BAB V KESIMPULAN. isu maupun stereotip yang datang dari berbagai arah untuk mencoba membuat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

Muhammad Ismail Yusanto, Jubir HTI

BAB VI KESIMPULAN. masyarakat hidup bersama biasanya akan terjadi relasi yang tidak seimbang. Hal

PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN Ignatius Mulyono 2

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terkenal akan kekayaannya, baik itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Modernisasi telah membawa dampak yang signifikan di dalam kehidupan

Bab Satu Pendahuluan. Ciptaan: NN.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sudah setengah abad lebih Indonesia merdeka, masyarakat Indonesia yang merupakan bangsa yang multi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman etnis terbesar di seluruh

BAB V KESIMPULAN. Pada kehidupan masyarakat pulau Ende pertukaran menjadi dasar dari

BAB IV KESIMPULAN. dipenuhi dengan budaya-budaya yang beragam di mana mengakui keberagaman,

ETNIK KONFLIK DAN PERDAMAIAN DI KALIMANTAN TENGAH

SUKSES PENGEMBANGAN HAM BAGI MASYARAKAT LOKAL: PERSPEKTIF ANTROPOLOGI EKONOMI DAN BISNIS*) OLEH: RETNO ANDRIATI**)

Mia Siscawati. *Program Studi Kajian Gender-Program Pascasarjana UI *Pusat Kajian Antropologi-FISIP UI

BAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER

Bullying: Tindak Kekerasan Antara Siswa Laki-Laki Dan Siswa Perempuan Dalam Perspektif Jender di SMA Negeri 2 Ambon

Bab VI: Kesimpulan dan Rekomendasi

BAB I PENDAHULUAN. dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

Problem Papua dan Rapuhnya Relasi Kebangsaan

FAKTOR-FAKTOR KUNCI KEBERHASILAN DIALOG JAKARTA JAYAPURA 1

Kedua, bila dicermati tindak kekerasan itu tidak diseluruh Papua, tapi berkosentrasi di tiga distrik yaitu Jayapura, Abepura, dan Puncak Jaya.

PENDAHULUAN. Latar Belakang

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ENVIRONMENT CHANGE, SECURITY & CONFLICT

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang memiliki ribuan pulau, tiga ratus lebih suku, budaya,

Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri. Berpikir kritis berarti melihat secara skeptikal terhadap apa yang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia, sesuatu yang sangat unik, yang tidak dimiliki oleh semua

DATA PELANGGARAN HAM DI INDONESIA 1. Kasus Pelanggaran HAM Masa Lalu yang Belum Tersentuh Proses Hukum

MEMBANGUN KEMITRAAN DENGAN PERGURUAN TINGGI DALAM KAWASAN PERBATASAN KAWASAN NEGARA 1) Dr. Bambang Istijono, ME 2)

Asumsi dasar dari teori modernisasi mencakup:

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Utara di sebelah Tenggara dan Selatan. (Adan 2006: 3)

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI ACEH

SEMINAR INTERNASIONAL KE 11 DINAMIKA POLITIK LOKAL DI INDONESIA : ADA APA DENGAN 10 TAHUN OTONOMI DAERAH?

KEADILAN UNTUK MASYARAKAT PAPUA

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Seperti yang diposting salah satu situs berita di Indonesia

METODOLOGI PLURALISME. M. Qasim Mathar

BAB I PENDAHULUAN. komperhensif tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik di Ambon.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anak merupakan aset masa depan yang sangat berharga, dapat dikatakan

PENTINGNYA TOLERANSI DALAM PLURALISME BERAGAMA

BAB I PENDAHULUAN. Bugis, Makassar, Toraja, dan Mandar. Setiap kelompok etnik tersebut memiliki

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah bangsa yang besar dan majemuk yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. etnis, agama, dan kelompok dengan ideologi 1 masing-masing yang mungkin

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

ANALISA PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK HORIZONTAL DI KALIMANTAN BARAT. Alwan Hadiyanto Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari, seperti halnya puisi karya Nita Widiati Efsa yang berisi tentang

VI. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. TVRI Stasiun Sulawesi Tenggara sebagai televisi publik lokal dan Sindo TV

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

KREDIT/PEMBIAYAAN PERBANKAN BABEL TRIWULAN I 2008 TETAP EKSPANSIF

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai bangsa yang lekat dengan primordialisme, agama menjadi salah satu

Kebijakan Gender AIPP Rancangan September 2012

BAB I PENDAHULUAN. islam di Nusantara. Dan proses masuknya agama Islam di Indonesia menjadi

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

ADVOKASI KESEHATAN Waktu : 45 Menit Jumlah soal : 30 buah

Agen-Agen Perubahan dan Aksi Tanpa Kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah Bangsa demokrasi

Bab 8 Kesimpulan. Disertasi ini bertolak dari beberapa pertanyaan spesifik berikut: Mengapa

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang , 2014

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon...

