BAB I PENDAHULUAN. Fenomena tentang perilaku berpacaran sudah sangat umum di kalangan

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA ASERTIFITAS DENGAN KECENDERUNGAN MENGALAMI KEKERASAN EMOSIONAL PADA PEREMPUAN YANG BERPACARAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

BAB I PENDAHULUAN. berpacaran Kekerasan dalam Berpacaran (KDP) atau Dating Violence. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. individu yang ditandai dengan percepatan pertumbuhan fisik, emosional, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal merupakan peralihan dari masa remaja. Perkembangan sosial pada

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir,

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Fenomena kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini terus meningkat dari

STRATEGI KOPING PADA WANITA JAWA KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. akan ia jalani kelak (Perkins, 1995). Para remaja yang mulai menjalin hubungan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Beragam permasalahan pada perempuan seringkali muncul dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terutama bagi perempuan dewasa, remaja, maupun anak anak. Kasus kekerasan seksual

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB 1 PENDAHULUAN. Tindak kekerasan merupakan pelanggaran hak azasi manusia dan kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beranjak dewasa. Selain tugas-tugas akademis yang dikerjakan, mahasiswa juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan pada bab IV maka ada beberapa hal yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB III DATA PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. sudut pandang saja. Sehingga istilah pacaran seolah-olah menjadi sebuah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V PENUTUP. terjadi tiga macam kekerasan, meliputi kekerasan psikis, fisik, dan. penelantaran rumah tangga namun kekerasan psikis lebih dominan.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. WHO mendefinisikan, masa remaja (adolence) mulai usia 10 tahun sampai 19

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

(25,5%), di sekolah (10%), tempat umum (22%), tempat kerja (5,8%), dan tempat lainnya (3 6,6%). Sedangkan berdasarkan kategori usia, kekerasan fisik t

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

Abstraksi. Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT

BAB II KAJIAN TEORI. adalah bercintaan atau berkasih-kasihan sehingga dapat disimpulkan. perempuan, adanya komitmen dari kedua belah pihak biasanya

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia mengalami situasi darurat kekerasan. terhadap perempuan. Berdasarkan catatan tahunan dari

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing tahap perkembangannya adalah pada masa kanak-kanak, masa

2015 INTIMACY WANITA KORBAN KEKERASAN DALAM BERPACARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. serta kebutuhan memungkinkan terjadinya konflik dan tekanan yang dapat

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. atau adopsi; membentuk suatu rumah tangga tunggal; saling berinteraksi dan berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk

MARI BERGABUNG DI PROGRAM MENCARE+ INDONESIA!

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. tren hidup masyarakat modern. Di Indonesia, budaya samen leven dianggap

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. Nilai-nilai keagamaan yang diajarkan, di pesantren bertujuan membentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di masyarakat. Mahasiswa minimal harus menempuh tujuh semester untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

Bagan 2. Konflik Internal Subyek. Ketidakmampuan mengelola konflik (E) Berselingkuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk berpikir, kemampuan afektif merupakan respon syaraf simpatetik atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. UKM Olahraga merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa sebagai

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda dari kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Yang berlandaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku seksual pranikah kerap menjadi sorotan, khususnya di kalangan para

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan dengan semangat yang menggebu. Awalnya mereka menyebut

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini banyak kasus tindak kekerasan terhadap perempuan yang

QuizNona: Apakah Nona Mengalami Kekerasan Dalam Pacaran?

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kearah kehidupan yang sangat kompetitif. Andersen (2004) memprediksi situasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin sering masyarakat mengetahui dan mendengar berita mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena tentang perilaku berpacaran sudah sangat umum di kalangan masyarakat Indonesia. Bahkan perilaku ini juga dilakukan oleh anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah menengah. Dapat diamati pula di berbagai media massa yang membidik pasaran anak usia sekolah menengah sebagai target pasar, banyak mengangkat tulisan mengenai hubungan antar lawan jenis yang mereka sebut sebagai pacaran. Mungkin sebagian orang justru menjadi merasa malu ketika tidak punya pacar atau dikatakan jomblo. Kenyataan menjadi jomblo yang tidak disukai oleh para remaja menyebabkan mereka memilih untuk tetap berpacaran meskipun dengan laki-laki yang berperilaku buruk. Menurut DeGenova & Rice pacaran adalah menjalankan suatu hubungan dimana dua orang bertemu dan melakukan serangkaian aktivitas bersama agar dapat saling mengenal satu sama lain. 1 Definisi pacar sebagai hubungan pertemanan antar lawan jenis yang tetap dan mempunyai landasan cinta kasih di luar pernikahan juga tidak mencakup hubungan antar sesama jenis. Di negara luar khususnya Amerika Serikat menyebut kata partners untuk mendeskripsikan hubungan baik antar lain jenis, maupun sesama jenis. Hal ini berbeda dengan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang sudah menikah. Mereka memiliki komitmen yang lebih tinggi untuk benar-benar menghasilkan keturunan dalam sebuah ikatan rumah tangga. Berpacaran berbeda dengan bertunangan. 1 www.google.com (Dalam Pdf Skripsi. Teori Pacaran. Universitas Sumatra Utara. Hlm: 14. Akses: 11-01-2012.

