KONFLIK KEPENTINGAN USAHATERNAK DOMBA DIGEMBALAKAN DI AREAL PERKEBUNAN TEBU DI JAWA BARAT

dokumen-dokumen yang mirip
MANAJEMEN PEMELIHARAAN DOMBA PETERNAK DOMBA DI KAWASAN PERKEBUNAN TEBU PG JATITUJUH MAJALENGKA

PENDAHULUAN mencapai ekor, tahun 2015 bertambah menjadi ekor

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

PENAMPILAN MORTALITAS DAN PERILAKU PENJUALAN DOMBA SISTEM DIGEMBALAKAN PADA DUA KONDISI AGRO-EKOSISTEM

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

PENGGUNAAN PAKAN LENGKAP PADA USAHA PETERNAKAN DOMBA: ANALISIS EKONOMI

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

ANALISIS FINANSIAL USAHA TERNAK DOMBA JANTAN MENJELANG HARI RAYA IDUL ADHA

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak bawah pengawasan pemiliknya. Peran ternak domba di lokasi tersebut

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan

ABSTRACT SITI ROMELAH. Intensive farming practices system by continuously applied agrochemicals,

ANALISIS PENDAPATAN USAHA TERNAK DOMBA TRADISIONAL DI KABUPATEN SUKABUMI

TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI HIJAUAN PAKAN TERNAK DI DESA MARENU, TAPANULI SELATAN

ADOPSI TEKNOLOGI POLA INTEGRASI TERNAK KAMBING DAN TANAMAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN ENDE, NUSA TENGGARA TIMUR

KETERSEDIAAN BIOMASA TANAMAN JAGUNG DI DESA SUKAJADI (P-6) KARANG AGUNG TENGAH, SUMATERA SELATAN

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

SUMBANGAN SUBSEKTOR USAHATERNAK DOMBA DALAM MENDUKUNG EKONOMI RUMAH TANGGA DI DESA PASIRIPIS DAN TEGALSARI, JAWA BARAT

ANALYSIS OF COST EFFICIENCY AND CONRTIBUTION OF INCOME FROM KASTURI TOBACCO, RICE AND CORN TO THE TOTAL FARM HOUSEHOLD INCOME

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI LADA MELALUI PERBAIKAN SISTEM USAHATANI

HASIL DAN PEMBAHASAN. berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah

SISTEM INTEGRASI SAPI DI PERKEBUNAN SAWIT PELUANG DAN TANTANGANNYA

PEMANFAATAN HASIL IKUTAN TANAMAN SAWIT SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG DI SUMATERA BARAT

Tennr Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 Skala usaha penggemukan berkisar antara 5-10 ekor dengan lama penggemukan 7-10 bulan. Pakan yan

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN

KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PEMELIHARAAN KERBAU DI DESA LENGKONG KULON, BANTEN

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

PEMANFAATAN KULIT KAKAO SEBAGAI PAKAN TERNAK KAMBING PE DI PERKEBUNAN RAKYAT PROPINSI LAMPUNG

TARGET KELAYAKAN SKALA USAHA TERNAK DOMBA POLA PEMBIBITAN MENDUKUNG PENDAPATAN PETANI DI PERDESAAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

STRUKTUR CURAHAN WAKTU KERJA DAN PENDAPATAN PETERNAK

Johanis A. Jermias; Vinni D. Tome dan Tri A. Y. Foenay. ABSTRAK

EFISIENSI PENGGUNAAN MODAL USAHA PEMELIHARAAN KERBAU DI TINGKAT PETERNAK DI KABUPATEN BOGOR

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG

ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Keadaan Umum Kecamatan Pati

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

ESTIMASI DAMPAK EKONOMI PENELITIAN PARTSIPATIF PENGGUNAAN OBAT CACING DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN PETERNAK DOMBA DI JAWA BARAT

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

SISTEM PERTANIAN TERPADU TEBU-TERNAK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA DAN DAGING

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR USAHATERNAK DOMBA DALAM MENDUKUNG POLA DIVERSIFIKASI USAHATANI DI PEDESAAN

KEENGGANAN PETANI BERUSAHATANI TEBU DI KABUPATEN KENDAL, JAWA TENGAH THE RELUCTANT OF FARMERS IN KENDAL, CENTRAL JAVA TO CULTIVATE SUGAR CANES

SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI PROPINSI JAMBI

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Penggemukan Sapi (Kasus di Kelurahan Ekajaya, Kecamatan Jambi Selatan Kotamadya Jambi)

ADOPSI PAKET TEKNOLOGI UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS TERNAK DOMBA DI DESA TEGALSARI KABUPATEN PURWAKARTA

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak (BUNGIN, 2003), dan kuantitatif, data dianalisa secara deskriptif (

