PERBEDAAN GANGGUAN PENDENGARAN PEKERJA TERPAPAR BISING INDUSTRI DI SURAKARTA ANTARA PEKERJA MEMAKAI ALAT PELINDUNG TELINGA DAN PEKERJA TIDAK MEMAKAI ALAT PELINDUNG TELINGA DIFFERENCE OF NOISE INDUCED HEARING LOSS IN SURAKARTA BETWEEN EMPLOYEES THAT USE EAR PROTECTIVE EQUIPMENT AND EMPLOYEE THAT NOT USE EAR PROTECTIVE EQUIPMENT Seviana Rinawati*, Siti Utari, Sumardiyono Program Studi D Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Jl. Kol. Sutarto 50K Surakarta, 576 Telp. (07) 6589 *Email : shevie.ana@gmail.com ABSTRAK Bising yang melebihi Nilai Ambang Batas pada industri dapat berisiko gangguan pendengaran terutama pada pekerja tidak memakai alat pelindung telinga yang disediakan perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Perbedaan Gangguan Pendengaran Pekerja Terpapar Bising Industri di Surakarta antara Pekerja Memakai Alat Pelindung Telinga dan Pekerja Tidak Memakai Alat Pelindung Telinga. Metode Penelitian yang digunakan merupakan penelitian survey analitik, desain cross sectional. Populasi : 05 pekerja dengan sampel penelitian secara purposive sampling (kriteria inklusi dan eksklusi) sejumlah orang masing-masing pada pekerja memakai dan tidak memakai APT. Analisis data menggunakan uji Mann- Whitney (ρ<0,05). Hasil Penelitian Menunjukkan gangguan pendengaran tinggi pada pekerja tidak memakai APT, memiliki risiko gangguan pendengaran,5 kali lebih besar daripada yang memakai APT dan adanya perbedaan tersebut ditunjukkan dengan nilai p = 0,00. Dari penelitian menunjukkan ada Perbedaan Gangguan Pendengaran Pekerja Terpapar Bising Industri di Surakarta antara Pekerja Memakai APT dan Pekerja Tidak Memakai APT. Disarankan seleksi masuk pekerja dilakukan tes kesehatan telinga dan disiplin memakai APT Kata Kunci : Alat Pelindung Telinga, Bising industri, Gangguan pendengaran ABSTRACT Noise that exceeds the Threshold Limit Values in the industry can be risk to hearing loss, especially for employees that not use EPE. The aims of study to determine difference of NIHL in Surakarta between employees that use EPE and who that not use it. This type of research is analytic survey study with cross-sectional design. The population: 05 workers, sample by purposive sampling (inclusion and exclusion criteria) : workers each on who that use and not use EPE. Data analysis used Mann Whitney Test (ρ <0.05). the results shows that the high NIHL in who that not use EPE and at risk of developing NIHL by,5 times greater than employee that use it and the difference is indicated by p = 0.00,.This study showed that there is difference of NIHL in Surakarta between employees that use EPE and employee that not use it. It is advisable to admission test employee with hearing test and disciplined to use EPE. Keywords : Ear Protection Equipment, Industrial Noise, Hearing loss
PENDAHULUAN Faktor fisik lingkungan kerja penyebab munculnya stressor yang mengenai gangguan pendengaran adalah kebisingan dan dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan baik secara langsung maupun tidak langsung (Rusiyanti, 0). Pemakaian mesin sebagai alat kerja dan mekanisasi dalam industri dapat ditimbulkan kebisingan di tempat kerja. Dimana proses industri dipercepat untuk memperoleh hasil produksi yang paling baik sehingga berdampak pula pada peningkatan intensitas bisingnya. Kebisingan di tempat kerja dapat mengganggu daya dengar pekerja, mulai dari gangguan konsentrasi, komunikasi hingga tingkat kenyamanan dalam bekerja. Kebisingan di tempat kerja dapat menimbulkan penyakit akibat kerja berupa penurunan daya dengar kepada pekerja (Roestam, 0). Kebisingan di lingkungan kerja dapat menyebabkan gangguan kesehatan non pendengaran dan pendengaran. Munculnya keluhan kesehatan seperti tuli akibat kebisingan terjadi secara perlahan-lahan dalam waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Hal ini sering tidak disadari oleh penderitanya, sehingga pada saat penderita mulai mengeluh berkurang pendengarannya biasanya sudah dalam stadium irreversible (Arini, 005). Timbulnya gangguan pendengaran ini dipengaruhi oleh intensitas kebisingan, umur, lama paparan, masa kerja dan penggunaan alat pelindung telinga. Semakin lama pekerja tersebut terpapar bising tanpa menggunakan alat pelindung diri maka akan semakin tinggi akumulasi trauma bising pada pekerja yang pada akhirnya akan menyebabkan ketulian. World Health Organization (WHO) tahun 007 menyatakan bahwa prevalensi ketulian mencapai,% di Indonesia. Menurut Sucipto (0) lebih dari 50% pekerja di industri tekstil mengalami NHIL dengan masa kerja -0 tahun berdasarkan hasil pemeriksaan audiometer pada frekuensi 000 dan 000 Hertz. Penggunaan alat pelindung diri (APD) berupa alat pelindung telinga (APT) merupakan salah satu cara untuk mengurangi paparan bising terhadap pekerja di tempat kerja. Berdasarkan kontinuitas dan jenis APT memiliki pengaruh besarnya gangguan pendengaran pekerja akibat paparan bising di tempat kerja. Penggunaan APT yang sesuai standar disertai kontinuitas optimal dapat mengurangi risiko terjadinya NHIL. Hasil penelitian pendahuluan di 5 industri tekstil di wilayah Surakarta menunjukkan dari 6 pekerja terpapar bising industri dengan intensitas 80-99 dba/ sehari pada 8 pekerja memakai APT diperoleh pekerja mengalami gangguan pendengaran dan 5 pekerja kondisi normal. Sedang pada 8 pekerja tidak memakai APT hanya pekerja dalam kondisi normal. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut penulis menentukan rumusan masalah penelitian ini adalah apakah ada Perbedaan Gangguan Pendengaran Pekerja Terpapar Bising Industri di Surakarta antara Pekerja Memakai Alat Pelindung Telinga dan Pekerja Tidak Memakai Alat Pelindung Telinga. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian survey analitik, desain cross sectional. Dilaksanakan pada industri tekstil di wilayah Surakarta meliputi : kota Surakarta, Klaten, Boyolali, Karanganyar, Sragen dan Sukoharjo. Pengambilan data pada bulan Februari Juli 05. Populasi sejumlah 05 pekerja dengan sampel penelitian secara purposive sampling (kriteria inklusi = lama kerja > tahun, intensitas bising > 85 dba/ sehari, umur produktif kerja, tingkat pendidikan SMP dan SMA/Sederajat, bersedia menjadi responden dan eksklusi = tidak bersedia menjadi responden tidak berada di tempat saat penelitian berlangsung) sejumlah pekerja masing-masing pada pekerja memakai dan tidak memakai APT. Pengambilan data dengan cara wawancara melalui kuesioner tentang identitas diri, riwayat penyakit dahulu, tempat tinggal, beberapa pertanyaan tentang keluhan gangguan pendengaran. Pemeriksaan intensitas bising diukur dengan instrumen Sound Level Meter merk NA- RION di tempat kerja selama /hari dan pemeriksaan gangguan pendengaran pekerja dengan instrumen Audiometer pada pekerja yang memakai APT dan pekerja yang tidak memakai APT. Analisis data menggunakan uji Mann - Whitney (ρ<0,05). HASIL DAN PEMBAHASAN Perusahaan industri tekstil,,, dan 5 yang berlokasi di kawasan Surakarta. Pekerja semua perempuan ( 00%), berpendidikan SMP dan SMU/sederajat, responden dalam umur produktif, masa kerja > tahun (tabel.). pekerja merasa terganggu akibat bising yang ditimbulkan oleh mesin industri
tekstil. Intensitas kebisingan di industri tersebut terpapar pada pekerja selama kerja per hari adalah 80-99 db(a) seperti tertera pada tabel. Tabel. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Industri Surakarta No Variabel Rerata ± Sd Min - Max N (jumlah) 5,9 ± 8,870, ± 9,08 9 8 0 Umur Masa kerja Pendidikan : SMP SMU Memakai APT Tidak memakai APT 9 (%) 05 (78%) Karakteristik umur pekerja sebagian besar < 0 tahun, tenaga kerja yang berumur 0 tahun dalam hal ini digolongkan dalam usia muda maupun > 0 tahun yang digolongkan dalam usia tua, memiliki risiko yang sama untuk mengalami gangguan pendengaran apabila bekerja dilingkungan bising. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa secara umum semakin bertambahnya umur seseorang maka akan diikuti dengan penurunan tajam penglihatan, penurunan pendengaran, kecepatan membedakan sesuatu menjadi lamban, lamban dalam membuat keputusan dan kemampuan mengingat jangka pendek (Yuni, 006). Menurut WHO (00) menyatakan bahwa pada umumnya gangguan pendengaran yang disebabkan oleh bising timbul setelah bertahun-tahun paparan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 5 responden yang masa kerjanya <5 tahun mengalami gangguan pendengaran selebihnya gangguan pendnegaran dialami oleh masa kerja > 5 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa berarti bahwa setiap responden yang masa kerjanya lama (>5 tahun) maupun yang masa kerjanya ( 5 tahun), memiliki risiko yang sama untuk mengalami gangguan pendengaran apabila bekerja dilingkungan bising. Hasil penelitian menunjukkan data pendidikan terendah responden adalah SMP dan SMA/sederajat lebih besar. Hal ini dapat berdampak pada kemampuan pekerja dalam melakukan pekerjaan dan pemahaman terhadap arti pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja bagi diri sendiri, terutama terkait kesadaran dalam pemakaian APD. Dan hasil data responden menunjukkan sebagian besar adalah pendidikan SMA/sederajat yaitu 05 pekerja. Tabel. Intensitas Kebisingan di industri tekstil wilayah Surakarta No Perusahaan Rerata ± sd Kebisingan Min - Max Kebisingan Lama kerja/hari 5 PT. A PT. B PT. C PT. D PT. E 89,9 ±,89 86,0 ±,60 87, ±,8 80,8 ±,6 9,06 ± 7, 8 9 dba 85 89 dba 8 96 dba 80 87 dba 8 99 dba Permenakertrans No. Per./Men/X/0 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja dan NIOSH menetapkan 85 dba sebagai Nilai Ambang Batas. Menurut NIOSH (998) untuk 85 dba waktu yang diperkenankan untuk bekerja sebesar untuk 00 dba hanya 5 menit dan 0 dba hanya menit dalam sehari. Sehingga paparan intensitas kebisingan berdasarkan tabel tersebut termasuk melebihi NAB, hal ini sesuai menurut Alberti (99) menyatakan bahwa bising yang bersifat menetap lebih merusak dibandingkan bising terus menerus. Jadi dari intensitas, sifat bising, waktu kerja melebihi batas yang diperkenankan maka bising industri ini dapat menimbulkan gangguan pendengaran yang bekerja disekitarnya. Responden penelitian orang yang terpapar bising melebihi NAB dilakukan pemeriksaan gangguan pendengaran dengan audiometer pada pekerja yang memakai Alat pelindung Telinga (APT) dan pekerja yang tidak memakai APT. APT yang disediakan oleh perusahaan namun 76% pekerja menyatakan telah mendapatkan APT saat masuk kerja namun sisanya tidak menerima secara langsung atau bahkan ada yang tidak mendapatkan APT. Hal ini ditemukan pada salah satu industri yang belum menyediakan APT meskipun pekerja tersebut bekerja di tempat yang bising. Dari responden, diperoleh hasil normal sebanyak 5 orang dan 6 orang mengalami gangguan pendnegaran (NIHL) pada
pekerja yang memakai APT. Sedang pada pekerja yang tidak memakai APT diperoleh orang dinyatakan normal dan selebihnya mengalami gangguan pendengaran. Hasil selengkapnya tersaji pada tabel. Tabel. Distribusi Hasil Pemeriksaan Pendengaran dengan Audiometri pada Telinga Kanan dan Telinga Kiri Responden yang memakai APT dan tidak memakai APT No Kategori rujukan Normal Tuli Ringan Tuli Sedang Tuli Berat Audiometri Pekerja Memakai APT Audiometri Pekerja Tidak Memakai APT Telinga Kanan Telinga Kiri Telinga Kanan Telinga Kiri 7 0 5 9 0 0 0 8 8 7 Jumlah Hasil terhadap pemakaian APT pada pekerja yang terpapar bising melebihi NAB terlihat dalam tabel menunjukkan hasil audiometri pekerja memakai APT masih terdapat kali kondisi normal dibanding pekerja yang tidak memakai APT hal ini menunjukkan bahwa APT mempunyai pengaruh terhadap besarnya paparan intensitas kebisingan yang diterima pekerja karena dengan memakai APT akan mengurangi besarnya paparan bising yang diterima pekerja tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Setiadi yang menyebutkan bahwa besarnya hubungan gangguan pendengaran terhadap perilaku pemakaian APT yang terjadi pada pekerja sebesar,5%. Sejalan juga menurut penelitian Mikhdar (0) di PT Semen Tonasa terdapat,6% responden yang bekerja tidak memakai APT dan mengalami gangguan pendnegaran akibat bising (NIHL). Namun ditemukan