BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Polipropilena disusun oleh monomer-monomer yang merupakan senyawa dengan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan,

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting pada Polipropilena Terdegradasi

4 Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

KIMIA. Sesi. Polimer A. PENGELOMPOKAN POLIMER. a. Berdasarkan Asalnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4. Hasil dan Pembahasan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

4 Hasil dan pembahasan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universita Sumatera Utara

2.1 Polipropilena BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

4 Hasil dan Pembahasan

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

4. Hasil dan Pembahasan

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

TINJAUAN PUSTAKA. Plastik adalah suatu polimer yang mempunyai sifat-sifat unik dan luar biasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI

4 Hasil dan Pembahasan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4 Hasil dan Pembahasan

PEMBUATAN KOMPOSIT DARI SERAT SABUT KELAPA DAN POLIPROPILENA. Adriana *) ABSTRAK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS (

4. Hasil dan Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Lapisan Antara (Asphalt Concrete-Binder Course) Salah satu produk campuran aspal yang kini banyak digunakan oleh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. otomotif, elektronik, pulp, dan kertas (Sudjindro, 2011). (sisa potongan, serutan, serbuk gergaji) (Willy dan Yahya, 2001).

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DA PEMBAHASA 100% %...3. transparan (Gambar 2a), sedangkan HDPE. untuk pengukuran perpanjangan Kemudian sampel ditarik sampai putus

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IKATAN KIMIA DALAM BAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Histogram kerapatan papan.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 %

Gambar 7. Jenis-jenis serat alam.

16! 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

BAB V PEMBAHASAN. Laporan Tugas Akhir

Pengaruh Kadar Selulosa Pelepah Sawit Terhadap Sifat dan Morfologi Wood Plastic Composite (WPC)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama yaitu isolator. Struktur amorf pada gelas juga disebut dengan istilah keteraturan

4. Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SPEKTROSKOPI INFRA RED & SERAPAN ATOM

BAB I PENDAHULUAN. Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

IV PEMBAHASAN 4.1 Nilai ph dan Kadar Ekstraktif Kayu (Kelarutan Air Panas)

BAB III METODE PENELITIAN. Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

2 Tinjauan Pusaka. 2.1 Polimer

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

Bab IV Hasil dan Pembahasan

kimia MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

TINJAUAN PUSTAKA. struktural seperti papan pelapis dinding (siding), partisi, plafon (celing) dan lis.

2. Tinjauan Pustaka Polymer Electrolyte Membran Fuel Cell (PEMFC) Gambar 2.1 Diagram Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cell (PEMFC)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Polipropilena Polipropilena disusun oleh monomer-monomer yang merupakan senyawa dengan struktur (C 2 =C-C 3 ). Polipropilena yang dibentuk dengan monomer ini melalui proses polimerisasi adisi secara umum ditunjukkan pada gambar (Rosen, 1982) Proses polimerisasi ini akan menghasilkan suatu rantai linier berbentuk A-A-A-A- A- dengan A adalah propilena yang merupakan monomerpenyusun polipropilena. C 3 C 3 n n propilena polipropilena Gambar 2.1. Polimerisasi Polipropilena Kristalinitas merupakan sifat penting yang terdapat pada polimer yang menunjukkan susunan molekul yang lebih teratur. Sifat kristalinitas yang tinggi menyebabkan regangannya tinggi dan kaku (Al-Malaika, 1983). Dalam polipropilena, rantai polimer yang terbentuk dapat tersusun membentuk daerah kristalin dan amorf yang mana atom atom terikat secara tetrahedral dengan sudut ikatan C-C sebesar 109,5 0 dan membentuk rantai zig-zag planar (Cowd, 1991). Struktur rantai zig-zag planar tiga dimensi dapat terjadi dalam struktur isotaktik dan ataktik (Billmeyer, 1984). Polimer khas ruang (stereo spesifik) ini khususnya disintesis isotaktik sehingga kekristalinnya tinggi. Karena keteraturan ruang ini rantai dapat terjejal sehingga menghasilkan plastik yang kuat dan tahan panas.

2.2. Sifat-sifat Polipropilena Polipropilena mempunyai kondiktifitas panas yang rendah (0,12 W/m), tegangan permukaan yang rendah, kekuatan benturan yang tinggi, tahan terhadap pelarut organik, bahan kimia anorganik, uap air, asam dan basa, isolator yang tetapi dapat dirusak oleh asam nitrat pekat, mudah terbakar dengan nyala yang lambat. Titik leleh 170 o C dan suhu dekomposisi 380 o C (Cowd, 1991). Suhu kamar polipropilena nyaris tidak larut dalam toluene, dalam silena larut dengan pemanasan, akan tetapi polipropilena dapat terdegradasi oleh zat pengoksidasi seperti asam nitrat dan hydrogen peroksida (Al-Malaika, 1983). Polipropilena isotaktik memiliki sifat kekakuan yang tinggi, daya rentang yang baik, resistensi terhadap asam, alkali dan pelarut. Densitas polipropilena berkisar antara 0,90 0.91 g/cm 3 titik leleh (Tm) dari 165 170 o C, dan dapat digunakan sampai 120 o C. Kristalinitas merupakan sifat penting yang terdapat pada polimer. Kristalinitas merupakan ikatan antara rantai molekul sehingga menghasilkan susunan molekul yang lebih teratur. Pada polimer polipropilena, rantai polimer yang terbentuk dapat tersususn membentuk daerah kristalin (molekul tersususn teratur) dan bagian lain membentuk daerah amorf (molekul tersususn secara tidak teratur) (Cowd, 1991). Dalam struktur polimer atom-atom karbon terikat secara tetrahedral dengan sudut antara ikatan C-C 109,5 o dan membentuk rantai zigzag planar. Untuk polipropilena struktur zig zag planar dapat terjadi dalam tiga cara yang berbeda-beda tergantung pada posisi relative gugus metal satu sama lain di dalam rantai polimernya. Ini menghasilkan struktur isotaktik, ataktik dan sindiotaktik

