Isnina Adi Indrarini, Henry Setyawan S, Lintang Dian Saraswati, Ari Udiyono

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penglihatan merupakan indra yang sangat penting dalam menentukan

HANG TUAH MEDICAL JOURNAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Miopia dapat terjadi karena ukuran aksis bola mata relatif panjang dan disebut

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan yang kabur atau penurunan penglihatan. adalah keluhan utama yang terdapat pada penderitapenderita

BAB 1 : PENDAHULUAN. berbagai informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan,

BAB I PENDAHULUAN. sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata tanpa akomodasi dan

ABSTRAK GAMBARAN KELAINAN REFRAKSI ANAK USIA 6-15 TAHUN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN MIOPI PADA MURID SMA NEGERI 3 BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dijumpai di tempat

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan juga merupakan jalur informasi utama, oleh karena itu. Meskipun fungsinya bagi kehidupan manusia sangat penting, namun

Hubungan Kebiasaan Melihat Dekat dengan Miopia pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Sahara Miranda* Elman Boy**

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Mata adalah panca indera penting yang perlu. pemeriksaan dan perawatan secara teratur.

HUBUNGAN MIOPIA YANG TIDAK DIKOREKSI DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA-SISWI KELAS 5-6 DI SDN DHARMAWANITA, MEDAN.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar miopia berkembang pada anak usia sekolah 1 dan akan stabil

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebutaan merupakan suatu masalah kesehatan di dunia, dilaporkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia dan

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

Hubungan Gaya Hidup dengan Miopia Pada Mahasiswa Fakultas. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 18% kebutaan di dunia disebabkan oleh kelainan refraksi. Di Asia,

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi karena kemampuan refratif mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. panjang, sehingga fokus akan terletak di depan retina (Saw et al., 1996). Miopia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mata merupakan organ penting dalam tubuh kita. Sebagian besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERBANDINGAN KADAR VITAMIN D DARAH PENDERITA MIOPIA DAN NON MIOPIA

BAB I PENDAHULUAN. Terminologi kebutaan didefenisikan berbeda beda di setiap negara seperti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Ingris Cataract, dan Latin

GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA KELAS XII SMA NEGERI 7 MANADO TENTANG KATARAK.

BAB I PENDAHULUAN. kebutaan dan 3,65% atau 246 juta orang mengalami low vision. 1,2

TINJAUAN PUSTAKA. tepat di retina (Mansjoer, 2002). sudah menyatu sebelum sampai ke retina (Schmid, 2010). Titik fokus

KELAINAN REFRAKSI PADA PELAJAR SMA NEGERI 7 MANADO

ANALISIS SITUASI PASCA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kemajuan teknologi dan meningkatnya tuntutan. akademis menyebabkan peningkatan frekuensi melihat

Prevalensi Kelainan Tajam Penglihatan pada Pelajar SD X Jatinegara Jakarta Timur

Keluhan Mata Silau pada Penderita Astigmatisma Dibandingkan dengan Miopia. Ambient Lighting on Astigmatisma Compared by Miopia Sufferer

BAB I PENDAHULUAN. pada iritasi mata bahkan kemungkinan katarak mata (Fazar, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anak yang kedua orang tuanya menderita miopia. 11,12

KELAINAN REFRAKSI PADA ANAK DI BLU RSU PROF. Dr. R.D. KANDOU

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat diatasi (American Academy of Ophthalmology, 2010).

NASKAH PUBLIKASI PENGARUH PENGGUNAAN GADGET

BAB I PENDAHULUAN. hilangnya serat saraf optik (Olver dan Cassidy, 2005). Pada glaukoma akan terdapat

BAB II. Kelainan refraksi disebut juga refraksi anomali, ada 4 macam kelainan refraksi. yang dapat mengganggu penglihatan dalam klinis, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. penderita kebutaan dari 285 juta penderita gangguan penglihatan di dunia. Sepertiga

FAKTOR RISIKO MIOPIA PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO ANGKATAN

BAB I PENDAHULUAN. adanya permainan audiovisual yang sering disebut dengan video game.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. 16

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada kehidupan sehari-hari. Pekerjaan dan segala hal yang sedang. saatnya untuk memperhatikan kesehatan mata.

