II. TINJAUAN PUSTAKA. kedudukannya maka ia melaksanakan peran. Peran mencakup tiha hal; dalam masyarakat sebagai organisasi.

dokumen-dokumen yang mirip
SEKSUALITAS. endang parwieningrum Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan KB BKKBN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga

Organ Reproduksi Perempuan. Organ Reproduksi Bagian Dalam. Organ Reproduksi Bagian Luar. 2. Saluran telur (tuba falopi) 3.

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH MEDIA BOOKLET TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SANTRI TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DI PESANTREN DARUL HIKMAH TAHUN 2010

KESEHATAN REPRODUKSI OLEH: DR SURURIN

BAB 1. All About Remaja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya pendidikan seks untuk anak dan remaja sangat perlu, peran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN (INFORMED CONSENT) Pada penelitian: KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mempengaruhi cara pandang masyarakat terhadap seksualitas dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU, DAN LINGKUNGAN SISWI SMU SANTA ANGELA TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KESEHATAN REPRODUKSI. Dr. Tri Niswati Utami, M.Kes

Seksualitas Remaja dan Kesehatan Reproduksi Rachmah Laksmi Ambardini Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja.

KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996).

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut WHO (World Health

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1)

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

Lampiran 2 SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) Yang bertanda tangan dibawah ini:

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Kelompok usia remaja menurut WHO (World Health Organization) adalah kelompok umur tahun (Sarwono, 2008).

PEREMPUAN DAN KESEHATAN REPRODUKSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. generasi berikutnya (Jameela, 2010). fase ini individu mengalami perubahan dari anak-anak menuju dewasa

Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Pria di Provinsi Bengkulu Rendah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan.

Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Pria di Provinsi Bengkulu Rendah

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

- SELAMAT MENGERJAKAN -

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL KABUPATEN KULON PROGO PUSAT STUDI SEKSUALITAS PKBI DIY 2008

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah remaja usia tahun di Indonesia menurut data SUPAS 2005 yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. WHO mendefinisikan, masa remaja (adolence) mulai usia 10 tahun sampai 19

BAB I PENDAHULUAN. dan transisi dalam moralitas (Suhud & Tallutondok., 2009).

Bab IV Memahami Tubuh Kita

KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUIAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

BAB I PENDAHULUAN. saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa

BABI PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, fenomena pernikahan dini kian lama

BAB I PENDAHULUAN. yang mereka tinggali sekarang ini contohnya dari segi sosial, budaya, ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

Standar Kompetensi 1. Memahami berbagai sistem dalam kehidupan manusia. Kompetensi Dasar 1.2. Mendeskripsikan tahapan perkembangan manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu. berapa sering untuk memiliki keturunan (Kusmiran, 2012 : 94).

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Peran Peer Educator (PE) Remaja 1. Pengertian Peran Menurut Soekanto (2002: 220), peran merupakan aspek yang dinamis dan kedudukan (status), jika seseorang melaksaakan hak dan kewajiban sesuai kedudukannya maka ia melaksanakan peran. Peran mencakup tiha hal; a. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat. b. Peran adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. c. Peran juga diartikan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktural sosial masyarakat. Menurut Slamet (Soekanto, 2002: 223), peran mencakup perilaku yang dilaksanakan oleh seseorang yang menempati suatu posisi dalam sistem sosial. Sedangkan menurut Tarwoto dan Wartonah dalam Ariyanti (2007: 31), peran merupakan pola sikap, perilaku nilai yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat. Dalam kepribadian yang sehat, kepuasan penampilan, peran dimaksudkan para individu yang mempunyai kepribadian sehat akan dapat

14 berhubungan dengan orang lain. Ia dapat mempercayai dan terbuka pada orang lain dan membina hubungan interdependen. Astrid S. Susanto (1979: 94) menyatakan bahwa peran adalah dinamisasi dari status ataupun penggunaan dari hak dan kewajiban atau disebut subyektif. Hasan Shadily (1984: 763) menyatakan bahwa peran adalah suatu tugas yang dilaksanakan oleh seseorang karena menduduki jabatan tertentu. Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa peran adalah aspek dinamis yang berupa tindakan atau perilaku yang dilaksanakan oleh seseorang yang menempati atau memangku suatu posisi dan melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya. Dengan kata lain, peran adalah sesuatu yang penting dan diharapkan dari seseorang yang memiliki tugas utama dalam kegiatan. 2. Peer Educator (PE) Remaja Peer Education atau pendidikan sebaya, merupakan sistem penyampaian sex education melalui pendidikan teman sebaya. Sedangkan peer educator (PE) atau pendidik sebaya adalah seseorang yang mewakili sekolah atau kelompoknya yang mempunyai komitmen dan telah mendapat pelatihan untuk memberikan informasi seputar Kesehatan Reproduksi, IMS, HIV dan AIDS kepada teman sebaya atau Kelompok Dampingan (KD) secara kontinyu dan bersifat sukarela untuk menanamkan sex education secara tepat (Skala PKBI Lampung). Pendidik sebaya atau peer educator adalah suatu prinsip yang bekerja menurut dasar dari remaja, untuk remaja, dan oleh remaja. Umumnya akan lebih terbuka