C 3 C 3 C3 C 3 C 3 (a) Isotaktik C 3 C 3 C 3 C 3 C 3 (b) Ataktik C 3 C 3 C 3 C 3 C 3 (c) Sindiotaktik Gambar 2.3. Struktur dari polipropilena Ketiga struktur polipropilena tersebut pada dasarnya secara kimia berbeda satu samalain. Polipropilena ataktik tidak dapat berubah menjadi polipropilena sindiotaktik ata umenjadi struktur lainnya tanpa memutuskan dan menyususn kembali beberapa ikatan kimia. Struktur yang lebih teratur memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk berkristalisasi daripada struktur yang tidak teratur. Jadi, struktur isotaktik dan sindiotaktik lebih cenderung membentuk daerah kristalin dari pada ataktik. Polipropilena berstruktur stereo gular seperti isotaktik dan sindiotaktik adalah sangat kristalin, bersifat keras dan kuat. Dalam struktur polipropilena ataktik gugus metal bertindak seperti cabang-cabang rantai pendek yang muncul pada sisi rantai secara acak. Ini mengakibatkan sulitnya untuk mendapatkan daerah-daerah rantai yang sama (tersusun) sehingga mempunyai sifat kristalin rendah menyebabkan tingginya kadar oksigen pada bahan tersebut sehingga bahan polimer ini mudah terdegradasi oleh pengaruh lingkungan seperti kelembaban cuaca, radiasi sinar matahari dan lain sebagainya.

2.3. Degdradasi polipropilena dengan benzoil peroksida Tsucia dan Summil telah meneliti hasil dari dekomposisi termal polipropilena isotaktik pada suhu 360 C, 380 C dan 400 o C dalam ruang hampa. Kiran dan Gillham juga telah mempelajari degradasi termal polipropilena isotaktik. asil yang diperoleh oleh Kiran dan Gillhan 1 ternyata sama seperti yang diperoleh Tsucia dan Summi. Kiran dan Gillham menyarankan mekanisme degradasi termal polipropilena sebagai berikut: radikal primer dan sekunder selanjutnya akan terpolimerisasi sehingga akan menjadi monomer-monomer. Reaksi perpindahan radikal intra molekular akan menghasilkan radikal tersier. (Bark, 1982). Polipropilena adalah suatu polimer atau makromolekul rantai panjang yang mempunyai derajat polimer tinggi. Polipropilena termasuk polimer termoplastik yang akan lunak bila dipanaskan dan kembali mengeras bila dingin. Pada pemanasan pada suhu pengolahannya dengan adanya suatu initsiator peroksida, seperti benzoil peroksida polimer ini akan mengalami degradasi, yaitu terjadi pemutusan pandai rantai utama. Pada penelitian ini degradasi polipropilena dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh polipropilena yang mempunyai bobot molekul lebih rendah dan rantai lebih pendek. Polipropilena bobot molekul rendah dan rantai lebih pendek ini diharapkan setelah digrafting dengan anhidrida maleat lebih mudah bereaksi dengan gugus hidroksil selulosa dan masuk keantara serat-serat selulosa dalam papan partikel. Pada tahap awal reaksi karena pengaruh panas, inisiator benzoil peroksida terdekomposisi secara homolitik membentuk radikal, R. Selanjutnya radikal ini akan menarik sebuah atom hidrogen dari molekul polipropilena sehingga terbentuk makromolekul radikal tertier, 3P. Kemudian makromolekul radikal tertier ini mengalami pemutusan rantai pada posisi ß sehingga rantai polipropilena makin pendek, bobot molekul turun dan viskositas intrinsik turun dan proses ini akan terus

berlanjut bila tidak ada terminasi rantai sesuai dengan mekanisme reaksi berikut (Bettini, 1999) Dekomposisi peroksida RR R + R (1) Penarikan atom hidrogen C 3 R + C C 3 C 2 3 C C C 2 C+ 3 R (2) P Pemutusan ß 3 C C 3 C C 3 C 3 C 3 3 C C C 2 + 2 C C 2 (3) P Pt Terminasi P + Pt 3 P 2 P t (4) Gambar. 2.4. Reaksi degdradasi polipropilena oleh suatu peroksida

2.4. Maleat Anhidrida Maleat anhidrida masih digunakan dalam penelitian polimer. Maleat anhidrida dapat dibuatdari asam maleat, seperti reaksi dibawah ini: 3 C C C C + + C3 C 3 C C C C Asetat anhidrat Asam maleat Maleat anhidrida Asam asetat Gambar. 2.5. Reaksi pembentukan maleat anhidrida 2.5. Pembentukan Maleat Anhidrida Maleat anhidrida dengan berat molekul 98,06 g/mol, larut dalam air, meleleh padatemperatur 57-60 o C, mendidih pada 202 o C dan spesifik grafiti 1,5.g/cm 3.Maleat anhidrida adalah senyawa vinil tidak jenuh merupakan bahan mentah dalam sintesa resin poliester, pelapisan permukaan karet, deterjen, bahan aditif dan minyak pelumas, plastisizer dan kopolimer. Maleat anhidrida mempunyai sifat kimia khas yaitu adanya ikatan dengan gugus karbonil didalamnya, ikatan ini berperan dalam reaksi adisi (Arifin,1996). 2.6. Fungsionalisasi polipropilena Polipropilena mempunyai kedudukan penting diantara polimer sintesis karena aplikasi komersialnya. Kekurangan dari polipropilena adalah sensitif terhadap foto oksidasi, sukar diwarnai dan permukaannya bersifat hirofobik sehingga membatasi pemakaiannya dalam beberapa bidang penting secara teknologi. Kekurangan ini dapat diatasi dengan fungsionalisasi dengan teknik grafting, yaitu mencangkokkan monomer maupun polimer ke rantai poliproplena. Dengan teknik ini polipropilena memperoleh sifat-sifat tambahan yang diperlukan untuk aplikasi khusus tanpa mengubah sifat-sifat asli yang diinginkan. Fungsionalisasi polipropilena dengan suatu gugus reaktif polar merupakan suatu cara yang efektif untuk meningkatkan polaritas

