BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Bilangan bulat menurut Wikipedia bahasa (2012) adalah terdiri dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui generalisasi dan berfikir abstrak. Konsep merupakan prinsip dasar

Pi: Mathematics Education Journal 34

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIK. mempelajari pola dari struktur, perubahan dan ruang. Adjie (2006) mengatakan bahwa matematika adalah bahasa, sebab matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. A. Analisia Kesalahan. 1. Konsep

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD

BAB II KAJIAN TEORI Konsep

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. cukup menjadi alasan, sebab matematika selalu diajarkan di setiap jenjang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. didiknya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan berusaha secara terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan

BAB I PENDAHULUAN. kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu pemahaman siswa

44. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA)

BAB II ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL-SOAL SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL

BAB I PENDAHULUAN. yang paling sulit (Mulyono, 1999:25). Meskipun demikian, semua orang

STUDI KASUS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL LUAS PERMUKAAN DAN VOLUME BANGUN RUANG SISI DATAR DI SMP

BAB II KAJIAN TEORITIK. dapat memperjelas suatu pemahaman. Melalui komunikasi, ide-ide

Titi Solfitri 1, Yenita Roza 2. Program Studi Pendidikan Matematika ABSTRACT

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk mengembangkan cara berfikir. Sehingga matematika sangat diperlukan baik

BAB II KAJIAN TEORI. mengetahui derajat kualitas (Arifin, 2009). Sedangkan menurut. komponen, hubungan satu sama lain, dan fungsi masing-masing dalam

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

Tabel 3.1 Rincian kegiatan penelitian kegiatan Maret April Mei Juni Juli

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. A. Analisis. Analisis adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

A. PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Analisis menurut Komaruddin (1979) adalah kegiatan berpikir untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

51. Mata Pelajaran Matematika Kelompok Teknologi, Kesehatan dan Pertanian untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) A.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Benyamin S. Bloom (dalam Siti, 2008 : 9) siswa dikatakan memahami

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Representasi Matematis. solusi dari masalah yang sedang dihadapinya (NCTM, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. penyampaian informasi kepada orang lain. Komunikasi merupakan bagian. dalam matematika dan pendidikan matematika.

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi matematika (mathematical communication), penalaran. (mathematical problem solving), mengaitkan ide ide (connection), dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN MISSOURI MATHEMATICS PROJECT

50. Mata Pelajaran Matematika Kelompok Akuntansi dan Pertanian untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) A.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. Pendahuluan Siswa sangat lemah dalam geometri, khususnya dalam pemahaman ruang dan bentuk (Untung, 2008). Lemahnya pemahaman siswa tentang konsep

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masalah kehidupan sehari-hari. Matematika terdiri dari beberapa komponen yang. serta sifat penalaran matematika yang sistematis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tujuan pembelajaran matematika diantaranya adalah mengembangkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir

BAB II ANALISIS KESALAHAN DALAM MENYELESAIKAN SOAL STATISTIKA. duduk perkara dan sebagainya). Sedangkan menurut Atim (Wijaya dan

BAB II KAJIAN TEORI. lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat. rumusan kuntitatif, rumusan institusional, dan rumusan kualitatif.

BAB II KAJIAN TEORETIS. A. Kemampuan Pemahaman Matematis, Metode Pembelajaran Buzz. Group, Pembelajaran Konvensional, dan Sikap

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

, 2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

48. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

ANALISIS KESALAHAN MENGERJAKAN SOAL SISI TEGAK LIMAS SEGIEMPAT SISWA KELAS IX MTs NU SALAM TAHUN PELAJARAN 2013/2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

B. Tujuan Mata pelajaran Matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurvita Dewi Susilawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II._TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan salah satu bentuk keterampilan proses

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. siswa, pengajar, sarana prasarana, dan juga karena faktor lingkungan. Salah satu

TINJAUAN PUSTAKA. lebih luas dari pada itu, yakni mengalami. Hal ini sejalan dengan pernyataan

Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Matematika Bertipe Hots Berdasar Teori Newman

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah sesuatu yang sangat penting untuk dipelajari, karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Matematika secara umum didefinisikan sebagai bidang ilmu yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIK. Salah satu tujuan pelajaran matematika adalah agar siswa mampu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN. Tabel 4 Hasil Pekerjaan Siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

ABSTRAK PENDAHULUAN. Kata Kunci : analisis, kesalahan, newman, soal cerita, bilangan bulat.

