BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 2000, Banten merupakan wilayah pemekaran dari Jawa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang No 22 Tahun 1999 dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. dari amanah yang diemban pemerintah dan menjadi faktor utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Seperti halnya pengeluaran-pengeluaran

BAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

I. PENDAHULUAN. Kebijakan Otonomi Daerah yang saat ini sangat santer dibicarakan dimana-mana

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. upaya yang berkesinambungan yang meliputi pembangunan masyarakat, bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan umum UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan kewajiban setiap orang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. makro ekonomi. Tinggi rendah angka pembangunan dilihat dari trend

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita diproduksi

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

ABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

I. PENDAHULUAN. pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan insfratruktur menjadi tolak ukur kemajuan suatu daerah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2000, Banten merupakan wilayah pemekaran dari Jawa Barat berdasarkan keputusan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000. Kota Serang menjadi Pusat pemerintahannya. Dengan jadinya Provinsi Banten maka akan adanya APBD untuk mengelola keuangan daerah tersebut. Hal ini membuat berlakunya otonomi daerah di Provinsi tersebut. Sehingga, Provinsi Banten merupakan daerah otonom di Indonesia. Daerah otonom diartikan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu, yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi Daerah bertujuan agar setiap daerah dapat mandiri dalam melakukan pembangunan daerahnya dalam bentuk biaya modal guna menambah asset tetap daerah. Kebijakan otonomi daerah merupakan hak dan wewenang daerah otonom untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri disegala bidang dengan seminimal mungkin campur tangan dari pemerintah pusat namun dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 1

2 Lahirnya Provinsi Banten tidak terlepas dari perkembangan masing-masing kabupaten/kota yang ada di dalamnya, dimana masih terjadi perbedaan kegiatan ekonomi yang berbeda-beda di setiap kabupaten/kota yang berakibat kecilnya nilai pendapatan yang dihasilkan masing-masing daerah, sehingga terjadi ketimpangan dalam hal kesenjangan sosial yang termasuk akses jalur ke kabupaten/kota masingmasing sangat berbeda keadaannya. Fenomena penelitian ini adalah adanya ketimpangan akses jalur (salah satunya jalan) antar kabupaten/kota di Provinsi Banten, yang disebabkan oleh kondisi jalan yang buruk dan sudah rusak serta akses jalan yang berbeda sehingga berpengaruh terhadap roda perekonomian wilayah tersebut. Belanja modal biasanya digunakan membangun jalan sebagai asset tetap yang dapat digunakan masyarakat daerah tersebut untuk berbagai kegiatan yang bertujuan meningkatkan produktivitas ekonomi daerah tersebut. Kondisi jalan juga akan mendorong terjadinya peningkatan produktivitas bagi faktor-faktor produksi, dan sebaliknya apabila diabaikan akan menurunkan produktivitas. Berikut ini adalah tabel tentang kondisi jalan dan jenis permukaan jalan yang ada di Provinsi Banten.

3 Tabel 1.1 Panjang Jalan Provinsi Menurut Kondisi Jalan (km) Kondisi Jalan Panjang Jalan Provinsi Menurut Kondisi Jalan (km) 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Baik 279.61 354.51 429.42 229.65 384.79 384.79 Sedang 347.9 253.32 215.54 380.21 194.32 194.32 Rusak 142.58 162.26 128.55 174.39 60.31 60.31 Rusak Berat - - 79.38 68.64 213.47 213.47 Jumlah 770.09 476.49 852.89 852.89 852.89 852.89 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Banten Tabel 1.2 Panjang Jalan Provinsi Menurut Jenis Permukaan (km) Jenis Permukaan Panjang Jalan Provinsi Menurut Jenis Permukaan (km) 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Diaspal 758.91 666.22 660.72 736 504.91 - Kerikil - - 1.5 - - - Tanah - - 19.44 - - - Beton - 103.87 171.23 116.89 41.11 - Tidak Dirinci 11.18 - - - 306.86 - Jumlah 770.09 770.09 852.89 852.89 852.89 1329.38 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Banten