2 Bertunangan adalah bersepakat (biasanya diumumkan secara resmi atau dinyatakan di hadapan orang banyak) akan menjadi suami-istri. Definisi ini justru saling bertentangan. Biasanya pacaran tidak diumumkan secara terbuka kepada orang banyak. 2 Kekerasan dalam berpacaran telah banyak terjadi di Indonesia seperti yang dipaparkan Alvita dkk. 3 Bahwa terdapat 28 kasus kekerasan dalam berpacaran. Rifka Annisa, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kesehatan reproduksi dan jender menemukan bahwa sejak tahun 2001 2005, dari 1683 kasus kekerasan yang ditangani, 385 diantaranya adalah kekerasan dalam berpacaran. 4 Rumah Sakit Bhayangkara di Makassar yang menangani masalah kekerasan terhadap perempuan mendapatkan bahwa dari tahun 2005-2006 ada 7 kasus kekerasan dalam pacaran yang dilaporkan. 5 Sedangkan PKBI Yogyakarta mendapatkan bahwa dari bulan Januari hingga Juni 2008 saja, terdapat 47 kasus kekerasan dalam berpacaran, 57% di antaranya adalah kekerasan emosional, 20% mengaku mengalami kekerasan seksual, 15% mengalami kekerasan fisik, dan 8% lainnya merupakan kasus kekerasan ekonomi. 6 Beberapa kejadian kekerasan dalam berpacaran yang diungkap Lembaga Catatan Rifka Annisa Women s Crisis Center Yogyakarta memperlihatkan bahwa 2 Nita Ardiantini, (2010). Hubungan Asertifitas dengan Kekerasan Berpacaran. Skripsi. Fakultas Psikologi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hlm: 2 3 Dalam Harian Suara Merdeka (8 Maret 2009) 4 http://a5tut1.blogdetik.com/2011/06/09/kekerasan-dalam-pacaran- 5 Kompas online 8 Maret 2002 6 Kompas, 20 juli 2002 dalam ( http://www.bkkbn.go.id )

3 selain kekerasan di masa pacaran tampil menonjol dibandingkan bentuk atau fenomena kekerasan lain seperti pada tabel berikut ini. 7 Tabel: 1.1 Kasus kekerasan dalam yang Di tangani Rifka Annisa 1994-2001 Jenis Kasus % Jumlah % Kekerasan terhadap istri 1037 62 Kekerasan dalam pacaran 385 23 Perkosaan 113 7 Pelecehan seksual 76 4 Kehamilan tidak dikehendaki 32 2 Kekerasan dalam keluarga 36 2 (bentuk lain) Kekerasan terhadap anak 4 0 TOTAL 1683 100 Sumber: Peta kekerasan pengalaman perempuan indonesia Rezeki (2006) 8 dalam sebuah studi di Amerika Serikat memaparkan bahwa lebih dari 500 mahasiswi dari sekitar 1000 mahasiswi pada perguruan tinggi mengalami perkosaan yang dilakukan oleh pacar mereka. Hasil penelitian dari National Crime Victimization Survey di Amerika Serikat berkesimpulan bahwa perempuan 6 (enam) kali lebih rentan mengalami kekerasan akibat ulah teman dekat mereka, baik pacar maupun mantan pacar. Penelitian tersebut juga menyatakan hampir separuh dari sekitar 500.000 kasus perkosaan dan percobaan perkosaan yang dilaporkan dialami perempuan dari berbagai golongan umur, dilakukan oleh teman atau orang yang dikenal, terdapat 80% hingga 95% 7 Publikasi Komnas Perempuan. (2002). Peta Kekerasan Pengalaman Perempuan Indonesia Bagian 2 Kekerasan Keluarga dan Relasi Personal. Jakarta: Ameepro. Hlm: 52 8 Publikasi Komnas Perempuan. (2002). Peta Kekerasan Pengalaman Perempuan Indonesia Bagian 2 Kekerasan Keluarga dan Relasi Personal. Jakarta: Ameepro. Hlm: 53