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORITIS. tujuan kegiatan belajar adalah perubahan tingka laku, baik yang menyangkut pengetahuan,

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Guided Discovery (Penemuan Terbimbing) 1. Pengertian Pembelajaran Guided Discovery

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

09. Mata Pelajaran Matematika

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional) Pasal 37 menegaskan bahwa mata pelajaran matematika

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Konsep Hudoyo (1988) mengartikan konsep sebagai ide yang dibentuk dengan memandang sifat-sifat yang sama dari sekumpulan eksemplar yang cocok, sedangkan Berg (1991) menyatakan konsep adalah abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antara manusia dan yang memungkinkan manusia berfikir. Siswa harus membentuk konsep melalui pengalaman sebelumnya (prakonsepsi) diikuti latihan soal untuk memahami pengertian suatu konsep. Prakonsepsi adalah konsep awal yang dimiliki siswa tentang suatu objek yang akan digunakan untuk memahami konsep selanjutnya. Kilpatrick dan Findell (2001) menyebutkan bahwa pemahaman konsep merupakan salah satu dari lima kecakapan matematika yang berarti kemampuan siswa dalam penguasan konsep, operasi dan relasi secara menyeluruh. Berikut adalah indikator konsep, yaitu: kemampuan menyatakan ulang konsep yang telah dipelajari, kemampuan mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi atas tidaknya persyaratan yang membentuk konsep tersebut, kemampuan menerapkan konsep secara algoritma, kemampuan memberikan contoh dan counter example dari konsep yang telah dipelajari, kemampuan menyajikan konsep dalam berbagai macam bentuk representasi matematika, kemampuan mengaitkan berbagai konsep (internal dan eksternal matematika), kemampuan mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep. Purwanto (2004) mengungkapkan bahwa pemahaman konsep adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu memahami konsep, situasi, dan fakta yang diketahui, serta dapat menjelaskan dengan kata-kata sendiri sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya, dengan tidak mengubah artinya. Suyitno (2004) mendefinisikan konsep yang dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan bentuknya, yaitu : konsep klasifikasional, konsep korelasional, dan konsep teoritik. Konsep klasifikasional yaitu bentuk konsep yang didasarkan pada klasifikasi fakta-fakta ke dalam bagan-bagan yang terorganisir untuk menerangkan suatu obyek atau gejala. Konsep kolerasional yaitu konsep yang dibentuk dari kejadian-kejadian khusus 4

yang saling berhubungan atau observasi yang terdiri dari dugaan. Konsep ini terdiri dari suatu dimensi yang menyatakan adanya hubungan antara dua variabel yang dirumuskan dengan jika dan maka. Konsep Teoritik yaitu konsep yang mempermudah penjelasan terhadap fakta atau kejadian-kejadian dalam sistem yang terorganisir. Proses ini menyangkut proses pengembangan mulai dari yang diketahui sampai yang belum diketahui. Penelitian ini mengacu pada pendapat Wayan (2000) yang mendefinisikan konsep sebagai suatu ide atau gagasan yang digeneralisasi dari pengalaman manusia dengan beberapa peristiwa benda dan fakta. 2. Konsepsi Pemahaman konsep dalam matematika tidak semua mempunyai tafsiran dan pemahaman yang sama. Menurut Berg (1991), konsepsi adalah tafsiran perorangan dari suatu konsep ilmu. Menurut Adelyna (2007), dalam penelitian tentang konsepsi anak mengenai berbagai objek dan peristiwa menunjukan ciri umum pemahaman anak, antara lain sebagai berikut: pemikiran anak bersifat personal, setiap anak mempunyai konsepsi tentang berbagai hal secara berbeda. Semua itu bergantung pada pengalaman dan pembentuk pengetahuan berdasarkan corak pengiriman yang dipunyai oleh anak tersebut. Setiap anak mengadakan pengabstrakan yang dipunyai, namun perlu disadari meskipun pemikiran anak bersifat personal tidak berarti bahwa pemikiraan itu tidak dipunyai oleh orang lain. Ide-ide dari anak tampak tidak koheren, anak-anak seringkali mempunyai beberapa konsepsi yang berbeda tentang suatu hal/ gejala tertentu. Konsepsi yang berbeda-beda itu digunakan untuk menjelaskan/ meramalkan dalam konteks berbeda-beda pola. Seringkali konsepsi yang berbeda-beda itu membawa pertentangan bila dipandang dari kacamata orang dewasa. Tentu saja tidak harus mengapa seringkali terjadi pertanyaan yang berbeda dari anak yang berbeda untuk suatu fenomena yang sama. Ide anak bersifat stabil, seringkali dijumpai bahwa sekalipun anak telah mengikuti palajaran dari guru, pemikiran anak tidak berubah (bersifat stabil), meskipun pengajar telah mencoba untuk mengubahnya. Hal ini dikarenakan corak pemikiran yang dipunyai anak 5

