BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Representasi Matematis

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN TEORITIK. Salah satu tujuan pelajaran matematika adalah agar siswa mampu

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari-hari serta dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dinamik dan generatif. Melalui kegiatan matematika (doing math), matematika

43. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunarungu (SMPLB B)

BAB II KAJIAN TEORITIK

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2

BAB V PEMBAHASAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Matematika dalam implementasinya tidak hanya berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang jika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang

Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan OPEN-ENDED Melalui Kegiatan LESSON STUDY di SMPN 1 Lembang Kabupaten Bandung

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan berbagai kompetensi tersebut belum tercapai secara optimal.

42. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB A)

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikuasainya matematika oleh siswa. Matematika merupakan ilmu universal

BAB I PENDAHULUAN. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar sampai perguruan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dibutuhkan oleh semua orang. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. wadah kegiatan yang dapat dipandang sebagai pencetak Sumber Daya Manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Representasi Matematis. solusi dari masalah yang sedang dihadapinya (NCTM, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. teknologinya. Salah satu bidang studi yang mendukung perkembangan ilmu

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

ANALISIS KUALITATIF GAYA BERPIKIR SISWA SMA DALAM MEMECAHKAN MASALAH FISIKA PADA MATERI GERAK PARABOLA

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Kemampuan Representasi Matematis

Geometri Siswa SMP Ditinjau dari Kemampuan Matematika. (Surabaya: PPs UNESA, 2014), 1.

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (BSNP,

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Representasi Matematis. a) Pengertian Kemampuan Representasi Matematis

BAB I A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN TEORITIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Becker dan Shimada (1997: 1) mengungkapkan bahwa we propose to call problem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk kemajuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar

sehingga siswa perlu mengembangkan kemampuan penalarannya.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu ilmu yang dapat meningkatkan

PENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat S 1 Pendidikan Matematika. Oleh : DARI SUPRAPTI A

BAB V PEMBAHASAN. tentang kemampuan berpikir kreatif siswa berdasarkan gender kelas VII C MTs Darul

II. TINJAUAN PUSTAKA. solusi. Sebagai contoh, suatu masalah dapat direpresentasikan dengan obyek,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN TEORI. A. Analisis. Analisis adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

BAB I PENDAHULUAN. Sementara Cockroft (dalam Abdurrahman, 2009:253) mengemukakan. bahwa:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. bidang kehidupan dan teknologi, diperlukan adanya sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

KTSP Perangkat Pembelajaran SMP/MTs, KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) Mapel Matematika kls VII s/d IX. 1-2

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan

BAB II KAJIAN TEORITIK. dapat memperjelas suatu pemahaman. Melalui komunikasi, ide-ide

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

09. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang B. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

Endah Muliana*, Saminan, Agus Wahyuni Pendidikan Fisika, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Unsyiah

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

Pernyataan ini juga di ungkapkan oleh Bambang R (dalam Rbaryans, 2007) yang menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan ilmu universal yang berguna bagi kehidupan

BAB II KAJIAN TEORITIK

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang secara pesat sehingga cara berpikir

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB V PEMBAHASAN. komunikasi matematis peserta didik laki-laki dan peserta didik perempuan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di. Sekolah Dasar yang dianggap sebagian siswa terasa sulit

PROSES BERIPIKIR KRITIS SISWA SD DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA OPEN ENDED DITINJAU DARI KEMAMPUAN MATEMATIKA

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

I. PENDAHULUAN. menghadapi setiap perubahan yang terjadi akibat adanya kemajuan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan mata pelajaran yang memiliki peranan penting

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan

BAB II KAJIAN TEORETIS. (2006:10) mengemukakan, Belajar matematika merupakan suatu perubahan. praktis bersikap positif, bertindak aktif dan kreatif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian adalah siswa SMP Negeri 1 Tapa kelas VIII 7 dengan

II. KERANGKA TEORETIS. Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aspek penting bagi perkembangan sumber daya

DESKRIPSI KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMP NEGERI 3 SUMBANG DALAM MENYELESAIKAN SOAL OPEN-ENDED DITINJAU DARI GAYA BERFIKIR