Kata Kunci: Katarak, Diabetes Mellitus, Riwayat Trauma Mata, Konsumsi Minuman Beralkohol, Pekerjaan

Metode. Sampel yang diuji adalah 76 anak astigmatisma positif dengan derajat dan jenis astigmatisma yang tidak ditentukan secara khusus.

BAB I PENDAHULUAN. penyakit. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan. telah terjadi katarak senile sebesar 42%, pada kelompok usia 65-74

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. vision di dunia. Data dari VISION 2020, suatu program kerjasama antara

Hubungan Lama Aktivitas Membaca dengan Derajat Miopia pada Mahasiswa Pendidikan Dokter FK Unand Angkatan 2010

PREVALENSI KELAINAN REFRAKSI DI POLIKLINIK MATA RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh: ZAMILAH ASRUL

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Menurut Global Data on Visual Impairment 2010, WHO 2012, estimasi

JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME 2, NO. 1, JANUARI 2015: 48-53

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Miopia (nearsightedness) adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU MEMERIKSAKAN DIRI KE PELAYANAN KESEHATAN : PENELITIAN PADA PASIEN GLAUKOMA DI RUMAH SAKIT DR.

Pengaruh Aktivitas Luar Ruangan Terhadap Prevalensi Myopia. di Desa dan di Kota Usia 9-12 Tahun

HUBUNGAN KELAINAN REFRAKSI DENGAN PRESTASI BELAJAR ANAK DI SMP KRISTEN EBEN HAEZAR 2 MANADO

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KATARAK PADA PASIEN YANG BEROBAT DI BALAI KESEHATAN MATA MASYARAKAT, KOTA MATARAM, NUSA TENGGARA BARAT

Hubungan Pergaulan Teman Sebaya Terhadap Tindakan Merokok Siswa Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung

HUBUNGAN TINGGI BADAN MENURUT UMUR DENGAN KEJADIAN MIOPIA PADA ANAK DI SDN CEMARA DUA SURAKARTA SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

Alat optik adalah suatu alat yang bekerja berdasarkan prinsip cahaya yang. menggunakan cermin, lensa atau gabungan keduanya untuk melihat benda

BAB II. Kelainan refraksi disebut juga refraksi anomali, ada 4 macam kelainan refraksi. yang dapat mengganggu penglihatan dalam klinis, yaitu:

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah mata merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia karena mata

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak menimbulkan efek berbahaya bagi manusia. Lamanya radiasi komputer

BAB I PENDAHULUAN UKDW. berbagai kegiatan. Apabila mata menderita kelainan atau gangguan seperti low vision

Kata kunci : asap rokok, batuk kronik, anak, dokter praktek swasta

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan adalah salah satu indera yang sangat penting bagi manusia

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN MIOPIA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kebutaan dan gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. dokter (Harsono, 2005). Nyeri kepala dideskripsikan sebagai rasa sakit atau rasa

KECENDERUNGAN PENDERITA RETINOPATI DIABETIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bola mata terletak di dalam kavum orbitae yang cukup terlindung (Mashudi,

Pengaruh Pemberian Kacamata Koreksi pada Penderita Miopia terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri 34 Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. penglihatan atau kelainan refraksi (Depkes RI, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hampir 25% populasi atau sekitar 55 juta jiwa (Anma, 2014). Hasil Riset

BAB 1 : PENDAHULUAN. konflik batin serta kondisi sakit yang diderita oleh tenaga kerja. (1)

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pelaku pembangunan dapat merasakan dan menikmati hasil dari pembangunan

Tedy Candra Lesmana. Susi Damayanti

Journal of Health Education

BAB I PENDAHULUAN. Selama 20 tahun terakhir, telah terjadi kemajuan besar dalam bidang teknologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang berasal dari jarak tak

