BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laboratorium sebagai sarana pengujian suatu produk khususnya pengujian produk pelumas sangatlah penting keberadaanya untuk menjamin mutu hasil pengujian serta melayani jasa pengujian. Sebagai contoh nyata saat ini adalah laboratorium pelumas yang mengalami peningkatan akibat banyaknya pelumas yang beredar di Indonesia saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Jakarta, jumlah produksi pelumas otomotif tahun 2012 mengalami peningkatan cukup besar dibandingkan tahun sebelumnya dari 119 juta barel menjadi 122 juta barel tiap tahunnya atau mengalami pertumbuhan hingga 10%, dikarenakan semakin meningkatnya pengguna kendaraan (otomotif), sedangkan produksi pelumas industri mengalami pertumbuhan yang naik turun didasarkan pada perkembangan sektor industri di Indonesia, yang dapat dilihat pada Gambar 1.1. Gambar 1.1 Data Produksi Pelumas 2008-2012 (Sumber : Badan Pusat Statistik Jakarta, 2013) 1
Walaupun terjadi pertumbuhan jumlah produksi pelumas, maka tidak secara langsung dapat mencukupi kebutuhan pelumas di dalam negeri, kenyataannya saat ini Indonesia masih banyak menerima impor pelumas, yang dapat dilihat pada Gambar 1.2. Gambar 1.2 Data Impor Pelumas 2010-2014 (Sumber : Kementerian Perindustrian, 2014) Namun, dengan jumlah impor pelumas yang semakin banyak maka harus diimbangi dengan peningkatan kualitas produk pelumas itu sendiri. Menurut penelitian yang dilakukan Ulfiati (2010), diperlukan pengontrolan kualitas produk dan pemantauan (monitoring) produk secara periodik, untuk mengetahui konsistensi kualitas produk, apakah masih sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka hal utama yang harus dilakukan adalah setiap industri harus mempunyai bagian pengendalian mutu diantaranya berupa laboratorium pengendalian mutu (Quality Control Laboratory), terlebih laboratorium tersebut telah mendapat pengakuan akreditasi berdasarkan ISO/IEC 17025 oleh suatu lembaga akreditasi, seperti Komite Akreditasi Nasional (KAN) bila di Indonesia. Gambar 1.3 Jumlah Laboratorium Pelumas Terakreditasi 2007-2013 2
Berdasarkan Gambar 1.3, menunjukkan bahwa jumlah laboratorium yang terakreditasi dan diakui hasil pengujiannya memang masih cukup sedikit. Hingga tahun 2015, hanya terdapat 11 laboratorium terakreditasi untuk pengujian pelumas baik laboratorium pemerintah maupun swasta yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Dengan jumlah laboratorium yang belum seimbang dengan jumlah impor, maupun jumlah pelumas yang diproduksi di Indonesia akan berdampak pada sulitnya untuk melakukan pengendalian kualitas produk pelumas. Terlebih, bila pengujian produk tidak menggunakan laboratorium yang terakreditasi. Gambar 1.4 Data Pengujian Pelumas Berdasarkan Gambar 1.4, terlihat bahwa sebanyak 7792 pelumas yang diuji oleh 11 laboratorim terakreditasi, hasilnya mengindikasikan bahwa kurang lebih 35 % atau sebanyak 2465 adalah merupakan produk gagal (tidak lolos uji) dari keseluruhan total pelumas yang diuji. Gambar 1.5 Hasil Pengujian Pelumas 3
Pada Gambar 1.5, terlihat permasalahan yaitu adanya perbedaaan hasil yang diperoleh, padahal laboratorium telah melakukan proses pengujian dengan metode yang sama. Oleh sebab itu, maka perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai perbaikan proses bisnis yang dilakukan oleh laboratorium sebagai upaya rekomendasi perbaikan atau peningkatan secara berkelanjutan terutama pada proses pengujian agar permasalahan yang timbul tidak terjadi kembali. Permasalahan tersebut terkait dengan proses bisnis yang dijalankan oleh laboratorium, yaitu terkait pada aktivitas pencatatan pelaksanaan kerja yang belum tepat serta pelaksanaan proses bisnis yang belum efektif dan efisien sehingga hasil pengujian yang diperoleh belum tercapai dan belum sesuai berdasarkan persyaratan metode yang ditetapkan serta berdampak pada kualitas pelumas yang dihasilkan oleh suatu perusahaan sehingga dapat merugikan pelanggan. Perbaikan proses bisnis pada laboratorium tidak hanya dapat mengidentifikasi kegiatan proses yang tidak bernilai tambah, tetapi juga dapat menyelaraskan dengan visi, misi dan sasaran mutu perusahaan nantinya. Hal ini sebagaimana yang juga ditunjukkan pada jurnal penelitian sebelumnya yang membahas mengenai peningkatan bisnis proses yaitu oleh Rachmawati et al. (2015) mengenai peningkatan proses bisnis dengan Real Value Added (RVA) dan Bussines Value Added (BVA) sehingga hasil dapat ditingkatkan metode peningkatan proses bisnis dan Botha et al. (2010) mengenai usulan perbaikan proses bisnis berdasarkan pengalaman pelanggan, serta penelitian yang dilakukan oleh Zagloel et al, (2009) tentang peningkatan proses bisnis menggunakan metode model-based and integrated process improvement (MIPI). 1.2 Perumusan Masalah Rumusan masalah dari fenomena di atas adalah Bagaimana perbaikan proses bisnis pengujian laboratorium pelumas yang harus dilakukan untuk mengatasi hasil pengujian yang berbeda?. 4
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi dan memperbaiki proses pengujian khususnya pengujian pelumas dalam rangka untuk mengendalikan atau menjamin mutu hasil pengujian pelumas agar tidak terjadi hasil pengujian yang berbeda pada laboratorium-labotorium pengujian, serta menentukan perbaikan yang diperlukan. Sedangkan manfaat penelitian ini dapat diharapkan : 1. Bagi perusahaan atau organisasi Sebagai bahan evaluasi atau pengendalian kualitas terhadap produk pelumas 2. Bagi keilmuan teknik industri Sebagai tambahan pengetahuan bagi kajian dalam pengembangan atau perbaikan pada proses pengujian suatu laboratorium 1.4 Asumsi & Pembatasan Masalah Untuk mencegah meluasnya permasalahan yang ada dan agar lebih terarah, maka : 1. Diasumsikan proses pengujian dan metode yang dilakukan oleh seluruh laboratorium uji adalah sama. 2. Penelitian ini dibatasi hingga proses mencari penyebab masalah dan usaha perbaikan terutama bagi perbaikan dan pengembangan (peningkatan) proses pengujian 5