BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa Indonesia di Internasional kini menginjak tahap

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Berkomunikasi adalah salah satu keterampilan berbahasa. Keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya era globalisasi berdampak pada tatanan persaingan

BAB 1 PENDAHULUAN. Riqoh Fariqoh, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

METODE PENGENALAN BAHASA UNTUK ANAK USIA DINI*

I. PENDAHULUAN. diajarkan agar siswa dapat menguasai dan menggunakannya dalam berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Terampil berbahasa sangat penting dikuasai.

BAB I PENDAHULUAN. mudah dipahami oleh orang lain. Selain itu menulis berarti mengorganisasikan

BAB I PENDAHULUAN. Mardwitanti Laras, 2014 Penerapan Teknik Parafrase dengan Pengandaian 180 Derajat berbeda dalam pembelajaran

2015 PENERAPAN TEKNIK COPY THE MASTER BERORIENTASI SILANG WATAK DALAM PEMBELAJARAN MENULIS CERITA MORAL/FABEL

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terdiri dari 12 orang siswa laki-laki dan 13 orang siswa perempuan.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ghyna Amanda Putri, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arin Rukniyati Anas, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan media berkomunikasi dengan orang lain. Tercakup semua

2015 PENERAPAN MODEL SINEKTIK DALAM PEMBELAJARAN MENULISKAN KEMBALI DONGENG

BAB I PENDAHULUAN. pikiran, pendapat, imajinasi, dan berhubungan dengan manusia laninnya.

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Shindy Grafina Callista, 2014

BAB I PENDAHULUAN. orang dan urutan kedua adalah China dengan jumlah pembelajar Bagi

PEMANFAATAN SASTRA SEBAGAI BAHAN AJAR PENGAJARAN BIPA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yakni sebagai bahasa Negara dan Bahasa Nasional. Mengingat fungsi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hesti Pratiwi, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEMANFAATAN MEDIA AUDIO VISUAL

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan keterampilan berbahasa siswa. Keterampilan berbahasa tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi manusia

2015 PENERAPAN MODEL EXPERIENTIAL LEARNING DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS BERITA

BAB I PENDAHULUAN. pikiran, pendapat, imajinasi, dan berhubungan dengan manusia lainnya.

2016 PENERAPAN TEKNIK THINK-TALK-WRITE (TTW) DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS BERITA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Fungsi dan tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. berkembang semenjak bayi, kemampuan berbicara erat kaitannya dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan serta meningkatkan kemampuan berbahasa. Tarigan (1994: 1) berpendapat bahwa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa dapat diungkapkan secara lisan maupun tulisan. Penggunaan

2015 PENERAPAN TEKNIK MENULIS BERANTAI DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS ULASAN FILM ATAU DRAMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Bahasa adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, yakni

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat lain, suatu bangsa berhubungan dengan bangsa lain. Bahasa

BAB 1 PENDAHULUAN. menulis. Keempat aspek keterampilan berbahasa itu saling berhubungan dalam proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Marfuah, 2013

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam bidang pendidikan di sekolah peranan seorang guru sangat

BAB I PENDAHULUAN. manusia dengan yang lainnya. Keterampilan berbahasa yang dimiliki manusia

I. PENDAHULUAN. nasionalisme, menumbuh kembangkan kecintaan kepada Bahasa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia di sekolah memegang peranan penting dalam mengupayakan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia menitik beratkan pada empat

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi di tengah-tengah pergaulan dan interaksi sosial. Melalui penguasaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang penting dalam

2015 PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN MELALUI TRANSFORMASI FILM DOKUMENTER

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin diminati oleh orang-orang asing atau

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menjadi daya tarik itu sendiri yaitu bahasa Indonesia. Dewasa ini, banyak

I. PENDAHULUAN. bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. suatu dinamika kehidupan guru dan murid di sekolah. Masalah itu tidak akan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penerapan Metode Shatred Reading Dalam Pembelajaran Membaca Teks Cerita Anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa seseorang dapat mencerminkan pikirannya. Semakin terampil

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pengertian pendidikan menurut Undang-Undang SISDIKNAS No. 20

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah sebuah proses, pada proses tersebut adanya perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia 4 sampai 5 tahun memiliki rasa ingin tahu dan sikap antusias

BAB I PENDAHULUAN. berbicara, membaca dan menulis. Menulis merupakan kegiatan yang produktif

