EVALUASI PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PADA PT. VB Lovilia, Iswandi, S.E., Ak., M.M., BKP, CA, CFE ABSTRAK Tujuan penelitian ialah untuk mengetahui apakah penerapan Pajak Penghasilan Badan Pasal 25/29 yang dilakukan PT. VB sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Selain itu untuk mengidentifikasi masalah pada penyajian laporan keuangan dan pengisian SPT Tahuanan Badan 1771 pada PT. VB khususnya pada laporan keuangan laba/rugi komersial dan fiskal guna menentukan penghasilan kena pajak. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu pengamatan (Observation), metode wawancara (Interview), dan studi kepustakaan. Objek penelitian ini adalah PT. VB. Analisis yang digunakan adalah kualitatif. Hasil yang dicapai adalah perusahaan telah melaksanakan penerapan Pajak Penghasilan Badan Pasal 25/29 sesuai dengan sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Namun terdapat perbedaan hasil perhitungan pajak terutang pasal 25/29 antara perusahaan dan penulis disebabkan karena adanya beban yang tidak dikoreksi positif oleh perusahaan namun dikoreksi positif oleh penulis. Simpulan adalah perusahaan sebaiknya mengikuti perkembangan peraturan perpajakan yang terbaru pemenuhan kewajiban perpajakannya lebih baik lagi dimasa mendatang. (L) Kata Kunci : Pajak penghasilan Pasal 25, Pajak Penghasilan Pasal 29 ABSTRACT The research objective was to determine whether the application of the Corporate Income Tax Article 25/29 by PT. VB in accordance with the Taxation Act No. 36 of 2008 about Income Tax. Beside that, it also to identify problems in the presentation statements financial position and annual tax return 1771 of PT. VB particularly on commercial income statements and fiscal in order to determine taxable income. Data collection methods used were observation, the method of interview, and literature study. The object of this research is PT. VB. The analysis is qualitative. The results achieved are the company implements taxation Corporate income tax in accordance with Article 25/29 in accordance with the Taxation Act No. 36 of 2008 about Income Tax. However, there are differences in the results of the calculation of tax payable Article 25/29 between the company and the author due to the burden of uncorrected positive by the company but positively corrected by the author. Conclusion The company should keep abreast of the latest tax regulations fulfillment of tax obligations better in the future. (L) Key Words : Income Tax Article 25, Income Tax Article 29
PENDAHULUAN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sangat penting bagi pemerintah Indonesia dalam menjalankan pemerintahan. Dasar hukum penyusunan APBN mengacu pada Undang Undang Dasar 45 (UUD 45) sebagai dasar hukum paling tinggi dalam struktur perundang - undangan Indonesia. Dimana pada pasal 23 ayat 1 UUD 45 berbunyi sebagai berikut: Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari tahun ke tahun anggaran belanja negara yang dikeluarkan pemerintan melalui APBN terus menerus mengalamai peningkatan. Peningkatan kebutuhan anggaran belanja negara ini hendaklah diimbangi dengan peningkatan pendapatan negara untuk mencegah terjadinya defisit anggaran yang berdampak buruk bagi perekonomian nasional. Langkah untuk menutup defisit anggaran yang dapat dilakukan pemerintah pilihannya ada dua yaitu melalui kebijakan fiskal atau kebijakan moneter. Maka salah satu cara menghindari defisit anggaran adalah melalui kebijakan fiskal dengan mengoptimalkan penerimaan pemerintah dari sektor perpajakan. Sektor pajak adalah urat nadi bagi penerimaan negara. Sektor perperpajakan menyumbang pendapatan yang paling besar dibandingkan dengan penerimaan negara bukan pajak seperti penerimaan sumber daya alam dan bagian laba BUMN. Penerimaan dari sektor pajak dari tahun ketahun terus meningkat sesuai dengan pertumbuhan penduduk. Hal ini tercermin dalam APBN tahun 2014 dimana target penerimaan pajak adalah Rp 1.246,1 triliun dengan realisasi Rp 1.146,9 triliun atau 92% dari target. Sementara penerimaaan negara bukan pajak ditargetkan Rp 