15 dan bebas berbicara mengenai permasalahannya dengan teman-teman yang seusia. Metode ini secara sederhana menggunakan teman sebaya/seusia sebagai konselor/pendidik untuk membantu teman lainnya agar dapat mengambil keputusan sendiri atas permasalahan yang dihadapinya. Alasan dikembangkannya PE : 1. Mempermudah penyampaian informasi, 2. Mempermudah penjangkauan dengan Kelompok Dampingan (KD), 3. Mempersiapkan Kelompok Dampingan (KD) untuk mandiri sebagai penerus program secara mandiri, 4. PE dari kelompok sendiri lebih dipercaya oleh kelompok tersebut, 5. Mempercepat penyampaian informasi karena mempunyai kesamaan bahasa, 6. Mempercepat sosialisasi dan penerimaan program, 7. Mempunyai waktu lebih banyak/fleksibilitas waktu dalam mendampingi Kelompok Dampingan (KD), 8. PE dapat menjadi panutan awal ke arah perubahan perilaku, 9. PE dapat menjaga media KIE yang di pasang, 10. Menjadi kepanjangan tangan, mata dan telinga Petugas Outreach. Kelebihan adanya PE Remaja: 1. Akses untuk masuk lebih mudah, 2. Memperluas jangkauan intervensi, 3. Berasal dari kelompok sesama sehingga ikatan psikologisnya lebih besar, 4. Jangkauan penyebaran informasi lebih cepat dan luas, 5. Memberi pengalaman positif bagi KD, misal rasa percaya diri,

16 6. Membantu PO di lapangan, 7. Kemampuan melihat permasalahan lebih dalam, 8. Ide mengembangkan program outreach lebih baik. Tanggung jawab dan Tugas PE : 1. Membuat laporan PE setiap kali melaksanakan tugas ke-pe-an, 2. Melakukan outreach dan monitoring, 3. Mengikuti kegiatan peningkatan kemampuan SDM, 4. Mengikuti kegiatan-kegiatan di kantor Lembaga, 5. Sebagai pelaksana kegiatan kelompok Keberhasilan PE, dilihat dari indikator : 1. Informasi cepat sampai, 2. Relatif mudah untuk menjangkau KD dalam penyampaian informasi, 3. Memberi masukan-masukan untuk program, 4. PE mampu melaksanakan perannya secara mandiri, 5. Pengetahuan dan sikap KD meningkat. Evaluasi kegiatan PE : 1. Terbentuknya kelompok diskusi baru, 2. Meningkatnya frekuensi pertemuan KD, 3. FGD (fokus group discusion) pada KD yang sudah didampinggi oleh PE (pengetahuan, sikap dan keterampilan), 4. Pertemuan rutin bagi PE untuk melihat masalah-masalah PE dalam rutinitas, 5. Kegiatan yang dilakukan PE, 6. Pengetahuan KD yang didampingi oleh PE,

17 7. Dilihat keaktifan PE dalam kegiatan di organisasi yang inovatif dan produktif. Tahapan pengembangan kegiatan PE : 1. Model 1 a. Berawal dari outreach, kemudian identifikasi dan perekrutan, b. Menyeleksi calon melalui tingkat kemampuan baca tulis, pemahaman dan pengetahuan, mobilitas KD, hubungan calon PE dengan keluarga (tanggungan), c. Pelatihan sehari (wildfire, epidemiologi, IMS, HIV dan AIDS, kondom, psikologi dasar), d. Monitoring calon kuat, e. Pelatihan PE selama 3 hari setelah itu monitoring dilihat kemungkinan untuk menjadi motor kelompok, f. Pelibatan calon ke dalam kelompok kerja/lembaga. 2. Model 2 a. Observasi melalui outreach kemudian melihat calon dengan kriteria : baca tulis, peduli AIDS, disegani teman-teman, kreatif, bisa menyampaikan informasi, mudah ditemui, bisa bekerja sama/kerja tim, b. Dilakukan pelatihan selama 3 hari, c. Monitoring, d. Pembinaan selana sekali sebulan, dengan agenda kegiatan : 1. Berbagi pengalaman 2. Metode-metode dan informasi (Skala PKBI Lampung, 2007)