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

MODEL USAHATANI INTEGRASI KAKAO KAMBING DALAM UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI

PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DALAM SISTEM USAHATANI TERHADAP PENDAPATAN KELUARGA DI KECAMATAN CIEMAS, KABUPATEN SUKABUMI

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan

TARGET KELAYAKAN SKALA USAHATERNAK DOMBA POLA PEMBIBITAN MENDUKUNG PENDAPATAN PETANI DI PERDESAAN

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

KAJIAN RAGAM SUMBER PENDAPATAN RUMAH TANGGA PEDESAAN (STUDI KASUS DESA PRIMA TANI KABUPATEN PROBOLINGGO, JAWA TIMUR)

Penggunaan Tenaga Kerja Keluarga Petani Peternak Itik pada Pola Usahatani Tanaman Padi Sawah di Kecamatan Air Hangat Kabupaten Kerinci

KAJIAN PENGEMBANGAN SISTEM PERTANIAN TERINTEGRASI TANAMAN TERNAK

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI DESA MASDA MAKMUR, RAMBAH SAMO RIAU DARI PEMBUATAN KOMPOS ASAL KOTORAN SAPI PADA SISTEM INTEGRASI TANAMAN TERNAK

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian

ANALISIS PENGARUH BIAYA INPUT DAN TENAGA KERJA TERHADAP KONVERSI LUAS LAHAN KARET MENJADI LAHAN KELAPA SAWIT

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAPATAN TENAGA KERJA KELUARGA PADA USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN TOROH KABUPATEN GROBOGAN

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

Daya Dukung Produk Samping Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia di Daerah Sentra Ternak Berdasarkan Faktor Konversi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

POTENSI MODAL PETANI DALAM MELAKUKAN PEREMAJAAN KARET DI KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 kiranya dapat

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

Berdasarkan tehnik penanaman tebu tersebut dicoba diterapkan pada pola penanaman rumput raja (king grass) dengan harapan dapat ditingkatkan produksiny

Perkembangan m-krpl Di Kabupaten Dompu Dan Dukungan Penyuluh Pertanian Lapangan

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT

RESPON KINERJA PRODUKSI DOMBA YANG MEMPEROLEH SUBSTITUSI PAKAN BERBASIS LIMBAH PERKEBUNAN

FUNGSI DAN PERANAN KERBAU DALAM SISTEM USAHATANI DI PROPINSI BANTEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Konsep Usahatani Terpadu : Tanaman Pangan dan Ternak FAKULTAS PETERNAKAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN. pertanian tersebut antara lain menyediakan bahan pangan bagi seluruh penduduk,

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

Analisis Pemasaran Domba dari Tingkat Peternak Sampai Penjual Sate di Kabupaten Sleman

USAHATANI TEBU PADA LAHAN SAWAH DAN TEGALAN DI YOGYAKARTA DAN JAWA TENGAH. Abstrak

DIVERSIFIKASI TANAMAN PERKEBUNAN DAN TERNAK KAMBING DI LAHAN MARGINAL KABUPATEN ENDE, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

POTENSI DAN PELUANG POLA INTEGRASI TERNAK KAMBING PADA PERKEBUNAN KAKAO RAKYAT DI PROPINSI LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

Transkripsi:

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 29 KONFLIK KEPENTINGAN USAHATERNAK DOMBA DIGEMBALAKAN DI AREAL PERKEBUNAN TEBU DI JAWA BARAT (Conflict of Interest on Sheep Farming System with Grazing Management on Sugar Cane Estate Area in West Java) DWI PRIYANTO 1 dan E. HANDIWIRAWAN 2 1 Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 162 2 Puslitbang Peternakan, Jl. Raya Pajajaran Kav. E 59, Bogor 16151 ABSTRACT Sheep farming system in the village is generally utilizing local resources (low input), including grazing management system, as it is very economic model (labour eficiency), so that the famer could rearing large scale. Sheep grazing management in sugar cane estate was reported disadvantages for estate owner, because it could damage sugar cane plantation and make large loss. Research on conflict of interest about sheep development at sugar cane area was conducted to understand farmer s perception toward sustainability of sheep farming system. The result showed that limited ownership of land, makes the farmer income depend on sheep grazing, with large scale of sheep farming, therefore farmer were very interested in enlarge their farming scale. The farmer feel that grazing system in estate area was very beneficial, while it was very disadvantagene to the estate owner since the grazing destroyed some area of sugar cane plantation. Farmers know that grazing system could damage sugar cane plant, but it is the only place for grazing. This conflict of interest lead to many sheep died, because of pestiside poison from estate area. Effort to avoid damage had been done, but not effective because of the need and management efficiency reasans of maintaining the sheep farming. However, agreement between the farmer and estate owner to avoid the long term conflict has been done. Key Words: Conflict of Interest, Grazing Management, Sugar Cane Estate ABSTRAK Pemeliharaan domba di pedesaan umumnya merupakan usaha dalam memanfaatkan sumberdaya lokal yang tersedia (low input), termasuk manajemen penggembalaan adalah paling ekonomis (efisiensi tenaga kerja), sehingga peternak mampu memelihara dengan skala besar. Penggembalaan domba di lahan perkebunan tebu dilaporkan merugikan pihak perkebunan karena merusak lahan tebu yang berdampak kerugian besar. Penelitian tentang konflik kepentingan pengembangan domba di lahan tebu dilakukan untuk mengetahui persepsi peternak tentang keberlanjutan usaha ternak ke depan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa keterbatasan aset lahan usahatani membuat peternak cenderung meggantungkan sumber pendapatan dari usahaternak domba, dengan skala usaha relatif besar, serta minat peternak untuk memperbesar skala pemilikan. Peternak merasakan bahwa pola pengembalaan di lahan perkebunan adalah paling menguntungkan, karena hanya bertumpu pada padang penggembalaan semata. Kasus tersebut merugikan pihak perkebunan akibat tekanan penggembalaan. Peternak mengetahui bahwa penggembalaan tersebut cenderung merusak tanaman tebu, tetapi perkebunan tebu merupakan areal penggembalaan domba satusatunya. Konsekuensi yang terjadi adalah banyak domba yang mati akibat keracunan pestisida. Alternatif dalam menghindari kerusakan perkebunan tebu oleh peternak sudah dilakukan, tetapi tidak efektif karena tuntutan kebutuhan dan efisiensi dalam manajemen pemeliharaan. Hal tersebut juga sudah dilakukan kesepakatan antara peternak dan pihak perkebunan untuk menghindari konflik yang berkepanjangan. Kata Kunci: Konflik Kepentingan, Menajemen Penggembalaan, Perkebunan Tebu 528

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 29 PENDAHULUAN Ternak domba umumnya dipelihara di pedesaan oleh petani sebagai usaha pelengkap (komplementer) disamping usaha pokok pertanian (SOEHADJI, 1992). Komoditas ternak tersebut umumnya diusahakan dengan pertimbangan biaya (modal) yang rendah, yakni dengan memanfaatkan sumberdaya pakan lokal yang tersedia tanpa peternak mengeluarkan biaya (zero cost) atau input rendah (low input). Pemeliharaan ternak domba dengan sistem digembalakan cukup memberikan keuntungan bagi peternak, karena peternak hanya melepas ternaknya di areal penggembalaan. Hal tersebut akan menghemat tenaga kerja yang dialokasikan dalam usaha ternak (PRIYANTO dan YULISTIANI, 25). Dengan demikian, peternak lebih berpeluang dalam menentukan skala usaha yang lebih besar dibandingkan pada usaha dikandangkan penuh (intensif) dimana peternak harus meluangkan tenaga kerja untuk mengambil rumput (cut and carry). Model pemeliharaan secara terintegrasi sudah banyak dilakukan untuk memanfaatkan areal perkebunan sawit (KAROKARO dan SIANIPAR, 24), yang cukup potensial dalam melakukan pengembangan berbasis tanaman perkebunan yang aman dan tidak mengganggu tanaman utama, demikian pula di lahan perkebunan karet kasus di Sumatera Utara (BATUBARA et al., 24). Kasus penggembalaan di lahan perkebunan belum semuanya memberikan dampak yang saling menguntungkan, bahkan pada komoditas tertentu akan menjadikan sumber konflik dalam pengembangan antara peternak sebagai pelaku usaha dan pihak perkebunan sebagai pengelola perkebunan dalam meraih keuntungan usaha. Kondisi pengembangan domba di sekitar lahan perkebunan tebu dapat dijadikan sebagai suatu kegiatan yang saling menguntungkan, apabila ternak tersebut mampu memanfaatkan limbah yang terbuang dari sisa pabrik maupun limbah daun tebu. Penelitian (MUCHTAR dan TEDJOWAHYONO, 1985) menunjukkan bahwa limbah tebu dapat dimanfaatkan sebagi bahan baku pakan domba yakni berupa pucuk tebu, daun kletekan dan sogolan. Tetapi sebaliknya dalam kasus tertentu pengembangan domba disekitar lahan perkebunan tebu dikhawatirkan akan memicu konflik karena hanya menguntungkan salah satu pihak. Di wilayah Kabupaten Majalengka dan Indramayu terdapat Pabrik Perkebunan tebu (PG Jatituhuh) dengan pengembangan areal lahan perkebunan seluas 12.22 ha dimana 8 persen areal adalah merupakan perkebunan tebu. Masalah yang dihadapi selama ini adalah tingginya kerusakan tanaman tebu muda akibat tekanan penggembalaan ternak domba yang mencapai 5,34 persen areal, dengan kerugian mencapai 8,3 milyar/tahun (PG JATITUJUH, 24). Kondisi demikian diperlukan alternatif pemecahan, sehingga kasus pengembangan domba di sekitar lokasi adalah merupakan kantong sumber ternak, sehingga tidak merugikan pihak perkebunan tebu, karena areal tersebut dikelilingi penduduk yang mengandalkan usaha dari domba. Penelitian tentang konflik kepentingan tersebut dilakukan dalam upaya mencari jalan tengah yang secara khusus tidak merugikan kedua belah pihak (peternak dan pengusaha pekebunan). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui persepsi peternak tentang model pemeliharaan yang dilakukan dalam mencapai target pendapatan, dan sejauh mana paran konflik kepentingan tersebut dapat di antisipasi atau (ditekan) sehingga mengarah pada pola integrasi yang saling menguntungkan. MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan di 2 Desa yakni di Desa Sukajadi, Kecamatan Cikedung, Kabupaten Indramayu dan Desa Sumber Wetan, Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka. Lokasi tersebut adalah lokasi pengembangan ternak domba, dan merupakan wilayah kantong ternak domba di Kabupaten Indramayu dan Majalengka pada bulan Juli 27, dimana lokasi tersebut merupakan 2 lokasi contoh di wilayah yang mengelilingi areal lahan perkebunan tebu Jatitujuh (perkebunan swasta). Disamping itu juga dilakukan workshop dengan mempertemukan antara pihak pemilik perkebunan dan perwakilan tokoh masyarakat dan peternak domba. Wilayah tersebut adalah merupakan wilayah dataran rendah dengan kondisi peternak yang merangkap sebagai petani/buruh tani. Usahaternak tersebut merupakan sumber 529