386,9 triliun dengan realisasi Rp 398,7 triliun atau 103% dari target. (http://www.kemenkeu.go.id/, 11 April 2015, 16:00 WIB). Penting bagi pemerintah untuk terus meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak. Hal ini dikarenakan sektor pajak merupakan sumber pendapatan yang umurnya tidak terbatas. Peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan jumlah perusahaan di Indonesia dapat menjadi lahan bagi pemerintah untuk memaksimalkan jumlah wajib pajak dan penerimaan pajak penghasiln (PPh). PPh adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diperoleh dalam satu tahun pajak. Salah satu subjek pajak yang dikenakan pajak penghasilan adalah wajib pajak badan. Laba perusahaan akan dikenakan pajak sesuai dengan Undang - Undang Nomor 36 tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan yang berlaku sejak 1 Januari 2009. Indonesia adalah salah satu negara yang menganut sistem Self Assesment. Sistem Self Assesment memberikan kepercayaan kepada wajib pajak dalam menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri jumlah kewajiban perpajakannya. Sehingga kepatuhan wajib pajak dalam kewajiban perpajakannya perlu dievalusi. PT. VB adalah perusahaan yang bergerak dibidang penjualan aksesoris mobil. Atas penghasilan yang diperoleh PT. VB melakukan perhitungan, penyetoran dan pelaporan sendiri jumlah pajak atas penghasilan yang diperolehnya sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Namun pengakuan laba-rugi menurut komersial dan menurut peraturan perpajakan pasti mengalami perbedaan. Untuk itulah diperlukan koreksi fiskal untuk menentukan Penghasilan Kena Pajak yang sesuai dengan Undang - Undang Perpajakan yang berlaku. Dalam memenuhi kewajiban perpajakannya perusahaan pernah menerima Surat Tagihan Pajak (STP) untuk PPh 21 serta Pemeriksaan untuk PPh badan pada tahun 2011. Maka penulis menyadari perlu dilakukan evaluasi bagi PT. VB dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya. Pajak yang perlu dievaluasi adalah proses penerapan PPh pasal 25/29. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui apakah perhitungan PPh pasal 25/29 sudah sesuai dengan peratuan perpajakan yang berlaku. Oleh karena itu penulis memberi judul skripsi : EVALUASI PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PADA PT. VB Berdasarkan latar belakang diatas maka dibuatlah rumusan masalah yang akan dibahas sebagai berikut: 1. Apakah penerapan Pajak Penghasilan Pasal 25/29 pada PT. VB telah sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan? 2. Adakah masalah dalam penyajian laporan keuangan dan pengisian SPT Tahunan Badan 1771 PT.VB khususnya pada laporan keuangan laba/rugi komersial dan fiskal guna menentukan penghasilan kena pajak? Penelitian terdahulu oleh Maya Safira Dewi dan Siti Bening Lestari (2012) dalam Jurnal Binus Business Review Volume 03 / Nomor 02 / November 2012. Penelitian ini berjudul Penerapan Pajak Penghasilan pada Perusahaan Joint Venture (Studi Kasus pada PT. BK, Persero). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan kebijakan dalam hal perpajakan, khususnya penerapan pajak penghasilan pada perusahaan Joint Venture. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah metode deskriptif. Hasil penelitian Perusahaan Joint Venture memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), walaupun bukan merupakan subjek pajak. Kepemilikan NPWP ini, dikarenakan perusahaan ini merupakan Wajib Pajak yang memiliki kewajiban untuk melakukan pemotongan terhadap PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 4 Ayat (2) terhadap objek atas imbalan yang dibayarkan. Penelitian terdahulu oleh Disty Rinanda (2014) dalam skripsi berjudul Analisis Penerapan Pajak Penghasilan Pasal 25/29 PT. HIB tahun pajak 2010-2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian penghitungan pematuhan kewajiban perpajakan pajak penghasilan PT. HIB dengan peraturan perpajakan di Indonesia. Metodologi yang digunakan dalam penelitian tersebut merupakan metode kualitatif. Hasil penelitian adalah terdapat perbedaan perhitungan peneliti dan perusahaan, membuat lebih bayar