PENJAJAHAN TV TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK Oleh : Lukman Aryo Wibowo, S.Pd.I. 1 Siapa yang tidak kenal dengan televisi atau TV? Hampir semua orang kenal dengan televisi, bahkan mungkin bisa dibilang akrab dengan benda yang bernama TV. Televisi merupakan sebuah media telekomunikasi terkenal yang berfungsi sebagai penerima siaran gambar bergerak beserta suara, baik itu yang hitam-putih (monokrom) ataupun berwarna. Karena televisi selain menarik, juga bisa memberikan berbagai informasi, pengetahuan, dan hiburan. Saat ini TV merupakan media massa elektronik yang mampu menyebarkan informasi dengan cepat dan mampu menjangkau berbagai kalangan pemirsa dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu yang bersamaan. Kehadiran televisi sesungguhnya telah menimbulkan berbagai fenomena, khususnya bagi anak-anak. TV sudah menjadi sahabat atau bahkan pengasuh bagi anak-anak. Pengaruh Media terhadap anak semakin besar, teknologi semakin canggih dan intensitasnya semakin tinggi. Padahal orang tua tidak punya cukup waktu untuk terus meperhatikan, mendampingi dan mengawasi anaknya. Anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu menonton TV dibandingkan dengan melakukan hal-hal lain yang lebih produktif dan bermanfaat. Dalam waktu seminggu anak-anak menonton TV kurang lebih 170 jam. Dan apa yang anak-anak pelajari selama itu?. Anak-anak hanya belajar untuk duduk diam (Pasif) di rumah dan menonton, bukan bermain di luar dan beraktifitas secara aktif. Sehingga hal ini menjauhkan anak-anak dari pelajaran-pelajaran hidup yang penting di lingkunganya, seperti bagaimana cara berinteraksi dengan teman-teman sebayanya, belajar cara berkomunikasi dan berbagi di dunia yang penuh dengan orang lain. 1 Adalah Guru Wiyata Bhakti di SD Negeri 2 Sindupaten Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah
Anak-anak merupakan kelompok pemirsa yang paling rentan terhadap dampak negatif dari siaran TV. Data pada tahun 2006 mengenai jumlah jam menonton TV anakanak di Indonesia adalah sekitar 30 35 jam perminggu atau 1560 1820 jam pertahun. Angka tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan jam belajar anak-anak di sekolah dasar (SD) yang tidak mencapai 1000 jam pertahun. Televisi memang selalu menayangkan acara-acara yang menarik, sehingga membuat anak-anak menganggap bahwa televisi sebagai BOX atau kotak ajaib yang menghibur diri mereka dan bisa menjadi teman yang dekat untuk menghabiskan waktu. Walaupun tanpa disadari, televisi mampu merubah perkembangan anak secara perlahan pada sisi Psikisnya. Karena televisi adalah media audio visual, dimana media audio-visual mampu merebut 93% perhatian anak melalui saluran masuknya pesan-pesan atau informasi ke dalam jiwa anak, yaitu dengan perantara mata dan telinga. Dan pesan atau informasi yang disampaikan di TV diperkirakan 50% akan diserap dalam otak anak dan tertanam cukup dalam, sehingga akan masuk pada sisi ingatan anak-anak pada umumnya, walaupun hanya sekali ditayangkan anak mampu menceritakan ulang apa yang baru saja dia saksikan di TV. Bahkan secara umum orang akan mengingat 83% dari apa yang mereka lihat di TV setelah 3 jam, dan kemudian menjadi 68% setelah 3 hari kemudian. Televisi Menjadi Lingkungan Terdekat Anak Kenyataan hari ini juga menunjukan bahwa acara yang ditayangkan semakin