BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Lieben und arbeiten, untuk mencinta dan untuk bekerja.

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebahagiaan yang menjadi tujuan seseorang. Kebahagiaan autentik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu penyakit mematikan di dunia yang kemudian menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi

BAB 1 PENDAHULUAN. A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Acquired Immunice Deficiency Syndrome atau AIDS merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat hal tersebut menjadi semakin bertambah buruk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI. Menderita penyakit yang belum ada obatnya adalah merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) berarti kumpulan gejala dan

BAB I PENDAHULUAN. Syndrome (AIDS) adalah salah satu penyakit kronis dan juga penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, masalah kesehatan utama yang menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. selalu bergerak di luar sadar manusia. Artinya, manusia tidak sadar akan menderita

# kasus terbanyak ditemukan pada kelompok risiko tinggi termasuk pengguna narkoba suntik (penasun), pekerja seks dan pasangan/ pelanggannya, homoseksu

BAB I PENDAHULUAN. Semua orang menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Kebahagiaan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di

BAB 1 PENDAHULUAN. AIDS (Acquired Immunne Deficiency Syndrome) merupakan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 15% dari seluruh kanker pada wanita. Di beberapa negara menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Optimisme..., Binta Fitria Armina, F.PSI UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB IV ANALISIS, DISKUSI DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. usahanya tersebut. Profesi buruh gendong banyak dikerjakan oleh kaum

"#% tahun untuk membuka diri dan melakukan pemulihan bagi kesehatannya, subjek AA sudah 5 tahun hidup sebagai ODHA dan masih berusaha untuk memaafkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu kumpulan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hipertensi merupakan suatu kondisi apabila individu memiliki tekanan

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai gangguan postpartum depression. Depresi postpartum keadaan emosi

BAB I PENDAHULUAN. istri (Mangunsong, 1998). Survei yang dilakukan Wallis (2005) terhadap 900

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Depkes RI, 2006). Seseorang yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN orang orang orang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak terlepas dari interaksi dengan orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang bahagia. Kebahagiaan menjadi harapan dan cita-cita terbesar bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV dalam bahasa inggris merupakan singkatan dari. penyebab menurunnya kekebalan tubuh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bidang pelayanan kesehatan tempat yang mendukung rujukan dari pelayanan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

JOURNAL GAMBARAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK MEMILIKI ANAK PADA WANITA DENGAN HIV POSITIF DI KOTA BOGOR. Yunita Anggraeni, Fakultas Psikologi

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Pengalaman positif maupun negatif tidak dapat dilepaskan dalam. kehidupan seseorang. Berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebut

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. pasangan suami-istri. Bagi seorang wanita kehamilan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Tri Fina Cahyani,2013

BAB I PENDAHULUAN. Harapan bagi setiap wanita yang ada di dunia ini adalah untuk bisa

HUBUNGAN ANTARA RASA BERSYUKUR DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA PENDUDUK MISKIN DI DAERAH JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap kehidupan manusia pasti berhubungan dengan rasa bahagia dan rasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Terdapat hampir di semua negara di dunia tanpa kecuali Indonesia. Sejak

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) (WHO), Setiap tahun jumlah penderita kanker payudara bertambah sekitar tujuh

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak kasus pertama dilaporkan pada tahun 1981, Acquired Immune

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya. Seseorang yang mengalami peristiwa membahagiakan seperti dapat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. memiliki kesimpulan sebagai berikut : c) Ada hubungan antara kebahagiaan dengan kepuasan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan (Papalia, et. la., 2007). Setelah menikah laki-laki dan perempuan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. PT. Permata Finance Indonesia (PT. PFI) dan PT. Nusa Surya Ciptadana

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai

2016 GAMBARAN MOTIVASI HIDUP PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS DI RUMAH CEMARA GEGER KALONG BANDUNG

HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency. Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah (alasan dan temuan/teori pendukung)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari kesejahteraan. Mereka mencoba berbagai cara untuk mendapatkan kesejahteraan tersebut baik secara spiritual maupun dengan mencoba menganalisa dan memahami lebih dalam kehidupan pribadinya yang selama ini dijalankannya. Setiap individu mempunyai pengharapan bahwa dengan mendapatkan kesejahteraan tersebut maka individu dapat merasakan kebahagiaan ataupun Happiness dalam hidupnya. Bagaimanakah dengan ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS), apakah mereka bisa merasakan kebahagiaan dalam hidupnya seperti individu lainnya? Seperti diceritakan oleh sebuah blog warna-warni Bali mengenai seorang wanita terinfeksi virus HIV oleh suaminya yang walaupun telah menikah namun masih tetap menjalani pola hidup tidak sehat yaitu suka melakukan hubungan seks dengan pekerja seks komersil. Sebutlah namanya Renti yang tidak pernah membayangkan bila hidupnya akan kembali berwarna seperti sekarang. Sebelumnya Renti mengalami sakit yang luar biasa, ia mengalami diare berkepanjangan selama kurang lebih 2 (dua) bulan yang mengakibatkan cairan tubuhnya menjadi semakin berkurang dan membuat badanya semakin lemah.