tersebut begitu kuat, sehingga banyak konteks akan diasimilasikan secara sama. Pemikiran anak banyak didominasi oleh persepsi, berdasarkan pemikiran anak didominasi oleh hal yang teramati secara langsung berdasarkan pengalaman yang dilihatnya. Pusat perhatian anak terbatas, dalam banyak kasus para siswa hanya memperhatikan aspekaspek tertentu saja dari suatu peristiwa. Penelitian ini mengacu pada pendapat Handjojo (2004) yang mengartikan konsepsi sebagai suatu konsep yang dimiliki seseorang melalui penalaran, ilustrasi, budaya, pengalaman hidup atau yang lainnya. Pada umumnya tafsiran perorangan terhadap suatu konsep tertentu dalam kerangka pengetahuan yang sudah ada dalam pikirannya dan setiap konsep baru didapatkan dan diproses dengan konsep-konsep yang telah dimiliki. 3. Miskonsepsi Menurut Berg (1991), siswa memiliki konsepsi yang berbeda-beda. Beberapa diantara siswa tersebut ada yang memiliki konsepsi yang berbeda dengan konsepsi ilmuwan, konsepsi ilmuwan biasanya lebih kompleks, lebih rumit, dan lebih banyak melibatkan keterkaitan antar konsep, jika konsepsi siswa ternyata sama dengan konsepsi ilmuwan yang telah disederhanakan maka konsepsi siswa tersebut tidak dikatakan salah, sedangkan bila konsepsi siswa bertentangan dengan konsep ilmuwan yang telah disederhanakan maka siswa tersebut dikatakan mengalami kesalahan konsepsi atau miskonsepsi. Penyebab dari resistennya sebuah miskonsepsi karena setiap orang membangun pengetahuan persis dengan pengalamannya. Sekali kita telah membangun pengetahuan, maka tidak mudah untuk memberi tahu bahwa hal tersebut salah dengan jalan hanya memberi tahu untuk mengubah miskonsepsi itu. Menurut Suhadi (1996) memuat bahwa hal-hal yang menyebabkan terjadinya miskonsepsi yaitu: sulitnya untuk ditinggalkan pemahaman siswa yang telah ada sebelumnya atau prakonsepsi (terutama yang salah) yang mungkin diperoleh dari proses belajar terdahulu, kurang tepatnya aplikasi konsep-konsep yang telah dipelajari, penggunaan alat peraga yang tidak mewakili secara tepat konsep-konsep yang digambarkan, ketidakstabilan guru dalam menampilkan aspek-aspek esensial dari konsep-konsep yang bersangkutan. Ketidaktepatan guru 6