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA BILDERGESCHICHTE

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN BAGI SISWA KELAS V SDN 2 NGALI KECAMATAN BELO KABUPATEN BIMA TAHUN

PENERAPAN MODEL EXPERIENTIAL LEARNING DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS LAPORAN HASIL OBSERVASI

2014 KEEFEKTIFAN MOD EL PEMECAHAN MASALAH (PROBLEM SOLVING) D ALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS D ISKUSI

BAB I PENDAHULUAN. Jawa memiliki berbagai karya yang mencerminkan pemikiran, perilaku, aturan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. lisan, sedangkan membaca dan menulis terjadi dalam komunikasi secara tertulis.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nanda Mahesa, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Widi Rahmawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran bahasa Indonesia pada dasarnya merupakan upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. bahasa lain atau bahasa kedua yang dikenal sebagai pengetahuan yang baru.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), saat ini sedang mendapat perhatian

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanti Agustina, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum Nasional merupakan pengembangan dari Kurikulum 2013 yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kata merupakan bentuk atau unit yang paling kecil dalam bahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. membaca yang baik akan menunjang keberhasilan hal-hal yang lainnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA) merupakan

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS RENDAH DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PERMAINAN TEBAK BENDA

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata

BAB I PENDAHULUAN. Menulis merupakan keterampilan yang harus dikuasai setiap siswa melalui proses

BAB I PENDAHULUAN. didik (siswa), materi, sumber belajar, media pembelajaran, metode dan lain

BAB I PENDAHULUAN. bahasa pemikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

STRATEGI PEMBELAJARAN DALAM MATA KULIAH BAHASA MANDARIN I DI PRODI S1 PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS FIB UB

Pengaruh Menyimak Cerita terhadap Kemampuan Bercerita Fiksi pada Anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra di dunia pendidikan kita bukanlah sesuatu yang populer. Sastra dalam

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa Indonesia di Internasional kini menginjak tahap perkembangan positif karena Internasional memberikan peluang yang luas kepada pembelajaran bahasa Indonesia untuk dipelajari oleh warga Negara lain. Iskandarwassid dan Sunendar (2008: 263) telah memaparkan bahwa Antusiasme ini telah dibuktikan oleh beberapa sekolah di luar negeri yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai salah satu pelajaran bahasa asing. Sementara ini, Juraidi (2010) telah mencatat bahwa Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) telah dilaksanakan di 46 negara, yang tersebar di seluruh benua dengan 179 lembaga penyelenggara Namun, perkembangan bahasa Indonesia bagi penutur asing yang sering disebut BIPA ini terbilang musiman karena jumlah peserta BIPA seringkali naik turun sesuai dengan kondisi Negara Indonesia (Hill dalam Hamid, 2009). Hal ini dipengaruhi oleh pemberitaan di media massa baik dalam dan luar negeri tentang kondisi Indonesia yang tidak stabil, seperti pemberitaan bom yang meledak di beberapa tempat, kerusuhan-kerusuhan yang sering terjadi serta bencana alam yang melanda. Padahal, banyak fungsi dari pembelajaran BIPA baik di luar maupun di dalam negeri. Fungsi tersebut telah dipaparkan oleh Juraidi (2010) yaitu sebagai berikut:

2 1) menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa perhubungan luas pada tingkat antarbangsa; 2) memulihkan citra Indonesia di dunia internasional; 3) menyelesaikan konflik-konflik politik di berbagai kawasan manapun karena posisi geografis Indonesia yang sangat strategis; dan 4) menunjukkan jati dirinya sebagai bahasa yang prestisius dan fungsional dalam tindakan komunikasi untuk tujuan informasi yang baik terutama dalam hal sosial budaya. Oleh karena itu, perlu ada upaya membangkitkan kembali minat penutur asing untuk mempelajari BIPA, salah satunya dengan cara mengubah kembali citra negatif menjadi citra positif. Langkah awal yang perlu dilakukan adalah perlunya penelitian dan pengkajian mengenai pembelajaran BIPA demi perbaikan dan perubahan yang lebih baik. Sebelum meneliti pembelajaran BIPA di luar negeri, pada kesempatan ini penulis telah meneliti pembelajaran BIPA di Indonesia. Terdapat beberapa sekolah Internasional di Indonesia yang menyelenggarakan BIPA, salah satunya adalah Bandung International School (BIS). BIS menyelenggarakan program BIPA dengan kurikulum International Baccalaureate (IB). Pada kurikulum tersebut pelajaran bahasa Indonesia menjadi pelajaran wajib dari mulai Prasekolah (play group) sampai Sekolah Dasar (SD) dan bahasa Indonesia menjadi pelajaran pilihan pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Kegiatan belajar-

