BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman (plastik yang dililiti oleh tembaga) dan dimasukkan ke dalam rahim oleh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah atau melawan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membantu pasangan suami isteri untuk, (1), Menghindari kelahiran yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna

BAB I PENDAHULUAN. jumlah anak dalam keluarga (WHO, 2009). Program KB tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan pada umur kurang 15 tahun dan kehamilan pada umur remaja. Berencana merupakan upaya untuk mengatur jarak kelahiran anak

KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai

Upaya meningkatkan pelayanan KB diusahakan dengan

BAB 2 LANDASAN TEORI. dalam upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui

JENIS METODE KB PASCA PERSALINAN VASEKTOMI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sangat diinginkan, mengatur interval antara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISTIK AKSEPTOR NON AKDR TENTANG KONTRASEPSI AKDR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR BANJARMASIN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI IUD PADA AKSEPTOR KB DI DESA PULO ARA KECAMATAN KOTA JUANG KABUPATEN BIREUEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Akseptor Keluarga Barencana (KB) adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang menggunakan salah satu alat/obat kontrasepsi (BKKBN, 2007)

BAB I PENDAHULUAN jiwa, 2009 sebanyak jiwa, dan tahun sebanyak jiwa (KepMenKes, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. adanya permasalahan kependudukan, karena Indonesia merupakan negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut World Health Organisation (WHO) Keluarga Berencana (KB)

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Reproduksi dilaksanakan untuk memenuhi hak-hak reproduksi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara etiomologi, konseling berasal dari bahasa Latin Consilium artinya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penjarangan kelahiran (Depkes RI, 1999; 1). dan jarak anak serta waktu kelahiran (Stright, 2004; 78).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Istilah Kependudukan dan Keluarga Berencana (2011) yang

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan

PENGERTIAN KELUARGA BERENCANA

BAB I PENDAHULUAN. dan menyelenggarakan program KB nasional. (BKKBN, 2011) dihitung berbagi perbandingan atau rasio (ratio) antara lain : rasio jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kontrasepsi (Sulistyawati, 2012). 1) Metode kontrasepsi sederhana. 2) Metode kontrasepsi hormonal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut World Health Organisation (WHO) expert committee 1997: keluarga

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan stagnan yang ditandai dengan tidak meningkatnya beberapa indikator

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti mencegah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organisation) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk di dunia mencapai 7,3 miliar jiwa tahun Indonesia. merupakan negara ke-4 di dunia dengan estimasi jumlah penduduk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. berdasarkan sensus penduduk mencapai 237,6 juta jiwa. keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui konsep pengaturan jarak

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam mencapai target MDGs (Millennium Development Goals), termasuk negara

PROFIL PENGGUNAAN KONTRASEPSI PADA PASANGAN USIA SUBUR ( PUS ) DI WILAYAH KECAMATAN NGUTER KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Juli 2013 mencapai 7,2 miliar jiwa, dan akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Kontrasepsi

BAB II TINJUAN PUSTAKA. Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah atau. melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur

BAB I PENDAHULUAN. yang mendapat perhatian dan pembahasan yang serius dari ahli

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Konsep Dasar Kontrasepsi Suntik (DMPA) dengan memakai kontrasepsi (Mochtar, 1999).

BAB I PENDAHULUAN. Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. wanita sebagai pilihan kontrasepsi

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana (KB) menurut World Health Organisation (WHO) di antara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perdarahan dari Vagina yang tidak normal. Beberapa masalah terkait dengan menstruasi. Perdarahan selama kehamilan atau setelah persalinan

Medan, Maret 2014 Hormat saya,

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik sosial didapatkan laju pertumbuhan

PELAYANAN KB DALAM RUANG LINGKUP KEBIDANAN KOMUNITAS

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan

BAB I PENDAHULUAN. Peran Keluarga Berencana dalam Kesehatan Reproduksi adalah. untuk menunjang tercapainya kesehatan ibu dan bayi, karena kehamilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan berbagai progam untuk

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan "Keluarga Berkualitas 2015" adalah keluarga yang bertaqwa

tanda ceklis ( ) pada jawaban yang benar, kuesioner yang telah disediakan.