Selanjutnya, beruntunglah Renti bertemu dengan relawan dari suatu organisasi swadaya masyarakat yang membawanya untuk melakukan pengobatan ke rumah sakit walau akhirnya dalam pengobatan tersebut ia mengetahui dirinya terinfeksi virus HIV. Dengan kekebalan tubuh yang semakin rendah, iapun menjalankan terapi antiretroviral untuk sakitnya tersebut dan dalam keadaannya ia tidak menyalahkan suaminya. Renti memilih untuk bersikap pasrah. Sementara itu, sebagai pasangan yang telah berkeluarga, Renti bersama suaminya tetap melakukan hubungan seksual hingga ia hamil. Hal ini membuatnya bahagia walaupun ada kekhawatiran terhadap bayi yang dikandung akan terpapar oleh virus HIV. Bahkan dengan kehadiran bayinya membuat Renti semakin merasakan kebahagiaan. Cerita dari Renti ini membuktikan bahwa ODHA di dalam kesukaran dan penderitaannya dapat juga merasakan kebahagiaan dalam hidupnya. Subjective Well-Being sendiri merupakan bagian dari Happiness. Aristoteles (dalam Bartens, 1993) menyebutkan bahwa kebahagiaan merupakan tujuan utama dari eksistensi manusia di dunia. Kebahagiaan itu sendiri dapat dicapai dengan terpenuhinya kebutuhan hidup dan ada banyak cara yang ditempuh oleh masing-masing individu. Orang bekerja untuk memperoleh penghasilan dan pencapaian karier. Orang berkeluarga untuk memenuhi kebutuhan akan cinta dan kasih sayang dan begitu pula orang belajar untuk memenuhi kebutuhan akan ilmu pengetahuan. Semua kegiatan tersebut dilakukan untuk memperoleh satu tujuan yaitu kebahagiaan. Demikian juga dengan Galati (2006) yang menyatakan bahwa

kebahagiaan dapat diartikan sebagai sebuah penilaian menyeluruh tentang kehidupan secara melengkap yang meliputi aspek kognitif dan afektif Istilah Happiness dan Subjective Well-Being sering digunakan bergantian (Diener & Bisswass, 2008). Ada peneliti yang menggunakan istilah Emotion Well- Being untuk pengertian sama (Snyder, 2007) akan tetapi lebih banyak peneliti yang menggunakan istilah Subjective Well-Being (Eid & Larsen, 2008). Diener (2000) telah melakukan studi tentang Subjective Well-Being dan menyebutkan bahwa Subjective Well-Being merupakan konstruk yang sama dengan kebahagiaan. Istilah Subjective Well-Being merupakan istilah ilmiah dari kebahagiaan dan lebih sering digunakan dalam penelitian-penelitian ilmiah. Selanjutnya, Jahoda et al (dalam Linley & Joseph, 2004) menyatakan bahwa Subjective Well-Being berkorelasi dengan beberapa hal yang menguntungkan seperti kemampuan yang lebih baik dalam melakukan Coping, meningkatkan kesehatan fisik, dan lamanya usia kehidupan seseorang (Lyubomirsky et al, dalam Linley & Joseph, 2004). Ciri-ciri orang yang bahagia atau memiliki Subjective Well-Being yang tinggi adalah seseorang yang lebih sering ceria, sedih hanya pada waktu-waktu tertentu dan secara umum puas dengan kehidupannya (Biswar-Diener, Diener, & Tamir, 2004). Van Hoorn (2007) secara spesifik menyebutkan bahwa Subjective Well- Being terdiri dari dua komponen yang terpisah yaitu bagian afektif yang merupakan evaluasi hedonis melalui emosi dan perasaan, serta bagian kognitif yang merupakan informasi berdasarkan penilaian seseorang akan harapannya terhadap kehidupan ideal. O Connor (1993) menyebutkan bahwa istilah kepuasan