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 29 penghasilan potensial dalam mendukung ekonomi rumah tangga yang mampu memecahkan permasalahan ekonomi khususnya kebutuhan yang sifatnya mendadak (insidentil). Penelitian di lahan patani (on farm research) dilakukan terhadap 15 dan 17 peternak dengan menggunakan kuesioner terstruktur yang dipersiapkan masing-masing di desa Sukajadi dan Sumber Wetan tentang indikator penguasaan aset usahatani, usahaternak dan persepsi peternak terhadap prospek pengembangan. Analisis data dilakukan secara diskriptif dan proporsional, nilai rataan persepsi peternak dalam pengembangan usahaternak dirumuskan petunjuk (DAYAN, 1989): 1 n r = --- Xi n i = 1 dimana: r = Nilai rataan n = Jumlah contoh Xi = Nilai parameter contoh ke-i HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi sumberdaya lahan dan ternak yang dikuasai peternak yang merupakan aset sumber pendapatan Aset yang dimiliki peternak dalam usahatani sangat menentukan keberhasilan usaha khususnya dalam mendukung pendapatan petani/peternak di pedesaan. Peternak yang ada di pedesaan umumnya adalah merangkap sebagai usaha pokok pertanian. Dalam sistem usahatani besar kecilnya kontribusi pendapatan kegiatan usahatani sangat ditentukan oleh kondisi wilayah yang ada dan tergantung pada kondisi agro-ekosistem. Di Desa Sukajadi dan Sumber Wetan adalah merupakan agroekosistem Lahan Sawah Semi Intensif (LSSI) yang sebagian lokasi mampu ditanami padi 2 kali setahun, dan terdapat pula areal lahan kering yang diusahakan tanaman tahunan (buah-buahan). Rataan penguasaan lahan sawah yang digarap petani sangat sempit yakni mencapai 2.5 m 2, sedangkan lahan tegalan mencapai 1.16 m 2 pada kondisi peternak di Desa Sukajadi. Sedangkan di lokasi Desa Sumber Wetan lebih rendah yakni hanya mencapai 1.4 m 2 untuk lahan sawah, dan 239 m 2 untuk areal lahan tegalan. Kondisi demikian menggambarkan bahwa kondisi petani di lokasi pengamatan dapat dikriteriakan sebagai petani Gurem dengan areal garapan usahatani dibawah,25 ha. Kondisi demikian diperkuat dari data status kepemilikan lahan yang juga bukan lahan milik sendiri, tetapi merupakan lahan sewa ataupun menggarap dari orang lain (pemilik). lahan menunjukkan bahwa di Lokasi Desa Sumber Wetan kondisi peternak cenderung lebih rendah kualitas pemilikan lahan dibanding peternak di Desa Sukajadi. Hal tersebut terlihat dari status peternak masih banyak yang tidak memiliki lahan usahatani. Di Desa Sukajadi 66,67 persen peternak memiliki lahan sendiri dan 13,33 persen peternak melakukan sewa/menggarap dengan bagi hasil, sebaliknya kasus Desa Sumber Wetan hanya 52,94 persen memiliki lahan sedangkan sisanya (47,6 persen) tidak memiliki lahan (Tabel 1). Status kepemilikan lahan tegalan, lebih tinggi peternak yang tidak memiliki lahan dibanding yang memiliki yakni 73,33 prrsen dan 76,47 persen masing-masing di lokasi Desa Sukajadi dan Sumber Wetan. Kondisi demikian menggambarkan bahwa status kepemilikan lahan yang dikuasai peternak masih cenderung rendah khususnya lahan tegalan yang sebagian besar peternak tidak memiliki, sehingga kontribusi usaha pertanian relatif rendah. Pengamtan tentang status kepemilikan Aset ternak domba yang dimiliki peternak bahwa skala usaha relatif tinggi yakni mencapai rataan 64,33 ekor dan 39,64 ekor/peternak, dengan status ternak dewasa/muda mencapai 51,93 dan 33,6 ekor/peternak, masing-masing di Desa Sukajadi dan Desa Sumber Wetan. Dari skala usaha yang tinggi tersebut dapat diprediksi bahwa sumber pendapatan utama adalah bersumber dari usahaternak. Penelitian sebelumnya (PRIYANTO dan YULISTIANI, 25; ISBANDI dan PRIYANTO, 24) menunjukkan bahwa pada pemeliharaan domba digembalakan, skala usaha relatif tinggi, dan mampu sebagai sumber pendapatan tertinggi dibandingkan dengan usaha lain yang dilakukan petani. 53