polipropilena sehingga affinitasnya dengan bahan polar lain semakin bertambah. Adanya gugus reaktif polar pada polipropilena akan memperbaiki adesi antar permukaan antara komponen polipropilena dengan komponen selulosa dalam papan partikel. Teknik grafting dapat dilakukan dalam larutan maupun dalam keadaan cair (molten state). Polimer graft adalah suatu polimer yang terdiri dari satu atau lebih spesi, terikat sebagai rantai samping pada rantai utama dan mempunyai susunan atau konfigurasi yang berbeda dari susunan dan konfigurasi rantai utama. Struktur paling sederhana dari suatu kopolimer graft adalah, seperti ditunjukkan pada gambar 2,6. B B B B B B B B B Gambar 2.6. Struktur kopolimer graft. Rangkaian unit monomer M adalah rantai utama, G adalah rantai samping (graft) dan X adalah unit pada rantai utama tempat G terikat. Pada polimer graft rantai utama dan rantai samping dapat berupa unit homopolimer atau kopolimer. Reaksi grafting ini pada umumnya diinisiasi oleh suatu radikal peroksida yang mentrasfer aktifitasnya ke rantai polimer (Dean, 2001, Garcia, 1997, Russel, 2002 dan Keener, 2004) Fungsionalisasi polipropilena dengan maleat anhidrida berlangsung secara grafting dalam internal mixer pada suhu titik leleh polipropilena dengan adanya benzoil peroksida sebagai sumber radikal bebas. Tahapan reaksi meliputi dekomposisi inisiator membentuk radikal bebas, penarikan sebuah atom hidrogen oleh radikal bebas dari polipropilena, pemutusan rantai polipropilena, reaksi grafting maleat anhidrida pada polipropilena, transfer rantai dan terminasi. Menurut Bettini (1999) mekaninme reaksi grafting anhidrida maleat pada PP adalah:

Grafting anhidrida maleat C 3 3 C C C 2 C + 3 3 C C 3 C C 2 C 3 (7) C 3 2 C C 2 + C C 2 C 3 P - M (8) Transfer rantai C 3 P - M + 3 C C C 2 PM 3 C C C 2 C 3 + C 3 Terminasi secara kombinasi P - M + Pt P - M - P P - M + Pt P - M - P Pt + Pt PP Terminasi secara disproporsionasi P (9) (10) (11) (12) 2P - M 2P - M (13) P - M + Pt 2P - M + P (14) P - M + P 2P - M + P (15) Gambar 2.7 Mekanisme reaksi grafting polipropilena dengan anhidrida maleat

Derajat grafting dapat ditentukan dengan cara titrasi dengan menggunakan larutan basa dalam metanol atau etanol seperti natrium hidroksida atau kalium hidroksida, dengan indikator phenolptalein. Perlu diperhatikan sebelum titrasi dilakukan harus ditambahkan beberapa tetes air agar gugus anhidrida terbuka menjadi karboksilat. Untuk melihat apakah grafting anhidrida maleat telah terjadi dapat diketahui dengan membandingkan spektrum FT-IR nya dengan spektrum FT-IR polipropilena murni. Salah satu indikasi telah terjadi grafting ditandai dengan munculnya serapan karbonil yang khas pada bilangan gelombang sekitar 1720 cm -1 (Eddyanto, 2007) 2.7. Interaksi antara polipropilena-ppd-g-am - Serbuk kayu Interaksi antara polimer dengan serbuk kayu dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu interaksi fisik dan interaksi kimia. Pada interaksi fisik yang terjadi hanya ikatan sekunder, yang terbentuk antara molekul polimer dengan molekul bahan filler Interaksi ini termasuk ikatan hidrogen, ikatan van der waals, gaya-gaya dispers dan gaya-gaya dipol. Dalam interaksi ini sturuktur molekul polimer dan sturuktur molekul serbuk kayu tetap dipertahankan. Pada interaksi kimia, akan terbentuk suatu ikatan antara gugus fungsi polimer dan gugus fungsi bahan aditif sehingga membentuk kopolimer. Terbentuknya ikatan ini dapat diketahui dari analisis spektrum FTIR, yaitu adanya pembentukan gugus fungsi baru atau hilangnya gugus fungsi pada polimer dan bahan aditif. Bila ditinjau dari sudut kekuatan ikatan maka interaksi kimia jauh lebih kuat daripada interaksi fisik (Singh, 1992) Polipropilena dengan tepung kelapa sawit merupakan dua bahan polimer yang sukar bercampur, karena derajat kepolaran yang berbeda dan daya adesinya yang lemah. Untuk mendapatkan campuran yang homogen, pengolahannya tidak dapat dilakukan dengan cara konvensional, yang hanya menghasilkan interaksi fisik antar komponen polimer. Brown memberikan beberapa metode untuk meningkatkan Kompabilitas komposit, yaitu kokristalisasi, penambahan bahan perekat, pengikatan

silang dan pembentukan kopolimer. Keempat proses ini dilakukan dalam mesin pengolah yang sekaligus berfungsi sebagai reaktor modifikasi. Cara ini disebut Teknik Pengolahan Reaktif. (Caulfield, 2005, ans 1977, Paul Fowler, 2006 dan Khairijah, 2005) Buruknya interaksi antara segmen-segmen molekul yang dicampur menyebabkan tingginya tegangan antarmuka antara polipropilena dan serbuk kayu kelapa sawit sehingga mengakibatkan serbuk kelapa sawit sulit terdispersi pada matrik keadaan ini menyebabkan kerapuhan campuran dan ini disebut kegagalan mekanik dan cara menanggulanginya disebut kompabilitasi (Bledzi, 1999, Amash, 1998, dan Maloney, 1993) Untuk mendapatkan kompabilitas dan kekuatan papan partikel yang baik, salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menambahkan bahan perekat. Dalam hal ini bahan perekat yang digunakan adalah PPd-g-AM. Bahan perekat PPd-g-AM dibuat dengan cara grafting (mencangkokkan) suatu gugus reaktif anhidrida maleat ke rantai utama molekul polipropilena dalam internal mixer pada suhu titik lelehnya (170 o C) dengan adanya suatu inisiator benzoil peroksida. Sebelum dilakukan grafting anhidrida maleat pada polipropilena, polipropilena terlebih dahulu didegradasi dengan benzoil peroksida untuk memperoleh polipropilena yang mempunyai bobot molekul lebih kecil dan rantai lebih pendek dengan tujuan agar PPd-g-AM yang terbentuk mempunyai titik leleh lebih rendah. Terikatnya gugus anhidrida malet pada molekul polipropilena (terbentuknya PPd-g-MA), maka polaritas PPd-g-MA semakin meningkat sehingga akan menambah reaktifitasnya sebagai bahan perekat antara serbuk kayu kelapa sawit (selulosa) dengan matrik polipropilena. Selanjutnya diperediksi akan terjadi ikatan ester antara gugus anhidrida maleat dengan gugus hidroksil dari selulosa kayu kelapa sawit dan ini akan meningkatkan sifat-sifat mekanik papan partikel. Reaksi antara bahan perekat PPd-g-AM dengan serat selulosa dan belitan rantai polipropilena ditunjukkan pada Gambar 2.8 dan Gambar 2.9.

Lignin selulosa Serbuk batang kelapa sawit Grafting Maleat anhidrat dengan Polipropilen 2 + C C 2 C C C C Polipropilena Ikatan ester anhidrida maleat dengan hidroksil dari selulosa Serbuk kayu kelapa sawit Gambar 2.8 Reaksi gugus anhidrida dalam PPd-g-AM dengan gugus hidroksil kayu (Caulfield, 2005) Panjang rantai minimum yang diperlukan Maleat anhidrat- Poliprpilena Polipropilena Lignin Selulosa Berat molekul rendah MAPP Berat molekul tinggi Gambar 2.9. Belitan EntanglementPoliprolena (PP) pada PPd-g- AM dalam papan partikel (Caulfield, 2005) 2.8. Metode grafting Pembentukan kopolimer graft biasanya melibatkan difusi melewati batas fasa antara monomer dan polimer. Ada empat macam metode grafting mekanisme yang umum dilakukan, yaitu (ans, 2005) 1. Mekanisme radikal bebas Metode polimerisasi radikal bebas adalah metode tertua dan paling banyak dipakai untuk mensistesis polimer graft karena relatif sederhana. Ada lima macam metode grafting suatu polimer secara mekanisme radikal bebas. a. Metode kimia sumber radikal bebas diperoleh dari suatu inisiator seperti benzoil peroksida atau azobisobutironitril (AIBN). Inisiator akan terdekomposisi menghasilkan radikal bebas. Selanjutnya radikal bebas ini

menarik satu atom hidrogen dari polimer sehingga dihasilkan polimer radikal. Kemudian polimer radikal akan bereaksi dengan monomer (senyawa yang akan digraft pada rantai polimer) membentuk polimer graft. b. Metode fotografting gugus kromofor yang ada pada polimer menyerap radiasi elektromagnetik pada daerah visible dan ultraviolet. al ini akan memustuskan ikatan dan terbentuknya radikal yang akan menginisiasi radikal. Bila polimer tidak menyerap, fotolisis secaratidak langsung diinisiasi dengan menggunakan fotosensitizer yang menyerap sinar dan mentransfer energi sinar tersebut ke spesi lain dalam sistem. c. Metode grafting radiasi. Pada metode ini radikal dihasilkan akibat adanya pemutusan rantai utama oleh energi radiasi yang tinggi (radiasi gamma). Keburukan cara ini adalah ikatan silang dan degradasi polimer dapat terjadi bersamaan dengan grafting. d. Metode grafting plasma paparan (exposure) polimer terhadap glow discharge menghasilkan radikal bebas pada rantai utama yang selanjutnya mengadisi monomer. Pada discharge suhu rendah sistem terdiri dari elektron, atom, ionion, atom dan molekul tereksitasi. Partikel-partikel ini menyebabkan terjadinya efek radiasi pada permukaan maupun pada bagian dalam zat. e. Metode grafting mekanokimia gabungan gaya mekanik dan ultasonik dapat menyebabkan polimer terdegradasi, dan umumnya akan menghasilkan radikal bebas. Degradasi mekanik dapat dilakukan dengan cara mastikasi, miling, ekstrusi atau pengadukan. Radikal yang dihasilkan akan mengadisi monomer membentuk polimer graft 2. Mekanisme ion a. Metode anion polimerisasi anion menjadi suatu metode yang sangat baik untuk membuat polimer blok dan graft. Polimer graft diinisiasi oleh anionanion yang dihasilkan oleh reaksi antara basa dengan poroton asam pada rantain utama. Pembawa rantai adalah muatan negatif.