4 Dari tabel-tabel di atas bisa diartikan bahwa masih banyak kondisi jalan yang sangat rusak cukup banyak, padahal dana untuk anggaran belanja modal yang digelontorkan pemerintah cuada kondisi jalan rusak berat sejak tahun 2010 sampai 2011, tapi pada tahun 2012 kondisi jalan rusak sangat memprihatinkan yaitu sepanjang 79.38 km dan berhasil turun pada tahun 2013, akan tetapi naik kembali bahkan secara drastis pada tahun 2014 dan beranjak tetap pada tahun 2015. Provinsi Banten terdiri atas 4 kabupaten dan 4 kotamadya. Daftar kabupaten, dan kotamadya di Provinsi Banten, beserta ibu kota terdapat di lampiran 1. Secara geografis, Banten memang memiliki posisi yang strategis karena menjadi penghubung antara Jawa dan Sumatera. Dengan posisinya yang sangat strategis dan potensial secara ekonomi, Banten menjadi salah satu daerah yang baik untuk membangun sarana dan prasarana termasuk jalan yang sumber dananya berasal dari belanja modal. Bahkan saat ini nama Banten akan semakin melambung jika megaproyek Jembatan Selat Sunda yang menghubungkan Pulau Jawa dan Sumatra dibangun. Hal tersebut akan membuat akses yang baik bagi masyarakat dan akan menjadi asset pemerintah jika benar-benar dibangun. Yang terbaru adalah Banten berencana mengembangkan wilayah Bojanegara sebagai KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) dengan dukungan Pelabuhan Bojanegara yang digadang-gadang bakal menandingi Pelabuhan Singapura. Kalau rencana ini terwujud, maka akan banyak sektor yang terlibat, baik hulu maupun

5 hilir. Ambil contoh perdagangan, industri, pariwisata, perhubungan, tak terkecuali kelautan dan perikanan. KEK Bojanegara juga diyakini akan memberikan efek ke pertumbuhan ekonomi yang luar biasa bagi Banten. Manajemen keuangan daerah yang tercermin dalam APBD merupakan media utama pemerintah daerah dalam melakukan alokasi sumberdaya daerah secara optimal, sekaligus merupakan media yang dapat digunakan untuk mengevaluasi prestasi pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan di daerah. Sebagai media utama maka setiap pengeluaran pemerintah harus diperuntukan untuk kepentingan publik dan wajib dipertanggungjawabkan. Dalam proses penyusunan sampai implementasinya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) memiliki berbagai permasalahan, salah satunya adalah pengalokasian sumber-sumber pendapatan daerah yang diperuntukan untuk kepentingan publik, baik alokasi dana untuk belanja langsung maupun tidak langsung. Sejalan dengan pembagian kewenangan yang disebutkan di atas maka pengaturan pembiayaan Daerah dilakukan berdasarkan azas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan azas desentralisasi dilakukan atas beban APBD, pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelaksanaan azas dekonsentrasi dilakukan atas beban APBN dan pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka tugas pembantuan dibiayai atas beban anggaran tingkat pemerintahan yang menugaskan.

6 Dalam konteks pengelolaan keuangan negara, termasuk keuangan daerah, pengeluaran yang menjadi sorotan publik adalah pengeluaran dalam bentuk belanja modal. Sorotan publik tersebut cukup beralasan karena, setiap alokasi sumberdaya keuangan merupakan salah satu bentuk pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya. Hal ini merupakan pencerminan dari kepercayaan publik atau masyarakat terhadap pemerintah dalam mengelola dana publik. Dana dari Pemerintah Pusat digunakan oleh Pemerintah Daerah secara efektif dan efisien untuk meningkatkan pelayanan kepada publik (dapat digunakan untuk meningkatkan belanja modal). Menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia NOMOR 127/PMK.02/2015 Belanja Modal merupakan Pengeluaran untuk pembayaran perolehan aset tetap dan/ atau aset lainnya atau menambah nilai aset tetap dan/ atau aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi dan melebihi batas minimal kapitalisasi aset tetap/ aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk memperoleh asset tetap dan asset lainnya yang memberikan manfaat lebih dari periode akuntansi. Pengalokasian belanja modal merupakan hal yang penting karena belanja modal pemerintah daerah difokuskan untuk menambah aset daerah yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan terhadap publik. Jika investasi belanja modal meningkat, maka penyelenggaraan pelayanan publik akan lebih baik. Ada beberapa belanja pemeliharaan yang

7 memenuhi persyaratan sebagai belanja modal yaitu apabila pengeluaran tersebut mengakibatkan bertambahnya masa manfaat, kapasitas, kualitas, dan volume aset yang telah dimiliki dan pengeluaran tersebut memenuhi batasan minimum nilai kapitalisasi aset tetap/aset lainnya. Pendelegasian wewenang dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah disertai dengan pengalihan dana, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia. Pengalihan dana dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah diwujudkan dalam bentuk dana perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Pemerintah daerah harus mampu mengalokasikan anggaran belanja modal dengan baik karena belanja modal merupakan salah satu langkah bagi Pemerintah Daerah untuk memberikan pelayanan kepada publik. Untuk dapat meningkatkan pengalokasian belanja modal, maka perlu diketahui variable-variabel yang berpengaruh terhadap pengalokasian belanja modal, seperti Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Penelitian yang dilakukan oleh Lembaga SMERU tahun 2008 mengungkapkan bahwa kebanyakan Pemda menggunakan sebagian besar DAU untuk membiayai belanja birokrasi, sementara sebagai sumber utama belanja modal, terutama untuk pembangunan sarana dan prasarana fisik, pemda mengandalkan DAK.

