MEKANISME FAGOSITOSIS oleh: DAVID CHRISTIANTO 136070100011013 PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016 1
DAFTAR ISI SAMPUL... 1 DAFTAR ISI... 2 BAB I. PENDAHULUAN... 3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 BAB III. PENUTUP... 8 DAFTAR PUSTAKA... 9 2
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fagositosis merupakan respon imunitas non spesifik (innate immunity) yang diperankan oleh sel mononuklear (monosit dan makrofag) dan juga sel polimorfonuklear. Dalam melakukan fungsinya, sel fagosit juga berinteraksi dengan komplemen dan sistem immun spesifik (adaptive immunity). Selain ada juga pinositosis, yaitu proses memakan zat-zat non partikel. Proses fagositosis maupun pinositosis mulai dari terbentuknya suatu kantong pada membran sel, dan diikuti dengan pengambilan partikel atau terisi oleh cairan. Kantong ini kemudian melipat ke dalam dan membentuk vakuola yang berisi partikel atau cairan yang akan dicerna lebih lanjut. Baik fagositosis maupun pinositosis, merupakan suatu proses endositosis. Mikroorganisme yang mudah mengalami fagositosis dan mati, pada umumnya merupakan parasit yang tidak berhasil menyebabkan sakit pada inangnya. Sebaliknya, banyak bakteri yang berhasil melawan aktivitas fagositosis ini. Untuk lebih memahami tentang bagaimana bakteri dapat menghindar dari fagositosis atau selamat dari proses fagositosis, maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai tahap-tahap fagositosis dan berbagai cara bakteri dalam mengatasi atau menghindari aktivitas fagositosis. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tahap Fagositosis Fagositosis merupakan proses yang melibatkan kemotaksisdiapedesis, perlekatan dan pengenalan mikroba ke sel fagosit, penangkapan antigen/mikroba masuk ke dalam sel, pembentukan fagosom, pembentukan fagolisosom, degradasi/penghancuran, eksositosis. 2.1.1 Kemotaksis dan diapedesis Kemotaksis adalah gerakan fagosit ke tempat infeksi sebagai respon terhadap berbagai faktor seperti produk bakteri dan faktor biokimiawi yang dilepas pada aktivasi komplemen. Jaringan yang rusak atau mati dapat pula melepas faktor kemotaktik. Pajanan dengan patogen pada tempat infeksi menyebabkan pelepasan leukotrin, komplemen, NCF, TNF ά, dan interleukin yang bersifat kemotaksis terhadap neutrofil dan monosit. Molekul ini akan menarik Neutrofil dan monosit ke tempat terjadinya infeksi. IL-1 dan TNF ά akan menyebabkan sel endotel teraktivasi dan melepaskan molekul adhesi yaitu selektin ke dalam lumen dan memungkinkan lekosit berjalan /rolling di sepanjang endotel, kemudian molekul adhesi lainnya yaitu integrin akan diaktifkan sehingga lekosit dapat melekat di dinding vaskuler,selanjutnya PE- CAM yang ditemukan pada sel fagosit dan sel endotel akan berinteraksi sehingga secara efektif menarik sel fagosit melewati endothel. Sel fagosit akan mengeluarkan enzim protease untuk mendegradasi membran basal sel endotel sehingga memungkinkan sel fagosit melakukan ekstravasasi, proses ini disebut diapedesis. Diapedesis ini dipermudah oleh peningkatan permeabilitas vaskuler akibat pelepasan mediator inflamasi. Setelah berada 4
di cairan interstitial /di luar vaskuler, sel fagosit kemudian bermigrasi sesuai gradien kemotaktik menuju lokasi infeksi. 2.1.2 Perlekatan dan Pengenalan Mikroba oleh Sel Fagosit Interaksi antara mikroorganisme dan sel fagosit dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung. Langsung dimulai dengan pengenalan langsung reseptor pada sel fagosit terhadap molekul antigen misalnya karbohidrat pada permukaan sel antigen, peptidoglikan atau lipoprotein. Sedangkan tidak langsung tidak langsung, yaitu perlekatan yang dimediasi oleh opsonin. Opsonin, berupa Immunoglobulin dan complement akan meningkatkan efisiensi fagositosis. 2.1.3 Penangkapan Mikroba Masuk ke Dalam Sel Fagosit Partikel/mikroba yang terpajan dengan reseptor pada membran sel atau reseptor opsonin akan ditelan masuk ke dalam sel dengan cara endositosis. 2.1.4 Pembentukan Fagosom Setelah ditelan, membran sel fagosit akan menutup, partikel digerakkan ke sitoplasma sel dan terbentuk vesikel intraseluler yang disebut fagosom. Partikel yang ditelan tadi berada dalam fagosom ini. 2.1.5 Pembentukan Fagolisosom Di dalam sel fagosit, ditemukan kantong-kantong yang berisi enzim penghancur yang disebut lisosom. Lisosom berfusi dengan fagosom membentuk fagolisosom. Terjadinya fusi ini sedemekian rupa sehingga tidak terjadi kebocoran enzim dari lisosom yang dapat menghancurkan sel fagosit sendiri. Pada saat bersamaan dengan proses terbentuknya fagolisosom, reseptor di permukaan sel fagosit akan mengeluarkan sinyal untuk mengaktivasi enzim di dalam fagolisosom. 5
