ANALISIS KERENTANAN GERAKAN TANAH (LONGSOR) DENGAN MENGGUNAKAN SIG

dokumen-dokumen yang mirip
PEDOMAN TEKNIS PEMETAAN ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI KASUS KABUPATEN BONDOWOSO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

Gambar 4.1 Kompas Geologi Brunton 5008

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

L O N G S O R BUDHI KUSWAN SUSILO

DAFTAR ISI... RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I. PENDAHULUAN

SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA LAHAN (Kuliah ke 12)

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Kestabilan Lereng Batuan

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

WORKSHOP PENANGANAN BENCANA GERAKAN TANAH

BENCANA GERAKAN TANAH DI INDONESIA

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

APLIKASI SLIDE SOFTWARE UNTUK MENGANALISIS STABILITAS LERENG PADA TAMBANG BATUGAMPING DI DAERAH GUNUNG SUDO KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. wisata Pantai Parangtritis yang merupakan pantai selatan Pulau Jawa masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut seorang ilmuwan kuno yang bernama Eratosthenes Geografi berasal

BAB 1 PENDAHULUAN I-1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

PEMETAAN GEOLOGI. A. Peta Geologi. B. Pemetaan Geologi

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut PT. Mettana (2015), Bendungan Jatigede mulai dibangun pada

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB IV ANALISIS KINEMATIK

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN GEOMORFOLOGI

Metode Analisis Kestabilan Lereng Cara Yang Dipakai Untuk Menambah Kestabilan Lereng Lingkup Daerah Penelitian...

BAB II. METODELOGI PENELITIAN

INVESTIGASI GEOLOGI POTENSI LONGSOR BERDASARKAN ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

Bab IV STABILITAS LERENG

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian banjir, air baku 300 liter/ detik dan energi listrik 535 KWH (Wicaksono,

PENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V ANALISIS EMPIRIS KESTABILAN LERENG

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

12.1. Pendahuluan Peta Geologi Definisi

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I. I.1.Latar Belakang PENDAHULUAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Pasirmunjul, Kabupaten Purwakarta, masuk ke dalam zona

BAB I PENDAHULUAN. 1. Menerapkan ilmu geologi yang telah diberikan di perkuliahan.

BAB II RUANG LINGKUP PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Desa Pendoworejo berada pada ketinggian 100 hingga 475 mdpl. Pada peta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

Pemeriksaan lokasi bencana gerakan tanah Bagian 1: Tata cara pemeriksaan

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksploratif. Menurut Moh. Pabundu Tika

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bencana Longsor yang Berulang dan Mitigasi yang Belum Berhasil di Jabodetabek

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Analisis Kestabilan Lereng Batuan

TINGKAT KERAWANAN LONGSORLAHAN DENGAN METODE WEIGHT OF EVIDENCE DI SUB DAS SECANG KABUPATEN KULONPROGO. Aji Bangkit Subekti

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara menggunakan pendekatan Rock Mass Rating (RMR). RMR dapat

C. Prosedur Pelaksanaan

BAB V PEMBAHASAN. lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih model lereng stabil dengan FK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DISASTER NURSING AND TRAUMA HEALING. Project Observasi Potensi Bencana di Kelurahan Pongangan. Gunung Pati, Semarang, Jawa Tengah.

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah rawan bencana.

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

Pengantar Teknologi. Informasi (Teori) Minggu ke-11. Geogrphical Information System (GIS) Oleh : Ibnu Utomo WM, M.Kom UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian adalah sebuah cara yang digunakan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KOMPETENSI PEMANTAU KESTABILAN LERENG : IMPLIKASINYA TERHADAP PRODUKTIVITAS PENAMBANGAN SUMBER DAYA MINERAL

TINJAUAN PUSTAKA. unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta

Kornelis Bria 1, Ag. Isjudarto 2. Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Jogjakarta

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 8. Gerakan Tanah

Bab I. Pendahuluan. I Putu Krishna Wijaya 11/324702/PTK/07739 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB III METODE KAJIAN

III. BAHAN DAN METODE

Transkripsi:

