BAB 2 LANDASAN TEORI. Keterampilan menulis merupakan kegiatan yang menarik dan sangat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Strategi Copy The Master Melalui Media Audio Visual pada Siswa Kelas IX-C SMPN 2 ToliToli

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II LANDASAN TEORI. suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI

MENU UTAMA UNSUR PROSA FIKSI PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial,

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Citra Perempuan dalam Novel Hayuri karya Maria Etty, penelitian ini

ANALISIS AMANAT DAN PENOKOHAN CERITA PENDEK PADA BUKU ANAK BERHATI SURGA KARYA MH. PUTRA SEBAGAI UPAYA PEMILIHAN BAHAN AJAR SASTRA DI SMA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar,

BAB 3 METODE PENELITIAN. Subjek dalam penelitian ini adalah Kemampuan Menulis Cerpen Siswa

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan media yang digunakan manusia dalam berkomunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran sastra disekolah. Salah satu tujuan pelajaran bahasa Indonesia di

II. LANDASAN TEORI. dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian dan pernyataan yang

MENULIS FIKSI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN EFEKTIF UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR KELAS TINGGI. Nurmina 1*) ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext).

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian yang relevan dengan penelitian tentang novel Bumi Cinta karya

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra diciptakan berdasarkan gagasan dan pandangan seorang

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Wellek dan Warren (1993:14) bahasa adalah bahan baku kesusastraan, seperti

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi dua subbab, sub bab pertama berisi tentang tinjauan pustaka berupa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan kehidupan yang diwarnai oleh sikap, latar belakang dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

II. LANDASAN TEORI. Salah bentuk karya sastra adalah novel. Novel merupakan bentuk karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, keterampilan menulis selalu dibelajarkan. Hal ini disebabkan oleh menulis

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB I PENDAHULUAN. bukan hanya cerita khayal atau angan-angan dari pengarangnya, melainkan wujud

PENULISAN KARANGAN FIKSI * Oleh: ASHADI SIREGAR

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingkat Satuan Kurikulum Pendidikan (KTSP) merupakan penyempurna

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri, bahwa sastra merupakan cerminan. nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa yang ingin diutarakan pengarang. Hal-hal tersebut dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif peran sastrawan dan faktor-faktor yang melingkupi seorang sastrawan

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES DENGAN MEDIA SURAT KABAR PADA SISWA KELAS X 5 SMA NEGERI 2 PATI TESIS

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dialaminya. Hal ini sesuai dengan pendapat E. Kosasih ( 2012: 2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak, berbicara, membaca, dan. kesatuan dari aspek bahasa itu sendiri (Tarigan, 2008: 1).

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos.

BAB I PENDAHULUAN. pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dalam merangkai kata. Akan tetapi, dalam penerapannya banyak orang

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1. Disusun oleh: Ajeng Wulandari A

BAB I PENDAHULUAN. bahasa.luxemburg dkk. (1989:23) mengatakan, Sastra dapat dipandang sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. peneliti memaparkan mengenai penelitian-penelitian yang pernah menganalisis tokoh utama

BAB 1 PENDAHULUAN. teknologi dan seni. Peningkatan pengetahuan berbahasa Indonesia berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang

Oleh Sri Lestari Siregar Prof. Dr. Tiur Asi Siburian, M. Pd.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Sastra juga cabang ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tarigan (dalam PLPG, 2009: 28) Menulis atau mengarang adalah. wacana yang kemudian dileburkan menjadi tulisan.

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Keterampilan menulis merupakan kegiatan yang menarik dan sangat menyenangkan. Dengan menulis, kita dapat menyalurkan ekspresi pikiran dan perasaan ke dalam bentuk tulisan. Akan tetapi, kegiatan menulis akan terasa sulit jika kita tidak terbiasa dan tidak terlatih untuk melakukannya. Oleh karena itu, kita sering sekali mengalami kesulitan untuk memulai kegiatan tersebut yang disebabkan karena kita kesulitan untuk menemukan ide yang dapat dijadikan sebuah tulisan. Kegiatan menulis masih jarang dilakukan. Kenyataan bahwa keterampilan menulis siswa masih kurang sampai saat ini masih dirasakan. Hal inilah yang membuat banyak peneliti mengangkat topik ini. Berikut adalah penelitian-penelitian yang berkaitan dengan keterampilan menulis, antara lain: Rizky Amalia (2008); Widhi (2008); Nia (2005); dan Kusworosari (2007). Karya-karya tersebut merupakan skripsi, untuk lebih jelasnya akan penulis uraikan tentang karya-karya tersebut. Rizky (2008) melakukan penelitian yang berjudul Peningkatan Kemampuan Menulis Cerpen dengan Metode Karya Wisata Siswa Kelas X SMA Negeri 15 Cianjur 2007/2008. Dalam hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa pembelajaran menulis cerpen dengan menggunakan metode karya wisata ternyata sangat efektif dalam meningkatkan kemampuan menulis cerita pendek siswa kelas X SMA Negeri 15 Cianjur. Peningkatan penulisan cerita pendek dengan 12

13 menggunakan metode karya wisata terlihat pada daya serap siswa sebelum ada tindakan yaitu 58,66%, kemudian meningkat 10,72% setelah ada siklus 1 menjadi 69,38%, pada siklus 2 meningkat 7,25% menjadi 76,63%. Widhi (2008) dengan judul skripsinya yaitu Peningkatan Keterampilan Menulis Karangan Narasi dengan Pendekatan Kontekstual Komponen Pemodelan pada Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Cianjur membahas masalah upaya peningkatan keterampilan menulis karangan narasi siswa kelas X Negeri 2 Cianjur Tahun ajaran 2007/2008. Dengan menghadirkan model dalam pembelajaran, ternyata kemampuan siswa menulis karangan narasi mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat setelah membandingkan hasil tes pratindakan, hasil tes siklus 1, dan hasil tes siklus 2. Hasil pratindakan siswa mencapai nilai rata-rata sebesar 60 masuk kategori kurang. Hasil tes siklus I mencapai nilai rata-rata sebesar 68 atau meningkat 8% dari pratindakan dalam kategori cukup. Pada siklus II hasil tes mencapai nilai rata-rata sebesar 75 atau meningkat sebesar 7% dari siklus I dan masuk dalam kategoi baik. Hasil penelitian nontes juga menunjukkan perubahan perilaku siswa ke arah yang lebih positif. Nia (2005) dengan judul skripsinya Peningkatan Kemampuan Menulis Karangan Melalui Media Audiovisual pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Lembang menyimpulkan bahwa setelah diberi pembelajaran menulis karangan dengan menggunakan media audiovisual, rata-rata minat siswa kelas X SMA 1 Lembang tahun pelajaran 2004/2005 dalam pembelajaran menulis karangan meningkat sebesar 13,78 atau sebesar 29,6%. Bahwa setelah diberi pembelajaran menulis karangan dengan menggunakan media audiovisual, rata-rata kemampuan