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) menurut Undang-Undang Nomor 10

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan yang hingga saat ini belum bisa diatasi. Jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. menjadi BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) dengan. variabel yang mempengaruhi fertilitas (Wiknjosastro, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada Zaman sekarang ini perempuan sering mengalami banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Persepsi berasal dari bahasa lathin, persipere: menerima, perceptio:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keluarga Berencana (family planning) adalah kegiatan untuk melakukan

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

MODUL PENGAJARAN MENJAGA JARAK KEHAMILAN DAN MEMILIH ALAT KONTRASEPSI YANG TEPAT

BAB I PENDAHULUAN. dan misi Program KB Nasional. Visi KB itu sendiri yaitu Norma Keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana (KB). Progam KB yang baru didalam paradigma ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN MENSTRUASI IBU PADA AKSEPTOR ALAT KONTRASEPSI SUNTIK DMPA DENGAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK KOMBINASI DI RB MEDIKA JUWANGI KABUPATEN BOYOLALI

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan jumlah penduduk

HUBUNGAN ANTARA PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK DENGAN TEKANAN DARAH PADA AKSEPTOR KB SUNTIK DI PUSKESMAS DELANGGU KLATEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Menurut dari hasil sensus penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. hanya pemerintah, masyarakat juga diperlukan partisipasinya dalam

BAB I PENDAHULUAN. terhadap bayi premature (lahir muda) makin dapat diselamatkan dari kematian,

PERCAKAPAN KONSELING ANTARA BIDAN DENGAN PASIEN TENTANG KB

SATUAN ACARA PENYULUHAN KB PASCA PERSALINAN. Disusun Oleh :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bagian dari pemeliharaan kesehatan komperhensif bukan lagi hal yang baru.

BAB I PENDAHULUAN. penghambat pengeluaran folicel stimulating hormon dan leitenizing hormon. sehingga proses konsepsi terhambat (Manuaba, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. besar dan berkualitas serta dikelola dengan baik, akan menjadi aset yang besar dan

SATUAN ACARA PENYULUHAN KB IMPLAN PADA PASANGAN USIA SUBUR. : Mahasiswa Jurusan Kebidanan Klaten

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keluarga Berencana 2.1.1 Pengertian Menurut WHO (1970), keluarga berencana adalah program yang bertujuan membantu pasangan suami istri untuk, (1) Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, (2) Mendapatkan kelahiran yang diinginkan, (3) Mengatur interval diantara kehamilan, (4) Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami dan istri, (5) Menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto, 2002). Keluarga Berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera (Juliantoro, 2000). Keluarga Berencana adalah sebagai proses penetapan jumlah dan jarak anak yang diinginkan dalam keluarga seseorang dan pemilihan cara yang tepat untuk mencapai keinginan tersebut (Mc Kenzie, 2006). 2.1.2 Tujuan Keluarga Berencana Tujuan keluarga berencana adalah meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian pertumbuhan penduduk Indonesia. Sedangkan dalam era otonomi daerah saat ini pelaksanaan program Keluarga Berencana nasional bertujuan untuk mewujudkan keluarga berkualitas memiliki visi, sejahtera, maju, bertanggung jawab, bertakwa dan mempunyai anak ideal, dengan demikian diharapkan (Depkes RI, 2002): 1. Terkendalinya tingkat kelahiran 2. Meningkatnya jumlah peserta KB atas dasar kesadaran, sukarela dengan dasar pertimbangan moral dan agama.

3. Berkembangnya usaha-usaha yang membantu peningkatan kesejahteraan ibu dan anak, serta kematian ibu pada masa kehamilan dan persalinan. 2.1.3 Sasaran dan Target Program Keluarga Berencana Sasaran dan target yang ingin dicapai dengan program Keluarga Berencana adalah bagaimana supaya segera tercapai dan melembaganya Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) pada masyarakat Indonesia. Sasaran yang mesti digarap untuk mencapai target tersebut adalah (Depkes RI, 2002): 1. Pasangan Usia Subur (PUS) yaitu pasangan suami istri yang hidup bersama dimana istrinya berusia 15-49 tahun, yang harus dimotivasi terus menerus sehingga menjadi peserta Keluarga Berencana Lestari. 2. Non PUS, yaitu anak sekolah, orang yang belum kawin, pemuda-pemudi, pasangan diatas 45 tahun, tokoh masyarakat, dan 3. Institusional yaitu berbagai organisasi, lembaga masyarakat, pemerintah dan swasta. 2.1.4 Pelayanan Keluarga Berencana Pelayanan kontrasepsi saat ini dirasakan masyarakat, khususnya pasangan suami istri, sebagai salah satu kebutuhannya. Pelayanan kontrasepsi yang semula menjadi program pemerintah dengan orientasi pemenuhan target melalui subsidi penuh dari pemerintah, berangsur-angsur bergeser menjadi suatu gerakan masyarakat yang sadar akan kebutuhannya hingga bersedia membayar untuk memenuhinya (Depkes RI, 2002). Peran pelayanan Keluarga Berencana diarahkan untuk menunjang tercapainya kesehatan ibu dan bayi, karena kehamilan yang diinginkan dan berlangsung pada keadaan dan saat yang tepat, akan lebih menjamin keselamatan ibu dan bayi yang dikandungnya. Pelayanan KB bertujuan menunda, menjarangkan, atau membatasi kehamilan bila jumlah anak sudah cukup. Dengan demikian pelayanan KB sangat berguna dalam mengatur kehamilan dan pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan atau tidak tepat waktu.

Ada 5 (lima) hal penting dalam pelayanan Keluarga Berencana yang perlu diperhatikan : 1. Prioritas pelayanan KB diberikan terutama kepada Pasangan Usia Subur yang istrinya mempunyai keadaan 4 terlalu, yaitu terlalu muda (usia kurang 20 tahun), terlalu banyak anak (lebih dari 3 orang), terlalu dekat jarak kehamilan (kurang dari 2 tahun), dan terlalu tua (lebih dari 35 tahun). 2. Menekankan bahwa KB merupakan tanggung jawab bersama antara suami dan istri. Suami juga perlu berpartisipasi aktif dalam ber KB dengan menggunakan alat/metoda kontrasepsi untuk pria. 3. Memberi informasi lengkap dan adil tentang keuntungan dan kelemahan masingmasing metoda kontrasepsi. Setiap klien berhak untuk mendapat informasi mengenai hal ini, sehingga dapat mempertimbangkan metoda yang paling cocok bagi dirinya. 4. Memberi nasehat tentang metoda yang paling cocok sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik sebelum pelayanan KB diberikan kepada klien, untuk memudahkan klien menentukan pilihan. 5. Memberi informasi teentang kontraindikasi pemakaian berbagai metoda kontrasepsi. Pelaksanaan pelayanan KB perlu melakukan skrining atau penyaringan melalui pemeriksaan fisik terhadap klien untuk memastikan bahwa tidak terdapat kontraindikasi bagi pemakaian metoda kontrasepsi yang akan dipilih. Khusus untuk tindakan operatif diperlukan surat pernyataan setuju (informed consent) dari klien (Depkes RI, 2002). 2.1.5 Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Masalah kesehatan reproduksi bukan hanya masalah individu yang bersangkutan tetapi menjadi perhatian bersama, karena dampaknya luas menyangkut berbagai aspek kehidupan dan menjadi parameter kemampuan negara dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Pada tahun 1994 di Kairo Mesir, diadakan Konperensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan, telah disepakati defenisi kesehatan reproduksi yaitu suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem

reproduksi, serta fungsi dan prosesnya. Dengan demikian setiap individu mempunyai hak untuk mengatur jumlah keluarganya, kapan mempunyai anak, dan memperoleh penjelasan lengkap tentang cara-cara kontrasepsi sehingga dapat memilih cara yang tepat dan disukai (Pinem, 2009). Keluarga berencana termasuk dalam empat pilar upaya Safe Motherhood. Tujuan dari upaya Safe Motherhood adalah untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu hamil, bersalin, nifas, di samping menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi. Untuk itu program KB memiliki peranan dalam menurunkan risiko kematian ibu melalui pencegahan kehamilan, penundaan usia kehamilan serta menjarangkan kehamilan (Depkes RI, 2000). 2.2. Akseptor KB Akseptor KB adalah pasangan usia subur yang mana salah seorang menggunakan salah satu alat kontrasepsi untuk pencegahan kehamilan, baik melalui program maupun non program (Hartanto, 2004). 2.3. Kontrasepsi Kontrasepsi adalah alat yang digunakan untuk menunda, menjarangkan kehamilan, serta menghentikan kesuburan. Kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (ovum) yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur dengan sperma tersebut (Mansjoer, 1999). Ada dua pembagian cara kontrasepsi, yaitu cara kontrasepsi sederhana dan cara kontrasepsi modern (metode efektif) : 1. Kontrasepsi Sederhana Kontrasepsi sederhana terbagi lagi atas kontrasepsi tanpa alat dan kontrasepsi dengan alat/obat. Kontrasepsi sederhana tanpa alat dapat dilakukan dengan senggama terputus dan pantang berkala. Sedangkan kontrasepsi dengan alat/obat dapat dilakukan dengan menggunakan kondom, diafragma atau cup, cream, jelly atau tablet berbusa (vaginal tablet).