8 Yang menjadi acuan saya dalam meneliti penelitian tentang belanja modal ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Diah Sulistyowati (2011) yang menyatakan bahwa Dana Alokasi Khusus Berpengaruh Negatif Terhadap Alokasi Belanja Modal. Sedangkan Dana Alokasi Umum, Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Berpengaruh Positif Terhadap Alokasi Belanja Modal. Penelitian yang dilakukan Askam Tuasikal (2008) menyatakan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Berpengaruh Terhadap Belanja Modal Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Indonesia. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Tri Yulianita Hidayati (2014) menyatakan bahwa Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh tidak signifikan terhadap Realisasi Anggaran Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan terhadap Realisasi Anggaran Belanja Modal, Dana Alokasi Umum berpengaruh signifikan terhadap Realisasi Anggaran Belanja Modal, Dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh tidak signifikan terhadap Realisasi Anggaran Belanja Modal. Penelitian ini dilakukan atas dasar adanya research gap tersebut. Research gap tersebut adalah tidak berpengaruh positif antara PDRB dengan Belanja Modal dan untuk juga membuktikan bahwa memang adanya pengaruh antara DAK dan DAU tehadap Belanja Modal.

9 Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah data yang akan diteliti adalah Laporan Realisasi APBD Provinsi Banten tahun 2010 hingga 2015 dari Kabupaten/Kota di Provinsi Banten yang mencangkup besarnya nilai Belanja Modal, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Pemilihan periode waktu tersebut karena dengan menggunakan data 6 tahun terakhir dari penyusunan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi yang relevan untuk kondisi Belanja Modal saat ini. Peneliti ingin mengetahui apakah variable-variabel yang sudah ditentukan akan berpengaruh positif terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal. Oleh karena itu untuk membuktikannya penulis melakukan penelitian dengan mengangkat judul Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Terhadap Belanja Modal Daerah Di Kabupaten/Kota Provinsi Banten Tahun 2010-2015.

10 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dibahas sebelumnya Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) di Kabupaten/Kota Provinsi Banten memberikan kontribusi yang cukup besar dalam Belanja Modal Daerah. Dari rumusan masalahan tersebut maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Apakah Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh terhadap Belanja Modal Daerah di Kabupaten/Kota Provinsi Banten? 2. Apakah Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh terhadap Belanja Modal Daerah di Kabupaten/Kota Provinsi Banten? 3. Apakah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh terhadap Belanja Modal Daerah di Kabupaten/Kota Provinsi Banten?

11 C. Tujuan Dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakakan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk : a. Menguji secara empiris pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh terhadap Belanja Modal Daerah di Kabupaten/Kota Provinsi Banten b. Menguji secara empiris pengaruh Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh terhadap Belanja Modal Daerah di Kabupaten/Kota Provinsi Banten c. Menguji secara empiris pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh terhadap Belanja Modal Daerah di Kabupaten/Kota Provinsi Banten 2. Kontribusi Penelitian Melalui penelitian ini, diharapkan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi peneliti sendiri, bagi masyarakat, bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti tersebut, antara lain : a. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan wawasan mengenai peran dan kontribusi Belanja Modal, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Belanja Modal.

12 b. Kabupaten/kota di provinsi Banten yang terkait dapat dijadikan sebagai bahan masukan guna meningkatkan peran dan kontribusi Belanja Modal, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sehingga dapat meningkatkan pelayanan kepada publik. c. Dapat digunakan oleh Pemerintah sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan kebijakan diwaktu yang akan datang. d. Bagi masyarakat, penelitian ini diharap dapat memberikan informasi tentang besarnya Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh terhadap belanja modal daerah di Kabupaten/Kota Provinsi Banten terhadap proses pembangunan daerah sehingga masyarakat taat dan patuh terhadap hukum. e. Untuk melengkapi penelitian serupa yang telah dilakukan terdahulu serta membuktikan apakah dengan variabel yang lebih spesifik akan tetap mendukung hasil dari penelitian sebelumnya.

13 f. Bagi akademisi, penelitian ini dapat menambah referensi dan mendorong dilakukannya penelitian-penelitian akuntansi sektor publik dan hasil penelitian ini akan dapat memberikan sumbangan bagi penelitian berikutnya.