14 siswa kelas X SMA Negeri 1 Lembang tahun pelajaran 2003/2004 dalam menulis karangan meningkat sebesar 14,51 atau 24,44%. Kusworosari (2007) dengan skripsinya yang berjudul Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Pengalaman Pribadi Sebagai Basis Melalui Pendekatan Keterampilan Proses pada siswa kelas X.1 SMA Negeri 5 Garut menyimpulkan bahwa setelah mengikuti pembelajaran melalui pendekatan keterampilan proses mengalami peningkatan. Hasil analisis dari data siklus I dan siklus II mengalami peningkatan. Hasil tes pada siklus I diperoleh hasil dengan rata-rata kelas sebesar 62,37, pada siklus II diperoleh hasil rata-rata kelas 73,65. Hasil ini menunjukkan peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 11,31 atau 18,00%. Selain itu, dari hasil data nontes pada siklus I, perilaku negatif. siswa tampak pada saat pembelajaran berlangsung. Pada siklus II perilaku negatif siswa semakin berkurang dan perilaku positif siswa samakin bertambah atau meningkat. Berdasarkan uraian tersebut, dapat diketahui bahwa penelitian mengenai keterampilan menulis siswa sudah banyak dilakukan. Penelitian-penelitian tersebut bertujuan untuk meningkatkan keterampilan menulis siswa. Para peneliti telah menggunakan teknik maupun media yang bervariasi dalam meningkatkan keterampilan menulis siswa. Meskipun penelitian mengenai keterampilan menulis telah banyak dilakukan, peneliti menganggap bahwa penelitian sejenis masih perlu dilakukan untuk menentukan berbagai alternatif teknik dalam pembelajaran keterampilan menulis kepada siswa. Hal ini mengingat kenyataan bahwa keterampilan menulis siswa masih kurang, belum memuaskan, dan masih perlu dicarikan teknik-teknik

15 yang efektif untuk membelajarkan keterampilan menulis siswa. Berdasarkan kenyataan tersebut, peneliti melakukan penelitian peningkatan keterampilan menulis cerpen pada siswa kelas X SMA Pasundan 3 Cimahi menggunakan teknik latihan terbimbing berdasarkan ilustrasi tokoh idola. Penelitian yang mengkaji peningkatan keterampilan menulis cerpen siswa SMA menggunakan teknik latihan terbimbing berdasarkan ilustrasi tokoh idola belum pernah dilakukan peneliti lain, sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya. Berpijak pada penelitian yang telah ada sebelumnya, dan adanya keinginan peneliti untuk memberikan sumbangsih alternatif-alteratrif pembelajaran keterampilan menulis cerpen bagi para guru Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah-sekolah pada umumnya dan di SMA Pasundan 3 Cimahi pada khususnya, maka penelitian ini peneliti lakukan. Penelitian tentang pembelajaran menulis cerpen yang dilakukan penulis dengan teknik latihan terbimbing berdasarkan ilustrasi tokoh idola menjadi pelengkap sebagai upaya memperkaya teknik pembelajaran menulis di sekolah. Pada penelitian ini akan dikaji tentang peningkatan keterampilan menulis cerpen dan perubahan tingkah laku siswa kelas X SMA Pasundan 3 Cimahi terhadap pembelajaran menulis cerpen dengan teknik latihan terbimbing berdasatkan ilustrasi tokoh idola.

16 2.2 Menulis Kreatif Cerpen Dasar penulisan kreatif atau creatif writing sama dengan menulis biasa, pada umumnya. Unsur kreativitas mendapat tekanan dan pehatian besar karena dalam hal ini sangat penting peranannya dalam pengembangan proses kreatif seorang penulis/pengarang dalam karya-karyanya, kreativitas ini dalam ide maupun akhirnya (Titik, 2003:31). Untuk memulai menulis memang memerlukan proses kreatif yaitu dimulai dengan adanya ide (kekayaan batin/intelektual) sebagai bahan tulisan. Ide itu bisa diperoleh setiap saat, kapan mau menulis. Sumber utamanya adalah bacaan, pergaulan, perjalanan (traveling), kontemplasi, monolog, konflik dengan diri sendiri (internal) maupun dengan di luar kita (external), pemberontakan (rasa tidak puas), dorongan mengabdi (berbagi ilmu), kegembiraan, mencapai prestasi, tuntutan profesi dan sebagainya. Semuanya itu bisa dijadikan gerbang untuk mendorong memasuki proses kreatif menulis. Kuncinya adalah punya hasrat yang kuat untuk menulis sebagai modal utama untuk mulai menulis. Jadi, jika kita ingin menjadi penulis atau pengarang, untuk mencapainya adalah menulis. Sayangnya, banyak pihak yang ingin menjadi pengarang atau penulis tetapi hanya sebatas ingin karena tidak juga menulis. Alasannya, sulit memulai, tidak punya waktu, takut salah, malu atau tidak ada inspirasi/ide yang pas untuk ditulis. Akhirnya, proses menulis pun tertunda (http://rayakultura.net/wmview.php?artid=100). Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Menulis cerpen pada hakikatnya merujuk pada kegiatan mengarang, dan mengarang