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 29 Tabel 1. Penguasaan aset usahatani peternak domba di dua lokasi pengamatan Aset peternak Desa Sukajadi (n=15) Desa Sumber Wetan (n = 17) Rataan pemilikan Sawah (m 2 ) Tegalan (m 2 ) Status pemilikan (% peternak) Sawah Tegalan Rataan pemilikan domba (ekor) Milik sendiri 66,67 2, Milik sendiri 2.5 ± 1.625 1.16 ± 1.124 Sewa/ grp 13,33 6,67 Gaduh Tidak punya 2, 73,33 Total Total 1 1 Milik sendiri 52,94 23,53 Milik sendiri 1.4 ± 1.456 239 ± 21 Sewa/ grp Gaduh Tidak punya 47,6 76,47 Dewasa dan muda Anak prasapih 26,73 6,4 25,2 6, 51,93 12,4 27,18 4,82 5,88 1,76 33,6 5,58 Total 33,13 31,2 64,33 29, 7,64 39,64 Persentase 51,5 48,5 1 73,16 26,84 1 Total Total 1 1 Dari status pemilikan domba terlihat bahwa domba yang dipelihara peternak bukan semuannya milik peternak sendiri. Terlihat bahwa di lokasi Desa Sukajadi walaupun skala usaha relatif tinggi tetapi status domba yang dipelihara sebesar 48,5 persen adalah domba gaduhan. Sebaliknya kepemilikan di Desa Sumber Wetan skala usaha relatif lebih rendah dibanding di lokasi sebelumnya, tetapi hanya 26 persen yang merupakan domba gaduhan. Hal demikian menunjukkan bahwa pola gaduhan masih menjadikan aset peternak dalam upaya himpunan modal usaha. Manajemen pemeliharaan dan perkembangan populasi ternak domba Dengan kondisi skala usaha yang relatif tinggi tersebut maka manajemen pemeliharaan yang dilakukan di kedua lokasi adalah dengan digembalakan penuh. Lama penggembalaan tercatat bahwa di lokasi Desa Sumber Wetan sedikit lebih lama dibanding yang dilakukan peternak di Desa Sukajadi (6,3 vs 6, jam/hari). Penggembalaan dimulai pada pukul 1. dan kembali ke kandang sekitar pukul 17., dan pukul 16. (Tabel 2). Peternak memilki persepsi bahwa penggembalaan adalah satu-satunya kagiatan pemeliharaan yang paling menguntungkan, karena lokasi berdekatan dengan areal lahan perkebunan tebu, sehingga peternak cukup melepas dombanya di lahan perkebunan tebu. Sementara pihak perusahaan merasakan dampak penggembalaan sangat merugikan karena merusak tanaman tebu muda akibat tekanan penggembalaan yang tinggi. Dalam sistem penggembalaan peternak sudah mengetahui bahwa domba yang baru melahirkan tidak dilakukan penggembalaan yang dinyatakan oleh sekitar 7 persen peternak di dua lokasi, termasuk anak baru lahir, sedangkan di lokasi Desa Sumber Wetan terdapat 5,88 persen peternak tidak peduli, sehingga semua ternak digembalakan karena pertimbangan efisiensi. Persepsi peternak terhadap pengembangan usahaternak domba menunjukkan bahwa 53,33 dan 23,53 persen sudah menyatakan optimal ditinjau dari besaran skala usaha yang dipelihara saat ini, masing-masing dinyatakan peternak Desa Sukajadi dan Sumber Wetan. Sedangkan 4, dan 76,47 persen menyatakan bahwa mereka masih mampu menambah skala usaha dari yang dipelihara saat ini. Skala usaha pemeliharaan domba tidak terlepas dari kondisi tenaga kerja dan kepadatan kandang disamping potensi sumberdaya penggembalaan terkait dengan populasi ternak dalam suatu kawasan. Informasi dikemukakan peternak bahwa populasi domba di Desa Sukajadi berkembang pesat yakni mencapai 4 kali lipat dilaporkan oleh 4 persen peternak, berkembang 3 kali (13persen) dan dua kali lipat (46,67 persen) 531

