BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
Simarmata Jurnal OE, Volume VI, Maret No. 1, 2014

BAB I PENDAHULUAN. yang diproduksi dan terjual di Indonesia masih tetap mengalami trend peningkatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan, penjaminan kualitas memiliki peranan yang penting dan strategis dalam

SURAT KEPUTUSAN REKTOR INSTITUT TEKNOLOGI DEL No.082/ITDel/Rek/SK/SDM/XI/14. Tentang UNIT KERJA SISTEM PENJAMINAN MUTU INSTITUT TEKNOLOGI DEL

2016, No terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang

3. kinerja dan efektivitas sistem manajemen mutu; 4. perencanaan telah berhasil dilaksanakan;

I.1 Latar Belakang Perusahaan petikemas di dalam menjalankan usahanya mempunyai tujuan untuk mengeliminasi inefisiensi atau pemborosan.

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 205/Kpts/OT.210/3/2003 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Persaingan yang semakin kuat membuat setiap perusahaan salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Ditengah persaingan yang semakin kompetitif dalam dunia perdagangan,

AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN BERDASARKAN AKTIVITAS DAN STRATEGI

BAB I PENDAHULUAN. namun juga karena kualitas yang lebih baik (Gisella H.G Bella, 2010)

, No.1781 Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4, Tambaha

PROFIL KANTOR PENJAMINAN MUTU (KPM) UNIVERSITAS PAKUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Saat ini sektor industri mempunyai peran yang sangat penting di dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat

, No.1780 Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4, Tambaha

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Langkah-Langkah Penelitian

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : TAHUN 2007 TENTANG BAKU TINGKAT KEBISINGAN KENDARAAN BERMOTOR TIPE BARU

K E B I J A K A N S I S T E M P E N J A M I N M U T U I N T E R N A L S T I K E S H A R A P A N I B U J A M B I

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4, Tambahan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Peraturan Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi tentang Penetapan Rencana Strategis Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. diperkenalkannya pendekatan penganggaran berbasis kinerja (performance. based budgeting) dalam penyusunan anggaran pemerintah.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Keduduka

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Deskripsi PT Proxsis Manajemen Internasional

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. konsultasi, pelatihan, penilaian independen dan outsourcing untuk perbaikan

PENGEMBANGAN PERFORMANCE DASHBOARD UNTUK MEMBANTU EVALUASI PENGUJIAN BAHAN DAN BARANG. Aneke Rintiasti 1), Ahmad Affandi 2) Mahendrawathi ER 3)

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perusahaan untuk mempertahankan keadaan going concern atau suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 75 TAHUN 2004 TENTANG ORGANISASI DAN TATA LAKSANA PUSAT PRODUKSI BERSIH NASIONAL

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Program Studi Teknik Industri, Fakultas Rekayasa Industri, Telkom University 1

2017, No Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 ten

BAB I PENDAHULUAN I.1

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

SURAT KEPUTUSAN REKTOR INSTITUT TEKNOLOGI DEL No. 011/ITDel/Rek/SK/I/18. Tentang SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL INSTITUT TEKNOLOGI DEL

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN IMMI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Seiring dengan berkembangnya teknologi informasi sekarang ini,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pe

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai landasan penyusunan Rencana Strategis Bagian Perlengkapan Setda Kota Semarang, adalah :

Bab I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM LABORATORIUM. Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor (LT-IPB Bogor) dibentuk

PIAGAM AUDIT INTERNAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar1.1

2014, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Nega

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB. I PENDAHULUAN. perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Tidak ada yang menyangkal bahwa kualitas menjadi karakteristik utama

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

1.1 Latar Belakang.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mampu menghasilkan barang atau jasa yang memiliki kandungan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mengingat akan terus berkembangnya kebutuhan hidup dan berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. satu yang dapat dilakukan perusahaan agar mampu bersaing adalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. bulan sepanjang semester I tahun kuatnya penetrasi motor hasil produksi PT. XYZ di setiap segmen.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kunci yang membawa keberhasilan bisnis, pertumbuhan dan peningkatan posisi