ANALISIS KERENTANAN GERAKAN TANAH (LONGSOR) DENGAN MENGGUNAKAN SIG Pengertian Umum Gerakan tanah adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan timbunan, tanah atau material campuran, bergerak kearah bawah dan keluar lereng (Varnes, 1978 dalam keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No.1452/K/10/MEM/2000). Zona kerentanan gerakan tanah adalah suatu areal atau daerah yang mempunyai kesamaan derajat kerentanan relatif (relative susceptibility) untuk terjadi gerakan tanah di suatu daerah. Beberapa pengertian istilah yang digunakan dalam pemetaan zona kerentanan gerakan tanah (Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No.1452/K/10/MEM/2000) adalah sebagai berikut: 1. peta parameter adalah peta-peta tematik yang digunakan sebagai peta dasar dalam analisis tumpang tindih (overlaying) untuk penentuan kriteria zona kerentanan tanah. Peta parameter yang digunakan adalah peta geologi, peta sudut lereng dan peta tata guna lahan, 2. peta geologi adalah peta yang menggambarkan sebaran tiap satuan atau formasi batuan, struktur geologi dan susunan stratigrafinya, 3. peta sudut lereng adalah peta yang menggambarkan besarnya sudut lereng suatu wilayah, 4. peta tata lahan adalah peta yang menggambarkan penggunaan lahan suatu wilayah saat ini, 5. unit adalah daerah satuan kelompok batuan yang memiliki kesamaan dalam peta geologi, 6. klas adalah daerah yang mempunyai kisaran sudut lereng sama dalam suatu peta sudut lereng, 7. tipe adalah daerah yang mempunyai kesamaan dalam penggunaan lahan pada peta tata lahan, 8. skala peta adalah perbandingan jarak di peta dengan jarak sebenarnya yang dinyatakan dengan angka atau garis atau gabungan keduanya. 9. peta sebaran gerakan tanah adalah peta yang menggambarkan sebaran gerakan tanah dalam sebuah wilayah. Pembagian batasan ukuran gerakan tanah dibagi menjadi: - gerakan tanah besar, mempunyai lebar maksimum lebih besar dari 150m, - gerakan tanah kecil, mempunyai lebar 15-150m, - gerakan tanah sangat kecil mempunyai lebar kurang dari 15m, dan 10. lebar gerakan tanah adalah ukuran lebar maksimum pada sumbu yang tegak lurus arah gerak dari gerakan tanah. Sistim Informasi Geografis dapat didefenisikan sebagai suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi dan suatu sistem database dengan kemampuan khusus untuk data yang bereferensi spasial dengan seperangkat operasi kerja, peta berorde tinggi yang juga mengoperasikan dan menyimpan data non-spasial (Star&Estes, 1990). Selain itu secara umum sering didefinisikan juga

sebagai suatu sistem berbasis komputer yang dapat memanajemen, memanipulasi dan menganalisis informasi-informasi kebumian. Tinjauan Umum Tentang Sistem Infomasi Geografis (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sebuah alat bantu dalam melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan komponen dimensi keruang. Sistem ini menggabungkan semua kemampuan, baik yang hanya berupa sekedar tampil saja, sistem informasi yang tersaji secara thematis, bersamaan dengan kemampuan untuk menganalisa lokasi geografis dan informasiinformasi tertentu yang terkait terhadap lokasi yang bersangkutan. Sistem informasi Geografis (SIG) adalah sebuah aplikasi dinamis, dan akan terus berkembang. Peta yang dibuat pada aplikasi ini tidak hanya akan berhenti dan terbatas untuk keperluan saat dibuatnya saja tetapi dengan mudah bisa dilakukan peremajaan terhadap informasi yang terkait pada peta tersebut, dan secara otomatis peta tersebut akan segera menunjukkan akan adanya perubahan informasi. Semuanya itu dapat dikerjakan dalam waktu singkat, tanpa perlu belajar secara khusus. Sistem informasi Geografis (SIG) dapat menggambarkan dan menganalisa informasi dengan cara pandang baru, mengungkap semua keterkaitan yang selama ini tersembunyi, pola, dan kecenderungannya. SIG hanya sebuah sarana untuk pengambilan data, menganalisanya, dari kumpulan data berbasis pemetaan untuk mendukung proses pengambilan keputusan. Teknologi SIG banyak digunakan untuk membantu berbagai kegiatan pekerjaan seperti penyajian informasi pada saat pembuatan perencanaan, membantu memecahkan masalah yang berkaitan dengan letak geografis. Sistem Informasi Geografis terdiri atas seperangkat komponen yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Komonen tersebut adalah sebagai berikut: 1. brainware (manusia) 2. data, berupa peta analog, data survey, statistic, foto udara, data SIG sebelumnya, dll 3. hardware (perangkat keras komputer berikut kelengkapan pendukungnya dan perangkat keras komunikasi) mis: computer, scanner, digitizer, 4. software (perangkat lunak) mislanya : Arc View, Arc Info, Map Info, Surfer, Autocad, dll. Tinjauan Umum Tentang Kerentanan Gerakan Tanah Berdasarkan mekanisme dan materialnya (Varnes, 1958 dalam Nitihardjo, 1995), maka maka gerakan tanah dapat digolongkan menjadi 6 (enam) jenis (tabel 3.1). Gerakan tanah atau tanah longsor merupakan fenomena alam yang lazim terdapat di Indonesia. Sejak lama fenomena ini sudah dikenal, yang menarik untuk diperhatikan adalah bahwa fenomena ini bertambah sering dan dimensinya pun bertambah menjadi besar. Pertambahan baik kualitas maupun kuantitas dari proses gerakan tanah ini justru bersamaan dengan meningkatnya pembangunan di Indonesia. Tabel 3.1: Klasifikasi Gerakan Tanah (Varnes, 1958 dalam Nitihardjo, 1995).

