BAB I PENDAHULUAN. dan dirawat dengan sepenuh hati. Tumbuh dan berkembangnya kehidupan seorang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. diharapkan mampu memikul beban tugas dan tanggung jawab serta berpartisipasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pengklasifikasian anak itu sudah dibagi dengan jelas. Untuk anak yang

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menunjukkan hukum alam yang telah menunjukkan kepastian.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial masyarakat yang memiliki harkat dan martabat, dimana setiap

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menunjukkan hukum alam yang telah menunjukkan kepastian. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang eksis hampir di semua masyarakat. Terdapat berbagai masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. Penyandang cacat tubuh pada dasarnya sama dengan manusia normal lainnya,

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan serta dinikmati oleh manusia. Ketika seorang manusia lahir kedunia

METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH LUAR BIASA TUNARUNGU (SLB/B) MELALUI ALAT PERAGA UNTUK PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilandasi oleh tujuan untuk penciptaan keadilan dan kemampuan bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. 2

SEKOLAH LUAR BIASA BAGIAN B TERPADU DI SEMARANG

Grafik 1.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Usia, 2014 (ribu orang)

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan Hawa sebagai pendamping bagi Adam. Artinya, manusia saling

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian. terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak.

2015 PELAKSANAAN PROGRAM BINA KELUARGA BALITA D ALAM PENINGKATAN PERAN PENGASUHAN IBU UNTUK ANAK USIA D INI D I BKB D AHLIA PURWAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Gilang Angga Gumelar, 2015

merupakan unit terkecil dari ruang lingkup masyarakat. Kesejahteraan suatu

BAB I PENDAHULUAN. kemanusiannya. Pendidikan dalam arti yang terbatas adalah usaha mendewasakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1998 TENTANG PENJELASAN ATAS UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG CACAT

BAB I PENDAHULUAN. dan bernegara demi terwujudnya kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Panti Sosial Bina Remaja sebagai salah satu Panti Sosial dari Unit Pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan kemampuan bicara (Somantri, 2006). selayaknya remaja normal lainnya (Sastrawinata dkk, 1977).

BAB I PENDAHULUAN. seharusnya mendapatkan perlakuan yang sama seperti siswa normal. Siswa SLB

I. PENDAHULUAN. Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pendengaran merupakan sensori terpenting untuk perkembangan bicara

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, jumlah penyandang cacat di dunia sangat banyak dan berbedabeda

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jubelando O Tambunan, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia telah mempunyai naluri untuk bergaul dengan sesamanya,

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai suatu kelompok kecil yang disatukan dalam ikatan perkawinan, darah,

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak-anak penyandang tuna daksa (memiliki kecacatan fisik), seringkali

2 sumber daya manusia, peran masyarakat, dan dukungan pendanaan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan adanya upaya terarah, terpadu, dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. semua jabatan, organ visual ini memainkan peranan yang menentukan. Badan

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang begitu bahagia dan ceria tanpa lagi ada kesepian. dengan sempurna. Namun kenyataannya berkata lain, tidak semua anak dapat

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat. Secara umum timbulnya gangguan jiwa pada seseorang

I. PENDAHULUAN. perbedaan kecerdasan, fisik, finansial, pangkat, kemampuan, pengendalian diri,

Nama : Hesti Wulandari BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan penegasan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi,

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pribadi atau pun potensi yang dimilikinya. masalah yang cukup besar bagi kemajuan negara ini.

BAB I PENDAHULUAN. adalah salah satu unsur sosial yang paling awal mendapat dampak dari setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia. Melalui penglihatan seseorang dapat menerima informasi

BAB I PENDAHULUAN. adalah lingkungan pertama yang dimiliki seorang anak untuk mendapatkan pengasuhan,

BAB I PENDAHULUAN. harapan hidup penduduknya (life expectancy). Indonesia sebagai salah satu negara

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan bagi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di bawah pengawasan guru. Ada dua jenis sekolah, yaitu sekolah

I. PENDAHULUAN. suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, dan sebagainya. sebaliknya dalam individu berbakat pasti ditemukan kecacatan tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. kondisi fisik maupun mental yang sempurna. Namun pada kenyataannya tidak

LAPORAN OBSERVASI SLB-A-YKAB SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. negara yang diinginkan serta tujuan pembentukan pemerintahan. Negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Thomy Sastra Atmaja, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, baik jasmani maupun rohani. Kondisi ini adalah kesempurnaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan secara umum bertujuan untuk membentuk generasi

PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN SENJATA API OLEH ANGGOTA TNI di DENPOM IV/ 4 SURAKARTA

PELAYANAN SOSIAL TERHADAP BALITA TERLANTAR DI UPT PELAYANAN SOSIAL ASUHAN BALITA SIDOARJO DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing lagi melihat anak-anak mengerumuni mobil-mobil dipersimpangan lampu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Suasana pembangunan yang lebih terfokus di bidang ekonomi ditambah

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

BAB 1 PENDAHULUAN. diperkirakan mencapai anak dan pada tahun 2012 meningkat menjadi

1.7 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. boleh merampas hak hidup dan merdeka tersebut.