hidup dapat juga mengacu pada Subjective Well-Being yaitu merupakan penilaian individual akan kebahagiaan atau kepuasan seseorang yang menggambarkan penilaian global atas aspek keseluruhan dalam hidup seseorang. Lebih lanjut, peneliti ingin melihat bagaimana kaitannya Subjective Well- Being pada ODHA, dimana hasil survey menyatakan bahwa ODHA mengalami ketakutan dan keputusasaan ketika mengetahui bahwa dirinya terinfeksi HIV/AIDS. Ketakutan tersebut biasa dikaitkan dengan kondisi kesehatan mereka selanjutnya dan muncul karena kurangnya informasi mengenai HIV/AIDS itu sendiri. Berdasarkan beberapa hasil survey dapat diambil kesimpulan bahwa ODHA mengalami ketakutan, putus asa hingga depresi yang menunjukkan ketidakbahagiaan yang mereka rasakan karena mereka lebih merasakan afek negatif. Padahal sedikitnya afek positif (seperti kebahagiaan) yang dirasakan berhubungan dengan banyaknya gangguan psikologis yang ada (Carr, 2004). Namun demikian, di lapangan ditemukan bahwa terdapat ODHA yang meskipun mengalami gangguan psikologis seperti ketakutan dan kecemasan di awal diagnosa HIV, seiring dengan penerimaan diri dan penyesuaian yang dilakukan, mereka dapat kembali merasakan kebahagiaan. Mendukung hasil survey tersebut, Schimoff (2008) menyatakan bahwa tidak jarang, energi ketidakbahagiaan yang dirasakan dapat membuat individu mempertanyakan mengenai kualitas kehidupannya, karena mereka tidak ingin terus menerus berada dalam ketidakbahagiaan. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Frankl (dalam Seligman, 2004) bahwa individu memiliki kebebasan dalam situasi apapun termasuk untuk bahagia atau tidak.

Seperti penuturan salah satu ODHA yang telah dapat menerima dirinya dan dapat merasakan sikap positif berikut ini : Saya tidak kehilangan martabat saya sebagai manusia hanya karena saya terinfeksi HIV. Saya bangga atas diri saya sendiri, atas usaha saya menghadapi hidup sebaik kemampuan saya. Saya sayang pada diri saya sendiri, dan tidak perlu ada rasa malu atau rasa bersalah yang mengikat langkah saya. Dan bagi saya, jika saya meninggal karena HIV, bukan berarti saya lebih hina daripada orang yang meninggal karena sakit jantung atau kanker atau yang lainnya. (Suzanna Murni, pendiri Yayasan Spiritia) Permasalahan lain yang dihadapi oleh ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) seperti dituturkan oleh Kaunang (Media Indonesia, 2006) adalah stigmatisasi dan diskriminasi. Stigmatisasi dan diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS ternyata 30% dilakukan oleh petugas kesehatan dan 70% dilakukan oleh pihak instansi, organisasi pemerintah dan masyarakat tertentu. Hal ini terjadi dari hak untuk memperoleh pengobatan, tempat berobat dan dirawat hingga asuransi kesehatan serta perlakuan-perlakuan diskriminasi dalam masyarakat. Banyak rumah sakit atau petugas kesehatan yang menolak untuk merawat penderita setelah diketahui status medisnya. Berbagai macam alasan terjadinya stigmatisasi dan diskriminasi disebabkan oleh ketidaktahuan, ketakutan berlebihan dan solidaritas yang menipis serta belum terciptanya empati dari masyarakat terhadap ODHA. Hidup seorang ODHA sangat tertekan, karena sudah divonis dari virus yang tidak dapat disembuhkan dan pemberian stigma serta diskriminasi dari

masyarakat. Meraka akan merasa hidupnya tidak berarti. Pandangan dan harapan masa depan menjadi suram dan gelap dimana hasil dari usahanya menjadi sangat buruk, sehingga memicu perilaku bunuh diri (Preau, dkk., 2008). Dalam masa seperti itu, seorang ODHA sangat membutuhkan sebuah dukungan sosial, seperti tersedianya bantuan dan hiburan dari keluarga atau teman. Dukungan sosial sangat penting bagi mereka karena adanya pemberian kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diterima oleh seseorang dari orang lain atau kelompok (Sarafino, 2006). Dukungan ini bisa berasal dari pihak manapun yang merupakan Significant Others bagi orang yang menghadapi masalah atau situasi stress seperti orang tua, pasangan, sahabat, rekan kerja ataupun dokter dan komunitas organisasi (DiMatteo, M. Robin, 1991) Dengan demikian, agar pemberian dukungan sosial tersebut bermanfaat bagi ODHA, maka perlu diperhatikan lima dimensi yang terdapat pada dukungan sosial menurut Schwarzer dan Schulz (dalam Schwarzer, et.,al 2004), yaitu persepsi akan dukungan sosial yang tersedia, dukungan yang diterima, kebutuhan akan dukungan, upaya pencarian dukungan dan memperkuat perlindungan dari dukungan yang tersedia. Sehubungan dengan adanya dukungan tersebut, ODHA menumbuhkan sikap positif dari dalam dirinya untuk mampu bertahan dengan tetap memiliki harapan-harapan yang baik akan masa depan, bahkan dengan penyakit yang dihadapinya. Individu yang memiliki pola pandang positif akan memiliki kepercayaan dan pengharapan terhadap masa depan yang lebih baik meskipun mengalami banyak tantangan dan kemalangan hingga sikap optimisme muncul