b. Metode kation Inisiasi reaksi antara alkil halida labil dan asam-asam lewis digunakan untuk grafting kation pada polimer terhalogenasi. Pembawa rantai adalah suatu makro radikal bermuatan positif. c. Mekanisme koordinasi streospesifik inisiator dapat memberikan polimer streoblock yang mengandung urutan isotaktik dan heterotaktik. Greber menggrafting olefin pada polistirena-butadiena menggunakan sistem inisiator Ziegler-Natta membentuk makromolekul trialkilaluminium d. Mekanisme koupling polimer mengadung hidrogen aktif dapat dipakai untuk sintesis polimer graft. Polimer graft juga dapat dibuat dengan koupling dua atau lebih polimer yang mengadung gugus fungsi yang sesuai. 2.9. Kayu kelapa sawit Pohon kelapa sawit produktif hingga berumur 25 tahun, tingginya mencapai 9-12 meter dan diameter 45-65 cm. Komponen-komponen yang terkandung dalam kayu kelapa sawit adalah selulosa, lignin, parenkim, air, dan abu (Tomimura, 1992). Persentase kandungan dari kayu kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2 Tabel 2.1 Persentase komponen-komponen kayu kelapa sawit No Komponen Kandungan % 1 Air 12.05 2 Si 2 2.25 3 Lignin 17.22 4 emiselulosa 16.81 5 α - selulosa 30.77 6 Pentose 20.05 (Sumber Darwin 2001)

Kerapatan kayu kelapa sawit berkisar dari 0,2 g/ml sampai 0,6 g/ml dengan kerapatan rata-rata 0,37 g/ml. Selulosa yang merupakan komponen utama dalam kayu kelapasawit dan mempunya struktur seperti pada gambar 2.10 (Eero Sjostrom, 1993) Gambar. 2.10. Struktur Selulosa Selulosa adalah suatu polisakarida homopolimer yang tersusun dari unit-unit ß-D-glukopiranosa yang diikat dengan ikatan ß(1,4) glukosida. Molekul-molekul selulosa adalah liner dan mempunyai tendensi kuat membentuk ikatan hydrogen secara intra dan antarmolekul. Molekul-molekul selulosa bergabung bersama-sama membentuk mikrofibril yang terdiri dari bagian sangat teratur (kristalin) yang berselang seling dengan bagian tidak teratur (amorf). Mikrofibril membentuk fibril dan akhirnya serat selulosa. Sebagai konsekuensi dari struktur fibril dan ikatan hidrogen yang kuat selulosa mempunyai kekuatan tarik tinggi dan tidak larut dalam kebanyakan pelarut. Struktur kristalin selulosa dikarakterisasi secara analisis difraksi sinar-x dan dengan metode yang didasarkan pada absorpsi radiasi infra merah terpolarisasi Selulosa tidak larut dalam air, kristalin dan mempunyai bobot molekul tinggi. Adanya gugus hidroksil menyebabkan selulosa dapat membentuk ikatan hidrogen baik secara intra maupun antarmolekul. Teradapat dua ikatan hidrogen dalam setiap rantai selulosa, yaitu dari (6) pada sutu glukosa ke (2) pada glukosa didekatnya dan juga dari (3) ke oksigen cincin. Rantai selulosa liner adalah merupakan bentuk satu dimensi dan rantai ini akan membentuk ikatan hidrogen dengan rantai selulosa liner lain membentuk selulosa dua dimensi. Ikatan hidrogen antar rantai ini terjadi melalui (3) pada suatu rantai ke posisi (6) pada rantai lain. Selanjutnya struktur-

struktur selulosa dua dimensi ini akan diikat dengan ikatan Van der Waals membentuk struktur tiga dimensi yang disebut dengan struktur kristalin mikrofibril (Eero, 1993). 2.9.1. Sifat Fisik Kayu kelapa sawit Kadar air batang kelapa sawit bervariasi antara 100-500%. Kenaikan kadar air yang bertahap ini diindikasikan terhadap ketinggian dan kedalaman posisi batang, yang bagian terendah dan luar batang memiliki nilai yang sangat jauh dengan 2 bagian batang lainnya. Kecenderungan kenaikan kadar air ini dapat dijelaskan dengan mempertimbangkan distribusi jaringan parenklim yang berfungsi menyimpan atau menahan lebih banyak air daripada jaringan pembuluh. Ketersediaan jaringan parenklim ini akan semakin berlimpah dari bagian luar batang ke bagian dalam (pusat) batang (Choon, 1991). Apabila kayu dikeringkan selama pengolahannya, semua cairan dalam rongga sel dikeluarkan. Tetapi rongga sel selalu berisi sejumlah uap air. Banyaknya air yang tetap tinggal di dalam dinding-dinding sel suatu produk akhir tergantung pada tingkat pengeringan selama pembuatan dan lingkungan tempat tinggal produk tersebut di kemudian hari ditempatkan. Setelah sekali dikeluarkan dengan pengeringan, air akan terdapat kembali di dalam rongga sel hanya apabila produk tersebut dikenakan air. al ini dapat terjadi sebagai akibat penempatan kayu di dalam tanah atau menggunakannya di mana hujan mungkin mengenainya. Kebanyakan sifat fisik kayu (selain berat) tidak dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan mengenai banyaknya air dalam rongga sel. Misalnya, apabila rongga sel seperempatnya penuh dengan air, sel akan mempunyai kekuatan yang sama seperti jika separuhnya penuh (Bowyer, 1996). 2.9.2. Kerapatan Batang Kelapa Sawit Karena sifat dasarnya yang merupakan jenis monokotil, kerapatan batang kelapa sawit memiliki nilai yang sangat bervariasi pada bagian yang berbeda dari batang kelapa sawit. Nilai kerapatan tersebut berkisar antara 200-600 kg/m 3 dengan rata-rata