ALAT - ALAT OPTIK. Bintik Kuning. Pupil Lensa. Syaraf Optik

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan untuk memproses dan mengirimkan informasi dalam bentuk. memasyarakat dikalangan anak-anak. Hal ini mungkin menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TEKNIK PEMERIKSAAN REFRAKSI SUBYEKTIF MENGGUNAKAN TRIAL FRAME dan TRIAL LENS

BAB I PENDAHULUAN. dengan satu mata. Ruang pandang penglihatan yang lebih luas, visus mata yang

SITUASI GANGGUAN PENGLIHATAN DAN KEBUTAAN

BAB I PENDAHULUAN. hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduaduanya

PERBEDAAN PENGLIHATAN STEREOSKOPIS PADA PENDERITA MIOPIA RINGAN, SEDANG, DAN BERAT LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. setelah katarak. Pada tahun 2013, prevalensi kebutaan di Indonesia pada

HUBUNGAN TINGKAT PENGGUNAAN SMARTPHONE DENGAN KEJADIAN MIOPIA PADA MAHASISWA KEPERAWATAN ANGKATAN VII STIKES CITRA HUSADA MANDIRI KUPANG

Transkripsi:

GAMBARAN MIOPI PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI DAERAH RURAL DAN URBAN (Studi kasus Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang dan Kecamatan Semarang Selatan Kota Semarang) Isnina Adi Indrarini, Henry Setyawan S, Lintang Dian Saraswati, Ari Udiyono Bagian Epidemiologi dan Penyakit Tropik, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Email : isninaadiarin@gmail.com Abstract : Myopia is the primary cause of decreased visual acuity in children. World Health Organization stated myopia as the main priority in controlling world blindness in 2020. The aim of the study is to analyze differences in some risk factors for myopia in students of elementary school in rural and urban areas. The study is an observational study which uses cross sectional approach. Population of the study is students grade IV-VI in Sumowono and Semarang Selatan districts with 100 respondents respectively. Analysis bivariate using chi square. Rural area prevalence of myopia is 16% while urban area prevalence of myopia is 37%. It is suggested that parents should watch the children s behaviors that may cause the development of myopia. Key words : Myopia, Children, Rural Urban Literature : 115 (2001-2016) 410

Pendahuluan Miopi adalah suatu kondisi dimana objek yang jauh tidak dapat ditampilkan secara jelas pada retina oleh sistem optik mata, karena sinar yang datang dibiaskan di depan retina atau bintik kuning (1) Miopi umumnya terjadi ketika bola mata menjadi memanjang atau ketika kornea mata memiliki peningkatan kelengkungan. Pada miopi cahaya yang masuk ke mata difokuskan di depan retina sehingga benda yang jauh terlihat kabur. (2) Miopi juga merupakan salah satu penyebab utama penurunan tajam penglihatan pada anak-anak usia sekolah, sedangkan penglihatan yang baik sangat diperlukan dalam proses belajar mengajar. (3) Pada mata normal cahaya difokuskan tepat pada retina dan kemudian mengirimkan impuls saraf ke otak untuk diproses. Sedangkan pada miopi umumnya karena bola mata yang terlalu panjang dan kekuatan refraksi lensa mata terlalu kuat sehingga sinar cahaya difokuskan di depan retina. (4) Hal tersebut disebabkan oleh beberapa penyebab potensial yaitu kerusakan jaringan penghubung, pertumbuhan aktif karena efek kualitas gambar serta efek mekanik. Efek mekanik penyebab terjadinya miopi berkaitan dengan daya akomodasi lensa. Akomodasi mata yang terus menerus disebabkan oleh aktivitas melihat dekat yang mengakibatkan ketegangan berbagai otot. (1) Miopi telah ditetapkan oleh WHO (World Health Organization) sebagai salah satu prioritas untuk mengendalikan dan mencegah 411 kebutaan di dunia pada tahun 2020. (5) Prevalensi miopi di Amerika Serikat meningkat selama tiga dekade terakhir dari 25% menjadi 41%. (6) Berdasarkan penelitian CLEERE (Collaborative Longitudinal Evaluation of Etnicity and Refractive Error) menyatakan bahwa orang Asia memiliki prevalensi tinggi untuk miopi, yaitu 18,5%. (7) Angka kelainan refraksi dan kebutaan di Indonesia juga terus mengalami peningkatan dengan prevalensi 1,5%. Berdasarkan hasil Survei Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang dilakukan di 8 Provinsi (Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat) pada tahun 2009 kelainan refraksi menempati urutan pertama dalam 10 penyakit mata terbesar di Indonesia yaitu sebesar 61,71%. (8) Berdasarkan survey Riskesdas tahun 2013 Propinsi Jawa Tengah menduduki peringkat pertama untuk perkiraan penyandang kebutaan yaitu sebesar 0,5% dari jumlah penduduk, selain itu untuk severe low vision sebesar 1.1% dari jumlah penduduk menduduki peringkat kedua setelah Jawa Timur. (9) Severe low vision untuk daerah rural lebih tinggi dibandingkan dengan daerah urban yaitu sebesar 1,1% untuk rural dan 0,8% untuk urban. Kebutaan di daerah rural juga lebih tinggi dibandingkan dengan daerah urban yaitu 0,5% untuk rural dan 0,4% untuk urban. (8) Perkembangan teknologi yang sangat pesat terutama di Kota Semarang yang merupakan ibu kota Provinsi Jawa Tengah menyebabkan siswa cenderung lebih sering