3 mengajar di BIS menggunakan sistem moving class yang berarti setiap siswa berpindah kelas sesuai dengan pelajarannya. Kedudukan bahasa Indonesia di BIS adalah sebagai bahasa kedua karena bahasa pertama sebagian besar para siswa adalah bahasa Inggris. Hal ini terjadi karena para siswanya merupakan pendatang dari luar negeri sehingga memungkinkan untuk siswa tidak mengenal bahasa Indonesia. Kondisi semacam ini menjadikan bahasa Indonesia menjadi cukup sulit mereka gunakan di dalam percakapan mereka di sekolah, khususnya dalam pembelajaran di kelas bahasa Indonesia. Oleh karena itu, penerapan pembelajaran bahasa Indonesia sejak dini pada sekolah tersebut dinilai tepat karena pada kondisi tersebut anak lebih mudah menyerap dan menerapkannya. Jenjang sekolah yang paling efektif dalam mempelajari bahasa kedua, yaitu jenjang SD. Pada usia tersebut anak dapat mempelajari bahasa kedua lebih mudah karena mereka telah memperoleh bahasa pertama dengan lancar sehingga tidak akan terjadi perbenturan pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua. Hal ini senada dengan pendapat Iskandarwassid dan Sunendar (2008: 86) yang berpendapat bahwa Anak umur sekitar 6-8 tahun tidak memiliki kesukaran dalam memahami kalimat yang dipakai orang dewasa sehari-hari. Anak mulai membiasakan diri dengan pola kalimat yang agak rumit dan B1 pada dasarnya sudah dikuasainya sebagai alat untuk berkomunikasi. Pembelajaran BIPA di BIS berorientasi kepada kemampuan berbahasa dalam berkomunikasi dengan empat aspek kebahasaan, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keterampilan yang paling diperhatikan pada

4 proses pembelajaran tersebut adalah keterampilan berbicara. Alasan dari pernyataan tersebut karena keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang paling sering digunakan siswa di dalam pergaulannya di sekolah dan kehidupannya sehari-hari. Hal ini juga terbukti dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Rankin di Detroit Public School dalam Tarigan (1979) tentang penggunaan waktu dalam pelaksanaan empat keterampilan berbahasa. Hasil dari penelitiannya menyatakan bahwa apabila di persentasekan penggunaan waktu ketika manusia terjaga terbagi menjadi: (1) menyimak 45%, (2) berbicara 30%, (3) membaca 16%, dan (4) menulis 9%. Oleh karena itu, bagi pembelajar BIPA keterampilan berbicara merupakan pembelajaran yang diprioritaskan. Bisa tidaknya atau lancar tidaknya siswa berbahasa akan mudah diidentifikasi dari kemampuan berbicaranya, termasuk di dalam berbahasa Indonesia. Pada pembelajaran BIPA tidak semua anak lancar berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia. Berbagai kesulitan mereka hadapi, antara lain kalimat yang tidak berstruktur sesuai dengan struktur bahasa Indonesia, pilihan kata yang tidak sesuai dengan kebakuan dan konteksnya, serta intonasi dan lafal yang tidak lazim. Selain itu, dialek yang digunakan mereka masih dipengaruhi oleh dialek bahasa pertamanya. Permasalahan kemampuan berbicara tersebut juga menjadi kendala dalam pembelajaran legenda pada kelas 2 SD di BIS. Kemampuan berbicara bahasa Indonesia para siswa kelas 2 SD di BIS pada kelas bahasa Indonesia belum sesuai dengan yang diharapkan. Idealnya para siswa dapat berbicara dengan stuktur bahasa Indonesia yang benar, pilihan kata yang tepat, pelafalan yang lancar, dan intonasi yang sesuai. Kemampuan berbicara

