BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
Bab 4 P E T E R N A K A N

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

PRODUKTIVITAS DAN ANALISA KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI POTONG DI YOGYAKARTA (POSTER) Tri Joko Siswanto

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

BAB I PENDAHULUAN. Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini

Menakar Penyediaan Daging Sapi dan Kerbau di dalam Negeri Menuju Swasembada 2014

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP IMPORTASI ZONA BASED DAN KELEMBAGAANNYA. Pada Forum D i s k u s i Publik ke-15

RILIS HASIL PSPK2011

IV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU

Kebijakan Pemerintah terkait Logistik Peternakan

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

GAMBARAN UMUM. pada posisi 8-12 Lintang Selatan dan Bujur Timur.

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

Tinjauan Spasial Produksi dan Konsumsi Beras

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kondisi Peternakan di Propinsi NTT

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan

Perkiraan Ketersediaan Dan Kebutuhan Pangan Strategis Periode Hbkn Puasa Dan Idul Fithri 2017 (Mei-Juni)

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

KESIAPAN DAN PERAN ASOSIASI INDUSTRI TERNAK MENUJU SWASEMBADA DAGING SAPI ) Oleh : Teguh Boediyana 2)

DISTRIBUSI TERNAK MELALUI PEMANFAATAN KAPAL KHUSUS TERNAK KM. CAMARA NUSANTARA 1

KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB

Impor sapi (daging dan sapi hidup) maupun bakalan dari luar negeri terns. meningkat, karena kebutuhan daging sapi dalam negeri belum dapat dipenuhi

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA DAGING SAPI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN Tim Peternakan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Proyeksi Populasi Sapi dan Nasional

KARYA ILMIAH PELUANG USAHA PETERNAKAN SAPI

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2010

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN REALISASI KEGIATAN DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

POINTER ARAH KEBIJAKAN TERKAIT PENYEDIAAN DAN PASOKAN DAGING SAPI. Disampaikan pada: Bincang Bincang Agribisnis

ANALISIS DAYA DUKUNG PAKAN UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN TANJUNG RAYA KABUPATEN AGAM SKRIPSI. Oleh : AHMAD ZEKI

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DAGING SAPI

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu usaha peternakan yang banyak dilakukan oleh masyarakat

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

Pembenahan Pasokan Daging Sapi Melalui Sistem Logistik Nasional Senin, 10 Juni 2013

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai kontribusi penting terhadap perekonomian Indonesia hal ini bisa dilihat dari besarnya

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

ANALISIS MARGIN HARGA PADA TINGKAT PELAKU PASAR TERNAK SAPI DAN DAGING SAPI DI NUSA TENGGARA BARAT PENDAHULUAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN DAGING AYAM

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Daging Sapi di Sulawesi Selatan

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. peternak sebelumnya dari pembangunan jangka panjang. Pemerintah telah

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi. adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk

DAN. Oleh: Nyak Ilham Edi Basuno. Tjetjep Nurasa

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

KAJIAN KEBIJAKAN TATA-NIAGA KOMODITAS STRATEGIS: DAGING SAPI. 20 Februari 2013 Direktorat Penelitian dan Pengembangan

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT

BAB V PENUTUP Kesimpulan

I. PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

REKOMENDASI OMBUDSMAN BRIEF T AT A NIAGA SAPI SALURAN PANJANG, NIAGA INFRAST SAPI RUKTUR DI NT T T IDAK MENUNJANG, PET ERNAK T IDAK SEJAHT ERA

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS :

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni ,07 sedangkan tahun 2013

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ternak sapi sangat penting untuk dikembangkan di dalam negri karena kebutuhan protein berupa daging sangat dibutuhkan oleh masyarakat (Tjeppy D. Soedjana 2005, Ahmad zeki 2011, dan Nyak Ilham 2007). Kebutuhan daging sapi sebagai salah satu sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gizi yang seimbang, pertambahan penduduk dan meningkatnya daya beli masyarakat. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan peningkatan pendapatan masyarakat Indonesia, permintaan produk asal ternak terutama daging sapi juga mengalami peningkatan. Menurut Wakil Mentri Pertanian, Heriawan (2012) menyatakan bahwa meningkatnya kebutuhan daging sapi ini dikarenakan meningkatnya populasi masyarakat indonesia kelas menengah. Masih menurut Heriawan, kelas menengah tumbuh tinggi mempunyai lifestyle baru, biasanya makan daging hanya setahun dua kali, kalau orang Islam pada Hari Raya Kurban dan Idul Fitri sekarang bisa makan kapan saja. Pada tahun 2011 hanya berkisar 1,9 kg per kapita per tahun dan tahun 2012 meningkat menjadi 2,2 kg per kapita per tahun. Secara nasional kebutuhan daging sapi dan kerbau tahun 2012 untuk konsumsi dan industri sebanyak 484 ribu ton, sedangkan ketersediaannya sebanyak 399 ribu ton (82,52%) dicukupi dari sapi lokal, sehingga terdapat kekurangan penyediaan sebesar 85 ribu ton (17,5%). Kekurangan ini dipenuhi dari impor berupa sapi bakalan dan daging yaitu sapi bakalan sebanyak 283 ribu ekor (setara dengan daging 51 ribu ton) dan impor daging beku sebanyak 34 ribu ton, Ditjen Peternakan (2012). Ketersediaan untuk memenuhi konsumsi tersebut diperoleh dari pemotongan ternak sapi dan kerbau lokal dari sentra

Makna Ternak Sapi Bagi Masyarakat Sumba Timur utama populasi dan produksi Indonesia khususnya Jawa Barat, Banten, NTT, NTB, Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY, Jawa Barat, Lampung dan Sulawesi Selatan. Kekurangan penyediaan konsumsi dicukupi melalui impor sapi bakalan dari Australia dan daging beku terutama dari Australia dan New Zealand. Pada tahun 2012 pemerintah merencanakan import yakni daging beku semester I sebanyak 20.400 ton dan semester II sebanyak 13.600 ton. Sedangkan sapi bakalan alokasi triwulan I sebanyak 60 ribu ekor, triwulan II 125 ribu ekor, triwulan III sebanyak 50 ribu ekor dan triwulan IV sebanyak 40 ribu ekor. Alokasi dan realisasi impor daging sapi 2012 yaitu, a) Alokasi tahun 2012 sebanyak 34 ribu ton, b) Pengalihan sisa alokasi impor bakalan dan daging sapi sebesar 1.500 ton yang terdiri dari pengalihan sapi bakalan setara daging 1.353 ton dan daging sebesar 147 ton, c) Tambahan alokasi untuk kebutuhan industri 7.000 ton sehingga alokasi total 42.500 ton, d) Realisasi per 19 November 2012 sebanyak 34.000 ton dan realisasi dari alokasi tambahan sebesar 5.747 ton. Total sisa sampai dengan 19 November 2012 sebanyak 3.753 ton. Selanjutnya data dari Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) mencatat bahwa alokasi dan realisasi impor sapi bakalan tahun 2012 yaitu, a) pada tahun 2012 dialokasikan sebanyak 283 ribu ekor, b) terjadi pengalihan bakalan menjadi daging (sisa alokasi bakalan yang tidak terealisasi semester I tahun 2012 sebanyak 4.570 ekor), c) realisasi pemasukan sampai dengan November 2012 sebanyak 266.815 ekor, d) sehingga sisa alokasi sampai dengan November 2012 masih sebanyak 11.615 ekor. Tabel 1.1 Posisi Stok Daging per November- Desember 2012 2 No Uraian Ekor Setara Daging A Supply Sapi/ Daging 1 Sapi Bakalan eks Impor 88.742 17. 693 2 Sapi Lokal di feedloters* 38.582 6.564 3 Sapi lokal ( Nov-Des) 2012 498. 855 84.875 4 Sisa alokasi daging impor 2012 3.753