4 perkosaan yang terjadi pada mahasiswi di universitas dilakukan oleh orang yang dikenal oleh korban. Berdasarkan data diatas, menunjukkan tindak kekerasan yang terjadi saat berpacaran cukup mengkhawatirkan dan sangat merugikan bagi para wanita. Kekerasan terhadap perempuan lebih banyak dilakukan oleh orang-orang yang dekat dengan korban. Hanya sedikit presentase pelaku yang merupakan orang asing atau tidak dikenal korban. 9 Hal tersebut berkaitan dengan dampak yang diterima oleh korban kekerasan dalam berpacaran. sehingga Apabila pada masa remajanya seseorang mendapat perlakuan yang kasar baik secara fisik maupun psikis maka akan dapat mengganggu kestabilan jiwanya, maka hal ini dapat membawa dampak yang buruk bagi perkembangannya, terutama perkembangan jiwanya saat ia dewasa. Berkaitan dengan kekerasan emosional, NN (20 th) mahasiswi salah satu perguruan tinggi di kota Kendari (Inisial M) menceritakan pengalamannya sebagai berikut: 10 Saya sering disakiti oleh pacar saya, seperti dimarahi, pernah juga dimaki-maki di depan orang banyak, dianggap tidak becus, bodoh dan sebagainya. Itu membuat saya malu dan sebenarnya hati saya juga terluka, saya sendiri hanya bisa diam, dan kadang menangis, tapi pacar saya sepertinya tidak peduli dengan tindakannya seperti itu. Fathul, dkk (2007), mengemukakan kekerasan dalam pacaran mengalami berbagai macam distorsi dengan pemahaman tentang hal-hal yang terjadi selama berpacaran. Sering didengar pengakuan bahwa cemburu adalah 9 Nita Ardiantini, (2010). Hubungan Asertifitas dengan Kekerasan Berpacaran. Skripsi. Fakultas Psikologi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hlm: 2 10 Wawancara Tgl: 19-06-2011 Melalui Telepon Seluler.

5 bagian dari cinta, padahal sering kejadian kekerasan dimulai dari alasan ini. 11 Pasangan menjadikan perasaan cemburu untuk mendapatkan legitimasi untuk melakukan hal-hal yang possessive dan tindakan mengontrol dan membatasi. Kekerasan dalam berpacaran yang umum terjadi adalah kekerasan seksual dimana korban dipaksa mulai dari melakukan ciuman sampai dengan intercourse atau berhubungan seksual. Remaja berani melakukan hubungan seksual asalkan mereka tidak mengalami kehamilan, sehingga hubungan seksual yang dilakukan lebih pada safe-sex, (tidak ada rasa tanggung jawab sedikit pun didalamnya). Kekerasan dalam pacaran adalah kekerasan atau ancaman melakukan kekerasan dari satu pasangan yang belum menikah terhadap pasanganannya yang lain dalam konteks berpacaran atau tunangan. Bentuk kekerasan lain yang kerap dialami oleh perempuan yang berpacaran yaitu kekerasan emosional (emotional abuse). 12 Menurut Nichols (2006), kekerasan emosional adalah tindakan atau tingkah laku non fisisk yang digambarkan dalam bentuk perilaku menghina, mencemoh, mempermalukan, merendahkan, atau yang dapat menyebabkan sakit hati pada seseorang. 13 Namun ada pula jenis tingkah laku fisik yang dapat dikategorikan sebagai kekerasan emosional yaitu tindak kekerasan simbolis (symbolic violence) yang meliputi tingkah laku yang mengintimidasi seperti membanting pintu, menendang tembok, membanting benda -benda tertentu, menyetir secara ugal-ugalan saat korban berada dalam kendaraan, dan mengancam akan atau menghancurkan sesuatu yang menjadi milik korban. 11 Ibid. Hlm: 3 12 http://www.excellent-lawyer.com.13/07/2011:kekerasan-pada-pasangan-pacaran. 13 Venessa Blair Watts. (2011). The Effect of Harmful Family Dynamics on Continuous Dating Violence. San Diego: Tesis. Master of Arts in Psychology

6 Bentuk kekerasan emosional termasuk didalamnya adalah menghina, mengutuk, meremehkan, mengancam, meneror, menghilangkan hak milik, mengasingkan dari keluarga dan teman, termasuk pula perilaku possessiveness seperti cemburu yang berlebihan. 14 Sendangkan Menurut Loring (1994) kekerasan emosional merupakan salah satu bentuk tindak kekerasan yang paling sering ditemui, namun orang yang terlibat di dalamnya seringkali tidak menyadarinya. Korban seringkali bahkan yakin bahwa merekalah yang bersalah sehingga hubungan interpersonal yang mereka jalin tidak berjalan dengan baik. Subjek tidak menganggap bahwa sebenarnya dirinya adalah korban. Menurut Israr (2008) penyebab terjadinya kekerasan dalam berpacaran antara lain: kecenderungan korban menyalahkan diri (tidak berani menolak atau berkata tidak ), menutup diri, menghukum diri, menganggap dirinya aib. Faktorfaktor penyebab ini berkaitan erat dengan kemampuan individu dalam mengungkapkan perasaan, pikiran, kebutuhan yang dimiliki secara jujur tanpa merugikan orang lain dan diri sendiri (asertif). 15 Argumentasi di atas didukung oleh pendapat Hadi dan Aminah (1998) yang menyatakan bahwa ketidakmampuan seseorang untuk asertif juga menjadi penguat bagi terjadinya perilaku kekerasan. 16 Penelitian yang dilakukan oleh Rifka Annisa-WCC sepanjang tahun 1995-1999 di Yogyakarta (Hadi dan Aminah, 1998) menjelaskan bagaimana seorang perempuan yang tidak asertif memiliki peluang yang lebih 14 Ibid. 15 Nita Ardiantini, (2010). Hubungan Asertifitas dengan Kekerasan Berpacaran. Skripsi. Fakultas Psikologi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hlm: 6 16 Ibid. Hlm:7

7 besar untuk menjadi korban kekerasan. bentuk perlakuan kekerasan yang paling sering dialami oleh perempuan. 17 Menurut Afiatin (2004) dalam asertif terkandung perilaku kesanggupan bermasyarakat, berempati dan berkomunikasi baik verbal maupun non verbal. Individu yang asertivitasnya tinggi sadar akan kelebihan-kelebihan yang dimiliki dan memandang kelebihan-kelebihan tersebut lebih penting dari pada kelemahannya. 18 Chalhoun dan Acocella (1990), berpendapat bahwa asertivitas berarti mempertahankan hak-hak pribadi dan mengekspresikan perasaaan, pikiran serta keyakinan dengan cara yang jujur, terbuka, langsung dan tepat. Menjadi asertif berarti seseorang juga berperilaku jujur, sadar sepenuhnya dalam mewujudkan kebutuhan dan dorongan-dorongan pribadi tanpa merugikan hak-hak orang lain. McDonald (dalam Calhoun & Acocella,1990) juga menegaskan bahwa asertivitas merupakan ekspresi jujur dari setiap perasaan, termasuk perasaan senang, marah, sedih, benci, cinta, afeksi, pernyataan persetujuan dan sebagainya. Sebaliknya perempuan yang tidak asertif tidak memiliki ketrampilan komunikasi yang membuatnya mampu menegosiasikan kepentingannya, maka tanpa disadari ia telah menjadi korban kekerasan karena kegagalannya menyatakan pikiran dan kebutuhannya secara terus terang dan telah memberi peluang pada orang lain 17 Ibid. Hlm:7 18 Ibid. Hlm: 7