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

KEDUDUKAN PRIBUMI-PENDATANG DI PASAR DAN KANTOR: KONFLIK (HORIZONTAL) EKONOMI-POLITIK DI PAPUA. Oleh: Kristofel Maikel Ajoi 1

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB V. Penutup. Transformasi institusi yang terjadi di Papua merupakan konsekuensi dari

BAB I PENDAHULUAN. makna bagi dunianya melalui adaptasi ataupun interaksi. Pola interaksi merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Igneus Alganih, 2014 Konflik Poso (Kajian Historis Tahun )

BAB I PENDAHULUAN. Bali sebagai bagian dari Kebudayaan Indonesia yang bersifat Binneka Tunggal Ika (Berbedabeda

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Hal tersebut dibuktikkan dengan

BKN. Kantor Regional. XIII. XIV. Pembentukan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

URBANISASI DAN TRANSMIGRASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Etnis Tionghoa merupakan bahan kajian yang menarik untuk

I. PENDAHULUAN. melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial, setiap manusia diberikan akal dan pikiran yang berkembang serta

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maka jumlah buruh pun semakin meningkat. Begitu pula dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sosiokultural yang beragam dan geografis yang luas. Berikut adalah

BAB 5 PENUTUP. mendeliberasikan ide-ide mengenai perlindungan terhadap hak publik adalah ruang

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN Membicarakan kerusuhan antar etnis memiliki daya tarik unik yang mempengaruhi kita untuk terus mencari akar persoalanya. Di Manokwari kehidupan antara etnis sangat diwarnai dengan berbagai macam propaganda dan isu maupun stereotip yang datang dari berbagai arah untuk mencoba membuat keretakan dalam hubungan etnis. Namun dalam sepuluh tahun terakhir belum pernah terjadi kerusuhan antar etnis seperti yang terjadi pada 28 Desember 2013 dan dalam tahun 2015 di Sanggeng. Kerusuhan ini diteliti dan ditulis menggunakan hasil interview dan pengamatan lokasi, disamping memasukan data yang telah dianalisis lebih mendetil dengan data akurat demi menemukan titik persoalan di balik peristiwa kerusuhan antar suku Biak dan BBM (Bugis-Buton- Makassar) di Manokwari. Ini sekaligus telah menggambarkan konfigurasi pemilahan sosial yang terjadi seiring dengan kondisi obyektif di Manokwari meliputi kondisi politik, ekonomi, social, kebudayaan yang alami secara langsung oleh kedua suku dalam satu situasi dan kondisi yang sama. Tidak hanya sampai di situ, masih panjang konflik ini hingga menimbulkan kekerasan adalah wujud dari pada kecenderungan pemilahan social yang dilakukan secara consolidated cleavages. Di mana bisa dilihat dari segregasi social, misalnya pola pemukiman, mobiliasi ekonomi,dan patrimonialisme dalam birokrasi yang berbasis etnis dan agama pula. 188

Peristiwa semacam ini tentu menambah perbendaharaan konflik dan menambah luka pahit, bahkan cenderung mempengaruhi situasi dan hubungan baik antar etnis di Manokwari. Orang Biak dan Orang Makassar sama-sama migrant. Biak migrant lokal dan BBM adalah migrant dari luar Papua. Sejarah kedatanganya berbeda, masing-masing memperjuangkan cita-cita yang berbeda, namun adat dan kebudayaan sebagai perantau dan pengayau dimiliki oleh kedua suku, kedua suku juga memiliki persamaan dalam ekspansi dagang, namun suku Biak masih minim dibanding dominasi pendatang BBM yang terbukti menguasai hampir seluruh bisnis perekonomian di Papua. ini membuktikan bahwa mereka tidak hanya menguasai perekonomian dan birokrasi pemerintahan maupun jabatan politik, namun mereka juga terlihat mendominasi secara kuantitas. Artinya jumlah penduduk migrant dari Sulawesi sudah sangat banyak dibandingkan dengan penduduk dari Biak di Manokwari dan tentu mempengaruhi kemampuan mereka dalam membangun jaringan politik maupun bisnis. Mulai dari pasar hingga gunung telah dikuasai oleh pendatang BBM di Manokwari. dari penguasaan tersebut tidak hanya memberikan keuntungan kepada para migrant BBM ini namun juga meninggalkan bekas dan dmapak buruk terhadap lingkungan dan alam Papua yang tidak hanya memiliki nilai ekonomis tetapi juga memiliki nilai historis dan religius, sehingga bagi orang Papua pada umumnya kerusakan alam secara langsung merusakn kehidupan manusia, karena alam dan manusia saling membutuhkan. Illegal logging dan eksploitasi sumber daya, pembangunan jalan raya dan jembatan banyak menggunakan tenaga kasar dari masyarakat Biak dan penduduk Papua lainya. Namun hal ini dilakukan hanya 189