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 29 Tabel 2. Manajemen pemeliharaan ternak domba yang dilakukan peternak di lokasi pengamatan Peubah Desa Sukajadi (n = 15) Desa Sumber Wetan (n=17) Lama penggembalaan (jam) 6 +,7 6,3 +,6 Jam mulai penggembalaan Jam pulang penggembalaan 1. 12. 16. 18. 1. 12. 17. 18. Apakah pemeliharaan digembalakan paling menguntungkan (%) Ya Tidak 1 1 Status fisiologis domba yang tidak digembalakan (%) Induk yang baru beranak/sakit Anak baru lahir (1 minggu) Digembalakan tidak ada alasan 73,33 26,67 7,58 23,54 5,88 Jumlah domba optimal yang mampu dipelihara Sampai bartas saat sekarang ini Masih dapat ditambah Terlalu banyak 53,33 4, 6,67 23,53 76,47 Perkembangan populasi dibandingkan dengan 5 tahun lalu Berkembang 2 x Berkembang 3 x Berkembang 4 x Berkembang lebih dari 4 x 46,67 13,33 4, 29,41 17,65 17,65 35,29 peternak. Sedangkan perkembangan populasi di Desa Sumber Wetan berkembang lebih pesat yakni mencapai lebih 4 kali lipat dinyatakan 35,29 persen peternak, 4 kali lipat (17,65 persen), 3 kali lipat (17,65 persen), dan dinyatakan 2 kali lipat oleh 29,41 persen peternak dibandingkan dengan lima tahun lalu. Kondisi demikian menunjukkan bahwa perkembangan populasi domba di sekitar lokasi perkebunan tebu tersebut cukup pesat. Hal demikian diperlukan strategi pengembangan sehingga tidak memperbesar konflik akibat tekanan penggembalaan. Manajemen pakan sebagai pendukung usahaternak domba Berdasar aspek manajemen pakan yang dilakukan oleh peternak menunjukkan masih belum ada perlakukan yang serius tentang pemberian pakan, karena domba cenderung digembalakan. Dilihat dari ketersediaan sumber hijauan pada saat musim kemarau dinyatakan tidak kesulitan pakan yang dinyatakan 6 dan 75 persen/peternak di Desa sukajadi dan Sumber Wetan, dan hanya sebagian kecil menyatakan ada kesulitan di saat musim kemarau (4 vs 25 persen) (Tabel 3). Di musim kemarau hanya sebagain kecil peternak yang memberikan pakan tambahan dengan mengarit yakni mencapai 13,33 dan 5,58 persen., dan cenderung peternak pengandalkan pola penggembalaan. Dilihat dari kondisi domba yang digembalakan menunjukkan bahwa kondisi domba lebih baik pada saat musim kemarau. Kondisi demikian terjadi karena kondisi rumput yang tidak basah yang banyak mengakibatkan domba mencret pada musim hujan. Dalam proses mengembangkan usahaternak persepsi tentang peranan kredit usaha untuk rekomendasi pakan ada kecenderungan sekitar 67,67 dan 64,71 persen peternak tidak berminat, dan sebaliknya 33,33 dan 35,29 persen cukup berminat. Peternak tidak berminat untuk merombak pola penggembalaan kearah pola intensif karena mereka merasa model tersebut adalah paling efisien. 532