18 Menurut Hurlock, remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Monks, dkk 1991). Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Seperti yang dikemukakan oleh Calon (Monks, dkk 1991) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Borring E.G. (dalam Hurlock, 1990) mengatakan bahwa masa remaja merupakan suatu periode atau masa tumbuhnya seseorang dalam masa transisi dari anak-anak kemasa dewasa, yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Sedangkan Monks, dkk (dalam Hurlock, 1990) menyatakan bahwa masa remaja suatu masa disaat individu berkembang dari pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual, mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak menjadi dewasa, serta terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh pada keadaan yang mandiri. Neidahart (dalam Hurlock, 1990) menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dan ketergantungan pada masa anak-anak ke masa dewasa, dan pada masa ini remaja dituntut untuk mandiri. Mengenai batasan usia remaja terdapat versi berbeda-beda. WHO (badan PBB untuk kesehatan dunia) menyebutkan bahwa batasan usia remaja adalah 10 24 tahun dengan catatan belum terikat dalam pernikahan. Sehingga jika pada usia tersebut seorang remaja telah menikah, maka ia tergolong dalam usia dewasa.

19 Sebaliknya, jika usia sudah bukan lagi tergolong dalam usia remaja, namun masih tergantung pada orang tua (non mandiri), maka masih dapat dimasukkan ke dalam kelompok remaja (Sudardjat, 2002). Sedangkan dari segi program pelayanan, definisi remaja yang digunakan oleh Departemen Kesehatan adalah mereka yang berusia 10 19 tahun dan belum menikah. Sementara itu, menurut BKKBN (Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak Reproduksi) batasan usia remaja adalah usia 10 12 tahun (http://hqweb01.bkkbn.go.id, diakses tanggal 9 Oktober 2008). IPPF (The International Planned Parenthood Federation) sebagai induk dari LSM PKBI membatasi usia remaja antara 10 24 tahun (www.pkbi.or.id). Selanjutnya, WHO juga mendefinisikan remaja sebagai masa dimana : a. Individu berkembang dari saat pertama ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekunder sampai saat mencapai kematangan seksual. b. Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanakkanak menjadi dewasa. c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh dengan keadaan yang relatif lebih mandiri. Menurut Hurlock (dalam Gunarsa, 1990) Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik.

20 Sarlito (Asfriyati, 2002) berpendapat bahwa mendefenisikan remaja untuk masyarakat Indonesia sama sulitnya dengan menetapkan defenisi remaja secara umum. Masalahnya adalah karena Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat, dan tingkat sosial ekonomi maupun pendidikan, namun secara umum batasan remaja Indonesia adalah 11-24 tahun dan belum menikah dengan pertimbangan-pertimbangan antara lain : 1. Usia 11 tahun adalah usia di mana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai nampak (kriteria fisik), 2. Di banyak masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil baligh baik menurut adat maupun agama sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria sosial), 3. Pada usia 21 tahun mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri, tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual dan tercapainya puncak perkembangan kognitif maupun moral (kriteria psikologik) 4. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimum yaitu untuk memberikan peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri pada orang tua, belum mempunyai hak-hak penuh sebagai orang dewasa (secara adat/tradisi). 5. Status perkawinan sangat menentukan karena arti perkawinan masih sangat penting di masyarakat secara menyeluruh. Seseorang yang sudah menikah pada usia berapapun dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa penuh baik secara hukum, maupun dalam kehidupan masyarakat

21 dan keluarga. Karena itu remaja dibatasi khusus untuk yang belum menikah (Sarlito dalam Asfriyati, 2002: 4-5). Rentang Usia Perkembangan Manusia Pre Natal : Konsepsi Lahir Bayi : 0 2 tahun Kanak-kanak : 3 5 tahun Masa Sekolah : 6 12 tahun Pubertas : 13 14 tahun Remaja Awal : 15 16 tahun Remaja Akhir : 17 21 tahun Dewasa Awal : 22 40 tahun Dewasa Akhir : 41 60 tahun Masa Tua : > 60 tahun Masa remaja merupakan masa transisi dimana individu mengalami perubahanperubahan fisik maupun psikologis. Sebelum sampai pada masa remaja maka seseorang akan memasuki masa pubertas yang disebabkan oleh hormon. Pada laki-laki hormon diproduksi oleh testis dan dinamakan testosteron sedangkan pada perempuan hormon diproduksi oleh indung telur dan dinamakan esterogen dan progesteron. Pubertas pada laki-laki ditandai dengan mimpi basah pertama (First Noctumal Emission) dan pada perempuan ditandai dengan mengalami menstruasi pertama (menarche). Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah

22 dicapai. Bagian dari masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak. Perubahan-perubahan yang terjadi pada remaja : a. Perubahan fisik 1. Perempuan : menstruasi, tubuh menjadi mulai terbentuk, payudara membesar, tumbuh rambut di daerah tertentu, dan lain-lain. 2. Laki-laki : mimpi basah, tumbuh jakun, suara membesar, dada bidang, tumbuh rambut pada daerah tertentu, dan lain-lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fisik pada remaja adalah faktor internal (genetik) yang merupakan sifat jasmaniah yang diwariskan dari orang tua dan kematangan. Faktor kedua yaitu faktor eksternal yang terdiri dari kesehatan, makanan dan stimulasi lingkungan. b. Perubahan psikologis Perubahan psikologis yang terjadi pada remaja pada saat pubertas adalah sensitif, mudah tersinggung, mudah marah, irasional, stres, takut, ingin mandiri, ekspresif dan selalu ingin tahu. Menurut Rifameutia (2007), keadaan emosi pada saat remaja akan menghadapi krisis identitas (paling rentan terjadi konflik), masih suka tersinggung, berkeinginan untuk mempertahankan hak dan harga diri yang terkadang sering diungkapkan melalui prilaku yang agak berlebihan. Ketidakstabilan emosi yang

23 dialami oleh remaja ini akan berpengaruh terhadap pilihannya dalam sistem pergaulannya sehari-hari. Di sini remaja dituntut untuk menentukan sikap atau keputusannya sendiri. Oleh karena itu, bimbingan dan pendidikan dari orang tua dan masyarakat sangat diperlukan untuk mengarahkan keputusan remaja agar terhindar dari prilaku yang menyimpang (Juvenile Deliquency). Ciri-ciri masa remaja Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja : 1. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan nampak jelas pada remaja akhir yang duduk di awal-awal masa kuliah. 2. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi

24 maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja. 3. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa. 4. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanakkanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa. 5. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut. Berdasarkan beberapa pengertian remaja yang telah dikemukakan para ahli, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja adalah individu yang sedang berada pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dan ditandai dengan perkembangan dari aspek fisik, psikis dan sosial dengan batasan usia antara 10-24 tahun dan belum terikat oleh ikatan pernikahan.

25 Jadi, dalam penelitian ini peran remaja yang dimaksud adalah aspek dinamis yang berupa tindakan atau perilaku remaja dalam melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai peer educator. Dengan kata lain, peran remaja di sini yaitu peran remaja dalam pemberian informasi kesehatan reproduksi kepada remaja (teman sebayanya). B. Informasi Kesehatan Reproduksi 1. Pengertian Informasi Menurut Fisher (Sobur, 2004: 23), Informasi adalah suatu yang menunjukkan fakta atau data yang dapat diperoleh selama tindak komunikasi. Informasi yang ada di dalam suatu media akan diterima sama oleh setiap orang yang menggunakannya. Menurut Siagian (Sobur, 2004: 29) guna mengetahui nilai suatu informasi, biasanya orang mengaitkan dengan sifat-sifat berikut : 1. Mudah diperoleh. Suatu informasi makin bernilai jika ia dapat diperoleh dalam waktu yang cepat secara mudah. 2. Luas dan lengkapnya informasi. Hal ini menyangkut selain isi atau volume informasi juga kegunaan dalam mengambil keputusan. 3. Kecocokan. Mengaitkan informasi dengan masalah yang dihadapi. Artinya, jika informasi yang masuk dapat berguna dalam menyelesaikan masalah yang ada. 4. Kejelasan. Menunjukkan sifat mudahnya informasi untuk dipahami.

26 5. Keluwesan. Berkaitan dengan kegunaan informasi untuk berbagai pengambilan keputusan. Makin banyak keputusan yang diambil dari suatu informasi, makin luwes informasi tersebut. 6. Dapat dibuktikan. Berkaitan dengan tepat tidaknya informasi itu diuji kebenarannya oleh beberapa orang sehingga dapat memperoleh kesimpulan yang sama. 7. Bebas dari prasangka. Informasi semakin bernilai jika di dalamnya tidak dimasukkan unsur opini, sebab dengan memasukkan opini maka informasi bersifat bias. Kemudian menurut Davis (Sobur, 2004: 26) informasi memiliki beberapa ciri, yaitu : 1. Benar atau salah. Ini dapat berhubungan dengan relitas atau tidak. Bila penetima informasi yang salah mempercayainya, akibatnya sama seperti yang benar. 2. Baru. Informasi dapat sama sekali baru dan segar bagi penerimanya. 3. Tambahan. Informasi dapat memperbaharui atau memberikan tambahan baru pada informasi yang ada. 4. Korektif. Informasi dapat menjadi suatu koreksi dari informasi yang salah atau palsu sebelumnya. 5. Penegas. Informasi dapat mempertegas informasi yang telah ada. Selanjutnya keseluruhan makna yang menunjang pesan dimana di dalamnya terlihat bagian-bagian dari pesan itu akan disimpulkan sebagai sebuah data yang nantinya akan dianalisis dan diproses. Data yang telah diolah menjadi informasi

27 ini selanjutnya akan sangat berguna bagi manajemen yang akan diberlakukan. Selain itu informasi juga dapat diartikan sebagai suatu kumpulan data dimana di dalamnya terdapat bagian-bagian tersendiri yang nantinya akan terkait dengan suatu analisa dan proses yang akan menjadi suatu acuan dalam pengambilan keputusan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1980). Jadi, informasi adalah rangkaian yang berisi pesan-pesan, kejadian yang telah berlangsung atau sedang berlangsung dan akan berlangsung yang disampaikan terhadap orang lain atau sasaran yang membutuhkan dan bertujuan untuk menyamakan kerangka pikir. 2. Kesehatan Reproduksi Secara sederhana reproduksi berasal dari kata re = kembali dan produksi = membuat atau menghasilkan, jadi reproduksi mempunyai arti suatu proses kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian hidup. Kesehatan Reproduksi (kespro) adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran & sistem reproduksi. Pengertian kesehatan reproduksi yang dirumuskan oleh Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (ICDP) di Kairo tahun 1994 adalah keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh, dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan, dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi-fungsi serta proses-prosesnya. Pengertian sehat bukan semata-mata sebagai pengertian kedokteran (klinis), tetapi juga sebagai pengertian sosial. Seseorang dikatakan sehat tidak hanya memiliki tubuh dan jiwa yang sehat,

28 tetapi juga dapat bermasyarakat secara baik. Kesehatan reproduksi bukan hanya masalah seseorang saja, tetapi juga menjadi kepedulian keluarga dan masyarakat (Muzayyanah, 2008). 3. Kesehatan Reproduksi Remaja Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat di sini tidak semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial kultural. Remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi agar memiliki informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada disekitarnya. Dengan informasi yang benar, diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai proses reproduksi. Informasi kesehatan reproduksi kepada remaja dirasakan sangat penting, mengingat banyaknya kasus tentang kesehatan reproduksi di antara remaja. Hal ini dapat ditunjukkan dari tingginya kasus AIDS pada kelompok umur remaja yang mencapai 240 kasus (menurut laporan Departeman Kesehatan pada September 2001). Disamping itu, banyaknya kasus pergaulan bebas di antara remaja yang menyebabkan timbulnya hamil di luar nikah. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Demografi-UI, dengan BKKBN tentang Baseline Survey Kesehatan Reproduksi Remaja di Indonesia, banyak remaja yang telah mendiskusikan masalah hubungan seksual termasuk hubungan seksualpremarital status dengan teman sebaya. Sebagai tambahan, remaja atau

29 pemuda di Indonesia saat ini mulai cenderung memilih pasangannya sendiri daripada dipilihkan oleh orang tua mereka. Lebih dari 40 persen remaja (15-24 tahun) mengatakan bahwa AIDS adalah penyakit yang berbahaya, namun pengetahuan mengenai proses penyakit tersebut, dan faktor risikonya sangat rendah. Masalah remaja mengenai penyalahgunaan narkoba juga semakin hari semakin memprihatinkan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pemberitaan baik di media cetak maupun media elektronik tentang penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik mengalami peningkatan yang sangat tinggi. Kondisi tersebut menggambarkan cukup banyak permasalahan kesehatan reproduksi yang timbul di antara remaja. Mengingat hal tersebut, timbullah suatu ide untuk mengembangkan model pusat informasi, dan konsultasi kesehatan reproduksi remaja melalui pendidik/konselor sebaya. Model semacam ini merupakan suatu model dengan tujuan menumbuhkan/membangkitkan kesadaran/peran serta individu di tengah masyarakat/kelompok untuk berperan sebagai teman sebaya (peer) bagi anggota kelompok yang membutuhkan. Alat Reproduksi A. Alat Reproduksi Perempuan 1. Bagian luar (Ajen D, 2003): a. Bibir luar / labia mayora b. Bibir dalam / labia minora c. Kelentit (klitoris) yang sangat peka karena banyak syaraf, ini merupakan bagian yang penting sensitif dalam menerima rangsangan seksual. d. Lubang kemaluan (lubang vagina) terletak antara lubang kencing dan anus (dubur) e. Rambut kemaluan yang tumbuhnya saat perempuan memasuki usia pubertas.