(Scheier & Carver, dalam Snyder, 2002). Optimisme dapat mengarahkan seseorang untuk mengatasi stress dengan lebih efektif dan bisa menurunkan resiko jatuh sakit (Scheiver, dkk,.1994, dalam Taylor, 2009). Fakta lain mengungkapkan bahwa keuntungan dan manfaat dukungan sosial juga muncul dari persepsi bahwa dukungan sosial tersebut dibutuhkan dan tepat bagi ODHA. Dukungan sosial memiliki peranan penting pada ODHA agar dapat merasakan kebahagiaan karena tidak semua individu memiliki persepsi yang sama akan dukungan yang tersedia. Dukungan yang diterima serta kebutuhan akan dukungan tiap individupun berbeda, mereka juga memiliki cara dan upaya yang berbeda dalam mencari dukungan. Oleh karena itu, sangat diperhatikan dukungan sosial yang akan diberikan agar sesuai dengan kebutuhan ODHA sehingga menghindarkan ODHA dari pesimis. Melihat banyaknya penelitian dan fenomena yang menunjukkan hubungan erat antara dukungan sosial dan Subjective Well-Being pada ODHA, peneliti tertarik untuk menelaah lebih lanjut tentang hubungan tersebut pada individu, lembaga-lembaga yang mempunyai klien maupun staf pendamping yang mempunyai status ODHA. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah yang akan dirumuskan dalam penelitian ini adalah : Apakah ada hubungan antara dukungan sosial dengan Subjective-Well Being pada ODHA?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dan tujuan yang ingin dicapai adalah Untuk mengetahui hubungan antara Dukungan Sosial dengan Subjective Well-Being pada ODHA. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu kajian dan referensi dalam ilmu psikologi guna memperkaya pengetahuan menyangkut hubungan dukungan sosial dan Subjective Well-Being pada ODHA. 1.4.2 Manfaat Praktis Memberikan gambaran dan pemahaman kepada komunitas pemerhati ODHA seperti para tenaga professional (seperti psikolog, konselor, guru dan lain sebagainya) yang terlibat dalam penanganan dan memberikan dukungan pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) bagaimana hubungan antara dukungan sosial dan Subjective Well-Being. 1.5 Sistematika Penulisan 1. Pendahuluan Pada bab ini, penulis menjelaskan latar belakang masalah atau alasan yang menyebabkan penulis memilih hal ini sebagai topik penelitian. Kemudian terdapat perumusan masalah yang ingin diteliti, tujuan

diadakannya penelitian, manfaat yang diharapkan dapat diperoleh melalui hasil penelitian, dan sistematika penulisan penelitian. 2. Kajian Pustaka Bab ini berisi teori atau studi literatur yang dapat menjelaskan permasalahan dalam penelitian ini, mencakup teori dukungan sosial, Subjective-Well-Being dan HIV/AIDS, hipotesis penelitian dan kerangka pemikiran. 3. Metode Penelitian Pada bab ini, jenis dan desain penelitian, variabel penelitian, hubungan antara variabel penelitian, Subjek penelitan, definisi operasional variabel penelitian, motode pengumpulan data, instrumen penelitian, pengolahan dan analisis data dan prosedur penelitian dukungan sosial dan Subjective Well-Being, tipe serta desain penelitian kuantitatif. 4. Hasil Penelitian Pada bab ini, penulis menguraikan gambaran umum subjek, hasil penelitian dan pembahasan. 5. Kesimpulan, Diskusi dan Saran. Bab ini berisi kesimpulan kesimpulan yang dapat ditarik penulis dari hasil analisis penelitian. Kemudian penulis juga mengemukakan diskusi, yang berisi hal hal menarik yang ditemukan penulis selama penelitian dilakukan. Terakhir, penulis memberikan saran yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya