CHAPTER 5 SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY Faculty of Humanities English Department Strata 1 Program 2013 COMPARATIVE STUDY OF ENGLISH LEARNERS PERCEPTION TOWARDS ENGLISH ACCENTS Artivie NIM: 1301054726 Aksen dalam kamus Cambridge dapat didefinisikan sebagai the way in which people in particular area country or social group pronounce words yaitu logatnya dan cara seseorang mengucapkan kata di daerah dan grup sosial tertentu. Setiap orang memiliki aksen yang menunjukkan identitas mereka. Dalam bahasa Inggris orang nonnative tidak memiliki aksen seperti orang native. Thesis ini termasuk dalam area linguistik yang mencakup aksennya orang native dan non-native dalam bahasa Inggris and persepsi mahasiswa terhadap aksen native dan non-native. Dalam riset ini saya memfokuskan pada seberapa jelas aksen tersebut bagi mahasiswa dan pilihan aksen yang mahasiswa suka. Saya memilih topik ini karena aksen adalah bagian yang penting dalam berbahasa dan orang memiliki pandangan terhadap askennya seseorang. Aksen yang 62
63 terdengar baik akan mencerminkan seseorang itu memiliki pendidikan dan status sosial yang tinggi. Di universitas BINUS mahasiswa sastra Inggris tidak secara khusus dilatih untuk memiliki aksen seperti orang native. Oleh karena itu tujuan saya melakukan riset ini supaya dosen dan mahasiswa menyadari pentingnya pandangan orang terhadap aksen dan supaya mahasiswa terdorong untuk mempelajari aksennya orang native. Dalam belajar sastra Inggris lebih baiknya kita belajar lebih jauh dalam pengucapannya. Aksen seseorang mempengaruhi persepsi pendengar terhadapnya. Berdasarkan teori Finegan (1998) In evaluating oral arguments in Britain, speakers of regional varieties rated the quality of an argument higher when presented in standard accent, but found the same argument more persuasive when it was made using a regional accent (p.411). Pengartiannya untuk menilai argumen oral di Britain, pembicara daerah yang menggunakan aksen standar dinilai lebih tinggi dalam argumennya tapi argument yang sama dalam aksen daerah dinilai lebih persuasif oleh pendengar. Karena pendengar mempunyai persepsi terhadap suatu aksen, aksen juga memberikan informasi latar belakangnya si pembicara. Holmes (2001) a person s dialects reflects their social background (p.134). Dari aksennya seseorang kita memiliki persepsi latar belakang orang tersebut seperti kelas profesinya dan status sosial. Untuk membuktikannya Finegan (1998, p.405) menunjukkan ada perbedaan pengucapan vocal dalam linguistics antara orang yang profesinya tinggi dan orang yang berprofesi rendah. Sampel yang diteskan dalam analisis ada 3 aksen orang native ( aksen orang Amerika, British, Australia) dan 1 aksen orang Indonesia. Riset ini menganalisa aksen mana yang dinilai paling positif oleh mahasiswa dari sikapnya aksen yang mereka
64 dengar, kelas sosial, status dan seberapa jelas aksen tersebut bagi mahasiswa. Dalam riset ini ada 4 masalah yang dianalisa; 1. Bagaimana persepsi mahasiswa terhadap aksen standar? 2. Apakah ada perbedaan yang signifikan dalam perbandingan aksen non-native dengan aksen native? 3. Apakah pilihan aksen yang mahasiswa suka ada hubungannya dengan kejelasan aksen yang mahasiswa dengar? 4) Apakah gol mahasiswa dalam penggunaan bahasa Inggris? Metode dalam riset ini adalah kuantitatif. Saya memilih metode ini karena topik ini mengharuskan saya mendapatkan persepsi dari sekelompok mahasiswa dan dengan metode kuantitatif proses riset ini akan lebih efektif daripada harus mewawancarai mahasiswa. Dalam pengambilan data ini melibatkan 22 mahasiswa untuk mengisi kuesioner. Mahasiswa yang saya pilih adalah mahasiswa BINUS sastra Inggris semester 6 karena topik saya berhubungan dengan aksen dan mahasiswa sastra Inggris akan lebih mengerti sociolinguistics daripada mahasiswa jurusan lain. Dalam pengisian kuesioner, mahasiswa mendengarkan sampel aksen yang disediakan dan memberikan persepsi mereka dari skala 1-5. Mahasiswa harus mengisi semua skala dan pertanyaan yang ada di kuesioner atau data tersebut tidak bisa digunakan. Ide penggunaan skala ini saya pertimbangkan dari riset yang pernah dilakukan (Said, 2001; Kim, Bartelen & Ghilic, 2009; Heaton, 2009). Untuk pengukuran nilai yang mahasiswa berikan saya menggunakan teori (ANOVA) Analysis of Variance untuk mencari perbedaan yang signifikan pada grup yang diteskan. Setelah hasil tes ANOVA menunjukkan ada perbedaan yang signifikan, saya menjalankan Tukey s Post Hoc test untuk membandingkan setiap grup dengan grup