pada perusahaan, maka, harus dilakukan pembetulan Surat Pemberitahuan pada tahun 2010, 2011, 2012 karena dengan adanya lebih bayar, berarti perusahaan mempunyai hak untuk meminta kembali uang lebih bayar tersebut. METODE PENELITIAN Metodologi penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis. Peneliti melaksanakan penelitian dengan melakukan pengamatan yang bertujuan untuk mengevaluasi dan memecahkan masalah yang telah penulis rumuskan sehingga menghasilkan kesimpulan dan saran. Berikut ini ringkasan metodologi penelitian yang digunakan peneliti dalam penulisan skripsi: 1. Lingkungan penelitian ini menggunakan lingkungan riil (field setting). 2. Dimensi waktu yang digunakan penulis melibatkan urutan waktu (time series) dari tahun 20011-2013. 3. Kedalaman riset yang diteliti penulis mendalam namun haya melibatkan satu objek saja (studi kasus). 4. Metode pengumpulan data yaitu pengamatan (Observation), metode wawancara
(Interview), dan studi kepustakaan. 5. Unit analisis yang digunakan penulis adalah PT. VB HASIL DAN BAHASAN Tabel Perhitungan PPh 25/29 Tahun 2011 (Rupiah) Perusahaan Penulis Dasar Pengenaan Pajak 16,280,035,777 17,674,080,691 Pembulatan 16,280,035,000 17,674,080,000 PPh Badan 16,280,035,000 x 25% 4,070,008,750 17,674,080,000 x 25% 4,418,520,000 Kredit Pajak : PPh 25-2011 3,056,936,442 3,056,936,442 PPh 23-2011 2,363,636 2,363,636 PPh 29 kurang (lebih) bayar 1,010,708,672 1,359,219,922 Estimasi PPh 25 (4,070,008,750-2,363,636)/12 338,970,426 (4,418,520,000-2,363,636)/12 368,013,030 (Sumber: Laporan keuangan perusahaan diolah kembali oleh penulis) Dari hasil koreksi fiskal pada tahun 2011 di atas, hasil perhitungan perusahaan dan analisis penulis memiliki perbedaan. Pada tahun 2011 menurut perusahaan jumlah dasar pengenaan pajaknya adalah Rp 16.280.035.777 Sementara menurut perhitungan penulis jumlah dasar pengenaan pajak sebesar Rp17.674.080.691. Hal tersebut disebabkan karena adanya beban yang tidak dikoreksi positif oleh perusahaan namun dikoreksi positif oleh penulis seperti beban pajak penghasilan 21, beban pajak penghasilan 4 ayat 2, beban pulsa, beban seragam dan beban sewa. Dalam melakukan pembulatan perusahaan sudah benar menurut pasal 17 ayat 4 Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008, dibulatkan kebawah dalam ribuan rupiah penuh terhadap jumlah pajak penghasilan terutang, sebelum pengenaan tarif pajak. Perhitungan pajak penghasilan badan yang dilakukan perusahaan telah benar menggunakan tarif pajak sesuai pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 yaitu 25%. Pajak Penghasilan Badan menurut perusahaan sebesar Rp 4.070.008.750 sementara menurut perhitungan penulis sebesar Rp 4.418.520.000. Perbedaan ini disebabkan dasar pengenaan pajak antara perusahaan dan penulis berbeda. Pajak penghasilan pasal 29 kurang bayar menurut perusahaan adalah Rp 1.010.708.672. Jumlah pajak penghasilan kurang bayar ini telah perusahaan lunasi melalui Surat Setoran Pajak (SSP). Namun menurut perhitungan pajak penghasilan penulis kurang bayar perusahaaan seharusnya adalah Rp 1.359.219.922. Maka terdapat selisih yang masih belum dibayar sebesar Rp 1.359.219.922-1.010.708.672 = Rp 348,511,250. Penulis menyarankan perusahaan untuk
melakukan pembetulan sendiri sesuai Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 8 ayat 2 serta membayar sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% perbulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir sampai tanggal pembayaran. Namun berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 91/PMK.03/2015 wajib pajak dapat melakukan permohonan untuk menghapuskan sanksi administrasi. Pada pasal 3 huruf (d) menyatakan pembetulan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan kemauan sendiri atas SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar. Maka dengan adanya ketentuan tersebut perusahaan dapat dibebaskan dari sanksi administrasi bila melakukan pembetulan pada tahun 2015. Estimasi PPh pasal 25 berdasarkan pasal 25 ayat 1 Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 dihitung dengan cara pajak penghasilan