17 termasuk tulisan kreatif yang penulisannya dipengaruhi oleh hasil rekaan atau imajinasi pengarang. Menulis cerpen merupakan cara menulis yang paling selektif dan ekonomis. Cerita dalam cerpen sangat kompak, tidak ada bagiannya yang hanya berfungsi sebagai embel-embel. Tiap bagiannya, tiap kalimatnya, tiap katanya, tiap tanda bacanya, tidak ada bagian yang sia-sia, semuanya memberi saham yang penting untuk menggerakkan jalan cerita, atau mengungkapkan watak tokoh, atau melukiskan suasana. Tidak ada bagian yang ompong, tidak ada bagian yang berlebihan (Diponegoro, 1994:6). Menulis cerita pendek (cerpen) adalah salah satu usaha untuk memotret realita kehidupan ke dalam sebuah tulisan dan menyampaikannya dengan bahasa ringan khas cerpen. Tidak berat, tapi jangan pernah menganggap enteng. Penulisan cerita dengan alur yang kita tulis, ditambah dengan konflik-konflik yang naik-turun, memerlukan daya pikir yang imajinatif dan futuristik. Bagaimana menjadikan pembaca tenggelam dalam cerita yang kita buat, semuanya itu benar-benar terasa sulit dan membutuhkan pemikiran (http://www.hrena.com/menulispersen20cerpen.cfm?pt=2&rpt=1&kt=1,cer pen). Selanjutnya Wiyanto (2005:96) mengemukakan bahwa menulis cerpen harus banyak berkhayal karena cerpen memang karya fiksi yang berbentuk prosa. Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam cerpen hanya direkayasa pengarangnya. Demikian pula para pelaku yang terlibat dalam peristiwa itu. Waktu, tempat, dan suasana terjadinya peristiwa pun hanya direka-reka oleh pengarangnya. Oleh karena itu, cerpen (dan semua cerita fiksi) disebut cerita rekaan.

18 Trianto (dalam Kholifah 2006:19) menyebutkan bahwa tulisan yang bersifat kreatif merupakan tulisan yang bersifat apresiatif dan ekspresif. Apresiatif maksudnya melalui kegiatan menulis kreatif orang dapat mengenali, menyenangi, menikmati, dan mungkin menciptakan kembali secara kritis berbagai hal yang dijumpai dalam teks-teks kreatif karya orang lain dengan caranya sendiri dan memanfaatkan berbagai hal tersebut ke dalam kehidupan nyata. Ekspresif dalam arti bahwa kita dimungkinkan mengekspresikan atau mengungkapkan berbagai pengalaman/berbagai hal yang menggejala dalam diri kita untuk dikomunikasikan kepada orang lain melalui tulisan kreatif sebagai sesuatu yang bermakna. Salah satu teks bersifat kreatif adalah teks cerpen. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menulis kreatif cerpen adalah suatu kegiatan kreatif yang memerlukan daya pikir yang imajinatif dan futuristik serta penulisannya dipengaruhi oleh hasil rekaan atau imajinasi pengarang. 2.3 Cerita Pendek 2.3.1 Pengertian Cerita Pendek Pengertian cerpen diungkapkan oleh sastrawan kenamaan dari Amerika yang bernama Edgar Alan Poe (dalam Nurgiantoro, 2005:10). Dia mengatakan bahwa cerita pendek (cerpen) adalah sebuah cerita yang dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam. Menurut Suharianto (1982:39) cerita pendek bukan ditentukan oleh banyaknya halaman untuk mewujudkan cerita tersebut atau sedikitnya tokoh yang

19 terdapat dalam cerita itu, melainkan lebih disebabkan oleh ruang lingkup permasalahan yang ingin disampaikan oleh bentuk karya sastra itu. Jadi sebuah cerita yang pendek belum tentu dapat digolongkan ke dalam jenis cerita pendek, jika ruang lingkup permasalahan yang diungkapkan tidak memenuhi persyaratan yang dituntut oleh cerita pendek. Ruang lingkup permasalahan yang diungkapkan cerita pendek adalah sebagian kecil dari kehidupan tokoh yang paling menarik perhatian pengarang. Cerita pendek hanya memusatkan perhatian pada tokoh utama dan permasalahannya yang paling menonjol yang menjadi pokok cerita. Oleh karena itu, kepaduan merupakan syarat utama sebuah cerita pendek. Phillis Dugane, penulis wanita Amerika mendefinisikan cerpen sebagai: Susunan kalimat-kalimat yang merupakan cerita yang mempunyai bagian awal, tengah, akhir. Setiap cerpen mempunyai tema, yaitu inti cerita atau gagasan yang ingin disampaikan pengarang. Ruang lingkupnya kecil dan berpusat pada satu tokoh atau satu masalah. Jakob Sumardjo dan Saini K.M juga menyatakan bahwa cerpen adalah cerita atau narasi (bukan analisis) yang fiktif (tidak benar-benar telah terjadi tetapi dapat terjadi di mana saja dan kapan saja) serta relatif pendek. Bila ditinjau dari bentuknya cerpen adalah cerita yang pendek. Akan tetapi dengan hanya melihat fisik yang pendek saja, orang belum dapat menetapkan cerita yang pendek adalah sebuah cerpen. Di samping ciri dasar yang tadi, yaitu cerita yang pendek ciri dasar yang lain adalah sifat rekaan (fiction). Cerpen bukan penuturan kejadian yang pernah terjadi berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tetapi murni ciptaan saja,

20 direka oleh pengarangnya. Ciri dasar yang ketiga adalah sifat naratif atau penceritaan (Sumardjo, 1986:36-37). Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa cerpen adalah cerita fiksi berbentuk prosa yang relatif pendek dan terbatas ruang lingkupnya karena hanya mengungkapkan sebagian kecil saja dari kehidupan tokoh yang paling menarik perhatian pengarang serta memiliki ciri-ciri yaitu ceritanya pendek, bersifat naratif, dan bersifat rekaan (fiction). 2.3.2 Unsur-unsur Pembangun Cerita Pendek Menurut Rahmanto (dalam Rizky 2008:11) cerpen tersusun atas unsurunsur cerita yang saling berkaitan erat antara satu dengan yang lainnya. Keterkaitan unsur-unsur pembangun cerita tersebut membentuk totalitas yang bersifat abstrak. Keherensi dan kepaduan semua unsur cerita pendek yang membentuk sebuah totalitas amat menentukan keindahan dan keberhasilan cerita pendek sebagai suatu cipta sastra. Unsur-unsur tersebut terdiri atas alur (plot), tokoh dan penokohan, latar (setting), sudut pandang (point of view), gaya (bahasa), tema, dan amanat atau moral. Berikut ini pembahasan unsur-unsur pembangun cerita pendek tersebut. 2.3.2.1 Alur atau Plot Menurut Stanton (dalam Widhi, 2008:113) mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.