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 29 Tabel 3. Manajemen pakan ternak domba yang dilakukan peternak di lokasi pengamatan Peubah Kondisi Sumber hijauan pada saat kusim kemarau (persen) Tidak sulit diperoleh Sulit diperoleh Upaya peternak mencukupi kekurang hijauan di musim kemarau (persen) Diberi pakan tambahan Tidak diberi pakan tambahan Kondisi domba yang digembalakan pada musim hujan atau musim kemarau (persen) Kurang baik dibandingkan dengan musim kemarau Tidak berbeda Lebih baik dibanding musim kemarau Minat peternak dalam akses kredit/modal untuk rekomendasi pakan lengkap (complete feed) (persen) Berminat Tidak berminat Desa Sukajadi (n = 15) 6 4 13,33 86,67 1 33,33 66,67 Desa Sumber Wetan (n = 17) 76,47 23,53 5,88 94,12 94,12 5,88 35,29 64,71 Persepsi peternak tentang konflik kepentingan model penggembalaan di perkebunan tebu Manajemen penggembalaan yang dilakukan oleh peternak domba dilakukan di sekitar lahan perkebunan tebu (Pabrik Gula Jatitujuh). Pihak perkebunan menyatakan bahwa sistem penggembalaan tersebut sangat merugikan perkebunan tebu, karena domba banyak memakan tanaman tebu yang masih muda, sehingga akibat tekanan penggembalaan tersebut tanaman tebu banyak yang mati. Apakah peternak telah mengetahui tentang konflik kepentingan yang terjadi akibat penggembalaan tersebut, hal demikian perlu dilakukan pengamatan. Persepsi peternak menyatakan bahwa sekitar 93,33 persen dan 88,24 persen peternak di Desa Sukajadi dan Sumber Wetan mengetahui dampak penggembalaan berpotensi merusak tanaman tebu, dan hanya sebagain kecil yang tidak mengetahui (Tabel 4). Meskipun peternak telah tahu bahwa penggembalaan domba akan berakibat merusak tanaman tebu, tetapi fenomena tersebut tetap dilakukan karena tuntutan kemudahan dan efisiensi menajemen pemeliharaan. Upaya peternak Desa Sukajadi dalam menekan kerusakan dilakukan melalui penggembalaan di pinggir jalan dan diusahakan tidak masuk kebun tebu (5 persen peternak), digembalakan pada kebun tebu yang sudah besar (28,57 %), diawasi dombanya (14,29 persen), dan tidak manjawab (7,14 persen). Peternak di Desa Sumber Wetan melakukan langkah antisipasi dengan mengawasi dombanya dengan cermat (46,67 persen), digembala di pinggir jalan/tidak masuk kebun (26,67 persen), digembala di kebun tebu sudah tua (13,33 persen), tidak ada pilhan lain (6,67 persen). Langkah tersebut telah dilakukan oleh peternak, tetapi pihak perkebunan tetap merasakan kerugian besar akibat penggembalaan. Model penggembalaan terus dilakukan dengan alasan bahwa perkebunan tebu adalah alternatif utama sebagai areal penggembalaan (dinyatakan 66,67 dan 64,71 persen) peternak di Desa Sukajadi dan Sumber Wetan, dan hanya sebagian kecil yang menyatakan ada peluang penggembalaan lain. Kondisi demikian diikuti dengan konsekuensi risiko yang dihadapi peternak terhadap domba yang 533

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 29 Tabel 4. Persepsi peternak dalam model pengembangan domba di areal perkebunan tebu Persepsi tentang perilaku peternak Peternak tahu tentang penggembalaan domba merusak tanaman tebu (persen) Desa Sukajadi (n = 15) Desa Sumber Wetan (n = 17) Tahu 93,33 88,24 Tidak tahu 6,67 11,76 Upaya yang dilakukan agar penggembalaan tidak merusak tanaman tebu (persen) Digembalakan dipinggir jalan/tidak masuk kebun tebu 5, 26,67 Digembalakan di kebun tebu yang sudah besar 28,57 13,33 Domba diawasu agar tidak maka tanaman/daun tebu 14,29 46,67 Tidak ada pilihan lain 6,67 Tidak tahu 7,14 6,67 Apakah lokasi perkebunan tebu merupakan alternatif satu-satunya penggembalaan domba Ya 66,67 64,71 Tidak 33,33 35,29 Kerugian yang dialami peternak akibat penggembalaan di perkebunan tebu Domba Mati karena pestisida/racun 73,33 7,69 Tidak pernak 26,67 29,41 Upaya mengatasi permasalahan kedua belah pihak (peternak vs pihak perkebunan) Sudah ada pembicaraan 73,33 76,49 Belum ada 26,67 11,76 Tidak tahu - 11,76 dipelihara, yakni banyak domba mati akibat keracunan pestisida oleh pihak perkebuanan akibat penyemptotan hama yang dinyatakan oleh sebagian besar peternak (73,33 vs 7,69 persen) di Desa Sukajadi dan Sumber Wetan. Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut dinyatakan sudah pernah dibicarakan dengan pihak perkebunan oleh 73,33 dan 76,49 persen peternak, dan dinyatakan belum pernah ada pembicaraan (26,67 dan 11,76 persen) peternak di Desa Sukajadi dan Sumber Wetan, tetapi tuntutan kepentingan mayoritas peternak cenderung tidak peduli. KESIMPULAN Dari hasil pengamatan tentang konflik pengembangan usahaternak domba dengan pihak perkebunan sebagai upaya integrasi dapat disimpulkan bahwa: 1. Keterbatasan aset lahan usahatani di lokasi sekitar areal perkebunan tebu, peternak cenderung meggantungkan sumber pendapatan dari usahaternak domba. Kondisi demikian ditunjukkan dengan skala usaha yang relatif besar, disamping minat peternak dalam memperbesar skala pemilikan ternak yang telah dipelihara. 2. Manajemen usahaternak domba yang paling menguntungkan adalah pola digembalakan di lahan perkebunan tebu, dan peternak tidak banyak memberikan pakan tambahan, dan labih bertumpu pada penggembalaan sehingga merugikan pihak perkebunan akibat tekanan penggembalaan yang semakin tinggi. 534