BAB I PENDAHULUAN. ketatnya persaingan antar kompetitor membuat perguruan tinggi terus

Rencana Kinerja Tahunan 2013 i KATA PENGANTAR

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4, Tambahan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No b. bahwa berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu mengatur kembali penunjukan Lembaga Penilaian Kesesuaian

Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun Tentang : Standardisasi Nasional

2013, No

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG. PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) KALSIUM KARBIDA (CaC 2 ) SECARA WAJIB

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 40/M-IND/PER/6/2008 TENTANG

PETUNJUK TEKNIS I. KETENTUAN UMUM

BAB V KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS RPJMD KABUPATEN BANYUASIN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan erat dengan kepuasan pelanggan, dan akhirnya, mempengaruhi kesuksesan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN. Helm. Roda Dua. Standar. Nasional

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III PROFIL PERUSAHAAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 56/Menhut-II/2007 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN TELUR ULAT SUTERA MENTERI KEHUTANAN,

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 92 TAHUN 2016 TENTANG

MANUAL MUTU SPMI (MANUAL MUTU = QUALITY MANUAL) Disampaikan oleh: Dr. Eming Sudiana, M.Si.

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laboratorium sebagai sarana pengujian suatu produk khususnya pengujian produk pelumas sangatlah penting keberadaanya untuk menjamin mutu hasil pengujian serta melayani jasa pengujian. Sebagai contoh nyata saat ini adalah laboratorium pelumas yang mengalami peningkatan akibat banyaknya pelumas yang beredar di Indonesia saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Jakarta, jumlah produksi pelumas otomotif tahun 2012 mengalami peningkatan cukup besar dibandingkan tahun sebelumnya dari 119 juta barel menjadi 122 juta barel tiap tahunnya atau mengalami pertumbuhan hingga 10%, dikarenakan semakin meningkatnya pengguna kendaraan (otomotif), sedangkan produksi pelumas industri mengalami pertumbuhan yang naik turun didasarkan pada perkembangan sektor industri di Indonesia, yang dapat dilihat pada Gambar 1.1. Gambar 1.1 Data Produksi Pelumas 2008-2012 (Sumber : Badan Pusat Statistik Jakarta, 2013) 1

Walaupun terjadi pertumbuhan jumlah produksi pelumas, maka tidak secara langsung dapat mencukupi kebutuhan pelumas di dalam negeri, kenyataannya saat ini Indonesia masih banyak menerima impor pelumas, yang dapat dilihat pada Gambar 1.2. Gambar 1.2 Data Impor Pelumas 2010-2014 (Sumber : Kementerian Perindustrian, 2014) Namun, dengan jumlah impor pelumas yang semakin banyak maka harus diimbangi dengan peningkatan kualitas produk pelumas itu sendiri. Menurut penelitian yang dilakukan Ulfiati (2010), diperlukan pengontrolan kualitas produk dan pemantauan (monitoring) produk secara periodik, untuk mengetahui konsistensi kualitas produk, apakah masih sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka hal utama yang harus dilakukan adalah setiap industri harus mempunyai bagian pengendalian mutu diantaranya berupa laboratorium pengendalian mutu (Quality Control Laboratory), terlebih laboratorium tersebut telah mendapat pengakuan akreditasi berdasarkan ISO/IEC 17025 oleh suatu lembaga akreditasi, seperti Komite Akreditasi Nasional (KAN) bila di Indonesia. Gambar 1.3 Jumlah Laboratorium Pelumas Terakreditasi 2007-2013 2