2. Cara Kontrasepsi Moderen/Metode Efektif Cara kontrasepsi ini dibedakan atas kontrasepsi tidak permanen dan kontrasepsi permanen. Kontrasepsi tidak permanen dapat dilakukan dengan pil, AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim), suntikan dan implant. Sedangkan cara kontrasepsi permanen dapat dilakukan dengan metode mantap, yaitu dengan operasi tubektomi (sterilisasi pada wanita) dan vasektomi (sterilisasi pada pria) (Mochtar, 1998). 2.4 Intra Uterine Devices (IUD)/ Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) 2.4.1 Pengertian IUD merupakan alat kontrasepsi yang terbuat dari bahan plastik yang halus berbentuk spiral atau berbentuk lain yang dipasang di dalam rahim dengan memakai alat khusus oleh dokter atau bidan/ paramedik lain yang sudah dilatih (Irianto, 2007). 2.4.2 Jenis IUD Walaupun di masa lampau IUD dibuat dalam berbagai bentuk dan bahan yang berbeda-beda, dewasa ini IUD yang tersedia di seluruh dunia hanya 3 tipe : 1. Inert, dibuat dari plastik (Lippes Loop) atau baja antikarat (The Chinese ring) 2. Mengandung tembaga, termasuk di sini TCu 380A, TCu 200C, Multiload (MLCu 250 dan 375) dan Nova T 3. Mengandung hormon steroid seperti progestasert yang mengandung progesterone dan Levanova yang mengandung levonorgestrel (Irianto, 2007). 2.4.3 Efektifitas IUD sangat efektif, Tipe Multiload dapat dipakai sampai 4 tahun; Nova T dan Copper T 200 (CuT-200) dapat dipakai 3-5 tahun; Cu T 380A dapat untuk 8 tahun. Kegagalan rata-rata 0,8 kehamilan per 100 pemakai wanita pada tahun pertama pemakaian (BKKBN, 2002). Copper T 380 A

IUD Copper T 380A bentuknya mirip huruf T. Bentuk ini terbukti sangat efektif, aman,dan mudah beradaptasi. Dua faktor yang memperbesar hasil guna Copper T 380A adalah : Tidak ada IUD lain yang mempunyai luas permukaan tembaga seperti IUD Copper T 380A (380 mm2) Tembaga di kedua lengan IUD ini menjamin tembaga akan dibebaskan di bagian tertinggi fundus uteri. Jangka waktu Pemakaian Badan Pengawasan obat Federal amerika (USFDA) baru-baru ini telah menyetujui pemakaian IUD Copper T 380A secara efektif sebagai kontrasepsi selama maksimum 8 tahun. Tiap kemasan IUD Copper T 380A mempunyai jangka waktu penyimpanan selama 7 tahun. Hal ini berarti bahwa setiap kemasan yang masih utuh (tidak robek) dijamin akan tetap steril sampai tanggal kadaluwarsa sebagaimana tercantum pada label kemasan. Setelah lewat tanggal kadaluwarsa, IUD dalam kemasan yang belum terpakai harus dibuang/dimusnahkan (BKKBN, 2002). 2.4.4 Mekanisme kerja IUD Mekanisme kerja IUD adalah sebagai berikut : 1. Perubahan pada endometrium yang mengakibatkan kerusakan pada spermatozoa yang masuk ke dalam rahim. 2. Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopii. 3. Memengaruhi fertilisasi ovum mencapai kavum uteri. 4. Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus (BKKBN, 2002). 2.4.5 Keuntungan IUD