dalam pemakaian istilah, dan ketidakstabilan dalam menghubungkan suatu konsep dengan konsep yang lain pada saat atau situasi yang tepat. Penyebab lain yang menjadi sumber miskonsepsi menurut Mujadi (2002) adalah: anak cenderung melihat suatu benda atau peristiwa dari sudut pandang dirinya sendiri, pengalaman anak dari lingkungan terbatas dan cenderung tidak mempunyai kesempatan untuk melihat secara langsung suatu peristiwa melalui demonstrasi, dan anak cenderung memahami suatu peristiwa secara parsial dan tidak mengaitkan satu bagian dengan bagian lainnya. Indraswari (2005) menyatakan bahwa miskonsepsi yang dialami para siswa bisa diperoleh melalui proses pembelajaran pada jenjang sebelumnya, namun penyebab utama timbulnya miskonsepsi adalah karena setiap orang membangun pengetahuan mereka persis dengan pengalamannya serta tidak mengetahui konsep yang sebenarnya. Miskonsepsi didefinisikan sebagai konsepsi siswa yang tidak cocok dengan konsepsi para ahli, hanya dapat diterima dalam kasus-kasus tertentu dan tidak berlaku untuk kasus-kasus lainnya serta tidak dapat digeneralisasi. Konsepsi tersebut pada umumnya dibangun berdasarkan akal sehat (common sense) atau dibangun secara intuitif dalam upaya memberi makna terhadap dunia pengalaman mereka sehari-hari dan hanya merupakan eksplanasi pragmatis terhadap dunia realita. Sedangkan penganut konstruktivis menyebut miskonsepsi dengan konsep alternatif. Mereka beranggapan suatu konsep dibentuk oleh masing-masing individu siswa adalah wajar bila mereka memiliki konsep yang berbeda, dan konsep tersebut layak untuk dihargai (Suparno, 2005). 4. Analisis Kesalahan dan Tipe-Tipe Kesalahan Banyak pandangan yang menggolongkan kesalahan berdasarkan tipenya. Berikut ini adalah pengertian analisis kesalahan dan tipe-tipe kesalahan menurut para ahli. Analisis menurut Komaruddin (2001) adalah kegiatan berfikir untuk menguraikan suatu keseluruhan menjadi komponen, atau hubungannya satu sama lain dan fungsi masing-masing dalam satu keseluruhan yang terpadu. Sukirman (2005) menyatakan kesalahan adalah penyimpangan dari hal yang sifatnya sistematis, konsisten maupun insidental pada daerah tertentu. Kesalahan yang sifatnya insidental 7

tidak merupakan akibat dari rendahnya tingkat penguasaan materi pelajaran. Menurut Hufeisen dan Neuner (1994) analisis kesalahan adalah sebuah tindakan yang berasal dari tingkatan yang berbeda untuk mengidentifikasi, mengklasifikasi, menjelaskan, mengoreksi, serta menilai, mengobati, dan melakukan pencegahan dari kesalahan, sedangkan menurut Parera (1997) analisis kesalahan adalah kajian mengenai kesalahan yang terjadi pada proses pembelajaran. Menurut Soedjadi (2004), dari kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh siswa dapat diklasifikasikan beberapa bentuk kesalahan, diantaranya: kesalahan prosedur (prosedur pekerjaan), kesalahan dalam mengorganisasikan data, kesalahan mengurutkan, mengelompokkan, dan menyajikan data, kesalahan dalam pemanfaatan simbol, tabel dan grafik yang memuat suatu informasi, kesalahan dalam melakukan manipulasi secara matematis, kesalahan dalam membuat kalimat atau model matematika. Sriati (1994) menyatakan bahwa kesalahan siswa dalam mengerjakan soal matematika adalah: kesalahan terjemahan adalah kesalahan mengubah informasi ke ungkapan matematika atau kesalahan dalam memberi makna suatu ungkapan matematika, kesalahan konsep adalah kesalahan memahami gagasan abstrak, kesalahan strategi adalah kesalahan yang terjadi jika siswa memilih jalan yang tidak tepat yang mengarah ke jalan buntu, kesalahan sistematik adalah kesalahan yang berkenaan dengan pemilihan yang salah atas teknik ekstrapolasi, kesalahan tanda adalah kesalahan dalam memberikan atau menulis tanda atau notasi matematika, kesalahan hitung adalah kesalahan menghitung dalam operasi matematika. Menurut Clement (1980), adapun kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa dapat dikelompokkan menjadi 5 yang meliputi : Reading errors yaitu kesalahan membaca soal, Reading comprehension difficulty yaitu kesalahan memahami makna soal, Transform errors yaitu kesalahan transformasi, Weakness in process skill yaitu kelemahan perhitungan atau komputasi, dan Encoding errors yaitu kesalahan penyimpulan. Watson (Letuna, 2007) menyatakan tipe-tipe kesalahan terbagi atas 8 tipe yaitu: Inappropriate data adalah data yang tidak tepat, Inappropriate prosedur adalah prosedur yang tidak tepat, omitted data adalah data hilang, omitted kesimpulan adalah kesimpulan yang hilang, response level konflik adalah konflik level respon, undered manipulation 8