badan dikurangi kredit PPh 22, PPh 23 dan PPh 24 lalu dibagi 12. Menurut perusahaan Estimasi Pph 25 tahun 2011 adalah Rp 338.970.426 sementara menurut penulis adalah Rp 368.013.030. Tabel Perhitungan PPh 25/29 Tahun 2012 (Rupiah) Perusahaan Penulis Dasar Pengenaan Pajak 17,889,235,819 19,150,770,780 Pembulatan 17,889,235,000 19,150,770,000 PPh Badan 17,889,235,000 x 25% 4,472,308,750 19,150,770,000 x 25% 4,787,692,500 Kredit Pajak : PPh 25-2012 3,806,132,631 3,806,132,631 PPh 23-2012 89,999 89,999 PPh 29 kurang (lebih) bayar 666,086,120 981,469,870 Estimasi PPh 25 (4,472,308,750-89,999)/12 372,684,896 (4,787,692,500-89,999)/12 398,966,875 (Sumber: Laporan keuangan perusahaan diolah kembali oleh penulis) Dari hasil koreksi fiskal pada tahun 2012 di atas, hasil perhitungan perusahaan dan analisis penulis memiliki perbedaan. Pada tahun 2012 menurut perusahaan jumlah dasar pengenaan pajaknya adalah Rp 17.889.235.819 Sementara menurut perhitungan penulis jumlah dasar pengenaan pajak sebesar Rp19.150.770.780. Hal tersebut disebabkan karena adanya beban yang tidak dikoreksi positif oleh perusahaan namun dikoreksi positif oleh penulis seperti beban pajak penghasilan 21, beban pajak penghasilan 4 ayat 2, beban pulsa, beban seragam dan beban sewa. Dalam melakukan pembulatan perusahaan sudah benar menurut pasal 17 ayat 4 Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008, dibulatkan kebawah dalam ribuan rupiah penuh terhadap jumlah pajak penghasilan terutang, sebelum pengenaan tarif pajak.
Perhitungan pajak penghasilan badan yang dilakukan perusahaan telah benar menggunakan tarif pajak sesuai pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 yaitu 25%. Pajak Penghasilan Badan menurut perusahaan sebesar Rp 4.472.308.750 sementara menurut perhitungan penulis sebesar Rp 4.787.692.500. Perbedaan ini disebabkan dasar pengenaan pajak antara perusahaan dan penulis berbeda. Pajak penghasilan pasal 29 kurang bayar menurut perusahaan adalah Rp 666.086.120. Jumlah pajak penghasilan kurang bayar ini telah perusahaan lunasi melalui Surat Setoran Pajak (SSP). Namun menurut perhitungan pajak penghasilan penulis kurang bayar perusahaaan seharusnya adalah Rp 981.469.870. Maka terdapat selisih yang masih belum dibayar sebesar Rp 981.469.870 Rp 666.086.120 = Rp 315.383.750. Penulis menyarankan perusahaan untuk melakukan pembetulan sendiri sesuai Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 8 ayat 2 serta membayar sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% perbulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir sampai tanggal pembayaran. Namun berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 91/PMK.03/2015 wajib pajak dapat melakukan permohonan untuk menghapuskan sanksi administrasi. Pada pasal 3 huruf (d) menyatakan pembetulan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan kemauan sendiri atas SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar. Maka dengan adanya ketentuan tersebut perusahaan dapat dibebaskan dari sanksi administrasi bila melakukan pembetulan pada tahun 2015. Estimasi PPh pasal 25 berdasarkan pasal 25 ayat 1 Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 dihitung dengan cara pajak penghasilan badan dikurangi kredit PPh 22, PPh 23 dan PPh 24 lalu dibagi 12. Pada tahun tersebut perusahaan tidak memiliki kredit PPh 22, PPh 23 dan 24. Menurut perusahaan Estimasi Pph 25 tahun 2012 adalah Rp 372.684.896 sementara menurut penulis adalah Rp 398.966.875 Tabel Perhitungan PPh 25/29 Tahun 2013 (Rupiah) Perusahaan Penulis Dasar Pengenaan Pajak 22,146,255,547 22,520,580,321 Pembulatan 22,146,255,000 22,520,580,000 PPh Badan 22,146,255,000 x 25% 5,536,563,750 22,520,580,000 x 25% 5,630,145,000 Kredit Pajak : PPh 25-2013 4,338,816,438 4,338,816,438 PPh 29 kurang (lebih) bayar 1,197,747,312 1,291,328,562 Estimasi PPh 25 5,536,563,750 / 12 461,380,313 5,630,023,000 / 12 469,178,750 (Sumber: Laporan keuangan perusahaan diolah kembali oleh penulis)
