BAB VII REFLEKSI DAN KESIMPULAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI REDEFINISI TINDAKAN SOSIAL DAN REKONSTRUKSI IDENTITAS

BAB I PENDAHULUAN. 1 Anomi adalah keadaan masyarakat yang ditandai oleh kekacauan normanoma

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGIS. Dalam bab ini, penulis melihat hal penting yang harus dilakukan dalam upaya

BAB V KESIMPULAN. relasi antara ideologi dan gerakan sosial keagamaan. Dengan melihat penelitian yang

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB V PENUTUP. ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG PERKAWINAN

BAB IV A. PENGANTAR. 1 Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm 43 2 Ibid, 44

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL MAX WEBER. Pada bab dua ini akan membahas mengenai teori sosiologi yang relevan

BAB V. Penutup: Refleksi, Kesimpulan dan Saran

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus

MANUSIA dan AGAMA DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI. Pertemuan III FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014

DASAR-DASAR ILMU SOSIAL SISTEM SOSIAL PARSONS SAMSURI

BAB I PENDAHULUAN UKDW

PRINSIP DASAR MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL DI MASYARAKAT

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 4 TINJAUAN TEOLOGIS GEREJA TERHADAP SISTEM HIERARKI GEREJA BALA KESELAMATAN

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Sudut pandang teori materialisme historis dalam filsafat sejarah

BAB II SOSIOLOGI GERAKAN KEAGAMAAN

BAB II LANDASAN TEORI. dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU

BAB II TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL. A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat

Perilaku Sosial dan Kontrol Sosial. Lolytasari, M.Hum

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Amin Abdullah, studi mengenai agama-agama ini bertujuan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memungkinkan terjadinya integritas sosial, merupakan hubungan-hubungan yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

PROGRAM RINTISAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN PEREKONOMIAN KAWASAN BERBASIS IPTEK (KIMBIS) DI LAMONGAN

BAB II TINDAKAN SOSIAL MARX WEBER. ketuhanan). Ia dididik dengan tradisi idealisme Jerman dan perduli

BAB II. Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku. Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Adapun kesimpulan tersebut terdapat dalam poin-poin berikut:

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer

JANUSITAS IMPLIKASI SOSIAL REFORMASI

RADIKALISME AGAMA (Suatu Pendekatan Sosiologi) Oleh: Abu Hapsin, Ph.D.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan sesuai dengan dinamika peradaban yang terjadi. Misalnya,

BAB II TINDAKAN SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL. paradigma yang ada yakni Fakta Sosial (Emile Durkheim) dan Perilaku

BAB VI PENUTUP. dapat mendorong proses penganggaran khususnya APBD Kota Padang tahun

A. PERMASALAHAN DAN ALASAN PEMILIHAN JUDUL

BAB II LANDASAN TEORI. Llabel adalah bagian dari sebuah barang yang berupa keterangan (kata-kata) tentang

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim

2015 PEMBELAJARAN TARI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN EMPATI SISWA KELAS VII A DI SMPN 14 BANDUNG

BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan Data.

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. situasi kondisi yang tengah berlangsung sekarang ini, tujuannya mencoba

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola

Pengetahun, wawasan, dan pengalaman menjadikan manusia bijak

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan

BAB VI KESIMPULAN. kemasyarakatan yang bercorak Islam Modernis. Meskipun bukan merupakan

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. a. Langer terkesan dengan pengembangan filsafat ilmu yang berangkat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW. Bab I PENDAHULUAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di dalam mencari fakta fakta melalui kegiatan penelitian yang dilakukannya. Jadi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

Dalam era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan informasi yang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang permasalahan

BAB V PENUTUP. Setelah menelusuri pernyataan Yesus dalam Yohanes 14: 6 kata Yesus kepadanya,

BAB II KERANGKA TEORITIK. Dalam penelitian ini peneliti mengunakan paradigma definisi sosial sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hal yang menjadi perhatian bagi masyarakat Indonesia adalah agama. Terdapat enam

KONFLIK SOSIAL Pengertian Konflik

Bab 7 PENUTUP A. Kesimpulan 1. Praktik Makan Patita

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB II TINDAKAN SOSIAL - MAX WEBER. yang menonjol, dan setiap gagasan yang mengancamnya akan disingkirkan

BAB I PENDAHULUAN. Eros Rosinah, 2013 Gerakan Donghak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB IV ANALISA USAHA PENGEMBANGAN JAMUR DI GEREJA BATAK KARO PROTESTAN (GBKP) BOGOR. 4.1 Analisa Usaha Pengembangan Jamur di GBKP Bogor

KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2

PERTEMUAN KE 8 POKOK BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pengatur sekaligus pelaku dalam pembelajaran, gurulah yang

BAB VIII KESIMPULAN. kesengsaraan, sekaligus kemarahan bangsa Palestina terhadap Israel.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 4 PENUTUP. yang terus berkembang hingga saat ini. Sejak kemunculan pertamanya di India

BAB I PENDAHULUAN. ajarannya akan berbeda dengan mainstream, bahkan memiliki kemungkinan terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dorongan-dorongan alamiah yang dimiliki setiap manusia semenjak dilahirkan.