No Type Subtype Description 1. Falls - Rockfall (bedrock) - Soifall (Loose material) 2. Sllides Rotational - Slump (bedrock or cohesive units of Planar material - Block-glide (bedrock or cohesive units Loose mterial) - Rockslide (bedrock) - Debris slide (loose material) 3. Flows Dry - Rock avalanche - Sand run Moderately wet Very wet - Loes flow - Debris avalanche - Earth flow - Sand or silt flow - Debris flow - Mud flow Karena itu perlu adanya suatu bentuk Informasi mengenai tingkat kerentanan suatu daerah untuk terkena atau terjadi gerakan tanah. Bentuk Informasi ini diwujudkan dalam suatu peta zona kerentanan gerakan tanah. Sehingga Informasi tentang kerentanan gerakan tanah dapat digunakan sebagai informasi awal untuk analisa resiko terjadinya bencana dan analisa penanggulangan bencana sebagai acuan dasar untuk pengembangan wilayah berikut pembangunan instruktur. Lingkup kegitan dalam pemetaan zona kerentanan tanah (Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, No. 1452/K/10/MEM/2000)meliputi: 1. Persyaratan Tenik, yaitu: Persyaratan peta dimana peta tematik dan peta sebaran gerakan tanah disyaratkan mempunyai sekala yang sama, dan terdigitasi dalam bentuk polygon. Pembagian zona kerentanan gerakan tanah, zona kerentanan gerakan tanah dapat dibagi sebanyak-banyaknya menjadi 4 (empat) yaitu: zona kerentanan gerakan tanah sangat rendah, menengah dan tinggi. 2. Metode pemetaan zona kerentanan gerakan tanah. Metode analisis yang dipergunakan adalah metode analisis gabungan antara pemetaan tidak langsung dan pemetaan langsung. Pekerjaan ini menggunakan SIG.