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Transkripsi:

5 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Representasi Matematis Menurut Jones & Knuth (Mustangin, 2015) representasi adalah model atau bentuk pengganti dari suatu situasi masalah atau aspek dari suatu situasi masalah yang digunakan untuk menemukan solusi. Sedangkan menurut Kaput (Mustangin, 2015) representasi adalah alat-alat yang digunakan oleh seseorang untuk menyatakan ide-ide matematika. Bentuk representasi antara lain objek, gambar, kata-kata, atau simbol matematika. NCTM (2000: 67) menyatakan representasi adalah cara yang digunakan seseorang untuk mengkomunikasikan jawaban atau gagasan matematik yang bersangkutan kepada orang lain. Standar kemampuan representasi menekankan pada penggunaan simbol, bagan, grafik dan tabel dalam menghubungkan dan mengekspresikan ide-ide matematika. Representasi yang dimunculkan oleh siswa merupakan ungkapanungkapan dari gagasan-gagasan atau ide matematika yang ditampilkan siswa dalam upaya untuk mencari suatu solusi dari masalah yang sedang dihadapi (NCTM, 2000). 5

6 Adapun standar kemampuan representasi matematis yang ditetapkan NCTM (2000: 67) adalah bahwa harus memungkinkan siswa untuk: a. Membuat dan menggunakan representasi untuk mengatur, mencatat, dan mengkomunikasikan ide-ide matematika. b. Memilih, menerapkan, dan menerjemahkan antar representasi matematika untuk memecahkan masalah. c. Menggunakan representasi untuk memodelkan dan menginterprestasikan fenomena fisik, sosial, dan matematika. Berdasarkan pengertian representasi di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan representasi matematis adalah kemampuan siswa dalam menggunakan dan menghubungkan antar representasi yang berupa simbol, gambar, ekspresi matematika, dan teks tertulis sebagai interprestasi dari pikirannya untuk menemukan solusi. Adapun indikator kemampuan representasi matematis dalam penelitian ini adalah: a. Membuat serta mengkomunikasikan ide-ide matematika dalam bentuk gambar pada materi kesebangunan dan kekongruenan. Siswa diharapkan mampu membuat representasi berupa gambar matematika untuk mengkomunikasikan ide matematisnya dalam menyelesaikan soal pada materi kesebangunan dan kekongruenan. Ketercapaian pada indikator ini dapat dilihat dari ketepatan siswa dalam membuat gambar.

7 b. Membuat model matematika dari ide atau gagasan dengan menerapkan simbol-simbol serta ekspresi matematika dalam menyelesaikan soal kesebangunan dan kekongruenan. Siswa diharapkan mampu membuat model matematika dengan menggunakan simbol atau ekspresi matematika untuk menyelesaikan soal pada materi kesebangunan dan kekongruenan. Ketercapaian pada indikator ini dapat dilihat dari ketepatan siswa dalam membuat model matematika dengan menggunakan simbol atau ekspresi matematika dan menerapkannya pada penyelesaian soal. c. Menggunakan kata-kata atau teks tertulis dalam menyelesaikan soal kesebangunan dan kekongruenan. Siswa diharapkan mampu menggunakan kata-kata atau teks tertulis untuk menyelesaikan soal pada materi kesebangunan dan kekongruenan. Ketercapaian pada indikator ini dapat dilihat dari ketepatan dan keluwesan siswa dalam menggunakan kata-kata atau teks tertulis. Contoh soal: Diketahui ABC memiliki panjang sisi AB = 15 cm, BC = 18 cm, dan AC = 24 cm. Di mana besar ABC = 72 o dan ACB = 50 o. Sedangkan PQR memiliki panjang sisi PR = 8 cm dengan besar QPR = 58 o dan PRQ = 50 o. Tentukan: a. Sketsa dari dua segitiga tersebut. b. Apakah ABC dan PQR sebangun?

8 c. Jika ABC dan PQR sebangun, maka tentukanlah panjang sisi PQR yang belum diketahui! Penyelesaian: Diketahui: ABC memiliki panjang sisi AB = 15 cm, BC = 18 cm, AC = 24 cm, ABC = 72 o, ACB = 50 o. PQR panjang sisi PR = 8 cm, QPR = 58 o, PRQ = 50 o Ditanyakan: a. Sketsa dari ABC dan PQR. b. Apakah ABC dan PQR sebangun? c. Jika ABC dan PQR sebangun, maka tentukanlah panjang sisi PQR yang belum diketahui! Jawaban: a. Sketsa ABC dan PQR Membuat serta mengkomunikasikan ide-ide matematika dalam bentuk gambar pada materi kesebangunan dan kekongruenan Besar BAC = 180 o ( ABC + ACB) = 180 o (72 o + 50 o ) = 180 o 122 o

9 = 58 o Besar PQR = 180 o ( QPR + PRQ) =180 o (58 o + 50 o ) = 180 o 108 o = 72 o b. ABC dan PQR sebangun karena ketiga sudut dari segitiga ABC dan PQR yang bersesuaian sama besar. Sudut-sudut yang bersesuaian antara Menggunakan kata-kata atau teks tertulis dalam menyelesaikan soal kesebangunan dan kekongruenan. lain: ABC = PQR = 72 o BCA = QRP = 50 o BAC = QPR = 58 o c. Panjang sisi PQR yang belum diketahui adalah: Panjang sisi QP: QP = 15 : 3 Membuat model matematika dari ide atau gagasan dengan menerapkan simbol-simbol serta ekspresi matematika dalam menyelesaikan soal kesebangunan dan kekongruenan QP = 5 Panjang sisi QR

10 QR = 18 : 3 QR = 6 Jadi panjang sisi segitiga PQR yang belum diketahui adalah QP = 5 cm dan QR = 6 cm. 2. Soal Open-Ended Pada pembelajaran matematika secara garis besar soal matematika dapat dibagi menjadi dua, yakni soal yang bersifat tertutup (Close Problem) dan soal yang bersifat terbuka (Open Problem). Pada soal yang bersifat tertutup, penyelesaian soal hanya ada satu cara menuju jawaban yang benar. Sedangkan soal yang bersifat terbuka penyelesaian memiliki lebih dari satu solusi menuju jawaban yang benar. Soal yang kebanyakkan digunakan di sekolah adalah soal yang bersifat tertutup (Close Problem). Menurut Shimada & Becker (1997: 2) munculnya pendekatan open-ended berawal dari pandangan bagaimana menilai kemampuan siswa secara objektif kemampuan berfikir tingkat tinggi matematika. Pemberian soal open-ended dalam pembelajaran matematika dapat merangsang kemampuan intelektual dan pengalaman siswa dalam proses menemukan sesuatu yang baru (Shimada, 1997:2). Shimada (1997: 1) mendefinisikan soal open-ended adalah soal yang diformulasikan mempunyai banyak

11 jawaban yang benar. Soal open-ended dapat dikelompokan menjadi dua tipe yakni: a. Soal memiliki satu jawaban dengan banyak cara penyelesaian atau open-ended teknik, yaitu mempunyai banyak teknik atau solusi penyelesaian akan tetapi mempunyai satu jawaban benar. Contoh soal: Tunjukan bahwa ABC dan CDE adalah segitiga yang saling kongruen? Penyelesaian: Cara 1: Sisi BC = CE, sisi AC = CD, ABC = CED ABC dan CDE memenuhi syarat kekongruenan segitiga, yakni sisi-sisisudut sehingga terbukti bahwa ABC dan Menggunakan katakata atau teks tertulis dalam menyelesaikan soal kesebangunan dan kekongruenan. CDE adalah dua segitiga yang kongruen. Cara 2: Sisi BC = CE, BCA = DCE (saling bertolak belakang), sisi AC = CD. Segitiga ABC dan CDE memenuhi syarat kekongruenan segitiga