Bab I PENDAHULUAN AUTISM CARE CENTER

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun mental.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. kebawah masih dikatakan kurang, hal ini dapat dilihat dengan masih sulitnya

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-

PENTINGNYA PEMIMPIN BERKARAKTER PANCASILA DI KALANGAN GENERASI MUDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

A. LATAR BELAKANG MASALAH

PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI KESEJAHTERAAN SOSIAL PADA WARGA BINAAN DI YAYASAN PENDIDIKAN TUNANETRA SUMATERA (YAPENTRA)

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun terbagi kepulauan-kepulauan, dan suku bangsa tanpa perbedaan. 1 Hal ini merupakan

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak bisa

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

PERLINDUNGAN HAK ANAK

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan kemanusian untuk menjawab berbagai tantangan dan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

REDESAIN YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (YPAC) SEMARANG. disusun oleh : KHOERUL UMAM L2B

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan pulau

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Kehadiran seorang anak ditengah sebuah keluarga adalah merupakan anugerah yang terindah bagi orang tua dari Tuhan Yang Maha Esa. Anak merupakan penerus garis keturunan keluarga tetapi anak juga tititipan Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga dan dirawat dengan sepenuh hati. Tumbuh dan berkembangnya kehidupan seorang anak sangat ditentukan oleh peran serta keluarga dan lingkungan sosial. Namun pada realitanya, tidak semua hal seperti di atas benar-benar terlaksana. Hal ini kita lihat pada situasi dimana seorang ibu dihadapkan pada kondisi bayinya yang tidak sempurna, maka tidak jarang terjadi penolakan akan pengakuan keberadaan anak tersebut. Penolakan juga terjadi pada anak yang sudah beranjak tumbuh dan berkembang, dimana hal tersebut akibat suatu kondisi kerusakan ataupun penyakit yang melanda fisik/mental anak. Apabila sudah berada dalam posisi demikian maka ada saja orang tua yang tega membuang anaknya dari sejak bayi, melontarkannya di suatu tempat ataupun sengaja menitipkan anaknya di sebuah organisasi sosial dengan dalih untuk sementara saja. Hal inilah yang sering dijumpai pada anak penyandang cacat, seperti halnya yang terjadi pada anak tunanetra. Namun ada juga yang menitipkannya di sebuah yayasan sosial agar mendapat pendidikan dan pelatihan yang sesuai untuk tunanetra agar kelak mampu mandiri. Kita ketahui bahwa di negara-negara Asia nasib penyandang cacat kurang beruntung termasuk di Indonesia. Perhatian masyarakat dan pemerintah terhadap penyandang cacat sangat rendah. Dari sekitar 20-25 juta penyandang cacat di Indonesia, sekitar 10 juta adalah lansia, dan lainnya adalah penyandang cacat lain.