Refleksi dan Kesimpulan

MENCIPTA TOKOH DALAM NASKAH DRAMA Transformasi dari Penokohan Menjadi Dialog, Suasana, Spektakel

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi

BAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab

ULANGAN HARIAN SEMESTER GANJIL MATA PELAJARAN SOSIOLOGI KELAS X TAHUN AJARAN 2016/2017

BAB I PENDAHULUAN. adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan. untuk menyederhanakan hal-hal yang kompleks dan membantu dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam bab ini penulis menyajikan mengenai lokasi dan subjek penelitian, melakukan penelitian serta dalam pengolahannya.

Berpikir Kritis (Critical Thinking)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ini merupakan sifat dasar masyarakat. Perubahan masyarakat tiada hentinya, jika

BAB I PENDAHULUAN. Secara filosofis, ibadah dalam Islam tidak semata-mata bertujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Oka Nazulah Saleh, 2013

BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP

BAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada pula perubahan-perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun luas serta

BAB I PENDAHULUAN. yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan

BAB V KESIMPULAN. serba terbatas, dengan konsep pemisahan ruang antara napi laki-laki dengan napi

BAB 6 KESIMPULAN, REFLEKSI, DAN REKOMENDASI. Bab ini akan mendiskusikan kesimpulan atas temuan, refleksi, dan juga

Transkripsi:

BAB VII REFLEKSI DAN KESIMPULAN Fakta-fakta dan analisis di dalam disertasi ini melahirkan satu kesimpulan umum yaitu bahwa keberadaan Jemaat Eli Salom Kele i adalah sebuah hasil konstruksi sosial dan konstruksi budaya keagamaan di tengah kegelisahan sosial akibat konflik Poso dan formalitas agama institusional. Kesimpulan ini hendak mengkritik teori Marx tentang agama sebagai ilusi dan proyeksi. Dengan menggeser fokus dari konflik kelas ke konflik kultural kita menemukan agama sebagai salah satu tipe khas tindakan sosial. Kesimpulan ini memperkuat pemikiran Weber tentang agama sebagai aksi sosial, rasionalitas, dan legitimasi. Sekali lagi ditegaskan bahwa tindakan-tindakan keagamaan pada level aktor-aktor individual adalah tipe khusus tindakan sosial. Pemahaman ini diperoleh dari sudut pandang makna yang dimiliki oleh tindakan itu. Orang-orang sangat dipengaruhi oleh agama ketika mereka dikelilingi oleh ekspektasi-ekspektasi keduniaan mereka, yakni harapan akan kehidupan yang lebih baik di dunia ini. Oleh karena itu tindakan keagamaan selalu bersifat historis dan sosiologis. Selanjutnya, tindakan yang termotivasi secara keagamaan tersebut bersifat rasional. Dalam teorinya tentang tindakan sosial, Weber membedakan antara dua jenis rasionalitas, yaitu tindakan yang memiliki karakter kalkulabel yang termotivasi oleh rasionalitas purposif dan tindakan yang bermakna di dalam dirinya sendiri yang termotivasi oleh rasionalitas nilai. Tindakan sosial Jemaat Eli Salom Kele i pada tataran aktor lebih condong pada tindakan rasionalitas nilai. Sedangkan pada tataran interaksi sosial, jemaat Eli Salom Kele i adalah suatu mobilisasi perilaku 257