21 Selanjutnya, pengertian alur atau plot diungkapkan oleh Kenny (dalam Widhi, 2008:113) adalah sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwaperistiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat. Alur atau Plot menurut Forster (dalam Widhi, 2005:113) adalah peristiwaperistiwa cerita yang mempunyai penekanan pada adanya hubungan kausalitas. Penampilan peristiwa demi peristiwa yang hanya mendasarkan diri pada urutan waktu saja belum merupakan plot. Agar menjadi sebuah plot, peristiwa-peristiwa itu haruslah diolah dan disiasati secra kreatif, sehingga hasil pengolahan dan penyiasatannya itu sendiri merupakan sesuatu yang indah dan menarik, khususnya dalam kaitannya dengan karya fiksi yang berkesangkutan secara keseluruhan (Nurgiantoro, 2005:113) Pengertian alur dalam cerita pendek atau dalam karya fiksi pada umumnya adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita (Aminuddin, 1987:83). Menurut Setyaningsih (2003:20) alur adalah jalinan peristiwa secara beruntut dalam sebuah prosa fiksi yang memperhatikan hubungan sebab akibat sehingga cerita itu merupakan keseluruhan yang padu, bulat, dan utuh. Alur sebuah cerita harus bersifat padu (unity). Antara peristiwa yang satu dan peristiwa yang lainnya harus b erkaitan. Alur atau plot umumnya tunggal dan hanya terdiri atas urutan peristiwa yang terdapat dalam cerita. Menurut Suharianto (1982:28) alur atau plot yakni cara pengarang menjalin kejadian-kejadian secara beruntun dengan

22 memperhatikan hukum sebab akibat sehingga merupakan kesatuan yang padu, bulat, dan utuh. Selanjutnya Suharianto (1982 : 28-29) menyatakan bahwa alur atau plot terdiri atas lima bagian, yaitu (1) pemaparan atau pendahuluan, yakni bagian cerita tempat pengarang mulai melukiskan suatu keadaan yang merupakan awal cerita; (2) penggawatan, yaitu bagian yang melukiskan tokoh-tokoh yang terlibat dalam cerita mulai bergerak. Mulai bagian ini secara bertahap terasakan adanya konflik dalam cerita tersebut. Konflik itu dapat terjadi antartokoh, antara tokoh dengan masyarakat sekitarnya atau antara tokoh dengan hati nuraninya sendiri; (3) penanjakan, yakni bagian cerita yang melukiskan konflik-konflik seperti disebutkan di atas mulai memuncak; (4) puncak atau klimaks, yakni bagian yang melukiskan peristiwa mencapai puncaknya; (5) peleraian, yakni bagian cerita tempat pengarang memberikan pemecahan dari semua peristiwa yang telah terjadi dalam cerita atau bagian-bagian sebelumnya. Dilihat dari cara menyusun bagian-bagian plot tersebut, plot atau alur cerita dapat dibedakan menjadi alur lurus dan alur sorot balik (flashback). Suatu cerita disebut beralur lurus apabila cerita tersebut disusun mulai kejadian awal diteruskan dengan kejadian-kejadian berikutnya dan berakhir pada pemecahan permasalahan. Apabila suatu cerita disusun sebaliknya, yakni dari bagian akhir dan bergerak ke muka menuju titik awal cerita, alur cerita demikian disebut alur sorot balik. Di samping itu, ada pula cerita yang menggunakan kedua alur tersebut secara bergantian. Maksudnya, sebagian ceritanya menggunakan alur lurus dan sebagian lagi menggunakan alur sorot balik. Tetapi keduanya dijalin dalam

23 kesatuan yang padu sehingga tidak menimbulkan kesan adanya dua buah cerita atau peristiwa yang terpisah baik waktu maupun tempat kejadiannya. Alur yang demikian disebut dengan alur gabungan (Suharianto, 1982:29). Dari beberapa pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan tentang alur atau plot. Alur atau plot adalah rangkaian peristiwa atau kejadian yang terdapat dalam sebuah cerita yang mempunyai hubungan sebab akibat sehingga cerita yang disajikan merupakan kesatuan yang padu, bulat, dan utuh. 2.3.2.2 Tokoh dan Penokohan Menurut Aminuddin (1987:79) pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita disebut tokoh. adalah: Tokoh cerita (character) menurut Abrams (dalam Nurgiantoro 2005:165) Orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Tokoh ialah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakunya dalam cerita. Tokoh pada umumnya berwujud manusia, meskipun dapat juga berwujud binatang, atau benda yang diinsankan (Setyaningsih, 2003:22). Selanjutnya Nurgiantoro (2005:176-182) mengungkapkan bahwa dalam sebuah cerpen, pembedaan tokoh didasarkan pada kaitan antara tokoh dengan keseluruhan cerita dan peranan masing-masing tokoh tersebut tidak sama. Berikut akan dibahas mengenai pembedaan tokoh yang ada dalam cerpen.

24 a. Dilihat dari segi peran atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita 1). Tokoh utama (central character, main character) Yaitu tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Karena tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan. Ia selalu hadir sebagai pelaku, atau yang dikenai kejadian dan konflik, penting yang mempengaruhi perkembangan plot. 2). Tokoh tambahan (peripheral character) Yaitu tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam sebuah cerita, dan itu pun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek. Pemunculan tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tak langsung. b. Dilihat dari peran tokoh dalam pengembangan plot 1). Tokoh protagonist Yaitu tokoh yang kita kagumi, tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita. Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan kita, pembaca. 2). Tokoh antagonis

25 Yaitu tokoh penyebab terjadinya konflik. Tokoh antagonis, barangkali dapat disebut, beroposisi dengan tokoh protagonis, secara langsung atau tidak langsung, bersifat fisik ataupun batin. c. Berdasarkan perwatakannya 1). Tokoh sederhana Yaitu tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifatwatak yang tertentu saja. Sebagai seorang tokoh manusia, ia tak diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya. Ia tak memiliki sifat dan tingkah laku yang dapat memberikan kejutan bagi pembaca. Sifat dan tingkah laku seorang tokoh sederhana bersifat datar, monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu. 2). Tokoh kompleks atau tokoh bulat Yaitu tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadiannya, dan jati dirinya. Ia dapat saja memiliki watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun ia pun dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam, bahkan mungkin seperti bertentangan dan sulit diduga. Oleh karena itu, perwatakannya pun pada umumnya sulit dideskripsikan secara tepat. Menurut Aminuddin (1987:79) cara pengarang dalam menyajikan tokoh atau pelaku itu disebut dengan penokohan. Suharianto (1982:31) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan penokohan adalah pelukisan mengenai tokoh cerita: baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat berupa: pandangan hidupnya, sikap, keyakinan, adat istiadat, dan sebagainya. Sedangkan yang