5 yang ideal tersebut diharapkan dapat terwujud dalam proses pembelajaran di kelas bahasa Indonesia pada kelas 2 SD di BIS, khususnya pada pembelajaran legenda. Penulis berpandangan bahwa harapan-harapan tersebut dapat tercapai dengan menerapkan metode bermain peran pada proses pembelajaran, khususnya pembelajaran legenda. Penerapan metode tersebut dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang suatu informasi karena siswa dituntut untuk bergerak langsung. Rudiana dalam sebuah seminar Menyimpan Informasi Lebih Lama di Otak pada tanggal 21 Februari 2010 di BPU UPI, memaparkan tentang hasil belajar siswa dengan beberapa cara, di antaranya sebagai berikut. 1) Cara belajar siswa dengan duduk dan mendengarkan akan menghasilkan 10% materi yang akan diingat oleh siswa. 2) Cara belajar siswa dengan mencatat materi akan menghasilkan 30-40% materi yang akan diingat oleh siswa, itu pun apabila catatannya dibaca kembali. 3) Cara belajar siswa dengan bergerak dan terlibat langsung pada saat pembelajaran akan menghasilkan 95%-99% materi yang akan diingat oleh siswa. Pendapat yang dipaparkan Rudiana tersebut mendukung penulis untuk menerapkan metode yang menuntut siswa bergerak dengan memainkan suatu peran sehingga siswa dapat mengingat lebih banyak legenda yang diceritakan. Sebenarnya kondisi kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa-siswa di BIS sangat baik dan aktif. Namun, ketika mereka berbicara bahasa Indonesia mereka masih melakukan campur kode antara bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris. Hal ini sangat terlihat pada pembelajaran di unit Myths and Legends di

6 kelas 2 SD, siswa masih menceritakan legenda Malin Kundang pada tanggal 11 Januari 2010 dengan melakukan campur kode. Fokus pada unit tersebut dalam kurikulum IB adalah bahasa, seni, studi sosial, dan drama. Oleh karena itu, pada unit ini tidak dapat dilepaskan dari permainan drama. Selain itu, siswa pun sangat menyenai drama. Hal ini terbukti dari antusias siswa ketika bermain drama legenda mancanegara dalam bahasa Inggris. Jadi, diharapkan apabila siswa menyenangi bermain drama, maka dengan bermain peran siswa akan menyenangi pula legenda Indonesia. Alhasil, pada saat siswa bermain peran mereka akan berusaha berbicara dengan bahasa Indonesia. Akan tetapi, pada kenyataanya siswa masih melakukan campur kode pada saat pembelajaran Malin Kundang tersebut. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyajikan teknik-teknik bermain peran yang berbeda guna membuat siswa tidak melakukan campur kode lagi. Pada saat pengkajian pustaka, penulis telah menemukan keefektifan dari penerapan metode bermain peran yang telah dibuktikan oleh beberapa peneliti sebagai berikut. 1) Cahyaningsih (2009) yang meneliti: Penerapan Metode Bermain Peran untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Anak di Taman Kanak-kanak. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang menghasilkan keterampilan berbicara di Taman Kanak-kanak Tunas Pandawa setelah menggunakan metode bermain peran menunjukkan peningkatan yang cukup berarti terlihat dari kemampuan siswa dalam menyebutkan benda atau kata yang ada dalam skenario, menceritakan pengalaman sendiri secara

7 sederhana, keberanian siswa untuk bertanya, dan menjawab pertanyaan, serta peningkatan pembendaharaan yang dimiliki siswa. Cahyaningsih merekomendasikan kepada peneliti selanjutnya agar peneliti dapat mengangkat kembali permasalahan yang ada dengan metode, teknik, strategi dan media yang lain agar dapat memberi masukan atau temuan baru khususnya dalam peningkatan keterampilan berbicara secara optimal. 2) Karmila (2009) yang meneliti: Implementasi pembelajaran Metode Bermain Peran (Role Playing) untuk Meningkatkan Motivasi belajar Anak dalam Pembelajaran Moral. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan tiga siklus yang menghasilkan peningkatan motivasi belajar anak. Anak-anak sangat menunjukkan antusiasme yang tinggi terhadap guru, terhadap pembelajaran yang disampaikan, mengikuti kegiatan dengan baik dari awal sampai selesai bahkan banyak anak yang minta mengulangi kegiatan bermain peran tersebut. Selain itu, siswa dapat mengontrol dirinya ketika dikondisikan dalam situasi yang bertentangan dengan nilai moral dan berusaha memperbaiki kebiasaan moralnya. Karmila merekomendasikan kepada peneliti selanjutnya untuk menggunakan metode lain untuk mengukur efektifitas atau peningkatan motivasi belajar anak sehingga variasi metode bertambah. 3) Ratih (2009) yang meneliti: Pengaruh Metode Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing) terhadap Peningkatan Kreatifitas Anak. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitaf dengan metode kuasi eksperimen. Teknik T test digunakan untuk mengetahui pengaruh yang signifikan dari metode