370 kg/m 3. Kerapatan batang kelapa sawit menurun terhadap ketinggian dan kedalaman bagian batang (Choon, 1991). 2.9.3. Sifat Mekanik Kayu Kelapa sawit Sifat mekanik kayu kelapa sawit menggambarkan kerapatan batang baik pada arah radial maupun vertikal. Dari penelitian Bakar (2003) diketahui bahwa batang kelapa sawit mempunyai sifat sangat beragam dari bagian luar ke bagian pusat batang dan sedikit bervariasi dari bagian pangkal ke ujung batang. Beberapa sifat penting dari batang kelapa sawit untuk setiap batang dapat dilihat pada Tabel 2.2 Tabel 2.2 Sifat-sifat dasar batang kelapa sawit No Sifat sifat Bagian dalam batang Tepi Tengah Pusat 1 Berat jenis (kg/cm 2 ) 0,35 0,28 0,20 2 Kadar air (%) 156 257 365 3 Modulus Elastisitas (Kg/cm 2 ) 29.996 11.421 6.980 4 Keteguhan Lentur (kg/cm 2 ) 295 129 67 5 Susut volume (%) 26 39 48 6 Kelas awet (Type) V V V 7 Kelas kuat (Type) III-V V V (Sumber : Bakar 2003) Menurut Balfas (2003), beberapa sifat yang kurang menguntungkan dari batang kelapa sawit, diantaranya adalah: 1) Kandungan air pada kayu segar sangat tinggi (dapat mencapai 50%). 2) Kandungan zat pati sangat tinggi (pada jaringan parenklim dapat mencapai 45%). 3) Keawetan alami sangat tinggi. 4) Kadar air keseimbangan relatif lebih tinggi.

5) Dalam proses pengeringan terjadi kerusakan parenklim yang disertai dengan perubahan dan kerusakan fisik secara berlebihan terutama pada bagian kayu dengan kerapatan rendah. 6) Dalam pengolahan mekanik batang kelapa sawit lebih cepat menumpulkan pisau, gergaji dan amplas. 7) Kwalitas permukaan kayu setelah pengolahan relatif rendah. Dalam proses pengerjaan akhir memerlukan bahan lebih banyak.namun demikian kayu kelapa sawit memiliki beberapa hal yang sangat menguntungkan diantaranya adalah sebagai berikut: a. arga kayu atau eksploitasi sangat rendah. b. Warna kayu cerah dan lebih seragam. c. Tidak mengandung mata kayu. d. Mudah diberi perlakuan kimia. e. Mudah dikeringkan. 2.10. Papan Partikel Papan partikel ialah produk panil yang dihasilkan dengan memanfaatkan partikelpartikel kayu dan sekaligus mengikatnya dengan satu perekat. Tipe-tipe papan partikel yang banyak itu sangat berbeda dalam hal ukuran dan bentuk partikel, jumlah resin (perekat) yang digunakan dan kerepatan panil yang dihasilkan (aygreen, 1996).Papan partikel (particle board) merupakan papan buatan mempunyai komponen utama berupa partikel kayu yang direkatkan dengan perekat organik seperti tanin, urea formaldehid, fenol formaldehid, dan lain-lain. Partikel kayu dapat berbentuk pasahan, serpih, bentuk biskit, tatal, serbuk gergaji, kerat, dan wool kayu ekselsior (kerekatan yang panjang, berombak, dan rampingan) (Duljapar, 2001).

2.10.1. Mutu Papan Partikel Mutu papan partikel meliputi cacat, ukuran, sifat fisis, sifat mekanis, dan sifat kimia. Dalam standar papan partikel yang dikeluarkan oleh beberapa negara masih mungkin terjadi perbedaan dalam hal kriteria, cara pengujian, dan persyaratannya. Walaupun demikian, secara garis besarnya sama. 2.10.2. Cacat Pada Standar Indonesia Tahun 1983 tidak ada pembagian mutu papan partikel berdasarkan cacat, tetapi pada standar tahun 1996 ada 4 mutu penampilan papan partikel menurut cacat, yaitu:a, B, C, dan D. Cacat yang dinilai adalah partikel kasar di permukaan, noda serbuk, noda minyak, goresan, noda perekat, rusak tepi dan keropos. 2.10.3. Ukuran Penilaian panjang, lebar, tebal dan siku terdapat pada semua standar papan partikel. Dalam hal ini, dikenal adanya toleransi yang tidak selalu sama pada setiap standar. Dalam hal toleransi telah, dibedakan untuk papan partikel yang dihaluskan kedua permukaannya, dihaluskan satu permukaannya dan tidak dihaluskan permukaannya 2.10.4. Sifat fisis papan partikel Sifat fisis papan partikel adalah sebagai berikut: 1. Kerapatan papan partikel ditetapkan dengan cara yang sama pada semua standar, tetapi persyaratannya tidak selalu sama. Menurut Standar Indonesia Tahun 1983 persyaratannya 0,50-0,70 g/cm 3, sedangkan menurut Standar Indonesia Tahun 1996 persyaratannya 0,50-0,90g/cm 3. Ada standar papan partikel yang mengelompokkan menurut kerapatannya, yaitu rendah, sedang, dan tinggi.