Pendahuluan No Uraian Ekor Setara Daging Jumlah suply 112.885 B Demand per Nov- Des 2012 80.667 C Selisih Supply-Demand ( A-B) 32.218 Sumber: Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2012 Ket *: Perusahaan-Perusahaan Penggemukan Sapi di Indonesia Dari data di atas dapat dilihat bahwa dari stok ternak lokal dalam negeri yang ada sebanyak 498.855 ekor atau setara dengan 84.875 ton. Stok sapi yang ada di feedloters tercatat bahwa sapi bakalan eks impor sebanyak 88.742 ekor atau setara dengan 17.693 ton. Sapi lokal di feedloters sebanyak 38.582 atau ekor setara dengan 6.564 ton. Stok daging yang merupakan sisa alokasi impor 2012 yaitu sebanyak 3.753 ton. Posisi supply demand daging sapi bulan November-Desember 2012 terjadi surplus sebesar 32.218 ton. Tabel 1.2 Posisi Supply Demand Daging Sapi Wilayah Jabodetabek Bulan Desember 2012 Januari 2013 Bulan Ketersediaan Total Ket Kebu- Bakalan Lokal ketersediaplus/ (surtuhan Daging Setara Setara impor Ekor daging Ekor daging daging defisit) ton Des- 17.306 3.753 15.106 3.012 65.896 11.212 17.976 671 2012 Jan-2013 15.306 3.330 11.330 2.259 64.422 10.961 16.550 1.244 Sumber: Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2012 Data di atas menunjukan bahwa kebutuhan daging sapi untuk bulan Desember tahun 2012 sebanyak 17.306 ton. Sedangkan ketersediaannya sebanyak 17.976 ton yang dipenuhi dari daging impor sebanyak 3.753 ton. Bakalan sebanyak 15.106 ekor (setara daging 3.012 ton). Sapi lokal sebanyak 65.896 ekor (setara daging 11.212 ton). Posisi Desember 2012 terjadi surplus daging sebanyak 671 ton. Selain itu, 3

Makna Ternak Sapi Bagi Masyarakat Sumba Timur kebutuhan untuk bulan Januari tahun 2013 sebanyak 15.306 ton. Sedangkan ketersediaannya sebanyak 16.550 ton dipenuhi dari daging impor sebanyak 3.330 ton. Bakalan sebanyak 11.330 ekor (setara daging 2.259 ton). Sapi lokal sebanyak 64.422 ekor (setara daging 10.961 ton). Posisi Januari 2013 terjadi surplus daging sebanyak 1.244 ton. Pemenuhan kebutuhan daging nasional dipasok dari Propinsi NTT. Menurut Kepala Dinas Peternakan NTT (Utami, 2013) mengatakan bahwa permintaan sapi dari daerah lain, terutama dari DKI Jakarta ke NTT terus mengalami peningkatan setiap tahun. Namun pemerintah NTT tidak mungkin memenuhi seluruh permintaan tersebut karena kuota yang terbatas. Menurutnya, NTT sudah menetapkan kuota pengiriman sapi ke Jawa setiap tahun hanya 56.000 ekor. Kalau kuota naik pun tidak boleh lebih dari 60.000 ekor setiap tahun. Selain kuota, permintaan penambahan sapi setiap tahun meningkat antara 2.000 sampai 3.000 ekor. Sejak Januari hingga Juli 2013, sapi dari NTT yang dikirim ke luar daerah sebanyak 41.000 ekor. Dari jumlah itu, 60% diantaranya dikirim ke Jakarta dan 40% lainnya dikirim ke Kalimantan. Menurutnya, NTT belum bisa memenuhi kebutuhan daging nasional sekitar 2,4 juta ekor setiap tahun karena populasi sapi di NTT saat ini hanya sekitar 800.000 ekor. Di NTT, daerah populasi sapi terbanyak terdapat di delapan kabupaten, yakni Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Belu, Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat, dan Sumba Barat Daya, (Utami, 2013) Dalam konteks pasokan daging secara nasional, Sumba Timur sangat berperan penting. Hal ini terlihat dimana pada tahun 2011 tercatat jumlah ternak sapi yang diperdagangkan antar pulau sebesar 4.000 ekor sapi, tahun 2012 sebesar 4.600 ekor sapi dan pada tahun 2013 meningkat menjadi 7.000 ekor sapi. Ribuan ternak sapi ini dikirim ke pelabuhan rakyat di Kupang (Pelabuhan Rakyat) dan dikirim ke sejumlah wilayah diantaranya DKI Jakarta dan Kalimantan, (Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Timur, 2014). 4