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 29 3. Hampir semua peternak mengetahui bahwa penggembalaan domba dilahan perkebunan cenderung merusak tanaman tebu khususnya pada lahan tebu muda. 4. Perkebunan tebu merupakan areal satusatunya dalam penggembalaan domba karena tidak ada peluang lain, dengan konsukuensi banyak domba yang mati akibat keracunan pestisida oleh pihak perkebunan saat pelaksanaan penyemprotan hama tanaman tebu. 5. Alternatif upaya dalam menghindari kerusakan perkebunan tebu oleh peternak sudah dilakukan, tetapi tidak efektif karena tuntutan kebutuhan dan efisiensi dalam manajemen pemeliharaan. Hal tersebut juga sudah dibicarakan antara peternak dan pihak perkebunan untuk menghindari konflik yang berkepanjangan. DAFTAR PUSTAKA BATUBARA, L.P., S. ELIESER, M. DOLOKSARIBU, R. KRISNAN dan S.P. GINTING. 24. Sistem integrasi peternakan domba dengan perkebunan karet dan kelapa sawit. Pros. Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman- Ternak. Denpasar, 2 22 Juli 24. Puslitbang Peternakan bekerjasama dengan BPTP Bali dan CASREN. hlm 437 481. DAYAN, A. 1989. Pengantar Metode Statistik. Julid I. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. Jakarta. PG JATITUJUH. 24. Sambutan Direktur PG. Jatitujuh. Disampaikan pada Lokakarya: Pengembangan Kawasan Intergrasi Ternak dengan Perkebunan Tebu sebagai Upaya peningkatan Daya Saing Produk Hasil Peternakan. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Tanggal 28 Agustus 24. ISBANDI dan D. PRIYANTO. 24. Sumbangan subsektor usahaternak domba dalam mendukung ekonomi rumah tangga di Desa Pasiripis dan Tegalsari, Jawa Barat. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4 5 Agustus 24. Puslitbang Peternakan, Bogor: hlm. 314 322. KAROKARO, S. dan J. SIANIPAR. 24. Peluang agribisnis ternak ruminansia kecil dengan sistem integrasi dengan perkebunan sawit. Pros. Seminar Nasional. Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Denpasar, 2 22 Juli 24. Puslitbang Peternakan bekerjasama dengan BPTP Bali dan CASREN. hlm. 454 461. MOCHTAR, M. dan S. TEDJOWAHYONO. 1985. Pemanfaatan hasil samping industri gula dalam menunjang perkembangan peternakan. Pros. Seminar Pemanfaatan Limbah Tebu untuk Pakan Ternak. Grati, 5 Maret 1985. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 14 23. PRIYANYO, D. dan D. YULISTIANI. 25. Estimasi dampak ekonomi penelitian partisipatif penggunaan obat cacing dalam peningkatan pendapatan peternak domba di Jawa Barat. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 12 13 September 25. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 512 521. SOEHADJI. 1992. Pembangunan peternakan dalam pembangunan jangka panjang tahap II. Pros. Agro Industri Peternakan di Pedesaan. Balai Penelitian Ternak, Ciawi. hlm. 1 32. DISKUSI Pertanyaan: Apakah ada aturan untuk areal penggembalaan? Jawaban: Sudah ada aturan dan telah disediakan areal penggembalaan, tetapi tidak dipatuhi dan kondisi memperhitungkan efisiensi. 535