30 2. Bagian dalam (Ajen D, 2003): a. Vagina (liang kemaluan/liang senggama), bersifat elastis dan dapat membesar serta memanjang sesuai kebutuhan fungsinya sebagai organ baik saat berhubungan seks, jalan keluarnya bayi saat melahirkan atau saluran keluarnya darah saat haid. b. Mulut rahim (serviks), saat berhubungan seks, sperma yang dikeluarkan penis laki-laki di dalam vagina akan masuk ke dalam mulut rahim hingga bertemu sel telur perempuan. c. Rahim (uterus) adalah tempat tumbuhnya janin hingga dilahirkan. Rahim dapat membesar dan mengecil sesuai kebutuhan (hamil dan setelah melahirkan). d. Dua buah saluran telur (tuba fallopii) yang terletak disebelah kanan dan kiri rahim. Sel telur yang sudah matang atau yang sudah dibuahi akan disalurkan ke dalam rahim melalui saluran ini. e. Dua buah indung telur (ovarium) kanak dan kiri. Ketika seorang perempuan lahir, ia sudah memiliki ovarium yang mempunyai sekitar setengah juta ova (cikal bakal telur). Tiap ova punya kemungkinan untuk berkembang menjadi telur matang. Dari sekian banyak ova, hanya sekitar 400 saja yang berhasil berkembang menjadi telur semasa usia produktif perempuan. B. Alat Reproduksi Laki-laki (Ajen D, 2003) 1. Zakar atau penis. Berbentuk bulat memanjang dan memiliki ujung berbentuk seperti helm disebut glans. Ujung penis ini dipenuhi serabut syaraf yang peka. Penis tidak memiliki tulang, hanya daging yang dipenuhi dengan pembuluh darah. Penis dapat menegang yang disebut ereksi. Ereksi terjadi karena rangsanagn yang membuat darah dalam jumlah besar mengalir dan memenuhi pembuluh darah yang ada dalam penis, dan membuat penis menjadi besar, tegang dan keras. 2. Buah zakar atau testis jumlahnya dua berbentuk bulat lonjong dan menggantung pada pangkal penis. Testis inilah yang menghasilkan sel kelamin pria (sperma). 3. Saluran zakar atau uretra berfungsi untuk mengeluarkan air mani dan air seni. 4. Kantong selir atau scrotum, yaiu lapisan kulit agak berkerut mebentuk kantong yang menggelantung di belakang penis. Scrotum gunanya untuk mengontrol suhu dari testis, yaitu 6 0 C lebih rendah dari bagian suhu lainnya agar testis dapat berfungsi menghasilkan sperma. 5. Epididimis, yaitu tempat pematangan sperma sesudah dibentuk dalam testis. 6. Saluran sperma atau vas deferens. Saluran sperma dari testis menuju seminal vesicle. 7. Seminal vesicle, yang berguna untuk memproduksi semacam gula. Ini berguna sebagai sumber kekuatan untuk sperma agar dapat bertahan hidup dan berenang mencari telur di dalam alat reproduksi perempuan. Pada saat ejakulasi seminal vesicle mengalirkan gula tersebut ke vas deferens.

31 8. Kelenjar prostat, yang menghasilkan cairan yang berisi zat makanan untuk menghidupi sperma. 9. Bladder (kandung kencing), tempat terkumpulnya air seni yang nantinya disalurkan ke uretra ketika buang air kecil. Pengetahuan dasar apa yang perlu diberikan kepada remaja agar mereka mempunyai kesehatan reproduksi yang baik : 1. Pengenalan mengenai sistem, proses dan fungsi alat reproduksi (aspek tumbuh kembang remaja), 2. Mengapa remaja perlu mendewasakan usia kawin serta bagaimana merencanakan kehamilan agar sesuai dengan keinginnannya dan pasanganya, 3. Penyakit menular seksual dan HIV/AIDS serta dampaknya terhadap kondisi kesehatan reproduksi, 4. Bahaya Narkoba dan miras pada kesehatan reproduksi, 5. Pengaruh sosial dan media terhadap perilaku seksual, 6. Kekerasan seksual dan bagaimana menghindarinya, 7. Mengambangkan kemampuan berkomunikasi termasuk memperkuat kepercayaan diri agar mampu menangkal hal-hal yang bersifat negatif, 8. Hak-hak reproduksi. 4. Permasalahan Seksualitas Remaja Berbagai permasalahan seksualitas remaja salah satunya merupakan dampak negatif era globalisasi, walaupun globalisasi tidak sepenuhnya yang mempengaruhi. Kecanggihan teknologi dan media massa justru menjadi peluang bagi berkembangnya video-video atau gambar-gambar berbau porno. Sementara,