beraneka ragam. Dan dari berbagai acara tersebut tidak semua acara TV aman untuk anak-anak. Bahkan ada penelitian yang mencatat bahwa pada tahun 2008, acara TV yang aman untuk anak-anak kurang dari 11%. Karena hampir semua acara menawarkan budaya hedonis, konsumeris, mistis, anarkis, dan seksualitas. Dari tayangan film, sinetron, kartun, infotaiment, komedi dan lain sebagainya. Terbukti bahwa pada akhir-akhir ini banyak sekali beredar berita tentang aksi-aksi kekerasan yang dilakukan tidak lain adalah oleh anak-anak. karena mereka meniru adegan yang disaksikan melalui layar televisi. Dan ternyata bukan hanya perilaku anak-anak saja yang dipengaruhi oleh televisi, tetapi sampai sisi gaya berkomunikasi anakpun juga dipengaruhi dari apa yang
mereka tonton di TV. Kalau kita lihat banyak pilihan kosa kata dan gaya bicara yang digunakan anak saat berkomunikasi sehari-hari, itu juga didapatkan dari berbagai acara di TV. Kita ambil Contoh sederhananya saja, hari ini anak-anak akan lebih cepat mengerti kata Cinta dan lebih agresif untuk mengutarakan kata tersebut terhadap orang yang ia sukai. Hal ini dikarenakan mereka sering mendengar pengulangan kata tersebut di TV, seiring dengan semakin menjamurnya sinetron-sinetron dewasa, dan bahkan pada serial kartun anak-anak, kata cinta terhadap lawan jenis bukan hal yang tabu lagi. Akibatnya anak-anak mengikuti rangsangan yang mereka terima dari apa yang mereka tonton dan dengarkan. Jika diperhatikan, anak-anak SD pun hari ini sudah jauh lebih cepat mengenal kata cinta, atau bahkan kata-kata makian, cacian, hinaan kasar yang sama sekali tidak pantas untuk diucapkan oleh anak. Contoh lain, dimana anak laki-laki sudah bisa mengeluarkan kata-kata rayuan untuk teman perempuannya, walaupun dari segi umur ia sama sekali belum pantas untuk melakukannya. Gaya berkomunikasi anak saat ini sering kali terlihat lebih dewasa dari umurnya. Hal tersebut diatas tentunya tidak lain dipengaruhi oleh tayangan-tayangan seperti film, sinetron, ataupun serial kartun yang mendominasi acara-acara di TV. Seperti apa yang dikatakan oleh kaum Behavioris bahwa manusia terutama adalah anak-anak akan selalu belajar banyak hal dari lingkunganya, termasuk juga dari media massa yang ada. Pengaruh Nyata TV terhadap perkembangan Anak Saat ini jumlah acara di TV untuk anak-anak usia prasekolah dan sekolah dasar (SD), jika dihitung perminggu ada sekitar 85 judul, acara ditayangkan dalam 300 kali penayangan selama 170 jam. Padahal dalam seminggu ada 24 jam kali 7 sama dengan 168 jam. Sehingga selain sudah sangat berlebihan, acara untuk anak juga banyak yang tidak aman dan menimbulkan dampak negatif terhadap perkembangan diri anak, yang diantaranya dampak-dampak tersebut adalah : 1. Dampak yang berpengaruh terhadap perkembangan otak anak Banyak tulisan yang menyatakan bahwa ketika anak terlalu dini dikenalkan dengan berbagai acara televisi, dapat menimbulkan gangguan perkembangan bicara,
menghambat kemampuan membaca-verbal maupun pemahaman. Juga dapat menghambat kemampuan anak dalam mengekspresikan pikiran melalui tulisan, meningkatkan agresivitas dan kekerasan dalam usia 5-10 tahun, serta yang lebih parah lagi adalah anak tidak mampu membedakan antara realitas dan khayalan. Sehingga jika terbawa sampai usia dewasa maka anak akan menjadi orang yang tidak produktif.