melakukan aktivitas melihat dekat seperti membaca buku online, bermain komputer, menonton TV serta mengakses internet. Berbeda dengan siswa yang berada di daerah rural, perkembangan teknologi belum begitu pesat sehingga siswa sekolah dasar di daerah rural belum banyak terpapar oleh kemajuan teknologi yang dapat meningkatkan aktivitas melihat dekat. Aktivitas melihat dekat merupakan faktor risiko dari miopi. responden pada masing-masing daerah. Metode pengumpulan data menggunakan pengukuran. Untuk pengukuran status miopi yang dilakukan oleh seorang refraksionis menggunakan snellen chart. METODE Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang bersifat observasional dengan desain cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kejadian miopi pada anak sekolah dasar di daerah rural dan urban. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan simple random sampling. Populasi target pada penelitian ini adalah siswa sekolah dasar pada SD N di Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang dan SD N di Kecamatan Semarang Selatan Kota Semarang. Sampel yang digunakan dalam penelitiian ini berjumlah 100 HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Responden Tabel 1 Karakteristik responden daerah rural Karakteristik responden Frekuensi Persentase Usia 11 tahun 71,0 71,0 <11 tahun 29,0 29,0 Jenis Kelamin Laki-laki 46,0 46,0 412

Perempuan 54,0 54,0 Pendidikan Ayah 1. Tamat SD 76,0 76,0 2. Tamat SMP 9,0 9,0 3. Tamat SMA 13,0 13,0 4. Tamat Perguruan Tinggi 2,0 2,0 Pendidikan Ibu 1. Tamat SD 68,0 68,0 2. Tamat SMP 18,0 18,0 3. Tamat SMA 11,0 11,0 4. Tamat Perguruan Tinggi 3,0 3,0 Pekerjaan Ayah 1. Buruh 19,0 19,0 2. Petani 49,0 49,0 3. PNS 2,0 2,0 4. Wirausaha 4,0 4,0 5. Swasta 26,0 26,0 6. Lain-lain 0 0,0 Pekerjaan Ibu 1. Buruh 22,0 22,0 2. Petani 39,0 39,0 3. PNS 3,0 3,0 4. Wirausaha 10,0 10,0 5. Swasta 10,0 10,0 6. Ibu rumah tangga 16,0 16,0 Tabel 2 Karakteristik responden daerah urban Karakteristik responden Frekuensi Persentase Usia 11 tahun 63 63,0 <11 tahun 37 37,0 Jenis Kelamin Laki-laki 53 53,0 Perempuan 47 47,0 Pendidikan Ayah 1. Tamat SD 3 3,0 2. Tamat SMP 7 7,0 3. Tamat SMA 53 53,0 4. Tamat Perguruan Tinggi 37 37,0 413