adalah manipulasi tidak langsung, skill hierarchy problem adalah masalah hierarki keterampilan, dan other adalah kesalahan selain kesalahan yang disebutkan. Menurut Subanji dan Mulyoto (Kristinatali, 2010) tipe-tipe kesalahan umum yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal matematika antara lain: kesalahan konsep yaitu kesalahan menentukan teorema dan penggunaan teorema, kesalahan dalam menggunakan data yaitu tidak menggunakan data yang seharusnya dipakai, kesalahan dalam memasukan data ke variabel, dan menambahkan data yang seharusnya tidak dipakai, kesalahan interpretasi bahasa yaitu kesalahan menyatakan bahasa sehari-hari ke dalam bahasa matematika, dan kesalahan menginterpretasikan simbol, grafik, dan tabel ke dalam bahasa matematika, kesalahan teknis yaitu kesalahan perhitungan dan kesalahan memanipulasikan operasi aljabar, kesalahan penarikan kesimpulan yaitu kesalahan dalam melakukan penyimpulan tanpa alasan pendukung yang tepat dan kesalahan karena penyimpulan tidak sesuai dengan penalaran logis. Tipe-tipe kesalahan dibagi ke dalam indikator agar penggolongan kesalahan lebih spesifik. Tabel Tipe Kesalahan Berdasarkan Indikator menurut Subanji dan Mulyoto (Kristinatali, 2010) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Tipe Kesalahan Berdasarkan Indikator No Tipe Kesalahan Indikator 1 Kesalahan Konsep Kesalahan menentukan teorema/ rumus untuk menjawab suatu masalah 2 Kesalahan dalam Menggunakan Data 3 Kesalahan Interpretasi Bahasa Tidak menggunakan data yang seharusnya dipakai. Kesalahan memasukkan data ke variabel Kesalahan dalam menyatakan bahasa sehari-hari dalam bahasa matematika Kesalahan menginterpretasikan simbol, grafik, dan tabel ke dalam bahasa Matematika 4 Kesalahan Teknis Kesalahan perhitungan 5 Kesalahan Penarikan Kesimpulan Melakukan penyimpulan tanpa alasan pendukung yang benar/ tidak sesuai dengan penalaran logis 9