2. Kadar air papan partikel ditetapkan dengan cara yang sama pada semua standar, yaitu metode oven (metode pengurangan berat). Walaupun persyaratan kadar air tidak selalu sama pada setiap standar, perbedaannya tidak besar (kurang dari 5%). 3. Pengembangan tebal papan partikel ditetapkan setelah contoh uji direndam dalam air dingin (suhu kamar) atau setelah direndam dalam air mendidih, cara pertama dilakukan terhadap papan partikel interior dan eksterior, sedangkan cara kedua untuk papan partikel eksterior saja. 4. Menurut Standar Indonesia Tahun 1983, untuk papan partikel eksterior, pengembangan tebal ditetapkan setelah direbus 3 jam, dan setelah direbus 3 jam kemudian dikeringkan dalam oven 100 C sampai berat contoh uji tetap. Ada papan partikel interior yang tidak diuji pengembangan tebalnya, misalnya tipe 100 menurut Standar Indonesia Tahun 1996, sedangkan untuk tipe 150 dan tipe 200 diuji pengembangan tebalnya. Menurut standar FA, pada saat mengukur pengembangan tebal ditetapkan pula penyerapan airnya 2.10.5. Sifat Mekanis Sifat mekanis papan partikel adalah sebagai berikut: 1. Keteguhan (kuat) lentur umumnya diuji pada keadaan kering meliputi modulus patah dan modulus elastisitas. Pada Standar Indonesia Tahun 1983 hanya modulus patah saja, sedangkan pada Standar Indonesia Tahun 1996 meliputi modulus patah dan modulus elastisitas. Selain itu, pada standar ini ada pengujian modulus patah pada keadaan basah, yaitu untuk papan partikel tipe 150 dan 200. Bila papan partikelnya termasuk tipe I (eksterior), pengujian modulus patah dalam keadaan basah dilakukan setelah contoh uji direndam dalam air mendidih (2 jam) kemudian dalam air dingin (suhu kamar) selama 1 jam. Untuk papan partikel tipe II (interior) pengujian modulus patah dalam keadaan basah dilakukan setelah contoh uji direndam dalam air panas (70 C) selama 2 jam kemudian dalam air dingin (suhu kamar) selama 1 jam.

2. Keteguhan rekat internal (kuat tarik tegak lurus permukaan) umumnya diuji pada keadaan kering, seperti pada Standar Indonesia tahun 1996. Pada Standar Indonesia tahun 1983 pengujian tersebut dilakukan pada keadaan kering untuk papan partikel mutu I (eksterior) dan mutu II (interior). Pengujian pada keadaan basah, yaitu setelah direndam dalam air mendidik (2 jam) dilakukan hanya pada papan partikel mutu I saja. 3. Keteguhan (kuat) pegang skrup diuji pada arah tegak lurus permukaan dan sejajar permukaan serta dilakukan pada keadaan kering saja. Menurut Standar Indonesia tahun 1996 pengujian tersebut dilakukan pada papan partikel yang tebalnya di atas 10 mm. 2.11. Karakterisasi Papan Partikel Karakterisasi dilakukan untuk mengetahui dan menganalisa campuran papan partikel kayu kelapa sawit. Karakterisasi yang dilakakukan dengan kekuatan tarik, Faurier Tranform Infrared Spectroscopy (FT-IR), Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Termogravimetri analysis(tga). 2.12. Kekuatan lentur (Ultimate Flexural Strength) Pengujian kekuatan lentur dilakukan adalah untuk mengetahui ketahanan suatu bahan terhadap pembebanan pada titik lentur dan juga untuk mengetahui keeleksitasan suatu bahan. Pada pengujian ini pembebanan yang diberikan adalah tegak lurus terhadap sampel dengan tiga titik lentur dan titik titik sebagai penahan berjarak tertentu. Titik pembebanan diletakkan pada pertengahan panjang sampel.

Skema pengujian kekuatan lentur seperti diperlihatkan pada Gambar 2.11: Penekanan L Defleksi Lentur Perluasan Gambar 2.11. Pengujian kekuatan lentur secara skematik Pada pengujian ini akan terjadi perlengkungan pada titik tengah sampel dan besarnya perlengkungan ini dinamakan defleksi (δ) (aygreen, 1996). Persamaan untuk memperoleh kekuatan lentur: UFS = 3PL/2bd 2 UFS (MoR) = Kekuatan lentur kg/cm P = Beban maksimum pematah sampel (kg) Y = Jarak defleksi (cm) b = lebar sampel (cm Persamaan untuk memperoleh elastisitas yaitu: 3 (16) MoE = P.L3 4ybd 3 (17) MoE = Elastisitas kg/cm L = Jarak span (cm) 2.13. Scanning Electron Microscopy (SEM) d = tebal sampel (cm) SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara makroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar X, elektron sekunder, elektron auger dan

absorpsi elektron. Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20μm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan gambar tofografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan. Gambar tofografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor dan diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas yang menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar di monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam kedalam suatu disket. Sampel yang dianalisa dengan menggunakan teknik ini harus mempunyai permukaan dengan konduktivitas tinggi, karena polimer mempunyai konduktivitas rendah, maka bahan perlu dilapisi dengan bahan konduktor (bahan penghantar) yang tipis. Bahan yang biasa digunakan adalah perak, tetapi jika dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik digunakan suatu campuran emas dan paladium. 2.14. Spectroscopy Infra Red (FT-IR) Pada tahun 1965, Cooley dan Turky mendemonstrasikan teknik spektroskopi FT-IR (Faurier transform infrared spectroscopy). Pada dasarnya teknik ini sama dengan spektroskopi inframerah biasa, kecuali dilengkapi dengan cara penghitungan Faurier transform dan pengolahan data untuk mendapatkan resolusi dan kepekaan yang lebih tinggi. Teknik ini dilakukan dengan penambahan peralatan interferometer yang telah lama ditemukan oleh Michelson pada akhir abad 19. Mikchelson telah mendapat informasi spektrum dari suatu berkas radiasi dengan mengamati interferogram yang diperoleh dari interfemeter tersebut. Penggunaan spektrofotometer FT-IR untuk analisa banyak diajukan untuk identifikasi suatu senyawa. al ini disebabkan spektrum FT-IR suatu senyawa (misalnya senyawa organik) bersifat khas, artinya senyawa yang berbeda akan mempunyai spektrum yang berbeda pula. Vibrasi ikatan