8 untuk tidak menghargainya. Hal tersebut sama halnya dengan membiarkan diri mereka disakiti secara fisik, seksual, emosi maupun sosial. 19 Menurut Lew (dalam Loring, 1994), efek dari kekerasan emosional pada dasarnya sama bagi korban perempuan maupun laki-laki. Namun, karena perempuan dibesarkan dalam masyarakat yang menuntut mereka untuk menjadi pribadi yang pasif, lemah, dan tidak berdaya maka saat mereka menjadi korban, masyarakat lebih mudah menunjukkan simpati. Namun bukan berarti bahwa perempuan lebih mudah dalam menghadapi kekerasan emosional dibandingkan laki-laki. Sebaliknya, penerimaan masyarakat terhadap peran perempuan sebagai korban malah menjadi pembenaran terjadinya kekerasan emosional dan menghalangi pemulihannya. Tetapi yang perlu diingat adalah bahwa saat yang menjadi korban kekerasan emosional adalah laki-laki, ada masalah tertentu yang tidak dialami oleh korban perempuan. Pada kenyataannya, budaya pada masyarakat secara umum tidak memberikan ruang kepada laki-laki yang menjadi korban. 20 Pesan seperti ini membuat perempuan cenderung untuk mengabaikan dampak dari tindak kekerasan untuk mengecilkan kebutuhan mereka sendiri. Hal ini terjadi baik pada pasangan yang masih berstatus pacaran ataupun pasangan yang sudah menikah. Namun pacaran sebenarnya tidak terdapat mekanisme pertanggungjawaban. Jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti kehamilan di luar nikah, maka orang yang tidak bertanggungjawab dengan mudah akan 19 Diana Rahmasari. (2007). Hubungan antara Harga Diri, Asertivitas, dan Strategi Mengatasi Masalah dengan Depresi pada Remaja Jawa dan Madura. Yogyakarta: Tesis. Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Hlm: 68 20 Op. Cit. Hlm: 8

9 melarikan diri. Dengan dalih bahwa hubungan yang mereka lakukan adalah karena atas dasar cinta. 21 Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, melalui telepon kepada mahasiswi kebidanan avicenna. Penulis mengambil subyek di Universitas Kebidanan Avicenna karena di Universitas tersebut merupakan salah satu Universitas yang cukup terkenal di Sulawesi Tenggara yang baru beberapa tahun berdiri. Selain itu juga terdapat banyak kasus kekerasan pacaran yang terjadi dilingkungan universitas tersebut yang mana tidak ditanggani dengan baik disebabkan karena tidak adanya psikolog sebagai pemerhati setiap permasalahan yang ada. Mantan Anggota BEM kebidanan juga memberikan pernyataan yang menyatakan bahwa sebagian mahasiswi sering mengalami kekerasan emosional baik dari segi fisik maupun psikis dari pacar mereka 22 Fenomena lain yang menyebabkan terjadinya kekerasan emosional pada perempuan adalah kurangnya perilaku asertif didalam membangun hubungan interpersonal dengan orang lain dalam hal ini komunikasi interpersonal dengan lawan jenis. Pada tahun 1990-an, masyarakat Provinsi Sulawesi Tenggara, khususnya kota kendari diramaikan oleh kehadiran berbagai istilah (budaya) bahasa remaja yang kadang-kadang sangat membingungkan orang lain yang mendengarkan istilah-istilah para remaja tersebut. Beberapa istilah remaja yang sempat populer di tengah-tengah masyarakat kota kendari yaitu kodimo (artinya: kamu diam monyet), kodise (kamu diam setan), komodo (kamu diam monyet bodoh), ubi karet (orang yang berwajah jelek), ubi kayu (orang yang berwajah 21 Iip Wijayanto. (2003). Pemerkosaan Atas Nama Cinta. Yogyakarta: CV. Qalam. Hlm: 32. 22 Wawancara Tgl: 19-06-2011 Melalui Telepon Seluler

10 jelek), dan juga janter (jangan terlalu) atau janterententeng (jangan terlalu). Selain istilah-istilah itu, pada akhir tahun 1990 sampai awal tahun 2000, masyarakat kota ini kembali disuguhi istilah kogambar, kolukis, dan kohapus. Istilah-istilah tersebut ramai dipakai oleh para remaja, sebagai bahasa pergaulan di dalam sebuah komunitas, sehingga dengan sendirinya tercipta menjadi istilah atau kosakata bahasa gaul remaja kota kendari yang mana fungsi dari budaya pemakaian bahasa tersebut terkadang mengakrabkan, menyindir, menghina, dan memaki. Akan tetapi penggunaan bahasa tersebut lebih bersifat menghina, menyindir, dan memaki sehingga terkadang penggunaan bahasa tersebut lebih banyak menimbulkan perilaku negatif dari pada positif yang menyebabkan perilaku kekerasan fisik ataupun Psikis. 23 Oleh karena ketertarikan terhadap permasalahan diatas, maka peneliti bermaksud meneliti lebih dalam tentang Hubungan Antara Asertivitas Dengan Kecenderungan Mengalami Kekerasan Emosional Pada Mahasiswi Yang Berpacaran di Prodi D III Kebidanan Semester III STIK Avicenna Kendari- Sulawesi Tenggara. Penelitian ini merupakan suatu tahapan proses yang dilakukan untuk menyelidiki suatu fenomena hubungan antara asertivitas dengan kecenderungan mengalami kekerasan emosional yang terjadi dilingkungan Universitas Kebidanan Avicenna Sulawesi Tenggara. Fakta penelitian ini layak untuk diteliti karena berdasarkan fakta dilapangan terdapatnya wanita yang mengalami kekerasan emosional pada saat berpacaran. 23 www//http/a brief essay of linguistic_ikho85 s.blog.htm. Akses: 08-04-2012.