Penelitian ini mengacu pada pendapat Subanji dan Mulyoto (Kristinatali, 2010), dimana pengklasifikasian kesalahan berdasarkan indikatornya. Pengklasifikasian tipe-tipe kesalahan jawaban siswa dalam penelitian ini berdasarkan Pedoman Pengklasifikasian Kesalahan pada Materi Operasi Hitung Matriks, dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Pedoman Pengklasifikasian Kesalahan pada Materi Operasi Hitung Matriks No Indikator kesalahan Kesalahan yang dilakukan Siswa 1 Kesalahan menentukan teorema/ rumus untuk menjawab suatu masalah Kesalahan dalam menentukan dan menggunakan rumus terkait dengan penjumlahan, pengurangan, atau perkalian matriks. 2 Tidak menggunakan data yang seharusnya dipakai. Kesalahan memasukkan data ke variabel 3 Kesalahan dalam menyatakan bahasa seharihari dalam bahasa matematika Kesalahan menyatakan simbol, grafik, dan tabel ke dalam bahasa matematika. 10 Kesalahan dalam menggunakan data terkait dengan soal operasi hitung matriks. Kesalahan dalam mensubstitusikan data ke dalam variabel pada soal operasi hitung matriks. Kesalahan dalam menyatakan suatu bentuk permasalahan soal cerita ke dalam bentuk matriks. Keesalahan dalam menyatakan suatu bentuk simbol, grafik, atau tabel ke dalam bentuk tabel. 4 Kesalahan perhitungan Kesalahan dalam melakukan perhitungan pada operasi hitung matriks. 5 Melakukan penyimpulan tanpa alasan pendukung yang benar Kesalahan dalam melakukan penyimpulan yang tidak sesuai dengan alasan pendukung yang benar/ tidak sesuai penalaran logis B. Penelitian yang Relevan Penelitian ini didukung dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait dengan penelitian tentang analisis kesalahan. Penelitian yang dilakukan oleh Riyan Budi Saputro dalam skripsinya yang berjudul Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita Persamaan Linier Satu Variabel Kelas VII C SMP Negeri 2 Tuntang Semester II Tahun

Ajaran 2010/ 2011, dari hasil penelitiannya ditemukan bahwa besar Reading Errors yang dilakukan siswa 3,44%, besar Reading Comprehension Difficulty yang dilakukan siswa 6,9%, besar Transform Errors yang dilakukan siswa 25,86 %, besar Weakness In Process Skill yang dilakukan siswa 32.76% dan besar Encoding Errors yang dilakukan siswa 31,04%. Weakness In Process Skill merupakan kesalahan yang paling banyak dilakukan siswa. Hal ini berarti bahwa pemahaman konsep dasar siswa masih kurang. Penelitian yang dilakukan oleh Anis Sunarsi dengan judul Analisis Kesalahan dalam Menyelesaikan Soal Pada Materi Luas Permukaan Serta Volume Prisma dan Limas Pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 2 Kranganyar Tahun Ajaran 2008/ 2009, dari hasil analisis menunjukan bahwa kesalahan- kesalahan siswa meliputi: kesalahan dalam menerima informasi, kesalahan yang berhubungan dengan konsep prisma dan limas, kesalahan dalam menghitung, kesalahan yang berhubungan dengan materi prasyarat. Penyebab terjadinya kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal-soal tentang luas permukaan serta volume prisma dan limas adalah: siswa tidak teliti dalam membaca soal, siswa tidak paham tentang konsep luas permukaan limas, siswa tidak teliti dalam menghitung dan memasukkan angka ke dalam rumus. Penelitian yang dilakukan Erni Yunita Letuna dengan judul Analisis Kesalahan menurut Klasifikasi Watson Pada Siswa dalam Mengerjakan Soalsoal Bentuk Akar. Hasil penelitiannya adalah jenis kesalahan menurut klasifikasi Watson yang paling banyak muncul pada siswa saat siswa mengerjakan soal-soal bentuk akar adalah jenis kesalahan underet manipulation dengan besar prosentase 38% dimana banyak siswa yang merespon soal tersebut dengan benar namun karena kecerobohan siswa dalam mengerjakan soal sehingga cara yang digunakan tidak logis. 11

C. Peta Konsep Keluasan materi matriks khususnya operasi hitung matriks diteliti dan disajikan dengan Peta konsep pada Bagan 1: Matrik Pengertian Matriks Ordo Kesamaan Matriks Matriks Tranpose Operasi Hitung Matriks Determinan dan Invers Matriks Penjumlahan Matriks Pengurangan Matriks Perkalian Matriks Determinan Invers Matriks Penerapan Matriks Bagan 1 Peta Konsep D. Kerangka Berpikir Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada Bagan 2. Padatnya Kurikulum Proses Pembelajaran yang konvensional Guru memberikan tes Ditemukan banyak siswa melakukan kesalahan Siswa tidak memahami makna apa yang dipelajari Hal yang menjadi penyebab disebaliknya Bagan 2 Kerangka Berpikir 12