tuli sedang lebih besar pada pekerja yang memakai APT, hal ini dimungkinkan karena perilaku pekerja dalam mengguanakan APT tidak sepenuhnya, hanya kadang-kadang atau sama sekali tidak menggunakan sewaktu bekerja. Beberapa hal yang menyebabkan pekerja tidak menggunakan APT saat bekerja antara lain karena tidak tersedianya APT di tempat kerja, kurang nyaman saat menggunakan APT, bahan APT dan cara pemakaian perlu diperhatikan. Ketersediaan APT di tempat kerja merupakan faktor penting yang mempengaruhi sikap pekerja dalam menggunakan APT, jika APT tidak tersedia di tempat kerja maka pekerja terpaksa melakukan pekerjaannya dengan risiko terpapar bising yang dapat menimbulkan gangguan pendengaran atau gangguan kesehatan lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Taha ( 000) bahwa alasan utama yang diberikan responden untuk tidak menggunakan APD adalah tidak tersedianya perlatan dan peralatan itu terlalu berat sehingga menyebabkan ketidaknyamanan. Perbedaan hasil pemeriksaan gangguan pendengaran pada pekerja yang memakai APT dan tidak memakai APT yang terpapar intensitas kebisingan di industri tekstil dapat dilihat pada hasil uji statistik menggunakan Mann Whitney. Hasil selengkapnya tersaji pada tabel. Tabel. Perbedaan Gangguan Pendengaran Pekerja Terpapar Bising Industri di Surakarta antara Pekerja Memakai Alat Pelindung Telinga dan Pekerja Tidak Memakai Alat Pelindung Telinga Variabel N Mean Rank p value Gangguan Pendengaran terpapar bising industri Pekerja Memakai Alat Pelindung Telinga Pekerja Tidak Memakai Alat Pelindung Telinga 86,8 8,78 0,00 Dari Nilai uji Mann-Whitney, dapat dilihat pada output Test Statisticb dimana nilai statistik uji Z yang kecil yaitu -,50 dan nilai sig.-tailed adalah 0,00 > 0,05. Karena itu hasil uji dinyatakan signifikan secara statistik, dengan demikian kita dapat menerima Ho dimana ada Perbedaan Gangguan Pendengaran Pekerja Terpapar Bising Industri di Surakarta antara Pekerja Memakai Alat Pelindung Telinga dan Pekerja Tidak Memakai Alat Pelindung Telinga. Dan berdasarkan uji tersebut dapat dikatakan bahwa gangguan pendengaran akibat bising (NIHL) pada pekerja yang tidak memakai APT memiliki risikolebih besar daripada pekerja yang memakai APT.
Berdasarkan hasil tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa semakin tinggi intensitas kebisingan di lingkungan kerja maka semakin naik pula nilai ambang dengar pekerja yang bekerja di lingkungan tersebut, semakin disiplin dalam memakai APT secara tepat dan benar maka semakin turun gangguan pendengaran akibat bising terjadi pada pekerja. Hasil penelitian serupa dilakukan oleh St. Nurmia (0 ) dengan menunjukkan hasil bahwa pekerja dengan intensitas bising melebihi NAB yang mengalami gangguan sebanyak orang (9,7%) dan orang (6,7%) yang intensitas bising tidak melebihi NAB nilai p value = 0,. Terdapat 9 pekerja (9,%) dengan penggunaan APT tidak sesuai yang mengalami gangguan pendengaran dan orang dengan penggunaan APT sesuai nilai p value = 0,0, pekerja yang tingkat pengetahuan kurang yang mengalami gangguan pendengaran pekerja (6,7%) dan 0 orang (8,%). Penelitian serupa oleh Asriyani (0) yang menyatakan bahwa pekerja yang tidak memakai APD saat bekerja merasa kurang nyaman dan membuat pekerjaan menjadi terhambat. Pendapat ini sejalan menurut penelitian yang dilakukan Intan ( 0) hasil uji statistik dengan perhitungan Odd Ratio (OR) terhadap faktor risiko penggunaan APD pada tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai OR,7, menunjukkan bahwa orang yang tidak menggunakan APD daat bekerja,7 kali lebih berisiko terkena gangguan pendengaran dibandingkan dengan orang yang menggunakan APD saat bekerja. Penelitian yang sejalan menurut Kawatu (0) tentang adanya perbedaan yang sangat signifikan pada nilai ambang dengar antara tenaga kerja ground handling dengan pegawai administrasi dio bandar udara sam ratulangi manado nilai p=0,000). Penelitian-penelitian tersebut menguatkan pendapat bahwa pemakaian APD (alat pelindung telinga) yang sesuai memiliki dampak pada gangguan pendengaran akibat bising (NIHL). Alat pelindung telinga merupakan alat yang digunakan untuk mengurangi tingkat kebisingan yang diterima oleh pekerja sehingga akan mengurangi tingkat kerusakan telinga (penurunan daya dengar). KESIMPULAN Intensitas kebisingan industri tekstil di wilayah Surakarta yang melebihi NAB antara 80 99 dba/ sehari dan menimbulkan gangguan pendnegaran akibat bising (NIHL) pada pekerja industri tekstil serta NIHL meningkat pada pekerja yang tidak memakai APT. Sehingga ada Perbedaan Gangguan Pendengaran Pekerja Terpapar Bising Industri di Surakarta antara Pekerja Memakai Alat Pelindung Telinga dan Pekerja Tidak Memakai Alat Pelindung Telinga (p = 0,00). Perlu untuk memperhatikan lama kerja yang diperkenankan sesuai paparan intensitas bising berdasar Permenakertrans RI no Tahun 0 atau NIOSH. Memperhatikan kualitas APT para tenaga kerja dan pengawasan dalam disiplin pemakaian APT. Memberikan pelatihan dan penyuluhan kepada pekerja secara rutin mengenai dampak dari kebisingan terhadap kesehatan dan memantau intensitas kebisingan di lingkungan kerja serta pemeriksaan audiometer pada pekerja secara rutin pula. UCAPAN TERIMA KASIH Atas bantuan berbagai pihak selama proses dan pembuatan laporan penelitian, kami mengucapkan terima kasih khususnya kepada direktur masing-masing perusahaan tekstil wilayah Surakarta yang telah memberikan kesempatan dalam penelitian. DAFTAR PUSTAKA Alberti PW. Occupational hearing loss, disease of the ear nose and throat in: Head neck surgery. th ed. hiladelphia, 99. p. 05-66. Arini E.Y. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Pendengaran Tipe Sensorineural Tenaga Kerja Unit Produksi di PT.Kurnia Jati Utama Semarang. Tesis. Semarang : Universitas Diponegoro; 005 Asriyani. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Sikap penggunaan Alat pelindung Diri (APD) pada Pekerja Bagian Sistem Telepon Otomatis (STO) di PT. Telekomunikasi, Tbk Riau -Daratan Kota Pekan Baru Tahun 0. Skripsi. Jakarta ; Universitas Pembangunan Nasional Veteran; 0 5
Intan Puspitasari.Studi Aplikasi Alat Pelindung Diri Sebagai Faktor Risiko Gangguan Pendengaran Karyawan Unit Produksi PT Semen Tonasa. Skripsi.Makasar; Unhas Kawatu, Paul.0. Perbedaan Nilai Ambang Dengar Antara Tenaga Kerja Ground Handling Dengan Pegawai Administrasi Di Bandar Udara Sam Ratulangi Manado.Tesis. Manado ; universitas sam ratulangi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. Nomor /MEN/X/0 tentang nilai ambang batas fisika dan faktor kimia di tempat Kerja. Jakarta: Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia; 0 Mikhdar M. Gambaran Noise Induced Hearing Loss (NIHL) pada tenaga kerja Bagian Produksi PT. Semen Tonasa Pangkep Tahun 0. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia. 0 National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). Occupational noise. Exposure revised criteria 998. Cincinnati, Ohio; 998 Roestam, A.W. Program Konservasi Pendengaran di Tempat Kerja. http://www.telmed.fkumi.net, diakses 5 Maret 0 Rusiyanti, Nurjazuli, Suhartono. Hubungan Paparan Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran pada Pekerja Industri Kerajinan Pandai Besi di Desa Hadipolo Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. No. ; 0 Sucipto, Hoediono, Ronald Sanrota. Noise Induced Hearing Loss pada pekerja-pekerja tekstil di Semarang Kongres Perhati III, Yogyakarta. 0 St. Nurmia. 0. Faktor yang berhubungan dengan timbulnya gangguan pendnegaran akibat bising pada tenaga kerja di PT. PLN Wilayah Sulselrabar Unit PLTD Pembangkitan Tello Makasar. Makasar: Universitas Hasanudin. Tata. Knowledge and Practice of Preventive Measures in Small Industries in Al- Khobar. Saudi Medical Journal. 000; (8); 70-75 WHO (007). Hypertension Report. Geneva: WHO Technical Report Series. WHO. Deafness and Hearing Imprairment. Diktat Kedokteran. 00; 7 () Yuni, Tri. Pengaruh kebisingan terhadap kelelahan pada tenaga kerja industry pengolahan kayu bruntung perum Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang; 006 6