I. PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia. Disamping itu hutan juga memiliki fungsi hidrologi sebagai

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. panas serta biasanya menghabiskan bahan bakar hutan seperti serasah, tumbuhan

PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

KAJIAN TEMPORAL KEKERINGAN MENGGUNAKAN PERHITUNGAN KEETCH BYRAM DRYNESS INDEX (KBDI) DI WILAYAH BANJARBARU, BANJARMASIN DAN KOTABARU PERIODE

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM?

BAB I PENDAHULUAN I-1

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN HUTAN TERHADAP IKLIM DI PULAU KALIMANTAN MENGGUNAKAN MODEL IKLIM REGIONAL (REMO) SOFYAN AGUS SALIM G

BAB I PENDAHULUAN. Maret hingga Agustus. Kondisi ini didukung oleh suhu rata-rata 21 0 C 36 0 C dan

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota

Indonesia

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengelola perusahaannya dengan baik. Pengelolaan yang dilakukan

TINJAUAN PUSTAKA. non hutan atau sebaliknya. Hasilnya, istilah kebakaran hutan dan lahan menjadi. istilah yang melekat di Indonesia (Syaufina, 2008).

PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Informasi Geografis pemetaan titik api (hotspot) pemicu

ANALISIS ANOMALI CURAH HUJAN FEBRUARI 2018 DALAM KAITAN TERJADINYA KARHUTLA DI KALBAR. Fanni Aditya, Firsta Zukhrufiana Setiawati, Ismaharto Adi

PENDAHULUAN. wilayah Sumatera dan Kalimantan. Puncak jumlah hotspot dan kebakaran hutan

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat

Stasiun Meteorologi Klas I Sultan Iskandar Muda Banda Aceh

dengan jarak penjalaran beberapa kilometer. Pelepasan arus listrik diawali dengan

IDENTIFIKASI AREAL BEKAS KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA, KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN)

I PENDAHULUAN II TINJAUAN PUSTAKA

Ketika Negara Gagal Mengatasi Asap. Oleh: Adinda Tenriangke Muchtar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMANFAATAN DATA TRMM ( TROPICAL RAINFALL MEASURING MISSION

Perubahan Iklim Wilayah DKI Jakarta: Studi Masa Lalu Untuk Proyeksi Mendatang

ANALISIS INDEKS KEKERINGAN DI DAS ROKAN PROVINSI RIAU MENGGUNAKAN DATA CFSR

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI

Medan (Penulis Korespondensi, Abstract

INFORMASI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN BERDASARKAN INDEKS KEKERINGAN DAN TITIK PANAS DI KABUPATEN SAMOSIR

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir kebakaran hutan sudah menjadi masalah global.

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Polusi maupun efek rumah kaca yang meningkat yang tidak disertai. lama semakin meninggi, sehingga hal tersebut merusak

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Proof of Concept 2016 LAPAN Fire Hotspot: Sistem Peringatan Dini Potensi Kebakaran Hutan Dan Lahan Berbasis Web Dan Android

ANALISIS KEJADIAN EL NINO TAHUN 2015 DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENINGKATAN TITIK API DI WILAYAH SUMATERA DAN KALIMANTAN, INDONESIA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan kebakaran dan penyebaran asapnya dari angkasa: Sebuah catatan kejadian kebakaran hutan/lahan di Sumatera Selatan tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU RI No. 41

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. Tempat Waktu Penelitian C. Subjek Penelitian D. Identifikasi Variabel Penelitian E. Definisi Operasional Variabel...

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah.

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 )

BULETIN METEOROLOGI BMKG STASIUN METEOROLOGI SYAMSUDIN NOOR BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Agustus Volume V - No.

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

BAB I PENDAHULUAN. dapat memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan manusia, baik manfaat tangible yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN. [8 Januari 2006] 1 ( )

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

IDENTIFIKASI PERUBAHAN DISTRIBUSI CURAH HUJAN DI INDONESIA AKIBAT DARI PENGARUH PERUBAHAN IKLIM GLOBAL

Iklim Perubahan iklim

sebagainya, termasuk dalam proses pembentukan tanah (klimat soil) yaitu tanah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang mana secara geografis terletak pada Lintang Utara

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III METODOLOGI. Langkah kerja dalam penyusunan Tugas Akhir diperlukan agar lebih terarah dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 P. Nasoetion, Pemanasan Global dan Upaya-Upaya Sedehana Dalam Mengantisipasinya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

Dukungan Teknologi Penginderaan Jauh dalam Penilaian Sumberdaya Hutan Tingkat Nasional: Akses Citra Satelit, Penggunaan dan Kepentingannya

PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN EKSTREM SURABAYA DI SURABAYA TANGGAL 24 NOVEMBER 2017

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis. Pada proses

3 METODE PENELITIAN. Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

III. METODE PENELITIAN

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

PENGARUH ELNINO PADA KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan aset kekayaan yang bukan saja penting bagi bangsa Indonesia, namun juga bagi sebagian penduduk dunia. Keragaman hayati yang tinggi terdapat pada hutan juga merupakan aset dunia karena menyimpan plasma nutfah yang tinggi bagi kehidupan manusia. Disamping itu hutan juga memiliki fungsi hidrologi sebagai sistem pengatur (regulator) sirkuasi air, dan penyerap gas karbon serta penyedia oksigen didalam keseluruhan sistem sirkulasi atmosfir global. Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan pertumbuhan yang cukup tinggi akan meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam sehingga pada akhirnya menimbulkan tekanan pada terhadap terhadap sumber daya alam itu sendiri. Salah satu bentuk tekanan tersebut adalah dengan banyaknya kegiatan pembukaan kawasan-kawasan hutan menjadi kawasan budidaya pertanian yang dalam pelaksanaanya rawan terjadi kebakaran hutan. Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terus menerus terjadi sejak tahun 1982, 1983, 1991, 1994 hingga yang terhebat terjadi pada tahun 1997/1998. Pada tahun 1994, kebakaran hutan mencapai luasan kurang lebih 5,11 juta ha, pada tahun 1997/1998 luasan hutan dan lahan yang mengalami kebakaran mencapai 10 juta ha dan pada tahun 1999 hingga tahun 2000 mencapai 0,2 juta ha (wardani, 2001). Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi tahun 1997/1998 tidak seluas kebakaran

yang terjadi pada tahun 1982/1983, tetapi penyebarannya merata di 25 propinsi yang pertama kalinya dinyatakan sebagai bencana nasional (Karnowo, 1998). Luas hutan saat ini sangat menurun drastis, hal ini menunjukkan bahwa kesadaran akan memelihara hutan sangat kurang. Salahsatunya yaitu disebabkan oleh karena kebakaran hutan. Kebakaran hutan yang terjadi seringkali menimbulkan dampak secara nasional maupun global, misalnya asap yang ditimbulkan dari kebakaran hutan tersebut tidak hanya terasa di Indonesia tetapi juga telah menyebar ke negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam dan Filipina. Kabut asap ini mengganggu transportasi udara dan laut serta meningkatkan polusi udara. Berdasarkan SK No. 44/Menhut-II/05, maka luas hutan di Propinsi Sumatera Utara yaitu 3.742.120 ha atau sekitar 52.20 % dari 7.168.680 ha wilayah Propinsi Sumatera Utara (BPS, 2013). Sebagai propinsi dengan areal hutan yang luas, maka Propinsi Sumatera Utara memiliki resiko tinggi terhadap bencana kebakaran hutan. Melihat besarnya dampak yang ditimbulkan oleh kejadian kebakaran hutan maka perlu dilakukan usaha pengendalian secara terus-menerus. Salah satu metode yang dipergunakan sebagai dasar peringatan wilayah berpotensi kebakaran hujan yang dilakukan oleh BMKG yaitu nilai indek KBDI (Keetch and Byram Drought Index). Oleh karena keterbatasan stasiun pengamatan BMKG, selama ini informasi KBDI yang diberikan oleh BMKG untuk Propinsi Sumatera Utara dibuat hanya berdasarkan 5 stasiun pengamatan BMKG yaitu : Stasiun Klimatologi Sampali, Stasiun Meteorologi Polonia, Stasiun Geofisika Parapat, Stasiun Meteorologi