8 pembelajaran bermain peran terhadap peningkatan kreativitas anak, dengan tingkat kepercayaan α = 0,05, dan Asymp Sig (0,022) < α (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak, dan Ha diterima. Fakta tersebut berarti terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat kreativitas anak antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil penelitian ini karena telah diberikan perlakuan dengan metode bermain peran pada kelompok eksperimen sehingga tingkat kreativitas anak pada kelompok eksperimen menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan dengan pembelajaran yang tidak menggunakan metode bermain peran. Ratih merekomendasikan kepada peneliti selanjutnya untuk mengukur tingkat kreativitas dari jenis yang berbeda yaitu kreativitas verbal dan kreativitas figural. Pada penelitian-penelitian tersebut telah membuktikan bahwa metode bermain peran dapat meningkatkan kemampuan berbicara, menumbuhkan motivasi belajar, meningkatkan keterampilan sosial, dan meningkatkan kreativitas siswa. Sebagaimana keefektifan metode bermain peran yang telah dibuktikan melalui penelitian-penelitian tersebut, penulis juga berpendapat bahwa metode tersebut efektif pula apabila diterapkan pada siswa kelas 2 di BIS untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa, khususnya dalam pembelajaran legenda. Hal ini juga bertolak dari penelitian Cahyaningsih yang telah membuktikan bahwa metode bermain peran dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyebutkan benda atau kata yang ada dalam skenario, menceritakan pengalaman sendiri secara sederhana, keberanian siswa untuk bertanya dan

9 menjawab pertanyaan serta peningkatan pembendaharaan yang dimiliki siswa. Setelah mengetahui keberhasilan tersebut, penulis mengangkat permasalahan yang sama, tetapi ditindaklanjuti pada peningkatan kemampuan berbicara yang diterapkan pada penutur asing kelas 2 di BIS dalam menceritakan legenda. Pembelajaran legenda yang akan dipelajari oleh siswa kelas 2 di BIS dapat menjadi salah satu sarana untuk mengenalkan siswa terhadap kebudayaan Indonesia dalam bentuk legenda cerita rakyat. Pendapat tersebut diperkuat dengan dialog peneliti dan siswa yang menggambarkan bahwa siswa tidak mengenal cerita rakyat dari Indonesia. Mereka hanya mengenal legenda dari luar negeri. Hal ini merupakan kesempatan penulis untuk mengembangkan budaya lokal kepada orang asing. Metode pembelajaran yang biasa digunakan guru kelas bahasa Indonesia pada kelas 2 di BIS ketika pembelajaran legenda di antaranya adalah guru bercerita menggunakan media gambar yang diperbesar dengan infocus, guru bercerita dengan menggunakan wayang, atau guru menampilkan video legenda. Setelah mengetahui ceritanya, anak bermain drama dengan menggunakan properti yang telah disediakan. Akan tetapi, permasalahannya adalah alokasi waktu untuk pembelajaran tersebut terdiri dari beberapa pertemuan, maka dikhawatirkan siswa akan merasa bosan dengan penyajian dongeng tersebut. Upaya yang perlu dilakukan untuk menghadapi permasalahan tersebut adalah mengembangkan strategi pembelajaran yang selama ini telah dilakukan oleh guru agar keterlibatan siswa meningkat.