65 yang lain. Ini karena ANOVA hanya menunjukkan apakah ada perbedaan pada grup tapi tidak menunjukkan letak perbedaannya. Riset ini mengharapkan ada hasil yang signifikan dalam perbandingan aksen tersebut. Diperkirakan mahasiswa akan memilih aksen Inggris British sebagai aksen yang paling disukainya karena aksen British yang tidak jauh dari Received Pronunciation dinilai berstatus tinggi di Inggris. Hasil dari one way ANOVA dan Tukey s Post Hoc test menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara tiga standar aksen dan aksen Indonesia. Hasil untuk pertanyaan pertama, 1) Bagaimana persepsi mahasiswa terhadap aksen standar? Dari persepsi mahasiswa nilai total menunjukkan aksen Amerika dinilai paling positif. Dan ada perbedaan yang signifikan antara 3 aksen native ini dengan F (2, 63) = 15.93, p = 0.001. Hasil untuk pertannyaan ke dua; 2; Apakah ada perbedaan yang signifikan dalam perbandingan aksen non-native dengan aksen native? Hasil tes ANOVA menunjukkan ada perbedaan yang signifikan dengan hasil F (3, 84) = 36.44, p = 0.001. Hasil untuk pertanyaan ketiga; 3; Apakah pilihan aksen mahasiswa suka ada hubungannya dengan kejelasan aksen yang mahasiswa dengar? Hasil dari tes statistik menunjukkan pilihan aksen yang disukai adalah aksen yang paling bisa dimengerti mahasiswa jadi pilihan aksen ada hubungannya dengan kejelasan yang didengar. Berdasarkan nilai skala yang mahasiswa berikan, aksen Amerika merupakan aksen yang paling mudah dimengerti dengan nilai rata-rata (M= 4.32) dan berdasarkan pilihan mahasiswa, 90.90% mahasiswa merasa aksen Amerika paling mudah dimengerti. Mahasiswa juga menilai aksen Amerika sebagai aksen yang paling disenangi dengan skala nilai (M=. 4.14). Secara pribadi 54.50% mahasiswa menyukai aksen Amerika,
32% menyukai British, 9% menyukai aksen Indonesia dan 4.55% menyukai aksen Australia. 66 Hasil untuk pertannyaan ke 4; Apakah gol mahasiswa dalam penggunaan bahasa Inggris? Dalam penggunaan bahasa Inggris secara lisan, sebagian besar mahasiswa (59.09%) merasa tidak perlu mempunyai aksen seperti orang native yang penting pendengar bisa mengerti apa yang kita sampaikan. Beberapa diantaranya (27.27%) ingin mempunyai aksen seperti orang native karena aksen native kedengaran lebih menarik. Ada diantaranya (13.64%) tidak ingin mengubah aksen mereka untuk menjaga identitas mereka sebagai orang Indonesia. Saya menyimpulkan bahwa mahasiswa menyukai aksen yang menurut mereka gampang dimengerti dan aksen yang kedengaran jelas oleh pendengar juga dinilai paling positif. Aksen Inggris British yang berstatus tinggi seperti Received Pronunciation tidak begitu disukai mahasiswa karena mahasiswa tidak begitu mengerti dengan aksen British. Mahasiswa lebih menyukai aksen Australia setelah Amerika karena aksen Australia kedengaran lebih jelas dibandingkan aksen British. Dari penelitian ini, sebagai tindak lanjutnya dosen dan mahasiswa sebaiknya mempelajari lebih mendalam mata kuliah linguistics, memperbaiki pengucapan, dan mempelajari aksen orang native. Karena untuk mendalami satu bahasa, mata kuliah seperti grammar, reading, listening, dan speaking tidak akan membantu dalam pengucapan bahasa Inggris. Dan kita tentu saja mengharapkan orang lain memiliki persepsi yang baik dari aksen kita karena dari penelitian ini sudah terbukti aksen yang jelas dan mudah dipahami memiliki efek yang positif terhadap pendengar.