Variasi pergerakan massa terjadi ketika tegangan (shear stress) cenderung berpindah berpindah ke material utama dari penyusun suatu lereng lebih besar dari (resisting strength) maka tidak akan terjadi keruntuhan lereng. Jadi stabilitas lereng menggambarkan keseimbangan antara shear stress dan Shear strenght yang dapat digambarkan dengan rumus saftyratio. Dikatakan lereng itu stabil jika F>1. Unsur-unsur yang berada dibawah saftyrasio akan memicu terjadinya gerakan tanah dan kecenderungan ini dapat terjadi apabila shear stressnya meningkat. Secara teori keruntuhan lereng muncul jika F=1. Tabel III.2 Klasifikasi kuat batuan (Johannesstrade dalam Process Geomorphology, Dale F. Ritter1978). Parameter Intract rock strength(ntype Schmidt hammer R ) Weathering Spacing of Joints Joint orientation Width of joints Continuity of joints Outflow of groundwater 1 2 3 4 5 Very Strong Strong Moderat Weak Very Weak 100-60 r : 20 Unweathered r : 10 >3m r : 30 Very vavorabble step dip into slope, cross joint interlock r : 20 <0.1> r : 7 None continous R : 7 None r : 6 60-50 r : 18 Slightly weathered r : 9 3-1 m r : 28 Vavorabble step dip into slope, cross joint interlock r : 18 0.1-1 mm r : 6 Few continous R : 6 Trace 50-40 r : 14 Moderately Weathered r : 7 1-0.3 r : 21 Fair Horizontal dips, vertical (hard rocks only) r : 14 1 5 mm Countinous no infill R : 5 Slight <25l/min/10m 2 r : 4 40-35 r : 10 Highly weathered 300-50 mm r : 15 Unvavorable Moderat dips out of slope r : 9 5-20 mm r : 4 Continous thin infill R : 4 Moderate 25-125l/min/10m 2 r : 3 35-10 Completely weathered r : 3 <50mm r : 8 Very unfavorable steep dips out of slope >20mm r : 2 Countinous thick infill R : 1 Great >125l/min/10m 2 r : 1

Total Rating 100-91 90-71 70-51 50-26 <26 Salah satu faktor bertambahnya nilai shear stress adalah kekuatan batuan, dengan sifat-sifat seperti kekerasan batuan, tingkat pelapukan, spasi kekar, bukaan kekar, kontinuitas kekar, airtanah, kemiringan lereng, dan lain sebagainya. Faktor-faktor tersebut memiliki tingkatan-tingkatan dengan pembobotan tertentu, seperti yang dikemukakan dalam klasifikasi kuat batuan (Johannesstrade dalam Process Geomorphology, Dale F. Ritter1978) (Tabel II.1). Kerentanan gerakan tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya; geometri lereng, struktur geologi, morfologi, iklim, sifat fisik dan mekanik serta gaya-gaya luar yang bekerja pada lereng tersebut (Sembiring, 1989). Adapun penjelasan faktor-faktor tersebut, sebagai berikut: 1. Geometri lereng. Kemiringan dan ketinggian suatu lereng, sangat mempengaruhi kemantapannya. Semakin besar kemiringan dan ketinggian suatu lereng, maka kemantapannya berkurang. 2. Morfologi. Morfologi yang dimaksudkan disini adalah keadaan fisik, karakteristik dan bentuk permukaan bumi. Keadaan morfologi suatu daerah akan mempengaruhi kemantapan lereng. Hal ini disebabkan karena morfologi sangat menentukan laju erosi, pengendapan, menentukan arah aliran tanah dan air permukaan dan mempengaruhi pelepukan batuan. 3. Struktur geologi. Stuktur geologi yang sangat mempengaruhi kemantapan lereng adalah bidang-bidang sesar, perlapisan, dan kekar-kekar (joint). Bidang-bidang struktur geologi tersebut, merupakan bidang lemah (diskontinuitas) dan tempat merembesnya air, yang menyebabkan lereng lebih mudah melongsor. 4. Iklim. Iklim juga mempengaruhi kemantapan suatu lereng. Hal ini disebabkan karena iklim mempengaruhi perubahan temperatur, jumlah hujan per tahun, dan yang terpenting, iklim juga mempengaruhi tingkat pelapukan, maka kekuatan batuan atau tanah menjadi semakin kecil. 5. Sifat Fisik dan Mekanik. Sifat fisik batuan yang mempengaruhi kemantapan suatu adalah bobot isi, porositas dan kandungan air. Kuat tekan, kuat tarik, kuat geser dan sudut geser dalam batuan atau tanah semakin kecil. 6. Air Tanah.