Keuntungan dari IUD ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai kontrasepsi efektifitas tinggi 2. AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan 3. Metode jangka panjang 4. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat, seperti pil atau suntik 5. Tidak memengaruhi hubungan seksual 6. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil 7. Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-380A) 8. Tidak memengaruhi kualitas dan volume ASI seperti metode kontrasepsi hormonal 9. Dapat di pasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi) 10. Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid terakhir) 11. Tidak ada interaksi dengan obat-obat 12. Membantu mencegah kehamilan ektopik 13. Dapat dilepas jika menginginkan anak lagi, karena tidak bersifat permanen 14. Tidak bersifat karsinogen, yaitu dapat menyebabkan kanker karena hormon yang terkandung didalamnya (BKKBN, 2002). 2.4.6 Kerugian a. Efek samping yang umum terjadi : - Keputihan - Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan). - Haid lebih lama dan banyak. - Perdarahan (spotting) antarmenstruasi. - Saat haid lebih sakit. b. Komplikasi lain :

- Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan. - Perdarahan berat pada waktu haid atau di antaranya yang memungkinkan penyebab anemia. - Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar). c. Tidak mencegah IMS (Infeksi Menular Seksual) termasuk HIV/AIDS. d. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan e. Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai AKDR, penyakit radang panggul dapat memicu infertilitas f. Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvis: diperlukan dalam pemasangan AKDR. Sering kali perempuan takut selama pemasangan (Saifuddin, 2001). 2.4.7 Indikasi 1. Usia reproduktif 2. Telah mendapat persetujuan dari suami 3. Pernah melahirkan dan mempunyai anak, serta ukuran rahim tidak kurang dari 5 cm. 4. Telah cukup jumlah anaknya dan belum memutuskan untuk sterilisasi. 5. Tidak ingin hamil paling tidak untuk 2 tahun. 6. Dianjurkan sebagai pengganti pil KB bagi akseptor KB yang berumur diatas 30 tahun. 7. Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang 8. Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi 9. Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya 10. Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi 11. Resiko rendah dari IMS 12. Tidak menghendaki metode hormonal 13. Tidak ada kontraindikasi

Pada umumnya ibu dapat menggunakan AKDR Cu dengan aman dan efektif. AKDR dapat digunakan pada ibu dalam segala kemungkinan keadaan misalnya (Saifuddin, 2001): 1. Perokok 2. Pasca keguguran atau kegagalan kehamilan apabila tidak terlihat adanya infeksi 3. Sedang memakai antibiotik atau antikejang 4. Gemuk ataupun yang kurus 5. Sedang menyusui 2.4.8 Kontraindikasi Tidak boleh menggunakan IUD, apabila : 1. Diketahui atau dicurigai adanya kehamilan 2. Infeksi panggul (pelvis) yang terus menerus 3. Lecet (erosi) atau peradangan di leher rahim 4. Diketahui atau dicurigai adanya kanker rahim 5. Perdarahan yang tidak normal yang belum diketahui penyebabnya. 6. Perdarahan haid yang hebat 7. Alergi terhadap logam 8. Kelainan rahim (misalnya rahim kecil, endometriosis, polipendometrium) dan kelainan jaringan perut yang menyulitkan pemasangan. 9. Pernah mempunyai riwayat kehamilan di luar kandungan. 10. Waktu penggunaan : a. Pemasangan dilakukan pada waktu haid yaitu pada akhir haid atau pada hari sebelum berakhirnya haid, karena serviks lembut dan sedikt terbuka. b. Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau setelah 40 hari pascapersalinan. Perlu diingat angka eksplusi tinggi pada pemasangan segera atau selama 48 jam pascapersalinan. c. Setelah menderita abortus (segera atau dalam waktu 7 hari) apabila tidak ada gejala infeksi (Saifuddin, 2001).