26 dimaksud dengan watak adalah kualitas tokoh, kualitas nalar, dan jiwanya yang membedakan dengan tokoh lain. Ada dua macam cara yang sering digunakan pengarang untuk melukiskan tokoh ceritanya, yaitu dengan cara langsung dan tak langsung. Disebut dengan cara langsung apabila pengarang langsung menguraikan atau menggambarkan keadaan tokoh, misalnya dikatakan bahwa tokoh ceritanya cantik, tampan, cerewet, dan sebagainya. Sebaliknya apabila pengarang secara tersamar dalam memberikan wujud atau keadaan tokoh ceritanya, maka dikatakan pelukisan tokohnya sebagai tidak langsung. Yang termasuk cara tidak langsung misalnya (a) dengan melukiskan keadaan kamar tempat tinggalnya, cara berpakaiannya, cara berbicaranya dsb, (b) dengan melukiskan sifat tokoh dalam menanggapi suatu kejadian atau peristiwa dan sebagainya, dan (c) dengan melukiskan bagaimana tanggapan tokoh-tokoh lain dalam cerita bersangkutan (Suharianto, 1982:31). Selanjutnya, menurut Setyaningsih (2003:23) yang dimaksud dengan penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Penulis yang berhasil menghidupkan watak tokoh-tokoh ceritanya akan dengan sendirinya meyakinkan kebenaran ceritanya. Ada beberapa cara yang dapat membawa kita sampai pada sebuah simpulan tentang watak tokoh, antara lain dengan mencermati 1) apa yang diperbuatnya, tindakan-tindakannya, terutama bagaimana ia bersikap dalam situasi kritis; 2) ucapan-ucapannya; 3) penggambaran fisik tokoh; 4) pikiran-pikirannya; 5) gambaran latar atau lingkungan tempat tinggal tokoh; 6) pandangan tokoh lain terhadap tokoh yang bersangkutan; dan 5) penerangan langsung (Setyaningsih, 2003:23-24).

27 Jadi berbeda dengan jenis karya sastra lain puisi misalnya, seorang tokoh dalam cerita pendek memegang posisi kunci yang tidak boleh diabaikan. Artinya, tokoh mempunyai peran yang sangat penting. Menarik atau tidaknya, hidup atau tidaknya sebuah cerita pendek sangat tergantung dari bagaimana cara pengarang melukiskan watak dari tokoh cerita. 2.3.2.3 Latar atau setting Setting adalah latar peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis (Aminuddin, 1987:67). Latar atau setting menunjukkan lokasi atau tempat kejadian di mana sebuah peristiwa tengah berlangsung. Dalam sebuah cerpen, latar menunjukkan tempat, waktu, kebiasaan-kebiasaan setempat, dan kejadian di mana sejumlah tokoh rekaan tengah bermain di dalamnya, digambarkan dalam bentuk deskripsi yang tepat dengan bahasa. Menuliskan latar dalam sebuah cerpen, membutuhkan pengetahuan yang dalam dan teramat cermat tentang peristiwa yang hendak diceritakan. Kelalaian sedikit saja dalam penulisan latar akan melahirkan kejanggalan-kejanggalan yang mempengaruhi mutu karya yang kita tulis (Ariadinata, 2006:94-95). Pengertian latar menurut Nurgiantoro (2005:217) adalah: Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, memciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Pembaca, dengan demikian, merasa dipermudah untuk mengoperasikan daya imajinasinya, di samping dimungkinkan untuk berperan serta secara kritis sehubungan dengan pengetahuannya tentang latar. Pembaca dapat merasakan dan menilai kebenaran, ketepatan, dan aktualisasi latar yang diceritakan sehingga merasa lebih akrab. Pembaca seolah-olah merasa menemukan dalam cerita itu sesuatu yang sebenarnya menjadi bagian dari dirinya. Hal ini akan terjadi jika latar mampu mengangkat suasana setempat, warna lokal, lengkap dengan perwatakannya ke dalam cerita.

28 Menurut Abrams (dalam Nurgiantoro 2005:216) latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar ialah waktu, tempat, atau lingkungan terjadinya peristiwa. Latar tidak hanya sebagai background saja, tetapi juga dimaksudkan untuk mendukung unsur cerita lainnya. Penggambaran tempat, waktu, dan situasi akan membuat cerita tampak lebih hidup logis. Latar juga dimaksudkan untuk mambangun atau menciptakan suasana tertentu yang dapat menggerakkan perasaan dan emosi pembaca serta menciptakan mood atau suasana batin pembaca (Jabrohim, 2003:115-116). Cerita merupakan lukisan peristiwa yang dialami oleh satu atau beberapa orang pada suatu waktu di suatu tempat dan dalam suasana tertentu. Waktu, tempat, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita disebut latar atau setting (Setyaningsih, 2003:24). Menurut Setyaningsih (2003:24) kegunaan latar biasanya bukan sematamata sebagai petunjuk kapan dan di mana cerita itu terjadi, melainkan juga sebagai tempat pengambilan nilai-nilai, misalnya nilai kebenaran, cinta kasih, dan keagungan Tuhan yang akan diungkap pengarang melalui cerita tesebut, untuk memperkenalkan adat istiadat suatu daerah, atau menunjukkan sifat-sifat manusia pada suatu saat di suatu tempat. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa latar atau setting dalam cerpen adalah suatu keterangan atau petunjuk mengenai tempat, waktu, dan lingkungan sosial terjadinya peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam cerita yang bertujuan untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca dan menciptakan

29 suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh terjadi ada dan terjadi sehingga pembaca merasa ikut terlibat di dalam cerita. 2.3.2.4 Sudut Pandang atau Point of View Yang dimaksud sudut pandang atau point of view adalah cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkan (Aminuddin, 1987:90). point of view pada dasarnya adalah visi pengarang artinya, sudut pandangan yang diambil pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita (Sumardjo, 1986:82). Sudut pandang atau titik kisah (point of view) adalah posisi pencerita (pengarang) terhadap kisah yang diceritakan (Wiyanto, 2005:83). Selanjutnya, menurut Jabrohim dkk (2003:116) sudut pandang atau point of view adalah cara pengarang memandang siapa yang bercerita di dalam cerita itu atau sudut pandang yang diambil pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita. Menurut Abrams (dalam Nurgiantoro 2005:248) mengemukakan bahwa sudut pandang atau point of view merupakan cara dan atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Ada beberapa jenis pusat pengisahan (point of view). Menurut Suharianto (1982:36) jenis pusat pengisahan, yaitu (1) pengarang sebagai pelaku utama cerita. Tokoh akan menyebutkan dirinya sebagai aku, (2) pengarang ikut main, tetapi bukan sebagai pelaku utama, (3) pengarang serba hadir. Dalam hal ini pengarang tidak berperan apa-apa. Pelaku utama cerita tersebut orang lain; dapat