11 1.2. Rumusan Masalah 1. Bagaimana tingkat asertifitas pada mahasiswi yang berpacaran di Prodi D III Kebidanan Semester III STIK Avicenna Kendari-Sulawesi Tenggara. 2. Bagaimana tingkat kekerasan emosional pada mahasiswi yang berpacaran di Prodi D III Kebidanan Semester III STIK Avicenna Kendari-Sulawesi Tenggara. 3. Apakah ada Hubungan Antara Asertivitas Dengan Kecenderungan Mengalami Kekerasan Emosional Pada Mahasiswi Yang Berpacaran di Prodi D III Kebidanan Semester III STIK Avicenna Kendari-Sulawesi Tenggara. 1.3. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui tingkat asertifitas pada mahasiswi yang berpacaran di Prodi D III Kebidanan Semester III STIK Avicenna Kendari-Sulawesi Tenggara. 2. Untuk mengetahui tingkat kekerasan emosional pada mahasiswi yang berpacaran di Prodi D III Kebidanan Semester III STIK Avicenna Kendari-Sulawesi Tenggara. 3. Untuk mengetahui Hubungan Antara Asertivitas Dengan Kecenderungan Mengalami Kekerasan Emosional Pada Mahasiswi Yang Berpacaran di Prodi D III Kebidanan Semester III STIK Avicenna Kendari-Sulawesi Tenggara.

12 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Untuk mengembangkan pengetahuan dan menambah pengalaman penulis tentang hal-hal yang berkaitan dengan Hubungan Antara Asertivitas Dengan Kecenderungan Mengalami Kekerasan Emosional Pada Mahasiswi Yang Berpacaran, serta sebagai bahan pustaka dan kajian untuk penelitian berikutnya. 1.4.2 Manfaat Praktisi a) Bagi lembaga : - Sebagai bahan dalam memperkaya khazanah studi Psikologi di Perguruan Tinggi Islam khususnya, dan Perguruan Tinggi lain pada umumnya yang intens terhadap Psikologi. - Sebagai bahan informasi bagi lembaga pendidikan pemerhati masalah kekerasan pada perempuan, tentang informasi tentang hubungan antara asertivitas dengan kekerasan emosional juga memberikan pendekatan atau intervensi dalam menangani masalah kekerasan emosional pada Mahasiswi sehingga perempuan yang mengalami kekerasan emosional dapat lebih memahami keadaan dirinya dan mendapatkan pelayanan terutama yang terkait dengan permasalahannya. b) Bagi peneliti : Dapat memberikan kontribusi secara akademis dan perluasan cakrawala pada ilmu pengetahuan khususnya ilmu psikologi tentang Hubungan Antara Asertivitas Dengan Kecenderungan Mengalami

13 Kekerasan Emosional Pada Mahasiswi Yang Berpacaran, sehingga dapat dijadikan sebagai refrensi untuk pengembangan penelitian yang sejenis. c) Bagi subjek : subjek bisa mengetahui sejauh mana Hubungan Antara Asertivitas Dengan Kecenderungan Mengalami Kekerasan Emosional Pada Mahasiswi Yang Berpacaran, sehingga subyek diharapkan dapat meningkatkan kualitas diri. Yang nantinya hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan pemikiran bagi subyek penelitian mengenai keterkaitan antara asertivitas dengan kekerasan emosional, sehingga dapat memahami bahwa kekerasan bukanlah bagian dari sebuah hubungan antara manusia, dan kekerasan tersebut diharapkan dapat dikendalikan atau diminamilisir dengan berkomunikasi secara asertif.