Kapan AKDR dapat dikeluarkan 1. Bila ibu menginginkannya. 2. Bila ibu ingin hamil. 3. Bila terdapat efek samping yang menetap atau masalah kesehatan lainnya. 4. Pada akhir masa efektif dari AKDR. Misalnya TCu 380A harus dikeluarkan sesudah 8 tahun terpasang. Untuk mengeluarkan/mencabut AKDR ibu harus kembali keklinik. Kesuburan atau fertilitas normal segera kembali sesudah AKDR dicabut. Jika ibu tidak ingin hamil, maka AKDR yang baru dapat segera dipasang (BKKBN, 2002). Informasi umum yang dapat diterangkan pada ibu 1. AKDR bekerja langsung efektif segera setelah pemasangan. 2. AKDR dapat keluar dari uterus secara spontan. 3. Sering terjadi perasaan mulas dan bercak-bercak perdarahan setelah masangan/pencabutan. 4. Sering terjadi keputihan. 5. Perdarahan menstruasi biasanya akan lebih lama dan banyak. 6. AKDR mungkin dilepas setiap saat atas kehendak ibu. 7. AKDR tidak melindungi diri terhadap PMS termasuk virus AIDS. 8. Segera datang untuk pemeriksaan bila timbul rasa nyeri perut, perdarahan tidak dapat haid. 9. Dianjurkan bagi wanita diatas 30 tahun untuk secara berkala memeriksakan usapan lendir mulut/bibir rahim (papanicolau smear) (BKKBN,2002). 2.5 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Keengganan Penggunaan KB IUD 2.5.1 Umur Pengaruh umur untuk keikutsertaan dalam penggunaan kontrasepsi dapat dilihat dari pembagian umur berikut ini, 1. Umur ibu kurang dari 20 tahun : a. penggunaan prioritas kontrasepsi pil oral

b. penggunaan kondom kurang menguntungkan, karena pasangan muda frekuensi bersenggama tinggi sehingga akan mempunyai kegagalan tinggi. c. Bagi yang belum mempunyai anak, AKDR kurang dianjurkan d. Umur dibawah 20 tahun sebaiknya tidak mempunyai anak dulu. 2. Umur ibu antara 20-30 tahun : a. Merupakan usia yang terbaik untuk mengandung dan melahirkan. b. Segera setelah anak pertama lahir, dianjurkan untuk memakai IUD sebagai pilihan utama. Pilihan kedua adalah norplant atau pil 3. Umur ibu diatas 30 tahun a. Pilihan utama menggunakan kontrasepsi spiral atau norplant. Kondom biasanya merupakan pilihan kedua. b. Dalam kondisi darurat, metode mantap dengan cara operasi (sterilisasi) dapat dipakai dan relatif lebih baik dibandingkan dengan spiral, kondom, maupun pil dalam arti mencegah (Hartanto, 2004). 2.5.2 Tingkat Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, didapat dari buku, surat kabar, atau media massa, elektronik (Notoatmodjo, 2003). Tingkat pengetahuan sangat berpengaruh terhadap proses menerima atau menolak inovasi. Menurut Roger (1983), prilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada prilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Roger (1974) mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi prilaku baru, dalam diri seseorang tersebut terjadi proses berurutan, yaitu : 1. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). 2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus tersebut, disini sikap subjek mulai timbul.

3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. 4. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. 5. Adoption, dimana subjek telah berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung atau pun melalui pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan prilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan materi yang ingin diukur dari objek penelitian atau responden kedalam pengetahuan yang ingin diketahui (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan tentang KB IUD merupakan salah satu aspek penting ke arah pemahaman tentang alat kontrasepsi tersebut. Seseorang akan memilih KB IUD jika ia banyak mengetahui dan memahami tentang KB IUD (BKKBN, 2005). 2.5.3 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan akan memengaruhi wawasan dan pengetahuan ibu. Semakin rendah pendidikan ibu maka akses terhadap informasi tentang KB khususnya KB IUD akan berkurang sehingga ibu akan kesulitan untuk mengambil keputusan secara efektif, alat kontrasepsi yang mana akan dipilih oleh ibu (Winarni dkk, 2007). 2.5.4 Jumlah anak Jumlah anak adalah keseluruhan jumlah anak yang dilahirkan hidup oleh seorang ibu. Semakin sering seorang wanita melahirkan anak, maka akan semakin memiliki resiko kematian dalam persalinan. Hal ini berarti jumlah anak akan sangat mempengaruhi kesehatan ibu dan dapat meningkatkan taraf hidup keluarga secara maksimal (Singarimbun, 1994).