Pendidikan Ibu 1. Tamat SD 5 5,0 2. Tamat SMP 6 6,0 3. Tamat SMA 59 59,0 4. Tamat Perguruan Tinggi 30 30,0 Pekerjaan Ayah 1. Buruh 9 9,0 2. Petani 2 2,0 3. PNS 9 9,0 4. Wirausaha 2 2,0 5. Swasta 73 73,0 6. Lain-lain 5 5,0 Pekerjaan Ibu 1. Buruh 5 5,0 2. Petani 0 0 3. PNS 5 5,0 4. Wirausaha 3 3,0 5. Swasta 37 37,0 6. Ibu rumah tangga 50 50,0 Status Miopi Frekuensi (f) Persentase Ya 37 37,0 Tidak 63 63,0 Jumlah 100 100,0 Status Miopi Frekuensi (f) Persentase Ya 16 16,0 Tidak 84 84,0 Jumlah 100 100,0 B. Distribusi Frekuensi Miopi di Daerah Rural dan Urban Tabel 3 Distribusi Frekuensi Miopi di Daerah Rural 414 Siswa anak sekolah dasar di daerah rural yang memiliki status miopi sebanyak 16%, sedangkan siswa yang tidak berstatus miopi sebanyak 84%. Tabel 4 Distribusi Frekuensi Miopi di Daerah Urban Siswa anak sekolah dasar di daerah urban yang memiliki status miopi sebanyak 37%, sedangkan siswa yang tidak berstatus miopi sebanyak 63%. PEMBAHASAN Gambaran Miopi pada Anak Sekolah Dasar di Daerah Rural dan Urban Miopi merupakan kondisi dimana cahaya yang sejajar dari suatu objek yang masuk ke mata akan jatuh di

depan retina sehingga objek yang jauh tidak dapat ditampilkan secara jelas pada retina oleh sistem optik mata. (10) Bola mata yang terlalu panjang mengakibatkan pembiasan sinar yang terlalu kuat pada mata, titik fokus sinar yang datang dari benda yang jauh berada di depan retina, titik jauh (pungtum remotum) terletak lebih dekat atau sinar datang tidak sejajar. (11) Mata pada penderita miopi dapat dikoreksi menggunakan lensa minus (cekung) sehingga cahaya yang masuk dapat difokuskan tepat di depan retina. (12) Anak-anak dengan miopi tidak mengeluhkan adanya gangguan penglihatan namun sering mempunyai kebiasaan memicingkan matanya untuk mencegah abrasi sferis atau untuk mendapatkan efek lubang kecil. (13) Istilah yang digunakan untuk miopi yang berkembang pada anak usia sekolah yaitu 8-14 tahun disebut school myopia, school myopia disebut juga simple myopia yang menunjukkan derajat miopi yang rendah sampai dengan sedang (0 sampai dengan - 6 D) (14) Miopi terutama pada anak-anak akan berefek pada karir, sosial ekonomi, pendidikan bahkan juga tingkat kecerdasan. Selain itu, semakin bertambahnya miopi pada anak juga akan meningkatkan berbagai risiko komplikasi, seperti gangguan permanen visual (kebutaan), katarak dan glaucoma. (15) Komplikasi lainnya yang dapat ditimbulkan oleh miopi yaitu Chorioretinal Degeneration (Chorioretinal athropy), Ablasio retina, serta gangguan okuler pada anak dengan miopi tinggi. (16) 415 Kejadian miopi di daerah urban lebih tinggi dibandingkan dengan daerah urban. Persentase miopi pada daerah urban sebesar 37% sedangkan pada daerah rural sebesar 16%. Rata-rata usia responden adalah 11 tahun. Di daerah rural lebih banyak responden yang berjenis kelamin perempuan sedangka di daerah urban lebih banyak responden yang berjenis kelamin laki-laki. Status sosial ekonomi responden di daerah rural sebagian besar berstatus rendah sedangkan di daerah urban sebagian besar berstatus ekonomi tinggi. Di beberapa negara terdapat perbedaan persentase penderita miopi di daerah rural dan urban. Di India, miopi pada anak dengan usia 5-15 tahun pada daerah urban sebesar 3,16%, persentase tersebut lebih tinggi dibandingkan pada daerah rural sebesar 1,45%. (17) Di Filipina, persentase miopi pada anak di daerah urban sebesar 12,5% sedangkan di daerah rural sebesar 3%. (18) Pada penelitian yang dilakukan oleh Pan dengan populasi rural dan urban, prevalensi miopi anak pada daerah urban sebesar 19,3%, sedangkan pada daerah rural prevalensi miopi anak sebesar 6,6%. Prevalensi miopi 3 kali lebih banyak pada daerah urban. (19) KESIMPULAN Kejadian miopi pada anak sekolah dasar di daerah rural sebesar 16% sedangkan daerah urban sebesar 37%.