30 dia atau kadang-kadang disebutkan namanya tetapi pengarang serba tahu apa yang akan dilakukan atau nahkan apa yang ada dalam pikiran pelaku cerita, (4) pengarang peninjau, dalam pusat cerita utama atau yang ada dalam pikirannya. Pengarang hanya mengatakan/menceritakan apa yang dilihatnya. Dari beberapa pendapat tokoh di atas, penulis dapat menyimpulkan mengenai pengertian sudut pandang atau point of view. Sudut pandang adalah cara memandang pengarang yang digunakan untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk suatu cerita kepada pembaca sehingga pembaca dapat menerima dan menghayati gagasan-gagasan pengarang. 2.3.2.5 Gaya atau bahasa Pengertian mengenai gaya diungkapkan oleh Aminuddin (1987:72) yaitu: Gaya mengandung pengertian cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mempu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca. Sejalan dengan uraian di atas, Scharbach (dalam Aminuddin, 1987:72) menyebut gaya sebagai hiasan, sebagai sesuatu yang suci, sebagai sesuatu yang indah dan lemah gemulai, serta sebagai perwujudan manusia itu sendiri. Kecermatan dalam memilih kata, frase, dan kalimat baik di dalam prosa maupun puisi, akan sangat menentukan keberhasilan karya yang dibangun (Ariadinata, 2006:32). Selanjutnya Sumardjo (1986:92) mengemukakan gaya bahasa adalah cara khas pengungkapan seseorang. Cara bagaimana seorang pengarang memilih tema,

31 persoalan, meninjau, persoalan dan menceritakannya dalam sebuah cerpen, itulah gaya seorang pengarang. Dengan kata lain gaya adalah pribadi pengarang itu sendiri. Dan sebagai pribadi, ia berada secara khas di dunia ini. Ia tak bisa lain dari dirinya. Gaya merupakan cara pengungkapan seorang pengarang yang khas. Gaya seorang pengarang tidak akan sama bila dibandingkan dengan pengarang lain. Secara sederhana, gaya dapat didefinisikan sebagai cara pemakaian bahasa yang khas oleh seorang pengarang. Dalam artian ini, semua pengarang masing-masing memiliki gayanya sendiri-sendiri (Setyaningsih, 2003:33). Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan gaya adalah kemampuan seorang pengarang dalam memilih atau menggunakan bahasa sehingga terdapat kesesuaian dan ketepatan watak pikiran dan perasaan sehingga menimbulkan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca. 2.3.2.6 Tema Menurut Staton (dalam Nurgiantoro, 2005:70) tema sebagai makna sebuah cerita yang secara khusus menerangkan sebagian besar unsurnya dengan cara yang sederhana. Tema suatu karya sastra dapat tersusun dan dapat pula tersirat. Selanjutnya Suharianto (1982:28) mengatakan: Tema sering disebut juga dasar cerit; yakni pokok permasalahan yang mendominasi suatu karya sastra. Ia terasa dan mewarnai karya sastra tersebut dari halaman pertama hingga halaman terakhir. Hakikatnya tema adalah permasalahan yang merupakan titik tolak pengarang dalam

32 menyusun cerita atau karya sastra tersebut, sekaligus merupakan permasalahan yang ingin dipecahkan pengarang dengan karyanya itu. adalah: Menurut Scharbach (dalam Aminuddin 1987:91) mengemukakan tema Kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa fiksi oleh pengarangnya, maka untuk memahami tema pembaca terlebih dahulu harus memahami unsur-unsur signifikan yang membangun suatu cerita, menyimpilkan makna yang dikandungnya, serta mampu menghubungkannya dengan tujuan penciptaan pengarangnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa tema adalah unsur yang mendasari sebuah cerita dan memegang pokok permasalaan dalam cerita. Tema merupakan ide gagasan yang memunculkan sebuah cerita. 2.3.2.7 Amanat atau moral Pengertian mengenai amanat diungkapkan oleh Kenny (dalam Nurgiantoro, 2005:320) yaitu: Dalam sebuah karya sastra, moral dapat juga diartikan sebagai amanat. Moral, seperti halnya tema, dilihat dari segi dikhotomi bentuk isi karya sastra merupakan unsur isi. Ia merupakan sesuatu yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam sebuah karya sastra, makna yang disarankan lewat cerita. Moral, kadang-kadang diidentikan pengertiannya dengan tema walau sebenarnya tidak selalu menyaran pada maksud yang sama. Moral dan tema, karena keduanya merupakan sesuatu yang terkandung, dapat ditafsirkan, diambil dari cerita, dapat dipandang sebagai memiliki kemiripan. Namun, tema bersifat lebih kompleks daripada moral di samping tidak memiliki nilai langsung sebagai saran yang ditujukan kepada pembaca. Moral, dengan demikian, dapat dipandang sebagai salah satu wujud tema dalam bentuk yang sederhana, namun tidak semua tema merupakan moral.

33 Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang ingin disampaikan kepada pembaca (Nurgiantoro, 2005:321). Selanjutnya, Kenny (dalam Nurgiantoro 2005:321) mengemukakan kembali pengertian tentang amanat, yaitu: Moral dalam cerita biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil (dan ditafsirkan) lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Ia merupakan petunjuk yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah penbaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan, yang diamanatkan. Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, message (Nurgiantoro, 2005:321). Selanjutnya, menurut Nurgiantoro (2005:322) moral atau amanat dalam karya sastra adalah: Moral dalam karya sastra, atau hikmah yang diperoleh pembaca lewat sastra, selalu dalam pengertian yang baik. Dengan demikian, jika dalam sebuah karya sastra ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh yang kurang terpuji, baik mereka berlaku sebagai tokoh antagonis maupun protagonis, tidaklah berarti bahwa pengarang demikian. Sikap dan tingkah laku tokoh tersebut hanyalah model, model yang kurang baik, yang sengaja ditampilkan justru agar tidak diikuti, atau minimal tidak dicenderungi, oleh pembaca. Pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah sendiri dari cerita tentang tokoh jahat itu. Berdasarkan penjelasan mengenai pengertian amanat atau moral yang dikemukakan beberapa tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa amanat atau moral dalam karya sastra adalah makna yang terkandung dalam karya sastra, berupa