10 Penelitian ini telah mengembangkan strategi tersebut. Drama yang semula biasa dilakukan telah disederhanakan dengan bermain peran yang menggunakan teknik menarik. Hal ini bertujuan agar pikiran anak tidak begitu terjejali dengan jalan cerita yang rumit dan komplek. Metode bermain peran yang dilakukan akan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan siswa dalam menangkap pelajaran di setiap siklus agar siswa tidak merasa bosan. Selain itu, media yang akan digunakan pun akan lebih bervariatif yang disesuaikan dengan teknik tersebut. Penerapan metode ini juga diteliti karena belum adanya penelitian yang sama, penelitian seputar BIPA yang terdahulu lebih menfokuskan bahan ajar, evaluasi pembelajaran, dan media pembelajaran. Berikut beberapa penelitian yang telah dilaksanakan dalam penelitian BIPA. 1) Mulyadi (2008) yang meneliti: Pemanfaatan Media Lagu dalam Pembelajaran Menyimak pada Pembelajar Bipa Tingkat Menengah. Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan studi kasus yang menghasilkan kesimpulan bahwa media lagu dengan lirik yang tidak kompleks, tidak abstrak, dan kalimatnya dapat dijelaskan, dapat digunakan sebagai alternatif dalam pembelajaran menyimak pada pembelajar BIPA tingkat menengah. 2) Pratiwi (2008) yang meneliti mengenai: Pengembangan Bahan Ajar Membaca Bagi Pembelajar BIPA Tingkat Menengah. Penelitian ini menggunakan metode Research and Development yang menghasilkan kesimpulan bahwa: (1) Materi ajar yang sesuai bagi pembelajar tingkat menengah adalah makanan, transportasi, pertanian, kesenian, kesehatan, dan tempat wisata, (2) Urutan materi ajar membaca bagi pembelajar BIPA tingkat menengah ini

11 dimulai dari yang terdekat dengan pembelajar hingga pengetahuan umum yang dipelajari pembelajar, dan (3) Topik yang penting untuk bahan ajar membaca BIPA tingkat menengah adalah Rujak Es Krim pada materi makanan. Permasalahan-permasalahan yang telah dipaparkan sejak awal menjadi latar belakang peneliti menerapkan metode bermain peran pada pembelajar BIPA anak-anak kelas 2 SD di BIS. Peneliti ingin mengetahui apakah kemampuan berbicara pembelajar BIPA anak-anak akan meningkat apabila menggunakan metode tersebut. Pada kesempatan ini penulis mengangkat sebuah Penelitian Tindakan Kelas yang berjudul Upaya Peningkatan Kemampuan Berbicara Pada Pembelajar BIPA Anak-Anak dalam Menceritakan Legenda dengan Metode Bermain Peran (Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas 2 Sekolah Dasar di Bandung International School Tahun Ajaran 2009/2010). 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, fokus masalah yang diidentifikasi sebagai berikut. 1) Kemampuan berbicara bahasa Indonesia siswa kelas 2 SD di BIS belum ideal karena masih ditemukan kesalahan dalam stuktur bahasa Indonesia, pemilihan kata yang kurang tepat, dan pelafalan yang kurang lancar. 2) Siswa kelas 2 SD di BIS masih melakukan campur kode antara bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. 3) Pengetahuan siswa terhadap legenda cerita rakyat Indonesia masih kurang.

12 1.3 Pembatasan Masalah Masalah yang akan diteliti dibatasi pada kemampuan berbicara dalam pembelajaran legenda saja pada kelas 2 SD di BIS. Indikator keberhasilan yang akan diukur dalam penelitian ini adalah: (1) siswa mampu menguasai isi legenda, (2) siswa mampu mengetahui alur cerita, (3) Siswa antusias ketika bercerita (4) siswa mampu berkreativitas dalam mengembangkan cerita legenda; (5) siswa mampu konsisten dalam menggunakan bahasa Indonesia; (6) siswa mampu menggunakan struktur bahasa Indonesia dengan tepat; (7) siswa mampu memilih diksi yang tepat, (8) siswa mampu melafalkan bahasa Indonesia dengan jelas; (9) siswa mampu menggunakan intonasi yang tepat, dan (10) siswa mampu berekspresi dengan mimik yang tepat. Selain itu, media dan teknik yang digunakan pada penelitian ini dibatasi hanya yang berhubungan dan dapat menunjang metode bermain peran saja. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan indentifikasi dan pembatasan masalah, maka rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut. 1) Bagaimanakah rancangan pembelajaran legenda dengan menggunakan metode bermain peran pada pembelajar BIPA anak-anak kelas 2 Sekolah Dasar di Bandung International School? 2) Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran legenda dengan menggunakan metode bermain peran pada pembelajar BIPA anak-anak kelas 2 Sekolah Dasar di Bandung International School?