258 Redefinisi Tindakan Sosial kolektif yang berbasiskan kepercayaan fundamental untuk mengatasi ketegangan-ketegangan interaksi dan struktur sosial dalam masyarakat. Dengan kata lain, kemunculan Jemaat Eli Salom kele i di satu pihak merupakan sebuah mekanisme redefinisi kolektif terhadap kehancuran struktur sosial di Poso akibat kerusuhan dan konflik berdarah, dan di pihak lain koreksi terhadap formalisme agama institusional. Fakta ini dicirikan oleh dua kondisi faktual, yaitu terjadinya modifikasi relasi manusia dengan sesamanya dan terbentuknya kultus yang memisahkan diri dari induk organisasi keagamaan. Tesis-tesis di dalam disertasi ini mempertajam kembali teori-teori fungsional agama dari para sosiolog klasik yaitu bahwa agama bersifat historis dan sosiologis. Agama adalah bagian dari proses historis dan struktur sosial sebuah masyarakat. Oleh karena itu perilaku keagamaan, baik secara individual apalagi kolektif selalu hanya dapat dipahami dalam konteks sosio historisnya. Agama yang fungsional adalah agama yang menjadi bagian dari sejarah pergolakan masyarakat. Selama agama memposisikan diri seperti ini maka ia akan tetap hidup. Sebaliknya ketika agama semakin menjadi sebuah sistem organisasi dan sistem simbol dan pemikiran yang abstrak-dogmatis serta terpisah dari pergolakan sosial maka agama itu akan mati. Fakta dan analisisnya membuktikan secara logis bahwa aksi-aksi kolektif yang muncul melalui keberadaan dan perkembangan Jemaat Eli Salom Kele i adalah tindakan rasional yang melibatkan para aktor kolektif, teregulasi oleh item-item kultural, dan bersifat rasional dan situasional. Para aktor ini adalah mereka yang terlibat dalam proses sejarah dan perubahan sosial di Poso dan yang melahirkan krisis multi dimensional. Item-item kultural ditafsirkan secara

Refleksi dan Kesimpulan 259 teologis dan melahirkan kepercayaan fundamental, nilai-nilai, dan norma-norma sosial. Berdasarkan tesis-tesis yang telah disebutkan sebelumnya maka ada tiga tujuan tindakan sosial keagamaan dari para aktor kolektif jemaat Eli Salom Kele i. Pertama, dalam kondisi krisis sosial di mana terjadi ketegangan-ketegangan dan konflik-konflik sosial mereka memobilisir diri untuk menyusun kembali tatanan nilai dan norma yang hancur akibat konflik Poso dengan berdasarkan keyakinan-keyakinan fundamental atau kepercayaan keagamaan. 1 Secara sosiologis Jemaat Eli Salom Kele i tidak dapat disebut sebagai sebuah gerakan sempalan agama yang bertujuan untuk menyimpangkan dan menodai ajaran-ajaran Gereja Kristen Sulawesi Tengah. Dalam tipologi Ernst Troeltsch ia adalah salah satu tipe perkembangan sosiologis gereja yang muncul ketika agama mengalami formalisme yang kaku di tengah krisis dan perubahan struktur sosial. Dalam tipologi Neil Smelser ia adalah sebuah tipe gerakan sosial yang berbasiskan perilaku kolektif yang berorientasi nilai. Di bawah kondisi kondusifitas yang dihasilkan oleh konflik Poso, para aktor yaitu orang-orang Kele i menafsirkan secara teologis dan mengembangkan secara kolektif nilai-nilai budaya lokal untuk menjadi komponen-komponen dasar tindakan sosial mereka. 2 Oleh sebab itu gerakan Jemaat Eli Salom Kele i sebagai sebuah gerakan sosial berorientasi nilai telah didorong oleh keinginan yang rasional untuk mengartikan kembali secara kolektif keadaan sosial yang tidak terstruktur lagi, baik di Poso pada umummnya dan di Kele i pada khususnya. Kedua, jemaat Eli Salom Kele i adalah kumpulan 1 Lihat kembali Neil Smelser, Theory of Collective Behavior (New York: The Free Press, 1962), 23., dan lihat juga Bryan Wilson, Magic and the Millenium: A Sociolgical Study of religious Movements (New York: Harper & Row, Publishers, 1973) 1 8. 2 Kedua nilai itu adalah Mombetubunaka dan Mosintuwu. Untuk jelasnya bisa lihat kembali Bab V.