34 pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca sebagai hasil dari pandangan hidup pengarang. 2.4 Teknik Latihan Terbimbing Pada dasarnya teknik yang digunakan dalam suatu pembelajaran mengacu pada cara-cara atau alat-alat yang digunakan seorang guru dalam kelas sebagai taktik untuk mencapai tujuan langsung dalam pelaksanaan pengajaran di kelas pada waktu itu. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik latihan terbimbing. Teknik latihan terbimbing pada penelitian ini adalah suatu cara untuk memperoleh ketangkasan melalui suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus secara sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya agar tercapai keterampilan untuk dapat memahami dirinya, keterampilan untuk menerima dirinya, keterampilan untuk mengarahkan dirinya, dan keterampilan untuk merealisasikan dirinya sesuai dengan potensi atau keterampilannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Untuk menunjang keberhasilan penggunaan teknik latihan terbimbing dalam pembelajaran keterampilan menulis cerpen diperlukan guru yang benarbenar berkompeten dalam bidangnya, yaitu guru yang menguasai keterampilan mengajar dan menguasai sastra. Bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang, baik pria meupun wanita, yang terlatih dengan baik dan memiliki kepribadian dan pendidikan yang memadahi kepada seseorang, dari semua usia

35 untuk membantunya mengatur kegiatan, keputusan sendiri, dan menanggung bebannya sendiri (Crow&Crow dalam Mugiarso 2004:2). Kegiatan bimbingan bukan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara kebetulan, insidenal, sewaktu-waktu tidak sengaja, atau asal saja, melainkan suatu kegiatan yang dilakukan dengan sistematis, sengaja, berencana, terus-menerus, dan terarah pada tujuan. Teknik latihan terbimbing yang digunakan dalam proses pembelajaran akan menciptakan kondisi siswa yang aktif. Dalam menggunakan teknik tersebut guru harus berhati-hati karena hasil dari suatu latihan terbimbing akan tertanam dan kemudian akan menjadi kebiasaan pada siswa. Selain untuk menanamkan kebiasaan, teknik latihan terbimbing juga dapat menambah kecepatan, ketepatan, dan kesempurnaan dalam melakukan sesuatu, serta dapat pula dipakai sebagai suatu cara untuk mengulangi bahan yang telah dikaji. Ada beberapa kelebihan yang dimiliki oleh teknik latihan terbimbing, antara lain 1) memberikan kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan ide yang ada pada dirinya; 2) memupuk daya nalar siswa; 3) dapat mengembangkan sikap kritis dan berpikir efektif; 4) siswa dapat lebih aktif dalam kegiatan belajar; 5) meringankan beban guru dalam mengajar; 6) kegiatan pembelajaran tidak membosankan siswa; 7) meningkatkan terjalinnya interaksi dua arah dalam proses pembelajaran; 8) dapat memupuk, mengembangkan, dan mengkomunikasikan pengalaman belajar, dan 9) meringankan beban guru dalam proses belajar (Maulana, 2005:26-30)

36 2.5 Ilustrasi Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesi ilustrasi diartikan sebagai penjelasan tambahan berupa contoh, bandingan, dsb untuk lebih memperjelas paparan (tulisan dsb). Selanjutnya, menurut Sujanto (1988:14) yang dimaksud dengan ilustrasi adalah penggunaan contoh-contoh, fakta-fakta, lelucon, sampel, dan informasi lainnya untuk membangun suatu generalisasi yang meyakinkan dan lebih bersifat persuasif. Jadi dapat disimpulkan bahwa ilustrasi adalah penjelasan yang berupa contoh-contoh, fakta-fakta, lelucon, sampel, dan informasi lainnya untuk membangun suatu generalisasi yang lebih meyakinkan. 2.6 Tokoh Idola Tokoh idola merupakan seseorang yang sangat dikagumi oleh penggemarnya. Kekaguman itu dapat ditimbulkan oleh beberpa hal antara lain kekagumannya terhadap kepandaian atau kecerdasan yang dimiliki, kebaikannya, prestasi-prestasi yang dimiliki, hasil karya yang diciptakan dan sebagainya. Tidak jarang terkadang seseorang yang mengagumi tokoh idolanya akan menirukan atau mencontoh hal-hal yang ia sukai dari tokoh idolanya. Tokoh idola adalah bagian penting dari identitas yang paling sejati dari seseorang. Figur idola menjadi miniatur dari idealisme, kristalisasi dari berbagai falsafah hidup yang diyakini.

37 Menciptakan idola dari tokoh dalam sejarah adalah hal yang cukup sulit. Tokoh sejarah hanya digambarkan dalam bentuk cerita-cerita, tidak bersentuhan secara empirik dengan realitas yang sedang kita alami. Gambaran dalam sejarah tidak sekonkrit ketika seseorang secara langsung bertemu atau merasakan sendiri bagaimana sepak terjang tokoh itu. Diperlukan penciptaan momen yang tepat agar sejarahnya hadir, menyentuh dan meninggalkan pengaruh semi-empirik terhadap seseorang. Seseorang lebih mudah mencintai ayah, ibu, saudara atau temannya daripada mencintai tokoh-tokoh yang ada dalam sejarah, karena ada interaksi langsung dengan mereka. Lebih mudah mengidolakan tokoh yang berada di sekeliling kita daripada mengidolakan tokoh sejarah. Kita bisa bersentuhan langsung dengan kiprah dan kepribadian orang-orang yang berada di sekeliling kita. Mereka lebih mudah mengisi ruang pikiran dalam hidup kita daripada tokoh sejarah (http://www.sidogiri.comjmodules.php?name=news&file=article7sid=503). Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh idola adalah seseorang yang sangat dikagumi karena hal-hal yang ada pada dirinya (fisik, kepandaian, kecerdasan, kebaikan, prestasi, dan sebagainya) yang dapat memberikan pengaruh terhadap kehidupan orang yang mengaguminya.