13 3) Bagaimanakah hasil pembelajaran legenda dengan menggunakan metode bermain peran pada pembelajar BIPA anak-anak kelas 2 Sekolah Dasar di Bandung International School? 1.5 Tujuan Penelitian Setiap penelitian pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Mendeskripsikan rancangan pembelajaran legenda dengan menggunakan metode bermain peran pada pembelajar BIPA anak-anak kelas 2 Sekolah Dasar di Bandung International School. 2) Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran legenda dengan menggunakan metode bermain peran pada pembelajar BIPA anak-anak kelas 2 Sekolah Dasar di Bandung International School. 3) Mendeskripsikan hasil pembelajaran legenda dengan menggunakan metode bermain peran pada pembelajar BIPA anak-anak kelas 2 Sekolah Dasar di Bandung International School. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat mendatangkan manfaat, di antaranya sebagai berikut. 1) Manfaat teoretis Penelitian ini dapat merumuskan suatu strategi pembelajaran BIPA yang efektif. Selain itu, penelitian ini juga dapat merumuskan suatu formula

14 penerapan metode bermain peran yang tepat di dalam mengembangkan potensi siswa dalam berbicara. 2) Manfaat praktis Selain manfaat teoritis, terdapat pula manfaat praktis yang dapat diperoleh, adalah sebagai berikut. a) Penelitian ini dapat bermanfaat menghasilkan metode bermain peran yang dapat menjadi salah satu alternatif metode untuk pembelajaran legenda pada kelas 2 Sekolah Dasar bagi guru kelas bahasa Indonesia di Bandung International School. b) Penelitian ini dapat bermanfaat bagi para siswa kelas 2 di Sekolah Dasar Bandung International School dalam meningkatkan kemampuan berbicara mereka, khususnya dalam kegiatan menceritakan legenda. c) Penelitian ini pun dapat bermanfaat bagi pemerintah kota setempat guna mengembangkan kebudayaan lokal berupa cerita rakyat kepada orang asing, sehingga khazanah budaya jawa barat dapat lebih dibudidayakan. 1.7 Anggapan Dasar Penelitian ini bertolak pada anggapan dasar sebagai berikut. 1) Kemampuan berbicara bahasa Indonesia yang dimiliki oleh siswa berbedabeda. 2) Kemampuan berbicara bahasa Indonesia siswa pada pembelajaran legenda harus dilatih.

15 1.8 Hipotesis Hipotesis yang dapat dirumuskan oleh peneliti adalah bahwa penerapan metode bermain peran dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa pada pembelajaran dongeng di kelas 2 Sekolah Dasar di Bandung International School. 1.9 Definisi Operasional Penulis akan mendefinisikan beberapa variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini sebagai penjelasan. Hal ini berguna untuk menghindari perbedaan penafsiran. Variabel-variabel yang dimaksud adalah sebagai berikut. 1) Pembelajaran BIPA Anak-anak Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing atau lebih sering disebut BIPA merupakan pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua bagi penutur asing. Pembelajar BIPA anak-anak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah siswa kelas 2 SD di BIS yang berasal dari luar negeri yaitu: Inggris, Schotlandia, Amerika, Australia, Korea, Singapura dan Swedia. Kemampuan bahasa Indonesia siswa tersebut berbeda-beda sehingga pada pembelajaran BIPA anak-anak ini harus disesuaikan dengan kebutuhan mereka. 2) Kemampuan berbicara Kemampuan berbicara adalah kemampuan siswa dalam mengucapkan katakata untuk menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaannya. Kemampuan berbicara siswa yang diteliti dalam penelitian ini yaitu kemampuan berbicara bahasa Indonesia dalam menceritakan legenda dengan metode bermain peran.

16 3) Legenda Legenda merupakan cerita zaman dahulu yang diceritakan secara turuntemurun. Legenda tercipta secara alami di daerah setempat yang menceritakan asal mula terciptanya alam, tempat, atau benda. Misalnya, gunung, danau, batu, dll. Biasanya legenda tidak diketahui siapa pengarangnya (anonim). Legenda yang diceritakan pada siswa kelas 2 SD di BIS adalah legenda yang terdiri dari: 1) Legenda Sakuriang dari Jawa Barat; 2) Legenda Batu Menangis dari Kalimantan; dan 3) Legenda Kebo Iwo dari Bali. 4) Metode Bermain Peran Metode bermain peran merupakan salah satu metode yang menuntut siswa berperan aktif, dengan cara siswa bertingkah laku seperti tokoh tertentu yang telah diarahkan oleh guru. Pada pembelajaran legenda di kelas 2 SD di BIS, guru menggunakan metode ini dengan menugaskan siswa menyimak legenda yang di sajikan guru dengan beberapa teknik dan media, baru setelah itu siswa bermain peran atau menceritakan legenda.