12 yakni sisi-sudut-sisi sehingga terbukti bahwa segitiga ABC dan CDE adalah dua segitiga yang kongruen. Cara 3: ABC = CED, BCA = DCE (saling bertolak belakang), BAC = CDE (karena ABC = CED dan BCA = DCE maka pastilah BAC = CDE) ABC dan CDE memenuhi syarat kekongruenan segitiga yakni sudut-sudut-sudut, maka terbukti bahwa segitiga ABC dan CDE adalah dua segitiga yang saling kongruen. b. Soal dengan banyak cara penyelesaian dan juga banyak jawaban atau open-ended jawaban, yaitu mempunyai banyak solusi penyelesaian serta mempunyai banyak jawaban. Contoh soal: Buat dan gambarlah segitiga yang sebangun dengan segitiga dibawah ini! Penyelesaian: Segitiga yang sebangun dengan segitiga di atas tentu lebih dari satu, salah satunya adalah: Membuat serta mengkomunikasikan ideide matematika dalam bentuk simbol atau gambar pada materi kesebangunan dan kekongruenan

13 Ketiga sisi yang bersesuaian dari DEF dan MNO mempunyai perbandingan yang sama, yakni: Pada penelitian ini soal open-ended yang digunakan adalah soal open-ended teknik dan open-ended jawaban. Shimada (1997: 2) memberikan beberapa hal yang dapat dijadikan acuan dalam mengkreasi masalah, antara lain: a. Menyajikan permasalahan melalui situasi fisik yang nyata di mana konsep matematika dapat dikaji dan diamati siswa. b. Soal-soal pembuktian dapat diubah sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan hubungan sifat-sifat dari variabel dalam masalah itu. c. Memberikan contoh konkret dalam beberapa kategori sehingga siswa dapat mengelaborasi sifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat yang umum. Membuat model matematika dari ide atau gagasan dengan menerapkan simbol-simbol serta ekspresi matematika dalam menyelesaikan soal kesebangunan dan kekongruenan 3. Gaya Berfikir Anthony F. Gregore Ph.D. (Yao Tung, 2015: 191) adalah peneliti yang menemukakan teori tentang macam-macam gaya berfikir. Gaya berfikir adalah cara dalam menerima dan mengartur informasi. Gregore mengemukakan bahwa bagaimana proses dalam menerima informasi dibagi menjadi dua cara, yakni konkret dan abstrak. Pada proses menerima secara konkret orang menggunakan kelima indranya, sedangkan menerima

14 secara abstrak orang cenderung memakai intuisi dan imajinasi. Kemudian bagaimana mengatur informasi dan mengatur proses berfikir dapat dibagi menjadi dua cara, yakni sekuensial dan random (acak). Pada pemikir sekuensial orang cenderung mengatur proses berfikir dengan teratur (langkah demi langkah), sedangkan pemikir random cenderung secara acak atau tanpa urutan khusus. Setiap orang mempunyai dan memakai keempat gaya berfikir, hanya saja akan dominan pada satu atau dua gaya berfikir saja (Yao Tung, Khoe, 2015:191). Gregore (DePorter dan Hernacki, 2007 :128) membagi gaya berfikir ke dalam empat kelompok, yakni: a. Sekuensial Konkret (SK). Pemikir sekuensial konkret berpegang pada kenyataan dan memproses informasi dengan cara yang teratur, linear, dan sekuensial. Para sekuensial konkret, realitas terdiri dari indra penglihatan, peraba, pendengaran, perasa, dan penciuman. Mereka memperlihatkan dan mengingat realitas dengan mudah dan mengingat fakta-fakta, informasi, rumus-rumus, dan aturan-aturan khusus dengan mudah. Pemikir sekuensial konkret memiliki karakteristik dalam berfikir yakni satu demi satu dan nyata (Yao Tung, 2015: 192). Berikut adalah beberapa sifat yang dimiliki oleh pemikir sekuensial konkret (Yao Tung, 2015: 192): 1) Ulet. 2) Tradisional. 3) Sangat cermat. 4) Stabil.