Pendahuluan Sejalan dengan peningkatan konsumsi daging sapi dalam skala nasional, maka kebutuhan terhadap sapi bibit/bakalan juga meningkat, sehingga kabupaten Sumba Timur membutuhkan sapi bakalan dalam jumlah yang lebih besar untuk masa yang akan datang. Selain itu Sumba Timur juga harus bisa mencapai target swasembada daging nasional tahun 2014. Dengan dicanangkannya sapi sebagai salah satu komoditi Unggulan Kabupaten Sumba Timur berarti pihak pemerintah daerah optimis sub sektor peternakan umumnya dan komoditi tersebut dapat berperan lebih besar, guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat didaerah ini. Ternak sapi sendiri sudah lama dikembangkan oleh masyarakat Sumba Timur. Jenis ternak sapi yang dikembangkan adalah sapi Ongole. Menurut Hardjosubroto dalam Kusuma (2008;174) mengatakan bahwa campur tangan pemerintah dalam pengembangan peternakan sapi telah dimulai sejak zaman Hindia Belanda, yang ditandai dengan pemasukan sapi Ongole ke Pulau Sumba dari Madras, India, pada tahun 1906. Di Sumba, sapi dikarantina sekaligus dikembangbiakkan, yang kemudian dikenal dengan nama sapi Sumba Ongole (SO) 1. Sampai saat ini hasil perkawinan sapi Ongole dan sapi Brahma yang dipelihara oleh masyarakat Sumba Timur. Kabupaten Sumba Timur memiliki jumlah populasi ternak sapi yang cukup besar, pada tahun 2009 tercatat sebesar 42.696 ekor, tahun 2010 tercatat sebesar 46.497 ekor, tahun 2011 49.920 ekor dan pertumbuhan per tahunnya mencapai 6,86 persen (BPS Kab. Sumba Timur, 2011). Jumlah ini menempati urutan kelima terbanyak di Propinsi Nusa Tenggara Timur sehingga daerah ini menjadi salah satu daerah basis sapi potong di Nusa Tenggara Timur. Total pemotongan pada tahun 2010 dan tahun 2011 sebesar 468 ekor. Dari perbandingan tersebut memang terlihat bahwa jumlah populasi jauh lebih tinggi dari tingkat pemotongan. Namun demikian, masih diperlukan suatu program pengembangan sapi potong berbasis agribisnis di Kabupaten 1 Diwyanto, Kusuma.2008. Pemanfaatan Sumber Daya Lokal Dan Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Pengembangan sapi Potong Di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. hal 174 5