Sedangkan menurut perkiraan Direktorat Pendidikan Luar Biasa (PLB) jumlah anak cacat usia sekolah sekitar 1.500.000 anak, dari jumlah tersebut yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) hanya sebanyak 55.836 anak atau setara dengan 3, 72 % saja.(www.dradio1034fm.or.id) Kini, 210 juta jiwa penduduk telah mendiami negara Indonesia. Mereka tersebar di ribuan pulau dalam beragam etnis, budaya, dan agama. Sementara dari 210 juta jiwa penduduk tersebut 5 % nya kalangan cacat. Mereka adalah penyandang cacat tunanetra, tuna rungu, tuna daksa, dan cacat mental/tuna grahita.(www.wakatwarta.id.com) Mata sebagai indera penglihatan dalam tubuh manusia menduduki peringkat utama, sebab sepanjang waktu selama manusia terjaga mata akan membantu manusia untuk beraktivitas, di samping indera sensoris lainnya seperti pendengaran, perabaan, penciuman, dan perasa. Begitu besar peran mata sebagai salah satu dari pancaindera yang sangat penting, maka dengan terganggunya indera penglihatan seseorang berarti ia akan kehilangan fungsi kemampuan visualnya untuk merekam objek dan peristiwa fisik yang ada di lingkungannya. (Efendi Mohammad, 2006:29) WHO memperkirakan jumlah orang buta di seluruh dunia adalah 45 juta, sepertiga di antaranya terdapat di Asia Tenggara. Organisasi kesehatan dunia itu juga memperkirakan ada 12 orang menjadi buta setiap menit di dunia ini, 4 orang di antaranya berada di Asia Tenggara. Sedangkan di Indonesia diperkirakan setiap menit ada orang menjadi buta dengan berbagai sebab, dan sebagian besar dari mereka berada di daerah miskin. Bagi negara, anak-anak merupakan alat generasi penerus bangsa dalam menunjang kegiatan pembangunan yang berbasis pada sumber daya manusia. Hal ini sesuai dengan amanat negara Indonesia yang tertuang dalam UUD 1945, dimana tujuan negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia, memajukan kesejaheraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.(rukminto Adi, Isbandi. 2003:39) Untuk mencapai tujuan tersebut maka negara telah membuat berbagai kebijakan yang mengatur tentang hak dan kewajiban negara dalam menjamin kesejahteraan warganya. Adapun salah satu bentuknya yaitu dengan dipeliharanya anak-anak terlantar oleh negara ataupun anak-anak yang tidak berfungsi sosial dengan baik. Namun dewasa ini tanggungjawab seperti itu tidak hanya lembaga pemerintah saja yang melakukannya tetapi lembaga non pemerintah dan masyarakat pun ikut berpatisipasi. Seperti halnya dengan para penyandang cacat yang memang sangat membutuhkan perhatian dari negara. Pemerintah wajib mensejahterakannya walaupun dengan keterbatasan fisik/psikis yang mereka derita. Sebab seringkali dalam realita kehidupan mereka mengalami diskriminasi dan perlakuan yang tidak baik. Penyandang cacat bukanlah sesuatu yang harus dihindari/disingkirkan, justru dengan kondisi mereka seperti itu patut untuk dibantu agar mereka dapat berfungsi sosial kembali dengan keterbatasan yang dimiliki sehingga mampu mandiri ditengah-tengah masyarakat luas. Kehadiran anak tunanetra tidak mengenal sekat suku bangsa, agama, golongan, ras, atau status. Mereka hadir tanpa harus memberikan tanda-tanda khusus sebagaimana layaknya fenomena alam lainnya. Menyikapi keadaan tersebut, sebaiknya tidak perlu mempersoalkan perihal ia hadir dengan keterbatasan fungsi penglihatannya, tetapi perlu dipikirkan bantuan apa yang dapat kita berikan agar mereka dapat menerima keadaannya. (Efendi Mohammad, 2006:29) Jumlah penyandang cacat yang begitu besar tersebut perlu mendapatkan perhatian yang memadai dari pemerintah agar mereka tidak selamanya terbelenggu dengan kecacatannya, sehingga menjadi beban keluarganya, masyarakat maupun pemerintah. Langkah yang dianggap paling efekif adalah dengan memberikan pendidikan dan

pelatihan keterampilan yang memadai bagi mereka, sehingga mereka dapat melayani dirinya sendiri dan tidak tergantung orang lain, baik secara ekonomi maupun social ( Jurnal PKS Vol III No.7, Maret 2004: 4) Secara umum di Indonesia memang banyak terdapat lembaga sosial maupun organisasi sosial, namun dalam operasionalnya tidak sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Hal Ini dikarenakan banyak lembaga sosial maupun organisasi sosial yang masih bersifat penerimaan saja, sarana dan prasarana yang minim dan tidak memiliki pengembangan untuk kedepannya. YAPENTRA adalah salah satu bentuk yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan dan juga pelatihan keterampilan bagi tunanetra. YAPENTRA lahir melalui gagasan gereja yang merupakan bahagian daripada diakoni dan sosial yang termasuk di dalamnya. Pada masa awal gereja-gereja secara oikumenis turut serta menjadi penggagas sampai yayasan berdiri. Hari berdirinya ditetapkan tanggal 30 Oktober 1978 dan resmi terdaftar sebagai Lembaga Pendidikan Tunanetra dengan No. 006/I 05/A.88 dan Organisasi Sosial melalui Surat Tanda Pendaftaran No. 467.6/4169 dari pemerintah. Sesuai dengan Akte Notaris No. 44 tanggal 20 April 1977 disebut pendirinya DR. Andar Lumbantobing, Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI), Ds. Karel Sianturi, Gereja Pentakosta di Indonesia (GPdI) dan Hildesheimer Blinden Mission (HBM) Jerman. Selanjutnya, sebelum tahun 1994, Karel Sianturi meninggal dunia dan tahun 1997 DR. Lumbantobing meninggal dunia, sementara tahun 1994 Gereja Pentakosta di Indonesia (GPdI) sudah menarik diri, maka badan pendiri sekarang hanya ada 2 yaitu Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI) dan Hildesheimer Blinden Mission (HBM) Jerman.