15 5) Dapat diandalkan. 6) Konsisten. 7) Berpegang pada fakta. 8) Teratur. b. Sekuensial Abstrak (SA). Pemikir sekuensial abstrak suka berfikir dalam konsep dan menganalisis informasi. Realitas bagi para pemikir sekuensial abstrak adalah dunia teori metafisis dan pemikiran abstrak. Mereka sangat menghargai orang-orang dan peristwa-peristiwa yang teratur dan rapi. Proses berfikir mereka logis, rasional, dan intelektual. Pemikir sekuensial abstrak memiliki karakteristik dalam berfikir yakni satu demi satu dan imajinatif (Yao Tung, 2015: 192). Berikut adalah beberapa sifat yang dimiliki oleh pemikir sekuensial abstrak (Yao Tung, 2015: 192): 1) Analitis. 2) Objektif. 3) Berpengetahuan banyak. 4) Teliti. 5) Rapi. 6) Logis. 7) Tenang dan hati-hati. 8) Sistematis. c. Acak Konkret (AK). Pemikir acak konkret mempunyai sikap eksperimental yang diiringi dengan perilaku yang kurang terstruktur. Mereka cenderung berfikir berdasarkan pada kenyataan, tetapi ingin melakukan pendekatan trial and error. Oleh karenanya mereka sering melakukan lompatan intuitif yang diperlukan untuk pemikiran kreatif yang

16 sebenarnya. Pemikir acak konkret mempunyai dorongan kuat untuk menemukan alternatif dan mengerjakan segala sesuatu dengan cara mereka sendiri. Pemikir acak konkret memiliki karakteristik dalam berfikir yakni spontan dan nyata (Yao Tung, 2015: 192). Berikut adalah beberapa sifat yang dimiliki oleh pemikir acak konkret (Yao Tung, 2015: 192): 1) Cepat. 2) Berdasar kata hati. 3) Selalu ingin tahu. 4) Realistis. 5) Memiliki daya cipta. 6) Inovatif. 7) Naluriah. 8) Sangat berani. d. Acak Abstrak (AA). Pemikir acak abstrak menyerap ide-ide, informasi, dan kesan serta mengaturnya dengan refleksi. Mereka perlu melihat keseluruhan gambar sekaligus, bukan bertahap. Dengan alasan inilah, mereka akan terbantu jika mengetahui bagaimana segala sesuatu terhubung dengan keseluruhan sebelum masuk ke dalam detail. Pemikir acak abstrak memiliki karakteristik dalam berfikir yakni spontan dan imajinatif (Yao Tung, 2015: 192). Berikut adalah beberapa sifat yang dimiliki oleh pemikir acak abstrak (Yao Tung, 2015: 192): 1) Peka. 2) Penuh belas kasihan. 3) Cepat memahami. 4) Imajinatif. 5) Sentimental. 6) Idealis. 7) Spontan.

17 8) Fleksibel. Pada penelitian ini untuk mengetahui gaya berfikir siswa peneliti menggunakan tes yang dirancang oleh John Parks Le Tellier (DePorter dan Hernacki, 2007: 124) seorang pembimbing SuperCamp. Tes tersebut terdapat empat sifat, di mana setiap sifat tersebut adalah karakteristik dari masing-masing gaya berfikir. Cara untuk mengetahui gaya berfikir siswa adalah dengan meminta siswa memilih dua sifat yang paling menggambarkan dirinya. Berikut adalah rincian sifat yang digunakan untuk mengetahui gaya berfikir siswa (DePorter dan Hernacki, 2007: 125): Tabel 2.1 Daftar sifat gaya berfikir No Sifat No Sifat 1. a. Imajinatif b. investigatif c. realistis d. analitis d. perencana 2. a. teratur b. mudah beradaptasi c. kritis d. penuh rasa ingin tahu 3. a. suka berdebat b. langsung pada permasalahan c. suka mencipta d. suka menghubunghubungkan 4. a. personal b. praktis c. akademis d. suka bertualang 5. a. tepat b. fleksibel c. sistematis d. penemu 6. a. suka berbagi b. teratur c. penuh perasaan d. mandiri 7. a. kompetitif b. perfeksionis 9. a. pembaca b. suka bergaul c. mampu memecahkan masalah 10. a. penghafal b. berasosiasi c. berpikir mendalam d. pemulai 11. a. pengubah b. penilai c. spontan d. mengharapkan arahan 12. a. berkomunikasi b. menemukan c. waspada (hati-hati) d. menggunakan nalar 13. a. suka tantangan b. suka berlatih c. peduli d. memeriksa 14 a. menyelesaikan pekerjaan b. melihat kemungkinankemungkinan c. mendapatkan gagasangagasan d. menafsirkan