2. Menjadikan anak lebih konsumeris dan berfikir instan Hari ini anak-anak merupakan target periklanan yang utama, sehingga iklan yang ditayangkan mendorong anak-anak menjadi konsumeris. Dan iklan selalu menawarkan cara mudah mendapatkan produk maupun pemakaianya, sehingga anak bisa mendapatkan apapun yang mereka inginkan secara instan. Dan pola berfikir serta hidup instan akan menjadi budaya yang tertanam. 3. Berdampak pada semangat belajar Acara televisi, terutama kartun, senetron maupun film-film seri yang ditampilkan di layar televisi, selalu berujung pada ending yang bisa membuat anak penasaran, ketagihan, sehingga anak akan semakin kecanduan dengan apa yang ditayangkan. Kita ambil contoh, anak lebih mudah meninggalkan jam belajarnya daripada meninggalkan kelanjutan seri film yang disukainya. 4. Menghilangkan nalar kritis dan sikap kreatif Dengan terlalu sering menonton televisi, anak-anak jadi kurang bermain, kurang membaca, maka mereka akan menjadi anak yang memiliki pola pikir sederhana, linier, kurang kritis, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi imajinasi, intelektualitas, kreativitas dan perkembangan kognitifnya. Mereka juga akan menjadi anak-anak yang individualis dan egois. Dimana setiap kali mereka merasa bosan dengan apa yang disaksikanya, mereka tinggal memencet remote control dan langsung bisa menemukan hiburan lain. Sehingga pada waktu liburan, seperti akhir pekan atau libur sekolah, biasanya hanya diisi dengan menonton TV. Dan mereka seakan-akan tidak punya pilihan lain karena tidak dibiasakan untuk mencari aktivitas lain yang lebih menyenangkan. Ini sama sekali menjadikan anak tidak kreatif. 5. Berdampak pada hubungan antar anggota keluarga Hal ini nyata, dimana kebanyakan anak menonton TV lebih dari 4 jam sehari, sehingga waktu untuk bercengkrama dan berkomunikasi bersama keluarga terkalahkan oleh acara TV. Sekitar 42% keluarga menonton TV sambil menikmati makan malam, dimana seharusnya makan malam bisa digunakan untuk berkomunikasi, berbagi cerita, atau yang lain antar anggota keluarga. Padahal bisa dibilang bahwa rata-rata TV dalam rumah hidup selama 7 jam 35 menit. Dan yang
lebih memprihatinkan lagi adalah terkadang masing-masing anggota keluarga menonton acara yang berbeda di ruangan rumah yang berbeda pula.
6. Berdampak pada pematangan dini secara seksual Tontonan di TV yang mempertunjukan perilaku-perilaku yang belum pantas dilihat anak-anak kini malah semakin parah. Sehingga tontonan tersebut merangsang pola pikir, nalar dan kerja otak untuk membentuk fantasi-fantasi dalam diri anak terkait hasrat seksualitas. Apalagi usia anak adalah usia yang rasa ingin tahunya dan cobacoba sangatlah besar. Sehingga tidak aneh jika adegan ciuman, sampai hal tabu lainya menjadi umum dilingkungan anak-anak. Akibatnya seperti yang sering kita lihat sekarang ini, banyak anak-anak yang menjadi pelaku dan sekaligus korban perilaku-perilaku seksual. Itu semua disebabkan oleh persaingan bisnis hiburan yang semakin ketat antar Media, sehingga mereka sering mengabaikan tanggung jawab sosial,moral dan etika terhadap generasi bangsa kita. Memerdekakan anak dari pengaruh TV Dengan banyaknya bukti yang rasional dan objektif terkait betapa tayangan TV saat ini bisa memberikan beragam dampak buruk kepada diri anak, maka seyogyanya kita juga harus mampu bersikap bijak, terutama kepada anak agar tidak terjadi kesalah pahaman. Dan kita juga harus mampu mengalihkan serta memberikan resolusi kepada anak berupa kegiatan-kegiatan yang lebih bermakna bagi anak. Sehingga kebosanan anak dapat hilang karena sebuah aktifitas yang mendorong pada segi kreatifitasnya, dan bukan melampiaskan kebosanan untuk menghabiskan waktu bersama TV dan semua acara-acaranya yang tidak mendidik. Jika kita menganggap bahwa hidup tanpa TV itu masih terlalu sulit, maka secara perlahan kita batasi dan awasi dengan saksama tontonan anak-anak kita. Dan disela-sela menonton TV, kita juga harus lebih intens dalam berkomunikasi dan menjelaskan kepada anak dari setiap adegan yang muncul di TV. Sehingga anak selain tetap bisa terjalin komunikasinya dengan kita, juga anak dapat menyaring apa yang dia lihat dengan informasi yang kita sampaikan. Sebab jika anak hanya menelan mentah-mentah setiap adegan yang dia tonton maka anak bisa bersikap adoptif untuk menirunya. Hal yang mungkin itu kita anggap kecil, namun sebenarnya hal tersebut bisa berdampak besar pada perkembangan anak-anak. Dengan kita mengurangi menonton TV dan lebih sering mematikan TV dengan mengalihkan pada kegiatan yang lebih produktif seperti membaca, menulis,
berolahraga, bermain, berkominikasi atau yang lain, maka perkembangan kejiwaan kita justru akan lebih mengarahkan pada kesuksesan.