Makna Ternak Sapi Bagi Masyarakat Sumba Timur Sumba Timur untuk mengatasi kenaikan konsumsi daging sekaligus mensukseskan program pemerintah untuk swasembada daging sapi tahun 2014. Ternak sapi merupakan salah satu sumber pendapatan penting bagi masyarakat Sumba. Pada tahun 2010, kontribusi sub sektor peternakan terhadap PDRB kabupaten Sumba Timur mencapai 10,28 persen (BPS Kabupaten Sumba Timur, 2010). Data ini memberikan gambaran bahwa sektor peternakan dapat dijadikan sebagai sektor unggulan yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat Sumba. Apalagi didukung dengan kondisi wilayah Sumba Timur yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari padang rumput savana, dan sungai yang tidak pernah kering. Berdasarkan data dari dinas peternakan, luas padang savana seluas 477.157 Ha atau 68,16 % dari luas wilayah, memiliki 33 jenis rumput dan 17 diantaranya mempunyai kandungan gizi tinggi (Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Timur, 2011). Keunikan tersendiri yang dimiliki oleh wilayah ini adalah curah hujan yang sedikit tapi sungai-sungai maupun sumber-sumber mata air tidak pernah kering dan tersebar disetiap wilayah. Tersedianya bahan pangan alami bagi ternak membuat peternak menjadikan padang savana sebagai lokasi pengembangan ternak sapi. Potensi-potensi daerah yang dibahas di atas perlu dilihat lebih lanjut, bagaimana peternak memanfaatkan potensi tersebut dalam rangka pengembangan ternak sapi di Kab. Sumba Timur. Usaha peternakan sapi yang berada di Kab. Sumba Timur perlu dilakukan sebuah kajian yang mendalam. Untuk melakukan kajian yang mendalam perlu dasar atau acuan yang berupa teori-teori atau temuantemuan melalui hasil berbagai penelitian sebelumnya. Salah satu data pendukung yang menurut peneliti perlu dijadikan bagian tersendiri adalah penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang sedang dibahas dalam penelitian. Oleh karena itu, peneliti melakukan langkah kajian terhadap beberapa hasil penelitian yang pernah dilakukan di Pulau Sumba. Berdasarkan kajian penelitian, peneliti menemukan dua orang peneliti yang telah meneliti tentang ternak sapi di pulau Sumba. Fokus 6

Pendahuluan kajiannya mereka berbeda-beda. Dalam Penelitian yang telah dilakukan oleh Kapita (2008) menemuka tiga temuan. Pertama, sebagian besar (74,7%) peternak menggunakan pola ekstensif dan 20,1% dengan pola intensif. Kedua, pemanfaatan ternak besar lebih cenderung digunakan untuk kepentingan adat sedangkan ternak sapi lebih banyak digunakan untuk kepentingan ekonomi. Ketiga, pendapatan peternak masih rendah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian yang sama dilakukan oleh Siliwoloe (2004), penelitian ini lebih cenderung melihat program pemerintah yaitu Pola Sumba Kontrak. Penelitian ini Menggambarkan petani penerima paket ternak sapi dari pemerintah dalam Pola Sumba Kontrak Model Bantuan langsung Pada Masyarakat telah mengambil langkah-langkah pelaksanaannya sesuai kesepakatan dalam kelompok tani Usaha Baru dengan mempedomani petunjuk teknis yang diberikan dan pertimbangannya adalah desa Mau Mbokul yang terikat dalam relasi sosial yang sesuai dengan adat istiadat. Pemanfaatan padang pengembalaan bersama diatur melalui kesepakatan adat. Faktor yang menghambat pelaksanaannya adalah belum seluruh penerima paket belum memahami hak dan kewajibannya. Fokus Penelitian Temuan penelitian terdahulu yang dilakukan Kapita (2008) di atas menunjukan bahwa ternak sapi hanya digunakan sebagai kebutuhan ekonomi dan tidak meneliti secara jauh pemanfaatan ternak sapi dalam urusan sosial. Peneliti terdahalu belum meneliti bagaimana usaha ternak sapi dikerjakan dan apa saja karakteristik peternak sapi di Sumba Timur, begitu pula dengan pemanfaatan hasil ekonomi ternak sapi. Peneliti selanjutanya yang dilakukan oleh Siliwoloe hanya mencakup program pemerintah mengenai Pola Sumba Kontrak Model Bantuan Langsung pada masyarakat tanpa menyetuh aspek politik. Aspek politik yang dimaksud adalah bagaimana pemerintah memiki peran kebijakan dalam menjaga stabilitas daging nasional. Oleh karena 7

Makna Ternak Sapi Bagi Masyarakat Sumba Timur itu dalam penelitian ini peneliti akan memfokuskan pada makna ternak sapi bagi masyarakat Sumba khususnya di Desa Kambatatana dengan harapan memperoleh gambaran yang komprehensif. 8