18 c. kooperatif d. logis 8. a. intelektual b. sensitif c. kerja keras d. mau mengambil risiko 15. a. mengerjakan b. berperasaan c. berpikir d. bereksperimen Selanjutnya memasukkan jawaban siswa ke dalam kolom sesuai dengan kunci jawaban, di mana kolom ke-i adalah untuk sifat pemikir sekuensial konkret, kolom ke-ii untuk sifat pemikir sekuensial abstrak, kolom ke-iii untuk pemikir acak abstrak, kolom ke-iv untuk pemikir acak konkret. Tabel 2.2 Kunci jawaban dari angket gaya berfikir No Sekuensial Sekuensial Konkret Abstrak Acak Abstrak Acak Konkret 1. C D A B 2. A C B D 3. B A D C 4. B C A D 5. A C B D 6. B C A D 7. B D C A 8. C A B D 9. D A B C 10. A C B D 11. D B C A 12. C D A B 13. B D C A 14. A C D B 15. A C B D Jumlah Selanjutnya, kalikan masing-masing kolom dengan 4. I. Sekuensial Konkret (SK) II. III. IV. Sekuensial Abstrak (SA) Acak Abstrak (AA) Acak Konkret (AK)

19 Kemudian dijumlah masing-masing kolom, hasil penjumlahan dikali empat. Hasil akhir di masukan ke dalam grafik di bawah ini: Gambar 2.1 Grafik gaya berfikir Gambar 2.2 Contoh hasil pemetaan gaya berfikir Gaya berfikir apa yang lebih dominan dapat diketahui dari besar kudran pada grafik. Misalnya pada contoh di atas maka gaya berfikirnya adalah acak konkret karena kuadarannya lebih besar dibandingkan dengan gaya berfikir lain.

20 4. Materi Standar Kompetensi : 1. Memahami kesebangunan bangun datar dan penggunaannya dalam pemecahan masalah Kompetensi dasar: 1.1 Mengidentifikasi bangun-bangun datar yang sebangun dan kongruen 1.2 Mengidentifikasi sifat-sifat dua segitiga sebangun dan kongruen 1.3 Menggunakan konsep kesebangunan segitiga dalam pemecahan masala Indikator: 1.1.1 Mengidentifikasi dua bangun datar yang sebangun 1.1.2 Mengidentifikasi dua bangun datar yang kongruen 1.2.1 Menyebutkan sifat-sifat dua segitiga yang sebangun 1.2.2 Menyebutkan sifat-sifat dua segitiga yang kongruen 1.3.1 Menentukan perbandingan sisi-sisi dua segitiga yang sebangun 1.3.2 Menghitung sisi-sisi dua segitiga yang sebangun 1.3.3 Menyelesaikan masalah yang melibatkan kesebangunan B. Penelitian Relevan Penelitian yang relevan ini bertujuan agar tidak terjadi pengulangan dalam penelitian. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti, ada beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Adapun penelitian-penelitian tersebut diantaranya: Darmastini dan Rosyidi (2014) telah melakukan penelitian tentang deskripsi kemampuan representasi siswa dalam menyelesaikan soal terbuka matematika ditinjau dari perbedaan gender. Pada penelitian yang dilaksanakan pada siswa kelas IX-I SMP Negeri 2 Jombang ini, bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan representasi dari siswa dalam menyelesaikan soal terbuka ditinjau dari perbedaan gender. Penelitian dilakukan pada materi