Berdasarkan Gambar 1.3, menunjukkan bahwa jumlah laboratorium yang terakreditasi dan diakui hasil pengujiannya memang masih cukup sedikit. Hingga tahun 2015, hanya terdapat 11 laboratorium terakreditasi untuk pengujian pelumas baik laboratorium pemerintah maupun swasta yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Dengan jumlah laboratorium yang belum seimbang dengan jumlah impor, maupun jumlah pelumas yang diproduksi di Indonesia akan berdampak pada sulitnya untuk melakukan pengendalian kualitas produk pelumas. Terlebih, bila pengujian produk tidak menggunakan laboratorium yang terakreditasi. Gambar 1.4 Data Pengujian Pelumas Berdasarkan Gambar 1.4, terlihat bahwa sebanyak 7792 pelumas yang diuji oleh 11 laboratorim terakreditasi, hasilnya mengindikasikan bahwa kurang lebih 35 % atau sebanyak 2465 adalah merupakan produk gagal (tidak lolos uji) dari keseluruhan total pelumas yang diuji. Gambar 1.5 Hasil Pengujian Pelumas 3

Pada Gambar 1.5, terlihat permasalahan yaitu adanya perbedaaan hasil yang diperoleh, padahal laboratorium telah melakukan proses pengujian dengan metode yang sama. Oleh sebab itu, maka perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai perbaikan proses bisnis yang dilakukan oleh laboratorium sebagai upaya rekomendasi perbaikan atau peningkatan secara berkelanjutan terutama pada proses pengujian agar permasalahan yang timbul tidak terjadi kembali. Permasalahan tersebut terkait dengan proses bisnis yang dijalankan oleh laboratorium, yaitu terkait pada aktivitas pencatatan pelaksanaan kerja yang belum tepat serta pelaksanaan proses bisnis yang belum efektif dan efisien sehingga hasil pengujian yang diperoleh belum tercapai dan belum sesuai berdasarkan persyaratan metode yang ditetapkan serta berdampak pada kualitas pelumas yang dihasilkan oleh suatu perusahaan sehingga dapat merugikan pelanggan. Perbaikan proses bisnis pada laboratorium tidak hanya dapat mengidentifikasi kegiatan proses yang tidak bernilai tambah, tetapi juga dapat menyelaraskan dengan visi, misi dan sasaran mutu perusahaan nantinya. Hal ini sebagaimana yang juga ditunjukkan pada jurnal penelitian sebelumnya yang membahas mengenai peningkatan bisnis proses yaitu oleh Rachmawati et al. (2015) mengenai peningkatan proses bisnis dengan Real Value Added (RVA) dan Bussines Value Added (BVA) sehingga hasil dapat ditingkatkan metode peningkatan proses bisnis dan Botha et al. (2010) mengenai usulan perbaikan proses bisnis berdasarkan pengalaman pelanggan, serta penelitian yang dilakukan oleh Zagloel et al, (2009) tentang peningkatan proses bisnis menggunakan metode model-based and integrated process improvement (MIPI). 1.2 Perumusan Masalah Rumusan masalah dari fenomena di atas adalah Bagaimana perbaikan proses bisnis pengujian laboratorium pelumas yang harus dilakukan untuk mengatasi hasil pengujian yang berbeda?. 4

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi dan memperbaiki proses pengujian khususnya pengujian pelumas dalam rangka untuk mengendalikan atau menjamin mutu hasil pengujian pelumas agar tidak terjadi hasil pengujian yang berbeda pada laboratorium-labotorium pengujian, serta menentukan perbaikan yang diperlukan. Sedangkan manfaat penelitian ini dapat diharapkan : 1. Bagi perusahaan atau organisasi Sebagai bahan evaluasi atau pengendalian kualitas terhadap produk pelumas 2. Bagi keilmuan teknik industri Sebagai tambahan pengetahuan bagi kajian dalam pengembangan atau perbaikan pada proses pengujian suatu laboratorium 1.4 Asumsi & Pembatasan Masalah Untuk mencegah meluasnya permasalahan yang ada dan agar lebih terarah, maka : 1. Diasumsikan proses pengujian dan metode yang dilakukan oleh seluruh laboratorium uji adalah sama. 2. Penelitian ini dibatasi hingga proses mencari penyebab masalah dan usaha perbaikan terutama bagi perbaikan dan pengembangan (peningkatan) proses pengujian 5