Pengguna KB IUD dipengaruhi juga dengan jumlah anak dalam suatu keluarga. Pasangan usia subur 30 tahun keatas yang sudah memiliki anak dan ingin menjarangkan kehamilannya biasanya lebih cenderung memilih kontrasepsi jangka panjang seperti IUD (Amiranty, 2003). 2.5.5 Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap mencerminkan kesenangan atau ketidaksenangan seseorang terhadap sesuatu. Sikap berasal dari pengalaman atau dari orang dekat dengan kita. Mereka dapat mengakrabkan diri kepada sesuatu atau menyebabkan kita menolaknya (Ahmadi, 1999). Banyak ibu bersikap negatif terhadap alat kontrasepsi IUD, hal ini karena kata-kata orang IUD bisa berpindah-pindah tempatnya bahkan bisa ke jantung. Dan mereka malu karena harus membuka bagian yang paling rahasia dari tubuhnya dan takut karena yang didengarnya sangat sakit ketika pemasangan IUD (BKKBN, 2002). 2.5.6 Efek Samping Efek samping yang sering timbul karena penggunaan IUD adalah peningkatan volume darah haid per siklus. Selain menyebabkan pengguna tidak nyaman dan menjadi alasan untuk menghentikan penggunaan IUD, hal ini dapat menjadi resiko kesehatan bagi pengguna, terutama di daerah-daerah anemia endemik (Wulansari, 2007). 2.5.7 Partisipasi Suami Partisipasi suami dalam program KB dan Kesehatan Reproduksi merupakan faktor yang berperan dalam mewujudkan suami yang bertanggung jawab dalam KB dan kesehatan reproduksi. Partisipasi ini akan dapat terwujud apabila berbagai informasi yang berkaitan dengan hal itu tersedia secara lengkap, apalagi kita ketahui bersama bahwa salah satu penyebab rendahnya partisipasi pria/suami dalam KB dan Kesehatan reproduksi adalah masih terbatasnya informasi khusunya bagi pasangan suami istri (BKKBN, 2008).

Bentuk partisipasi suami dalam penggunaan KB IUD ini sendiri adalah mendukung istri dalam memilih alat kontrasepsi IUD dan memberikan kebebasan kepada istri untuk menggunakan kontrasepsi tersebut (BKKBN, 2008). 2.5.8 Pelayanan KB Hingga saat ini pelayanan KB seperti komunikasi informasi dan edukasi masih kurang berkualitas terbukti dari peserta KB yang berhenti menggunakan alat kontrasepsi dengan alasan efek samping, kesehatan dan kegagalan pemakaian. Dengan memberikan pelayanan yang berkualitas khususnya informasi tentang KB IUD dapat memengaruhi seseorang untuk menggunakan KB tersebut (Pendit, 2007). 2.6 Kerangka Konsep Variabel Independen - Umur - Pengetahuan - Pendidikan - Jumlah anak - Sikap ibu - Efek Samping - Partisipasi Suami - Pelayanan KB Variabel Dependen Keikutsertaan KB- IUD Gambar 2.1 Kerangka Konsep Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Keikutsertaan Wanita PUS Dalam Penggunaan KB- IUD di Desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2009. 2.7 Hipotesis Penelitian 1. Ada pengaruh umur terhadap keikutsertaan wanita PUS dalam penggunaan KB- IUD. 2. Ada pengaruh pengetahuan terhadap keikutsertaan wanita PUS dalam penggunaan KB-IUD. 3. Ada pengaruh pendidikan terhadap keikutsertaan wanita PUS dalam penggunaan KB-IUD. 4. Ada pengaruh jumlah anak terhadap keikutsertaan wanita PUS dalam penggunaan KB-IUD.

5. Ada pengaruh sikap ibu terhadap keikutsertaan wanita PUS dalam penggunaan KB-IUD. 6. Ada pengaruh efek samping terhadap keikutsertaan wanita PUS dalam penggunaan KB-IUD. 7. Ada pengaruh partisipasi suami terhadap keikutsertaan wanita PUS dalam penggunaan KB-IUD. 8. Ada pengaruh pelayanan KB terhadap keikutsertaan wanita PUS dalam penggunaan KB-IUD.