Dalam pelaksanaannya yayasan ini mendukung penuh pelaksanaan daripada fungsifungsi kesejahteraan sosial, yang diwujudkan melalui usaha rehabilitasi medik dan pengembangan sumber daya manusia (dalam hal ini anak-anak tunanetra). Untuk melindungi dan memenuhi kebutuhan warga binaan maka YAPENTRA melakukan pelayanan kesejahteraan sosial bersifat secara langsung (direct services) yang khususnya ditujukan bagi tunanetra, dimana seharusnya mereka dapatkan dari keluarga. YAPENTRA merupakan organisasi sosial yang tidak hanya bergerak dalam bidang pengasuhan saja tetapi juga dalam hal pemberdayaan institusi terutama pendidikan formal dan keterampilan. Adapun usaha kesejahteraan sosial yang diberikan YAPENTRA ini adalah pelayanan sosial meliputi pengasuhan anak yang diwujudkan dalam bentuk asrama, pendidikan formal, pembinaan rohani, kegiatan olahraga seperti tenis meja dan senam, latihan musik, paduan suara, rekreasi, dan bermain sebagai kegiatan sosialisasi mereka. Pada umumnya warga binaan yang ada di yayasan ini berasal dari berbagai latar belakang masalah, antara lain: dibuang oleh orangtuanya, dititipkan oleh orangtua, dan karena keluarganya yang miskin. Untuk memenuhi semua kebutuhan warga binaan di yayasan maka YAPENTRA memperoleh dukungan dana dari para donator baik yang tetap maupun yang tidak tetap, sumbangan dari organisasi-organisasi, gereja-gereja, perkantoran, orang tua asuh, serta hasil usaha penjualan produk dan pemberdayaan lahan milik yayasan, dan lain-lain. Pada kenyataannya penerapan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial yang diberikan oleh yayasan memepunyai keterbatasan baik dari pelaksanaannya maupun warga binaan itu sendiri. Masalah dan hambatan dalam usaha penerapan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial tersebut adalah keadaan sarana dan prasarana klinik mata yang belum memadai seutuhnya, tenaga ahli, minat dan motivasi warga binaan yang masih rendah dalam

meningkatkan potensi dan kemampuan mereka, serta minimnya kesempatan kerja bagi warga binaan lulusan YAPENTRA selain tukang pijat. Hal inilah yang menyebabkan ketidakmaksimalan yayasan dalam menerapkan fungsi-fungsi kesejahteraan yang mereka gunakan. Berdasarkan penjabaran diatas maka penulis tertarik untuk meneliti dan mengetahui tentang penerapan fungsi penyembuhan (curative) dan fungsi pengembangan (development) di YAPENTRA. I.2. Perumusan Masalah Perumusan masalah adalah langkah yang penting untuk membatasi masalah yang akan diteliti. Masalah adalah bagian pokok dari kegiatan penelitian (Arikunto, 1992 : 47). Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah Bagaimana Penerapan Konsep Fungsi-fungsi Kesejahteraan Sosial Pada Warga Binaan Oleh Yapentra. I.3. Tujuan Dan Manfaat Penelitian I. 3. 1. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui sejauh mana Penerapan Fungsi-fungsi Kesejahteraan Sosial pada warga binaan oleh YAPENTRA. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan warga binaan di YAPENTRA. Untuk mengetahui tujuan yang ingin dicapai dalam Penerapan Fungsi-fungsi Kesejahteraan Sosial di YAPENTRA.

I. 3. 2. Manfaat Penelitian Secara Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap pihak-pihak terkait, khususnya YAPENTRA agar kedepannya menjadi lebih baik dan berbasis Ilmu Kesejahteraan Sosial sepenuhnya. Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian dan melatih diri serta mengembangkan pemahaman dan kemampuan berpikir melalui penulisan ilmiah dengan menerapkan pengetahuan yang diperoleh selama belajar di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik. Secara Akademis Sebagai bahan masukan bagi penulis dalam pengembangan Ilmu Kesejahteraan Sosial, khususnya yang berhubungan dengan Fungsi-fungsi Kesejahteraan Sosial.

I.4. Sistematika Penulisan Untuk mendapakan gambaran yang terperinci dan untuk mempermudah pemahaman isi, maka penulis membagi penelitian ini ke dalam enam 6 yaitu : BAB I : Pendahuluan Menguraikan bagian pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II : Tinjauan Pustaka Menguraikan tinjauan pustaka yang terdiri dari konsep-konsep penelitian, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional. BAB III : Metode Penelitian Menguraikan meode penelitian yang terdiri dari alasan memilih lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data. BAB IV : Deskripsi Lokasi Penelitian Menggambarkan dimana lokasi penelitian dilakukan. BAB V : Analisa Data Menguraikan proses pengumpulan, pengolahan, yang diperoleh dari hasil penelitian beserta analisa data. BAB VI : Penutup Berisikan kesimpulan dan saran atas penelitian yang dilaksanakan.