DAFTAR PUSTAKA 1. Schmid, Klause. Myopia Manual. 2016. 27-73 p. 2. Weissman, Jeffrey. Environmental Factors and Progressive Myopia : A Global Health Problem. 2007. 3. Tiharyo Imam. Pertambahan miopia pada anak sekolah dasar daerah perkotaan dan pedesaan di daerah istimewa yogyakarta. 2008;6(2). 4. Johnstone Paul. Synopsis of Causation Myopia. 2008;3 8. 5. WHO. Global Initiative for The Elimination Avoidable Blindness : action plan 2006-2011 Vision 2020 The Right Sight. Geneva: WHO; 2007. 6. Vitale Susan, Sperduto Robert. Increased Prevalence of Myopia in the United States Between 1971-1972 and 1999-2004. 2016;127(12):1632 9. 7. Kleinstein Robert, Jones Lisa, Hullett S, Kwon S, Lee RJ, Friedman NE, et al. Refractive Error and Ethnicity in Children. 2016;121. 8. Departemen Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar. 2013. 9. Kemenkes RI. Info Datin. Kemenkes RI. Jakarta; 2013. 16 p. 10. Amos, John F, Kerry L beebe, Jerry Cavallerano, John Lahr RL. Care of the Patient with Myopia. In American: American Optometric Association; 2006. 11. Amos, John F, Kerry L beebe, Jerry Cavallerano, John Lahr RL. Care of the Patient with Myopia. In American: American Optometric Association; 2006. 12. Goss D, Grosvenor Theodore. Care of the Patient with Myopia. Am Optom Assos. 2006. 13. Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. 3rd ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013. 1-11-75 p. 14. Basri Saiful. Etiopatogenesis dan Penatalaksanaan Miopia pada Anak Usia Sekolah. J Kedokt Syiah Kuala. 2014;14(3). 15. Grosvendor Theodore. Primary Care Optometry. Elsevier Inc. 2007. 3-41 p. 16. Haug Sara, Bhisitkul Robert. Risk factors for retinal detachment following cataract surgery. 2012;7 11. 17. Padhye Amruta, Khandekar Rajiv, Dharmadhikari Seetal, Dole Kuldeep, Gogate Parikshit, Deshpande Madab. Original Article Prevalence of Uncorrected Refractive Error and Other Eye Problems Among Urban and Rural School Children. 2009;16(2):69 74. 18. Zakrzewski Helena. Prevalence of Myopia in School Children in Rural and Urban Regions of The Island of Cebu, Philippines. ARVO. 2015;56(7). 19. He Mingguang, Zheng Yingfeng, Xiang Fan. Prevalence of Myopia in Urban and Rural Children in Mainland China. Am Optom Assoc. 2009;86(1):40 4. 416