2.1.6 Degradasi Partikel/Mikroba Degradasi partikel/mikroba terjadi dalam fagolisosom, efek microbicidal fagosom dimungkinkan oleh : a b c Keasaman fagosom Peran ini dijalankan oleh enzim Vacuolar ATPase. Enzim ini berfungsi terutama untuk mengasamkan fagosom. Dengan bantuan Vacuolar ATP-ase, memungkinkan sel fagosit menggunakan energi untuk melawan gradient konsentrasi untuk memasukkan ion H + ke dalam fagosom. Keasaman fagosom menciptakan lingkungan yang tidak kondusif bagi mikroba untuk hidup dan membantu enzim-enzim fagosit lain menjalankan fungsinya. Pembentukan reaktive oxygen species (ROS)/Reaktive oxygen intermediate(roi) dan reactive nitrogen species (RNS) Pembentukan ROS/ROI diperankan oleh enzim NADPH oxidase atau fagosit oxidase. Enzim ini mengkatalisis perubahan oksigen menjadi anion superoksida dan radikal bebas hydroxil. ROI ini bersifat sangat toksik terhadap mikroba dalam fagolisosom. Pembentukan RNS difasilitasi oleh enzim inducible nitric oxide (NO) synthase (inos). Enzim ini mengkatalisis pembentukan nitric oxide (NO) yang juga bersifat mikrobicidal. Dengan demikian, ROS dan RNS secara sinergis memberikan efek yang lebih toksik terhadap mikroba. Sebagai hasilnya, ptotein mikroba hancur, terjadi kerusakan DNA permanen menyebabkan kegagalan metabolisme mikroba dan dengan sendirinya menghambat replikasi. Penghancuran komponen mikroba oleh enzim proteolisis dan hydrolase. Fagolisosom juga dilengkapi oleh enzim-enzim endopeptidase, exopeptidase dan hydrolase yang mendegradasi berbagai komponen mikroba. Selain itu, dalam sel fagosit juga terdapat 6
defensin, suatu potein yang bersifat melawan mikroba dengan mengikat membran sel mikroba. 2.1.6 Eksositosis Tahap akhir dari rangkaian fagositosis adalah pengeluaran partikel yang telah dihancurkan. Hasil degradasi akan dikeluarkan melalui proses eksositosis. 7
BAB III PENUTUP Fagositosis merupakan mekanisme pertahanan tubuh inang yang bersifat non spesifik yang terutama dilakukan oleh sel Polimorfonuklear (PMN) dan monosit atau makrofag serta sebagian kecil oleh sel eosinofil. Proses fagositosis dimaksudkan untuk menghancurkan atau membunuh partikel atau mikroorganisme yeng menginfeksi inang. Beberapa tahap fagositosis meliputi : 1). Interaksi sel fagosit dengan induk semang ; 2). Perlekatan sel fagosit ; 3). Ingesti dan pembentukan fagosom ; 4). Pembentukan fagolisosom ; 5). Proses pembunuhan intraseluler dan 6). Proses digesti intraseluler. Dilihat dari tahap-tahap fagositosis ini, jelaslah bahwa hasil fagositosis ditentukan oleh seperangkat faktor yang rumit, termasuk sifat khusus mikroorganisme, susunan genetik dan fungsional sel-sel fagosit dan pra-kondisi sel fagosit. Beberapa bakteri patogen yang berhasil menyebabkan penyakit pada inangnya memberikan gambaran bahwa bakteri dapat terhindar dari semua tahap fagositosis. 8
DAFTAR PUSTAKA 1 Abbas, A. K., et al. 2016. Basic Immunology Functions and Disorders of The Immune System. Fifth Edition. Elsevier. Canada. p. 1 307. 2 Brawijaya, Karmen. 2006. Imunologi Dasar. Balai Penerbit FK-UI. Jakarta. 3 Handzel, Z. T. 2013. The Immune Response to Mycobacterium tuberculosis Infection in Humans, Tuberculosis - Current Issues in Diagnosis and Management. http://www.intechopen.com/books/tuberculosis-current-issues-in- diagnosis-and-management/the-immune-response-to- mycobacterium-tuberculosis-infection-in-humans. Kunjungan pada 12 November 2016. 4 Kementerian Kesehatan RI. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta. p. 6 7. 5 Serafino, R. and Med, T. 2013. Tuberculosis 2 : Pathophysiology and microbiology of pulmonary tuberculosis. South Sudan Medical Journey. 6(1): 10 12. 6 Shi, R. dan Sugawara, I. 2013. Pathophysiology of Tuberculosis. Tuberculosis - Current Issues in Diagnosis and Management. p. 130. 9