untuk membantu menghidupi keluarga bukan merubah perekonomian keluarga sehigga kehidupan para pekerja-pekerja ini masih saja seperti ini (alias tidak berubah). Hal yang masih menjadi dominan di kalangan kedua suku adalah, bahwa Manokwari adalah daerah pusat peradaban orang Papua karena injil, dan orang Biak-lah yang menjadi pelaku utama perubahan besar di Papua terutama Manokwari. Bersebelahan dengan hal ini masyarakat BBM menganggap Manokwari adalah bagian dari Indonesia dan pantas menjadi tempat pelarian mereka untuk mencari keuntungan dalam hal perdagangan. Maka dua hal ini menjadi dua ujung yang tajam dan menimbulkan kondtradiksi pandangan dalam melihat segala hal. Bahkan mempengaruhi setiap persoalan sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan termasuk agama. Kondisi obyektif inilah yang saat ini menjadi perhatian khusus dan telah dibahas dalam bab tiga analisis data. Maka itu, segala hal yang mempengaruhi kerusuhan di Manokwari tidak terlepas dari kondisi obyektif yang telah disebutkan meliputi dua gagasan besar dominasi dan kekecewaan. Dominasi pendatang dalam segala bidang terutama ekonomi merupakan nuansa social baru yang juga banyak mendatangkan ketidakadilan di kalangan masyarakat bawah khususnya suku Biak yang merasa telah menjadi etnis yang dianaktirikan. Satu hal lagi yang masih mengganjal adalah tugas aparat keamanan yang cenderung bukan mengamankan tetapi lebih aktif mengelola kekerasan di 190

Sanggeng itu. 1 Dapat saja kekerasan ini menyebar hingga ke ranah lain yang seharusnya tidak disentuh, misalnya mengalami eskalasi hingga mencakup pribumi dan pendatang yang akhirnya menjamur hingga ke islam-kristen seperti di Ambon, Poso dan Pulau Jawa. Karena konfigurasi pemilahan sosialnya jelas consolidated cleavages, yakni mayoritas orang pendatang dari luar Papua adalah muslim, sedangkan penduduk Papua mayoritas Kristen dan tidak sedikit pula yang ortodoks. Maka dapat disimpulkan bahwa kekerasan di manapun tentu sangat dekat dengan kondisi obyektif masyarakat, terutama mencakup aspek ekonomi-politik. Kedua nilai ini dalam berbagai kasus konflik maupun kekerasan selalu saja mempengaruhi. Artinya bisa memperparah, bisa juga menyelesaikan baik secara structural maupun cultural dalam pola kehidupan masyarakat secara kolektif. Sebuah fenomena yang lain di luar analisis kerusuhan antar Suku Biak dan BBM di Manokwari ini adalah mengenai kepentingan masing-masing kelempok yang berkecenderungan dalam realitas kehidupan antar etnis di Manokwari. Ada upaya kedua etnis dalam persaingan menggapai impian kesejahteraan anggota masing-masing kelompok. Suku Biak sebagai suku yang tergolong tua dan boleh dikata merupakan etnis pribumi di Manowari atas dasar sejarah dan keterlibatan mereka dalam dinamika pembangunan Kota Manokwari berusaha 1 Sebagai perbandinganya bisa juga dilihat dalam Karoba, Sem dan Gebse, H,L. (2002). Papua menggugat. Yogyakarta: Galang press. Selain itu juga van den Broek, T, (Eds). (2003). Memoria passionis di papua: kondisi social-politik dan hak asasi manusia 2001. Jayapura: SKP & LSPP; van den Broek, T, (Eds). (2003). Memoria passionis di papua: kondisi hak asasi manusia dan aspirasi merdeka, gambaran 1999. Jayapura: SKP & LSPP; Al Araf, Anton Aliabbas, (Eds). (2011:12). Securitization in papua; the implication of security approach towards human rights condition in papua. Jakarta: Imparsial; Global Weatness. (2005). Paying for Protection: The Freeport mine and the Indonesian security forces. Washington Dc: Global Witness Publishing Inc. Washington Dc. 191

berjuangan melawan situasi di mana mereka sekarang menjadi kelompok marginal dan sangat terpojok. Kesadaran dan pengetahuan kebanyakan orang dari Suku Biak juga tergolong tinggi dibandingkan dengan beberapa suku lain di Manokwari. Sebaliknya Suku BBM di Manokwari meski dalam hal ini Suku Buton merupakan suku yang perlu dibuat pengecualian, sebenarnya sudah banyak mendominasi dan memonopoli sector ekonomi. Sector yang menjadi bagian dari kepentingan hidup manusia (termasuk Suku Biak) ini sudah dikuasai. Dalam tahun-tahun terakhir para elit Bugis-Makassar mulai bermain untuk menguasai sektor politik dan birokrasi. Meski masih tergolong seimbang dengan suku-suku lain tetapi peran dan aktifitas mereka dalam mendistribusikan ataupun mengakumulasi kepentingan kelompok mereka lebih menonjol dari suku-suku Papua lainya termasuk Suku Biak. Hal yang terlintas jelas adalah upaya mereka setelah insiden tersebut memastikan bahwa mereka cenderung telah menguasai sektor-sektor inti seperti yang disebutkan sebelumnya. Pengambilalihan sumber daya dan akumulasi modal yang dilakukan ini menjadikan mereka dapat dilihat sebagai pemegang kendali ekonomi di Manokwari, bahkan di beberapa daerah pusat perekonomian di Papua seperti Sorong, Timika, Jayapura 192