Dengan adanya air di dalam batuan atau tanah, akan menimbulkan tekanan air pori. Tekanan air pori akan mengakibatkan kuat geser batuan menjadi kecil. Batuan yang mempunyai kuat geser yang kecil, akan mudah longsor. Semakin banyak jumlah air dalam batuan, maka tekanan air pori juga bertambah besar. 7. Air Hujan. Dengan adanya air hujan, akan mempercepat terjadinya erosi dan biasanya menggerogoti bagian lapisan yang lemah, sehingga membentuk Under Cut pada muka lereng. Disamping itu, air hujan juga mengisi rekahan-rekahan yang ada, akibatnya lereng akan lebih mudah longsor. Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kemantapan lereng sangat penting dilakukan untuk mengetahui sejauh mana faktor-faktor tersebut berpengaruh pada daerah penelitian. Salah satu faktor yang akan dikaji lebih dalam adalah faktor geometri lereng. Lereng merupakan nilai yang didapatkan dari perbandingan beda tinggi kenampakan bentangalam pada suatu tempat dengan jarak lurus mendatar dari kedua tempat tersebut. Kemiringan lereng yang besar akan mempengaruhi kestabilan lereng suatu daerah. Makin besar kemiringan lereng suatu daerah, maka semakin besar pula kemungkinan akan terjadinya gerakan tanah (lereng tidak stabil). Kemiringan lereng ini dapat diamati dan diukur langsung di lapangan namun metode yang digunakan dalam penelitian ini lebih difokuskan pada analisa peta topografi skala 1:50000. Analisa peta topografi dilakukan dengan menghitung kemiringan lereng dalam suatu grid tertentu berdasarkan data ketinggian kontur yang tersaji dalam peta topografi Metode Pendekatan dan Analisis Perkembangan teknologi informasi dirasakan pula dalam ilmu kebumian, yang kemudian melahirkan perangkat lunak (software) yang membantu pekerjaan pengolahan data dan analisis data. Salah satu perangkat lunak yang berkembang pesat dalam ilmu kebumian adalah Sistim Informasi Geografis (SIG). Sistem Informasi Geografis hanyalah sebuah alat bantu, namun yang paling menentukan kualitas luaran sistim ini tetap berada pada kemampuan operatornya. Software yang dipergunakan adalah Arc View, Versi 3,2. Software ini digunakan untuk menghitung persentase kemiringan lereng, dan menghitung dan mengevaluasi unit, klas atau tipe mana dari setiap individu peta yang penting (berpengaruh) terhadap kejadian gerakan tanah. Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No.1452/K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Pemetaan Zona Kerentanan Gerakan Tanah, pemetaan zona kerentanan tanah dapat dilakukan dengan pemetaan langsung, pemetaan tidak langsung dan metoda gabungan. Selain menggunakan metode SIG, juga dilakukan metode pendekatan berupa metode kuantitatif (metode statistik). Metode ini didasarkan pada perhitungan kerapatan (density) gerakan tanah dan nilai bobot (weight value) dari masing-masing unit, klas atau tipe pada

setiap peta parameter. Cara perhitungan yang didasarkan pada perhitungan luas gerakan tanahnya. Nilai kerapatan (density value) dari tiap unit, klas atau tipe pada setiap peta parameter dalah pencerminan dari luas kejadian gerakan tanah pada satu satuan (unit, klas atau tipe) per luas dari luas unit, kals atau tipe parameter. Kerapatan = Luas Gerakan Tanah pada unit klas atau tipe "A"/Luas unit,klas atau tipe "A" Nilai bobot (weigth value) dari tiap unit, klas atau tipe pada setiap peta parameter didefinisikan sebagai pengurangan kerapatan gerakan tanah pada tiap unit, klas atau tipe oleh jumlah seluruh gerakan tanah per luas seluruh peta. Nilai bobot= Luas gertan pada unit,klas, tipe "A"/Luas unit,klas,tipe "A" Tiap individu peta parameter yang telah ditumpang tindihkan dengan peta distribusi gerakan tanah akan menghasilkan kerapatan dan bobot gerakan tanah pada tiap unit, klas atau tipe. Metode yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada Lampiran Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Repoblik Indonesia No.1452 K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Pemetaan Zona Kerentanan Gerakan Tanah. Didalamnya dijelaskan tentang 3 (tiga) cara pemetaan zona kerantanan gerakan tanah, yaitu : - Pemetaan langsung, - Pemetaan tidak langsung, - Pemetaan gabungan Metode langsung adalah pemetaan zona kerentanan gerakan tanah dengan menggunakan data hasil pemetaan langsung di lapangan dengan memperhitungkan faktor: morfologi, litologi, struktur geologi dan lain-lain. Sedangkan metode tidak langsung adalah dengan prosedur analisis tumpang tindih (overlaying) untuk mencari pengaruh faktor-faktor yang terdapat pada peta-peta parameter terhadap sebaran (distribusi) gerakan tanah, kemudian dengan analisis menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografis) dapat ditentukan zonasi kerentanan gerakan tanahnya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pemetaan tidak langsung. Pengerjaan analisis dengan SIG dalam pemetaan zona kerentanan gerakan tanah secara tidak langsung, dilakukan dengan menggunakan software Arcview versi 3.2 Berikut ini akan diuraikan beberapa tahapan dalam studi khusus kerentanan gerakan tanah menggunakan SIG. 1. Tahap pengumpulan data Dalam tahapan ini dilakukan pengumpulan data-data berupa data geologi, tataguna lahan, kemiringan lereng. Data-data tersebut umumnya dalam bentuk peta analog.