32 para remaja yang sedang mengalami masa pencarian jatidiri dan rasa keingintahuan yang begitu besar mudah terpengaruh oleh berbagai informasi tersebut. Aktivitas seks bebas yang dilakukan remaja pada usia dini bisa mengakibatkan Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), Aborsi tidak aman juga dapat menimbulkan gangguan kesehatan reproduksi yang mengancam keselamatan jiwa remaja itu sendiri seperti IMS, HIV dan AIDS. Penyalahgunaan Narkoba juga tidak lepas dari permasalahan remaja saat ini dan ada kaitannya dengan penyebaran virus HIV. Dari penelitian yang dilakukan oleh PKBI pada tahun 2005 di 9 kota dengan jumlah responden 37.685 orang didapatkan data bahwa 27% praktik aborsi dilakukan oleh klien yang belum menikah dan biasanya telah terlebih dahulu mengupayakan aborsi mandiri dengan cara meminum jamu khusus. Sementara 21,8% dilakukan oleh klien dengan kehamilan lanjut dan tidak dapat dilayani permintaan aborsinya. Hasil survei yang dilakukan oleh Skala PKBI Lampung tahun 1997 pada 100 orang remaja berusia 15 24 tahun diketahui 9% di antaranya mengaku pernah melakukan hubungan seksual dan 41% responden yang menyatakan bahwa alasan remaja melakukan hubungan seksual karena cinta (suka sama suka) dan merupakan kebutuhan biologis. Selain itu 20% responden yang menyatakan berhubungan seksual di luar nikah boleh-boleh saja.

33 Sebuah survey terhadap 8084 remaja laki-laki dan remaja putri usia 15 24 tahun di 20 kabupaten pada empat provinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung) menemukan 46,2% remaja masih menganggap bahwa perempuan tidak akan hamil hanya dengan sekali melakukan hubungan seks. Kesalahan persepsi ini sebagian besar diyakini oleh remaja laki-laki sebesar 49,7% dibandingkan pada remaja putri yang hanya 42,3% (LDFEUI & NFPCB, 1999: 92). Selain itu berdasarkan kasus konsultasi yang diterima Skala PKBI Lampung (Januari Juni 2005) menunjukkan bahwa permasalahan Pacaran dan Seksualitas yang dikonsultasikan remaja menduduki angka tertinggi yaitu 54%. Permasalahan tersebut mengalami peningkatan pada masalah hubungan seksual yang tidak aman yang dilakukan dengan pacar. Kebutuhan akan informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual remaja terlihat dari hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh Skala PKBI Lampung mengenai kebutuhan akan informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual dengan responden 226 orang remaja diketahui bahwa 97,8% responden menyatakan perlu memberikan informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual bagi remaja, dan selebihnya menyatakan perlu untuk orang tua (Skala PKBI Lampung, 2002). Dari hal di atas, kita dapat melihat bahwa permasalahan seksualitas remaja merupakan hal penting yang perlu disoroti. Remaja sangat membutuhkan informasi terkait dengan kesehatan reproduksi dan perkembangan seksnya. Kebanyakan remaja mendapatkan informasi tersebut dari sumber yang tidak tepat

34 dan tidak dapat dipercaya, seperti buku-buku porno, situs porno, blue film dan lainnya. Mengingat banyaknya permasalahan kesehatan reproduksi remaja saat ini, maka mengembangkan model pusat informasi dan konsultasi kesehatan reproduksi remaja melalui pendidik sebaya menjadi sangat penting. Model semacam ini merupakan suatu model pemberdayaan remaja dengan tujuan menumbuhkan/membangkitkan kesadaran/peran serta individu (remaja) di tengah masyarakat/kelompok untuk berperan sebagai teman sebaya (peer) bagi anggota kelompok yang membutuhkan. Belajar dari hasil penelitian yang ada dan bayangan perilaku seksual remaja yang tidak terdeteksi, diperlukan suatu konsep atau kertas kerja yang bisa digulirkan dan dipertanggungjawabkan. Perlu digagas adanya pendidikan kesehatan reproduksi sehat bagi remaja di sekolah dan keluarga. Pembongkaran dan penataan perilaku seks remaja tidak sehat menuju perilaku seks sehat dan bertanggungjawab harus segera dilakukan dan ditindaklanjuti dengan melibatkan banyak pihak seperti pendidik, petugas kesehatan, psikolog, agamawan, orang tua dan aktivis LSM yang konsen di bidang kesehatan reproduksi remaja. Pendampingan-pendampingan akan sosialisasi informasi perilaku seks yang sehat dan betul bagi remaja sudah saatnya dilaksanakan secara terbuka dan metode belajar demokratis (peer group) dari remaja, oleh remaja dan untuk remaja merupakan salah satu metode yang perlu diimplementasikan.