kimia pada suatu molekul menyebabkan pita serapan hampir seluruhnya di daerah spektrum IR yakni 4000-400cm -1 Pada temperatur biasa molekul organik frekuensi vibrasinya dalam keadaan tetap. Masing-masing ikatan mempunyai vibrasi renggangan (stretching) dan vibrasi tekuk (bending) yang dapat mengasorbsi energi radiasi pada frekuensi itu. Yang dimaksud vibrasi renggangan adalah terjadinya terus menerus perubahan jarak antara dua atom di dalam suatu molekul. Vibrasi renggang ini ada dua macam, yaitu renggang simetris dan tidak simetris. Yang dimaksud vibrasi tekuk adalah terjadinya perubahan sudut antara dua ikatan kimia. Ada empat macam vibrasi tekuk, yakni vibrasi tekuk dalam bidang (in-plane bending) yang dapat berupa vibrasi scissoring (deformasi) atau vibrasi rocking dan vibrasi keluar bidang (out of plane bending) yang dapat berupa wagning atau berupa twisting (Gambar 2.12). + + + - vibrasi renggang vibrasi renggang simetris vibrasi renggang tak simetris vibrasi lentur vibrasi lentur rocking waging seiring (deformasi) Twisting vibrasi lentur bidang (+) Gerakan keluar bidang kertas, keatas (-) Gerakan keluar bidang kertas, kebawah Gambar 2.12. Macam-macam vibrasi pada FT-IR Formulasi bahan polimer komersial dengan kandungan aditif bervariasi seperti pemplastis, pengisi, pemantap dan antioksidan, memberikan kekhasan pada spektrum inframerahnya. Analisis inframerah memberikan informasi tentang kandungan aditif, panjang rantai, dan struktur rantai polimer. Disamping itu, analisis FT-IR dapat digunakan untuk karakterisasi bahan polimer yang terdegradasi oksidatif dengan munculnya gugus karbonil dan pembentukkan ikatan pada rantai polimer. Gugus lain yang menunjukkan terjadinya degradasi oksidatif adalah gugus hidroksida dan

karboksilat. Umumnya pita serapan polimer pada spektrum inframerah adalah adanya ikatan C- renggangan pada daerah 2880 cm -1 2900cm -1 dan renggangan dari gugus fungsi lain yang mendukung untuk analisis suatu material. Banyak faktor yang mempengaruhi frekuensi vibrasi suatu ikatan dalam molekul dan tidak mungkin memisahkan pengaruhnya dari suatu yang lain, sebagai contoh serapan ikatan C= dalam gugus keton (RCC 3 ) lebih rendah dari pada dalam RCCl. Perubahan frekuensi struktur C= ini karena perbedaan massa diantara C 3 dan Cl. 2.15. Thermogravimetry Analysis (TGA) Metode ini digolongkan kedalam metode fisika, dimana sampel secara terus-menerus dinyatakan sebagai fungsi temperatur, sampel disubjeksikan ke suatu pengendalian perubahan suhu, penentuan titik lebur dari sampel yang berbentuk solid atau padatan. Bahan yang dikarakterisasi biasanya berupa senyawa organik atau suatu bahan yang murni. Menggunakan proses pemanasan, kemudian sampel akan mengalami proses dekomposisi dan secara fisika analisisnya ditinjau dari titik lebur yang diperoleh dari sampel atau bahan yang telah mengalami proses pemanasan. Temperatur merupakan kondisi suatu bahan kepenyaluran panas atau pemanasan yang berasal dari bahan lain. Pengaruh dari proses pemanasan terjadi banyak perubahan dari sampel, perubahan berat didasari dari termogravimetri dan ditentukan perubahan energinya dengan metode Differensial Scanning Calorimetri (DSC). Teknik ini penting dalam analisis termal (Dodd, 1987). Pembelajaran lain yang mendekati ke fase transisi diperoleh dari alat yang disebut thermobalance, dimana hasil dibaca dari penurunan berat sampel yang terdekomposisi selama proses pemanasan (Ewing, 1960). Thermogravimetry ditentukan dari berat bahan yang hilang melalui DSA dan DSC yang akan ditunjukkan sebagai suatu reaksi endotermik atau eksotermik ketika dekomposisi terjadi. Analisis termal memiliki beberapa bagian penting dalam prosesnya : a) Data termal dipengaruhi oleh panas yang spesifik, konduktivitas termal, panas peleburan, dan kebanyakan dari titik lebur dari logam murni seperti Au, Pb, Sn, dan

lain-lain sering digunakan sebagai standar umtuk kalibrasi data dalam bentuk DSA/DSC. b) Perubahan fase solid-fase liquid (seperti titik lebur) atau fase liquid-fase uap (titik didih) c) Perubahan struktur transisi solid-solid dimana terjadi perubahan struktur yang berupa reaksi endotermik/eksotermik d) Stabilitas termal untuk material atau bahan polimer e) Dekomposisi termal, termogravimetri digunakan untuk pembelajaran stoikiometri dari dekomposisi termal dari sampel f) Analisis kualitatif (identifikasi) pengendalian kualitas yang berkaitan dengan kemurnian. Metode analisis termal disini digunakan untuk mengidentifikasi kemurnian dari sampel atau bahan (Dodd, 1987).