itu juga dipengaruhi oleh suhu terhadap prosesproses fisiologi tumbuhan. Suhu yang baik bagi pertumbuhan tanaman adalah antara 22-37 0 C. Suhu yang lebih atau kurang dari batas normal dapat mengakibatkan pertumbuhan 584
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Juni, 2013 terhambat atau bahkan berhenti. Rata-rata suhu lingkungan tumbuh pada MK cenderung lebih tinggi dibandingkan suhu pada MH sehingga menyebabkan perbedaan pertumbuhan tanaman. Suhu yang optimum adalah suhu yang memberikan pertumbuhan tertinggi.. Gambar 1. Perbandingan tinggi tanaman yang dicapai dengan tinggi tanaman yang tercantum pada deskripsi varietas Rata-rata jumlah anakan produktif yang dicapai setiap varietas berbeda-beda (Tabel 1), berturut-turut dari yang tertinggi adalah Inpari 11 (17,24 batang), Sidenuk (16,35 batang), Inpari 14 (14,19 batang), Inpari 20 (13,28 batang) dan terendah Inpari 10 (12,65 batang). Sedangkan gambar 2 memperlihatkan bahwa rata-rata jumlah anakan produktif setiap varietas yang diujikan lebih rendah dibandingkan dengan yang tercantum pada deskripsi varietas kecuali varietas sidenuk mempunyai jumlah anakan produktif yang lebih banyak 0,06% dibandingkan pada deskripsi. Menurut Gardner dalam Husna (2010), jumlah anakan akan maksimal apabila tanaman memiliki sifat genetik yang baik dan ditambah dengan keadaan lingkungan yang menguntungkan atau sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Gambar 2. Perbandingan jumlah anakan produktif yang dicapai dengan jumlah anakan produktif yang tercantum pada deskripsi varietas Hasil pengamatan terhadap panjang malai bervariasi antara 24,06-23,06 cm. Panjang malai tertinggi dicapai oleh Inpari 10 (24,06 cm), kemudian berturut-turut 585
Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan adalah Inpari 11 (23,63 cm), Sidenuk (23,58cm), Inpari 20 (23,11 cm) dan yang terendah Inpari 14 (23,06 cm). Proses pembentukan malai sangat bergantung pada ketersediaan unsur hara dan ketersediaan air. Kekurangan unsur utama air akan berakibat pada panjang dan pendeknya malai. Semakin tercukupinya kebutuhan air, proses pembentukan malai semakin sempurna, sehingga peluang terbentuknya bulir gabah per malai akan semakin besar. Bulir gabah yang makin banyak diduga berpengaruh pada prediksi produksi hasil panen yang makin tinggi (Susanti et al., 2008). Persentase gabah isi tertinggi dicapai oleh Inpari 20 (88,81%) dan terendah Inpari 11 (73,66%). Jumlah gabah isi diduga dapat berpengaruh pada jumlah gabah hampa yang tinggi. Kehampaan gabah sangat dipengaruhi oleh faktor genetis dan non genetis (Abdullah et al., 2008). Keragaan produktivitas tanaman berturut-turut dari yang tertinggi adalah padi varietas Inpari 11(7,37 t GKG/ha), Sidenuk (7,13 t GKG/ha, Inpari 20 (7,07 t GKG/ha), Inpari 14 (7,01 t GKG/ha) dan terendah Inpari 10 (6,64 t GKG/ha). Walaupun persentase gabah isi dan bobot 1000 butir gabah padi Inpari 11 menunjukkan capaian yang terendah dibandingkan varietas lain, ternyata produktivitasnya paling tinggi. Hal ini dimungkinkan karena kalau dilihat pada rata-rata jumlah anakan produktif Inpari 11 menunjukkan capaian yang tertinggi. Gambar 3. Perbandingan produktivitas yang dicapai dengan rata-rata produksi pada deskripsi dan potensi produksi Gambar 3 menunjukkan bahwa walaupun capaian produktivitas belum bisa melampaui potensi yang tercantum pada deskripsi varietas, namun produktivitas setiap varietas sudah melebihi rata-rata produksi yang tercantum pada deskripsi. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa semua varietas mampu beradaptasi dengan baik di lahan sawah irigasi Kabupaten Klaten. KESIMPULAN 1. Untuk meningkatkan produksi padi di Kabupaten Klaten, varietas padi Inpari 10, inpari 11, Inpari 14, Inpari 20 dan Sidenuk dapat direkomendasikan untuk ditanam para petani. 586
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Juni, 2013 2. Keragaan produksi setiap varietas berturut-turut adalah Inpari 10 (6,64 ton GKG/ha), Inpari 11 (7,37 ton GKG/ha), Inpari 14 (7,01 ton GKG/ha) Inpari 20 (7,07 ton GKG/ha), dan Sidenuk (7,13 ton GKG/ha) DAFTAR PUSTAKA Abdullah, B., S. Tjokrowidjojo dan Sularjo, 2008. Perkembangan dan Prospek Perakitan Padi Tipe Baru di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 27(1) : 1-9. Badan Litbang Pertanian, 2007. Petunjuk Teknis Lapang. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi. Badan Penelitian dan Pengembangan. Jakarta Badan Litbang Pertanian, 2009. Pedoman Umum PTT Padi Sawah. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. Balai Besar Penelitian Padi, 2013. Deskripsi Varietas Padi. On line : http://bbpadi.litbang.deptan.go.id/index.php/in/varietas-padi-sawah/479- inpari-20.html. diakses 31 Mei 2013. BPS Jawa Tengah. 2011. Pertanian. http://jateng.bps.go.id diakses 31 Mei 2013 Ernawati. 2010. Evaluasi Varietas Unggul Baru Pada Pengkajian Budidaya Beberapa Varietas Padi Sawah di Lampung Tengah. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Padi 2009. Inovasi Teknologi Padi untuk Mempertahankan swasembada dan Mendorong Ekspor Beras. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Husna, Y. dan Ardian. 2010. Pengaruh Penggunaan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah (Oryza sativa L.) Varietas IR 42 dengan Metode SRI (System Of Rice Intensification). Jurnal SAGU Vol 9 No. 1 : 21-27. ISSN 1412-4424 Las. I, B. Suprihatno, A.A. Daradjat, Suwarno, B. Abdullah, dan Satoto.2004. Inovasi Teknologi Varietas Unggul Padi: Perkembangan, Arah, dan Strategi ke Depan. dalam Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. Hal 375-393 Susanti. Z., S. Abdulrachman, dan H.Sembiring. 2010. Kuantifikasi Respons Dua Tipe Padi Terhadap Pupuk Nitrogen,Fosfor, dan Kalium. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Padi 2009. Inovasi Teknologi Padi untuk Mempertahankan Swasembada dan Mendorong Ekspor Beras. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. 587