35 C. Kerangka Pemikiran Manusia adalah makhluk hidup yang terikat dengan manusia sekitarnya. Sebagai makhluk sosial, manusia selalu melakukan interaksi dengan makhluk lainnya, karena manusia selalu tergantung dengan makhluk yang lain. Menurut Soerjono Soekanto (1990: 61) bahwa interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Dalam kehidupan, interaksi yang dilakukan oleh manusia dikarenakan adanya komunikasi dan proses sosialisasi yang terjadi. Setiap manusia selalu melakukan proses sosialisasi dalam kehidupannya. Seperti halnya orang dewasa yang telah dulu melakukan interaksi dan sosialisasi dalam kehidupan mereka, remajapun melakukan hal yang sama. Kesehatan reproduksi adalah termasuk salah satu dari sekian banyak problem remaja yang perlu mendapat perhatian bagi semua kalangan, baik orang tua, guru, dan maupun konselor sekolah. Beberapa permasalahan kesehatan reproduksi remaja yang ada yaitu peningkatan aktivitas seksual, pergaulan dan seks bebas, kehamilan tidak diinginkan (KTD), aborsi, IMS, HIV dan AIDS serta Narkoba. Karena kompleksnya permasalahan, hampir selalu remaja diperlakukan sebagai target sasaran atau objek. Padahal remaja mempunyai banyak potensi yang dapat diikutsertakan dalam pembangunan. Dilihat dalam kodratnyapun setiap remaja memiliki kemampuan untuk bereproduksi, sehingga dengan demikian mereka

36 mempunyai tanggung jawab untuk menghasilkan generasi penerus yang bekualitas. Jika kita lihat dari permasalahan remaja serta hasil penelitian yang ada dan bayangan perilaku seksual remaja yang tidak terdeteksi, diperlukan suatu konsep pendidikan yang memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi secara benar. Pembongkaran dan penataan perilaku seks remaja tidak sehat menuju perilaku seks sehat dan bertanggungjawab harus segera dilakukan dan ditindaklanjuti dengan melibatkan banyak pihak seperti orang tua, pendidik, petugas kesehatan, psikolog, agamawan, dan aktivis LSM yang konsen di bidang kesehatan reproduksi remaja. Pendampingan-pendampingan akan sosialisasi informasi perilaku seks yang sehat dan benar bagi remaja sudah saatnya dilaksanakan secara terbuka dan metode belajar demokratis dari remaja, oleh remaja dan untuk remaja merupakan salah satu metode yang perlu diimplementasikan. Pemberian informasi kesehatan reproduksi kepada remaja melalui Peer Educator remaja, dapat digunakan untuk menjawab solusi permasalahan remaja itu sendiri. Dengan adanya Peer Educator remaja, diharapkan informasi tentang kesehatan reproduksi yang ada dapat diterima oleh remaja dengan benar. Sebagai peer educator, remaja harus menjalankan perannya dalam memberikan informasi kesehatan reproduksi. Peran remaja itu didapat dari status mereka sebagai peer educator. Sebagaimana dijelaskan pada bab ini, bahwa peran adalah aspek dinamis yang berupa tindakan atau perilaku yang dilaksanakan oleh seseorang yang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya.

37 Lebih ideal bila setiap orang dapat memenuhi semua peran dalam serangkaian peran dengan kemudahan yang sama, tetapi hanya sedikit orang yang mampu berbuat sedemikian rupa. Desakan peran (role strain) mengacu pada kesulitan seseorang dalam menjalankan peran mereka. Sebagaimana yang dijelaskan, peer educator remaja juga mengalami apa yang dinamakan dengan desakan peran, mengingat bahwa remaja (peer educator) mempunyai peran yang cukup besar dari status mereka. Dengan adaya desakan peran, kesesuaian dan kesenjangan biasanya akan terjadi dalam proses berjalannya sebuah peran. Begitu juga dengan peran yang dijalankan oleh peer educator remaja dalam memberikan informasi kesehatan reproduksi remaja. Kesesuaian di sini adalah adanya kesamaan antara peran, perilaku peran dan hasil peran tersebut. Sebaliknya kesenjangan akan tercipta apabila ada ketidaksamaan atau ketidaksesuaian antara peran yang dijalankan, perilaku peran serta hasil dari peran itu sendiri.

38 Bagan kerangka pemikiran Remaja Permasalahan Kesehatan Reproduksi Remaja : 1. Peningkatan Aktivitas Seksual, Pergaulan dan Seks Bebas 2. Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) 3. Aborsi 4. Narkoba 5. IMS, HIV dan AIDS Peran Peer Educator Remaja Desakan/Beban Peran (Role Strain) Kesesuaian Kesenjangan