21 bilangan. Hasil penelitian tersebut menunjukan siswa laki-laki dan perempuan cenderung menggunakan representasi persamaan dan tabel, sedangkan siswa perempuan juga cenderung memberikan representasi verbal. Siswa laki-laki cenderung memberikan dua sampai tiga representasi untuk tiap soalnya, sedangkan perempuan cenderung memberikan tiga sampai empat representasi untuk setiap soalnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa perempuan lebih banyak memunculkan multi representasi dari pada siswa laki-laki. Rohmah (2013) melakukan penelitian tentang identifikasi tingkat kemampuan berfikir kritis siswa ditinjau dari gaya berfikir pada materi operasi aljabar. Penelitian tersebut dilakukan di MTs Mambaul Ma arif Jombang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi bagaimana tingkat kemampuan berfikir kritis siswa apabila ditinjau dari gaya berfikir. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa siswa yang mempunyai gaya berpikir Sekuensial Konkret (SK) dan Sekuensial Abstak (SA) tingkat kemampuan berpikir kritisnya berada pada level 3 yaitu kritis, siswa yang mempunyai gaya berpikir Acak Konkret (AK) tingkat kemampuan berpikir kritisnya berada pada level 1 yaitu tidak kritis, dan siswa yang mempunyai gaya berpikir Acak Abstrak (AA) tingkat kemampuan berpikir kritisnya berada pada level 2 dan 1 yaitu cukup kritis dan tidak kritis. Penelitian tersebut relevan dengan penelitian yang akan dilakukan pada penelitian ini. Hanya saja dalam penelitian ini akan mendeskripsikan kemampuan representasi matematis siswa SMP Negeri 3 Sumbang dalam menyelesaikan soal open-ended ditinjau dari gaya berfikir.

22 C. Kerangka Pikir Representasi matematis adalah ungkapan dari ide atau konsep matematika yang digunakan seseorang untuk mengkomunikasikan gagasan matematis dalam menemukan solusi sebagai hasil dari interprestasi pikirannya. Di mana ungkapan ide atau konsep matematika direpresentasikan ke dalam bentuk kata-kata (verbal), gambar, simbol, dan ekspresi matematika. Representasi pada materi matematika beragam, sehingga dibutuhkan soal yang dapat mendorong siswa untuk menggunakan representasi yang bervariasi. Salah satunya dengan memberikan soal dengan penyelesaian yang terbuka, atau soal open-ended. Soal open-ended memiliki banyak solusi menuju jawaban yang benar. Pendekatan open-ended berawal dari pandangan bagaimana menilai kemampuan berfikir tingkat tinggi matematika siswa secara objektif (Shimada, 1997: 2). Pemberian soal open-ended dapat melatih kemampuan berfikir matematis siswa. Hal ini dikarenakan soal open ended memiliki banyak solusi sehingga dapat melatih siswa untuk berfikir divergen. Bagaimana cara berfikir setiap orang berbeda-beda. Kecenderungan orang dalam menerima dan mengolah informasi disebut dengan gaya berfikir. Menurut Geogore (Yao Tung, 2015: 191) gaya berfikir dibagi menjadi empat, yakni sekuensial konkret, sekuensial abstrak, acak konkret, dan acak abstrak. Setiap orang mempunyai atau memakai keempat gaya berfikir, namun akan lebih condong ke salah satu atau dua dari keempat gaya berfikir tersebut (Yao

23 Tung, 2015: 191). Pada masing-masing gaya berfikir memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Representasi dalam matematika bervariasi, sehingga diperlukan soal yang memiliki beragam penyelesaian atau open-ended untuk dapat memunculkannya. Soal open-ended dapat melatih kemampuan berfikir siswa. Gaya berfikir merupakan karakteristik seseorang dalam menerima dan mengolah informasi tersebut. Dengan demikian, perlu dideskripsikan kemampuan representasi matematis siswa dalam menyelesaikan soal openended ditinjau dari gaya berfikir.