260 Redefinisi Tindakan Sosial aktor-aktor kolektif yang merasa terdorong untuk mendefinsikan kembali diri mereka sendiri dan hubunganhubungan mereka dengan lingkungan sosial di sekitarnya. Para anggota persekutuan Jemaat tersebut berkontribusi pada pembentukan sebuah identitas kolektif melalui proses konstruksi sistem tindakan yang berbasiskan kepercayaankepercayaan Kristen. Konstruksi identitas kolektif ini didefinisikan dan diartikulasikan secara bersama melalui praktek-praktek ritual, perilaku hidup sosial, dan produkproduk kultural. 3 Ketiga, perubahan sosial yang cepat dan ketegangan-ketegangan struktural dalam masyarakat Poso pasca konflik 1998 2003 membuat pengetahuan dan pengalaman keagamaan yang teoritis formal menjadi kering dan tidak bermakna. Dimensi spiritual dan intuisi keagamaan tidak dapat lagi diisi oleh obligasi-obligasi keagamaan dan abstraksi-abstraksi dogmatis. Orang-orang menjadi haus dan dahaga dengan pengalaman keagamaan yang eksistensial dan otentik. Untuk menangkap pengalaman keagamaan yang seperti itu orang-orang Kele i yang sederhana lebih mengandalkan intuisi ketimbang rasionalitas. Itulah sebabnya pengalaman keagamaan Marliana Pulanga terasa lebih dipahami ketimbang khotbah-khotbah di Gereja GKST Yerusalem Kele i. Berdasarkan hal ini maka elemen-elemen mistikal seharusnya mendapat tempat dan perhatian yang cukup dalam praktek-praktek keagamaan di Gereja Kristen Sulawesi Tengah. Diskursus dogmatis, formalitas ritual, dan birokrasi institusional gereja bukan menjadi kebutuhan utama warga gereja, apalagi ketika mereka menghadapi kebutuhan untuk menginterpretasi dunia sosial mereka dan mengkonstruksi makna tindakan sosial dan identitas di tengah 3 Lihat kembali Alberto Melluci, dalam Dalam: Hank Johnston and Bert Klandermans (Ed.), Social Movements and Culture (Minneapolis: Univ. of Minnesota Press, 1995.), 41 57.

Refleksi dan Kesimpulan 261 masyarakat yang bergolak. Apa yang menjadi kebutuhan mereka adalah praktek keagamaan yang membuka ruang seluas-luasnya bagi pengalaman-pengalaman meditatif, kontemplatif, intuitif dan reflektif. Praktek keagamaan yang seperti ini mensyaratkan keseimbangan antara aspek kognitif dan afektif manusia. Oleh karena itu Gereja Kristen Sulawesi Tengah perlu menghindari model-model ibadah yang formalistik dan indoktrinatif serta mengembangkan model ibadah yang lebih partisipatif dan reflektif. Hal tersebut di atas melahirkan satu kesimpulan umum bahwa rasionalitas tindakan sosial orang-orang yang ikut dalam Jemaat Eli Salom Kele i melibatkan dua kesadaran, yaitu kesadaran intelektual dan kesadaran intuisi. Kesadaran intelektual bersentuhan dengan rekonstruksi tatanan nilai dan identitas kolektif, sementara kesadaran intuisi bersentuhan dengan dimensi spiritual yang melahirkan kepercayaan fundamental. Elemen-elemen keagamaan ini bersumber dari pengalaman-pengalaman mistik keagamaan dan item-item kultural. Pengalaman mistik keagamaan berkontribusi pada kepercayaan fundamental dan item-tem kultural menjadi bahan baku bagi pembentukan sistem nilai dan norma tindakan sosial. Kepercayaan fundamental datang dari kepekaan intuitif akan kehadiran Tuhan dalam diri setiap orang. Manusia bukan hanya makhluk insani tetapi juga ilahi karena adanya hembusan nafas Tuhan di dalam setiap tarikan dan hembusan nafasnya. Kepercayaan fundamental ini menurunkan kepercayaan bahwa setiap orang mempunyai potensi di dalam dirinya untuk mengenal dan mengalami Tuhan secara langsung dan pribadi. Kepercayaan ini mengartikan bahwa setiap orang ikut serta dalam sifat-sifat Tuhan seperti kesucian, kekudusan, kekekalan, dan cinta kasih.

262 Redefinisi Tindakan Sosial Inilah yang menyebabkan adanya kesadaran akan Tuhan di dalam hati batin manusia dan yang dapat memotivasi manusia untuk mencari dan menyatukan eksistensinya dengan Tuhan. Cara atau jalan yang terbaik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan menyatukan eksistensi dengannya adalah pengosongan diri dan penyucian hati dari perasaan benci, dendam, marah, dengki, penyucian tubuh dari kekuatankekuatan magis dan makanan atau minuman yang mengotori tubuh serta menghindarkan diri dari perilaku yang merendahkan orang lain. Kepercayaan fundamental tersebut direfleksikan ke dalam nilai-nilai utama sebagai elemen dasar tindakan sosial. Nilai-nilai mombetubunaka dan mosintuwu yang diambil dari konsepsi budaya tradisional diinterpretasikan secara teologis dan dioperasionalisasikan dalam norma-norma tingkah laku sehari-hari. Jadi, kepercayaan fundamental Jemaat Eli Salom kele i adalah adanya hubungan dan kesatuan eksistensial antara manusia dengan Tuhan dan antara manusia dengan sesamanya. Oleh karena itu setiap orang harus memandang dirinya dan sesamanya sebagai bagian dari sebuah kesatuan hakekat. Itulah kehidupan yang ada dalam persekutuan dengan Tuhan. ---