2. Analisa I Dalam tahapan ini dilakukan analisa data yang telah dikumpulkan. Analisa awal tersebut dijadikan acuan dalam merencanakan pemetaan kerentanan gerakan tanah secara langsung di lapangan. 3. Pengambilan data lapangan Kegiatan pengambilan data lapangan meliputi pengukuran dimensi gerakan tanah, pengamatan kondisi geologi berupa kemiringan lereng, kerapatan kekar, bukaan kekar, kedudukan perlapisan batuan, tebal soil, hidrologi, dan aktivitas manusia. 4. Pengolahan Data Pengolahan data meliputi pengolahan data lapangan dan konversi peta. Kegiatan pengolahan data lapangan tersebut akan menghasilkan peta sebaran gerakan tanah. Sedangakan kegiatan konversi peta dimaksudkan agar peta analog terkonversi menjadi peta digital yang lazim dinamakan digitasi. Pemberian kode pada saat digitasi untuk menghindari pemberian kode yang kompleks. Setiap obyek dalam peta digital baik berupa titik (misalnya : titik ketinggian), unsur garis (misalnya : jalan, sungai), juga unsur poligon (misalnya : pemukiman, hutan) memuat data non-grafis (atribut) berupa informasi-informasi tekstual kedalam database. 5. Analisa II Kegiatan ini mencakup proses pembentukan query (perintah pengambilan dan analisis data) dengan menggunakan fasilitas fungsi yang ada pada sistem tersebut. Peta-peta tematik hasil digitasi, dianalisis dengan metode tumpang tindih (overlaying). Tumpang tindih dilakukan antara peta-peta parameter (geologi, tata lahan dan sudut lereng) terhadap peta distribusi gerakan tanah. Dari hasil tumpang tindih tersebut dilakukan perhitungan nilai kerapatan (density value) dan nilai bobot (weight value) dengan menggunakan metode kuantitatif (metode statistik) sebagai metode pendekatan. Hasil perhitungan nilai bobot setiap peta parameter dijumlahkan untuk mendapatkan nilai boot akhir. Nilai bobot akhir tersebut diselang untuk mendapatkan batas atas dari setiap zona kerentanan gerakan tanah. Dari batas atas nilai bobot tersebut, zona kerentanan gerakan tanah diklasifikasikan menjadi empat zona yaitu zona kerentanan gerakan tanah sangat rendah, rendah, menengah dan tinggi. 6. Tahap penyajian data Dari hasil analisis di atas, dihasilkan peta zona kerentanan gerakan tanah dengan skala dan warna tertentu untuk memperjelas unur-unsur yang ditampilkan. Secara rinci prosedur analisa gerakan tanah dengan menggunakan GIS akan diuraikan sebagai berikut : 1. tumpang tindih antara peta-peta parameter dengan peta distribusi gerakan tanah, 2. hitung luas daerah yang terkena gerakan tanah dan luas seluruh peta, 3. hitung kerapatan gerakan tanah pada seluruh daerah pemetaan,

4. hitung kerapatan gerakan tanah pada setiap unit, klas atau tipe peta parameter, 5. hitung nilai bobot pada setiap unit, klas atau tipe peta parameter, 6. overlay peta-peta parameter 7. jumlahkan semua nilai bobot dari tiap peta parameter dan 8. klasifikasikan hasil dari penjumlahan seluruh nilai bobot menjadi 4 (empat) kelas klasifikasi pembagian zona, yaitu: kerentanan sangat rendah, rendah, menengah dan tinggi.