Sibolga dan Stasiun Meteorologi Aek Godang. Dari 5 (lima) stasiun tersebut, terlihat bahwa sebaran stasiun tersebut belum melingkupi seluruh wilayah Propinsi Sumatera Utara sehingga mempengaruhi kualitas interpolasi data. Untuk meningkatkan kualitas hasil pemetaan KBDI di Propinsi Sumatera Utara, perlu dilakukan penambahan titik-titik pengamatan sebagai dasar perhitungan KBDI. Salah satu input perhitungan KBDI adalah curah hujan dan suhu maksimum. Salah satu metode alternatif dalam mendapatkan data curah hujan harian di lokasi-lokasi yang tidak memiliki stasiun penakar hujan yaitu berdasarkan data satelit hujan TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission). Satelit TRMM adalah sebuah multiplatform satelit yang didesain untuk mengkombinasikan estimasi curah hujan dari berbagai sistem satelit sehingga hasilnya mendekati seperti pengamatan sensor hujan di atas permukaan bumi (Huffman et al., 2007). Sejak tahun 1997, data TRMM sering digunakan dalam berbagai kajian masalah cuaca dan iklim di Indonesia (Juaeni et al., 2010). Hal ini disebabkan beberapa keunggulan yang dimiliki data curah hujan TRMM, seperti keunggulan dalam cakupan wilayah yang luas, kemampuannya dalam memetakan variasi curah hujan spasial dan temporal yang besar serta kemampuannya dalam memberikan data curah hujan dengan resolusi spasial sampai 5 km (Juaeni et al., 2010). Penelitian ini bertujuan untuk melakukan estimasi curah hujan berdasarkan data satelit TRMM, selanjutnya hasil estimasi curah hujan tersebut akan digunakan dalam perhitungan KBDI sebagai dasar pemetaan daerah rawan kebakaran hutan bulanan di Propinsi Sumatera Utara

sehingga dapat diketahui trend penyebaran kebakaran hutan setiap bulan di Sumatera Utara selama 3 tahun terakhir (1 Januari 2010 31 Desember 2012). Peta rawan bencana kebakaran hutan akan divalidasi menggunakan data titik panas (hotspot) dari satelit MODIS. 1.2. Perumusan Masalah Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) adalah satu-satunya institusi pemerintah di Indonesia yang memiliki tugas khusus untuk memberikan informasi mengenai Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika bagi masyarakat Indonesia (BMKG,2012). Berkaitan dengan tugas tersebut, ada beberapa kendala yang dialami oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dalam melaksanakan tugasnya yaitu : 1. Keterbatasan jumlah stasiun penakar hujan terestrial di Propinsi Sumatera Utara. 2. Sebaran penakar curah hujan tidak proposional di seluruh wilayah propinsi Sumatera Utara dan memusat pada daerah Timur Laut Propinsi Sumatera Utara. 3. Kurangnya kualitas dan kontinuitas pencatatan hujan di stasiun-stasiun penakar hujan yang ada di Propinsi Sumatera Utara. 4. Kebutuhan akan data curah hujan tidak terbatas pada wilayah yang memiliki stasiun penakar hujan saja tetapi juga pada wilayah yang tidak terwakili oleh stasiun penakar hujan.

5. Kesulitan dalam mendeteksi bencana kebakaran hutan di Propinsi Sumatera Utara karena terbatasnya data hujan harian di lokasi-lokasi yang tidak mempunyai stasiun penakar hujan. Dari beberapa identifikasi permasalahan tersebut, disusun perumusan masalah : 1. Bagaimana korelasi antara data curah hujan harian dari stasiun penakar hujan dengan data curah hujan harian satelit TRMM di Propinsi Sumatera Utara? 2. Bagaimanakah data curah hujan harian satelit TRMM dapat digunakan sebagai dasar estimasi data hujan harian di Propinsi Sumatera Utara? 3. Bagaimana estimasi curah hujan harian berdasarkan satelit TRMM dapat digunakan dalam perhitungan KBDI sebagai dasar pemetaan daerah rawan bencana kebakaran hutan di Propinsi Sumatera Utara? 4. Bagaimana hasil validasi peta rawan bencana kebakaran hutan untuk wilayah Propinsi Sumatera Utara menggunakan data titik panas (hotspot)? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan melakukan korelasi data curah hujan observasi dengan satelit TRMM sehingga tersedianya peta rawan bencana kebakaran hutan dengan menggunakan data estimasi curah hujan dari citra satelit TRMM dan telah divalidasi dengan data titik panas (hotspot).

1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu: 1. Keberhasilan penelitian ini akan mengatasi keterbatasan data curah hujan dari stasiun penakar hujan observasi di wilayah Propinsi Sumatera Utara. 2. Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang karakteristik data hujan TRMM untuk wilayah-wilayah di Propinsi Sumatera Utara. 3. Data curah hujan hasil estimasi dari penelitian ini akan berguna bagi perhitungan KBDI sebagai dasar pemetaan daerah rawan bencana kebakaran hutan di Propinsi Sumatera Utara termasuk daerah-daerah yang selama ini tidak ada data curah hujan. 4. Dapat memberikan informasi daerah rawan kebakaran hutan yang lebih akurat. 5. Dapat meminimalkan resiko terjadinya kebakaran hutan di Propinsi Sumatera Utara.