38 2.7 Menulis Cerita Pendek dengan Teknik Latihan Terbimbing Berdasarkan Ilustrasi Tokoh Idola Pembelajaran cerita pendek merupakan bagian pengajaran sastra yang hakikatnya merupakan seni, sehingga dalam pembelajarannya harus berkaitan dengan rasa (menyentuh rasa). Menulis cerpen merupakan suatu keterampilan bersastra yang sangat menyenangkan. Keterampilan menulis cerpen yang baik tidak dapat diperoleh begitu saja oleh seseorang tanpa latihan yang baik secara terus-menerus. Untuk memperoleh keterampilan menulis cerpen yang baik perlu adanya latihan dan bimbingan dari seorang guru yang berkompeten dalam bidangnya. Teknik latihan terbimbing merupakan cara untuk memperoleh ketangkasan melalui suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus secara sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya dengan tujuan tertentu. Dalam hal ini, bimbingan dilakukan oleh guru kepada siswanya agar dapat menulis cerpen dengan baik. Teknik menulis cerpen dengan latihan terbimbing berdasarkan ilustrasi tokoh idola dalam penelitian ini diartikan sebagai menulis cerpen berdasarkan kisah nyata yang berupa pengalaman orang lain, dalam hal ini dapat diambil dari kisah nyata tokoh idolanya yang paling menarik untuk dijadikan ide untuk dikembangkan menjadi sebuah cerpen dengan bimbingan dari seorang guru. Oleh karena itu, peranan guru menjadi sangat penting guna pelaksanaan pembelajaran dengan latihan terbimbing agar siswa mendapat pengarahan untuk memudahkannya dalam menulis cerpen.

39 Kisah nyata dari tokoh idola yang paling menarik dapat diambil dari pengalaman yang menyedihkan atau pengalaman yang membahagiakan. Yang perlu diingat dalam hal ini adalah bahwa kisah nyata tokoh idolanya itu hanyalah sebuah ide untuk dikembangkan menjadi cerpen. Sebagai ide, kita bebas untuk mengembangkannya. Mau kita ubah ceritanya, ditambahi, dikurangi, dan seterusnya, semua terserah kita. Tak ada yang melarang karena kisah nyata itu bukan sebuah sejarah, hanya peristiwa sehari-hari yang biasa. Dari penjelasan di atas, bukan berarti kita tidak boleh membuat cerpen yang isinya sama persis dengan kisah nyatanya. Tetapi yang dimaksud dalam topik ini adalah kita jangan sampai berpikir bahwa cerpen yang kita tulis tidak boleh merubah sedikit pun kisah nyata tersebut. Sebab, sekali lagi kisah nyata tersebut bukan sebuah sejarah. Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam mengubah sebuah kisah nyata menjadi cerpen:1) Carilah bagian dari kisah nyata itu yang kita anggap paling menarik. Bagian yang kurang menarik, atau tidak menarik sama sekali, lupakan saja; 2) Galilah bagian yang menarik tersebut, lalu kembangkan ceritanya sesuai keinginan; dan 3) Kalau perlu, carilah sudut pandang yang unik, agar ceritanya menjadi lebih bagus. Setelah itu, kita bisa langsung menulis cerpennya. Saat menulis ini, kita sudah boleh membuang jauh-jauh si kisah nyata tersebut. Langkah pertama yang harus dilakukan dalam pembelajaran menulis cerpen dengan teknik latihan terbimbing berdasarkan ilustrasi tokoh idola adalah 1) guru memberikan contoh cerpen kepada siswa sebagai pengenalan awal, siswa

40 membaca dan mengamati contoh cerpen tersebut, siswa bersama guru mendiskusikan tentang unsur-unsur pembangun cerpen. 2) guru menjelaskan langkah-langkah apa saja yang dapat dilakukan dalam mengubah kisah nyata atau pengalaman tokoh idola menjadi sebuah cerpen yang dapat dijadikan ide untuk menulis cerpen. 3) guru membimbing siswanya agar mau dan mampu menulis cerpen dengan baik, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut yaitu arahkan siswa untuk dapat menemukan ide cerita dan merumuskannya menjadi sebuah tema, membuat garis besar atau outline dari jalan cerita, setelah garis besar dibuat, biarkan siswa bermain dengan imajinasinya untuk mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya, arahkan siswa untuk menentukan siapa tokoh utamanya, apa masalahanya, siapa anatagonisnya, bagaimana latar belakang ceritanya, bagaimana watak tokohnya, bagaimana alurnya, di mana klimaksnya, sudut pandang yang dipakai, dari mana cerita berawal, dan bagaimana cerita ditutup. 4) di saat siswa sedang bekerja, guru berkeliling melihat pekerjaannya, dan guru membantu siswa yang mengalami kesulitan, 5) menyunting hasil pekerjaan siswa. Kesulitan pada siklus I akan dijadikan tolak ukur untuk pembenahan pada siklus berikutnya. 2.8 Kerangka Berpikir Keterampilan menulis cerpen bukanlah suatu pekerjaan yang mudah untuk dilakukan. Pada umumnya siswa mengalami kesulitan untuk menentukan ide atau gagasan untuk dituangkan ke dalam sebuah cerpen. Oleh karena itu, agar kesulitan tersebut dapat diatasi perlu diterapkan teknik pembelajaran yang tepat serta

41 menarik perhatian siswa. Salah satu teknik yang digunakan adalah teknik latihan terbimbing berdasarkan ilustrasi tokoh idola. Teknik latihan terbimbing berdasarkan ilustrasi tokoh idola di dalam menulis cerpen diharapkan dapat memberikan kemudahan untuk membantu siswa dalam menentukan ide atau gagasan dalam menulis cerpen. Dengan adanya permasalahan tersebut peneliti melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) ini dilakukan melalui dua siklus yang terdiri atas empat tahap yaitu: perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Siklus I dimulai dari tahap perencanaan berupa rencana kegiatan menentukan langkah-langkah yang harus dilakukan peneliti untuk memecahkan masalah. Pada tahap tindakan, tindakan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah disusun. Tindakan yang dilakukan adalah melakukan pembelajaran menulis cerpen dengan teknik latihan terbimbing berdasarkan ilustrasi tokoh idola. Tahap observasi dilakukan ketika proses pembelajaran berlangsung. Hasil yang diperoleh dalam pembelajaran kemudian direflesikan. Kelebihan yang diperoleh dalam siklus I dipertahankan. Sedangkan kelemahan yang ada dicari solusinya dalam siklus II ini dengan cara memperbaiki perencanaan pada siklus II. Setelah memperbaiki perencanaan, pada tahap berikutnya tindakan dan observasi dilakukan sama dengan siklus I.