Dari hasil koreksi fiskal pada tahun 2013 di atas, hasil perhitungan perusahaan dan analisis penulis memiliki perbedaan. Pada tahun 2013 menurut perusahaan jumlah dasar pengenaan pajaknya adalah Rp 22.146.255.547 Sementara menurut perhitungan penulis jumlah dasar pengenaan pajak sebesar Rp22.520.580.321. Hal tersebut disebabkan karena adanya beban yang tidak dikoreksi positif oleh perusahaan namun dikoreksi positif oleh penulis seperti beban pajak penghasilan 21, beban pajak penghasilan 4 ayat 2, beban pulsa, beban seragam dan beban sewa. Dalam melakukan pembulatan perusahaan telah benar sesuai pasal 17 ayat 4 Undang- Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008, dibulatkan kebawah dalam ribuan rupiah penuh terhadap jumlah pajak penghasilan terutang, sebelum pengenaan tarif pajak. Perhitungan pajak penghasilan badan yang dilakukan perusahaan telah benar menggunakan tarif pajak sesuai pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 yaitu 25%. Pajak Penghasilan Badan menurut perusahaan sebesar Rp 5.536.563.750 sementara menurut perhitungan penulis sebesar Rp 5.630.145.000. Perbedaan ini disebabkan dasar pengenaan pajak antara perusahaan dan penulis berbeda. Pajak penghasilan pasal 29 kurang bayar menurut perusahaan adalah Rp 1.197.747.312. Jumlah pajak penghasilan kurang bayar ini telah perusahaan lunasi melalui Surat Setoran Pajak (SSP). Namun menurut perhitungan pajak penghasilan penulis kurang bayar perusahaaan seharusnya adalah Rp 1.291.328.562. Maka terdapat selisih yang masih belum dibayar sebesar Rp 1.291.328.562 Rp 1.197.747.312 = Rp 93.581.250. Penulis menyarankan perusahaan untuk melakukan pembetulan sendiri sesuai Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 8 ayat 2 serta membayar sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% perbulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir sampai tanggal pembayaran. Namun berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 91/PMK.03/2015 wajib pajak dapat melakukan permohonan untuk menghapuskan sanksi administrasi. Pada pasal 3 huruf (d) menyatakan pembetulan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan kemauan sendiri atas SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar. Maka dengan adanya ketentuan tersebut perusahaan dapat dibebaskan dari sanksi administrasi bila melakukan pembetulan pada tahun 2015. Estimasi PPh pasal 25 berdasarkan pasal 25 ayat 1 Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 dihitung dengan cara pajak penghasilan badan dikurangi kredit PPh 22, PPh 23 dan PPh 24 lalu dibagi 12. Pada tahun tersebut perusahaan hanya memiliki kredit PPh 23. Menurut perusahaan Estimasi Pph 25 tahun 2013 adalah Rp 461,380,313 sementara menurut penulis adalah Rp 469.178.750. Pengujian Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan PT. VB sebagai wajib pajak badan tercermin dari ketepatan waktu dalam melakukan penyetoran dan pelaporan SPT. Batas waktu penyetoran dan pelaporan SPT tahunan wajib pajak badan menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 16 Tahun 2009 dan pasal 3 ayat 3 huruf (c) adalah 4 bulan setelah akhir tahun pajak yaitu 30 April. Penting bagi perusahaan melakukan penyetoran dan
pelaporan tepat waktu guna menghindari sanksi sesuai Undang-Undang KetentuanUmum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 16 Tahun 2009 dan pasal 7 ayat 1 dan Pasal 8 ayat 2. Perusahaan melakukan penyetoran dan pelaporan SPT tahunan badan 2011 tepat waktu yaitu pada 30 April 2012. Namun terdapat pembetulan SPT tahun 2011 yang dilakukan perusahaan 23 Desember 2013 yang menyebabkan pajak penghasilan badan semakin besar dan terdapat kurang bayar. Kekurangan bayar tersebut disetorkan perusahaan melalui Surat Setoran Pajak pada 10 September 2013. Untuk SPT tahun 2012 perusahaan melakukan permohonan perpanjangan waktu penyampaian SPT tahunan PPh badan sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No.21/PJ/2009 tentang Tata cara penyampaian perpanjangan SPT Tahunan pasal 2 ayat 2 yaitu: Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan untuk paling lama 2 bulan sejak batas waktu penyampaian SPT Tahunan dengan cara menyampaikan pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan. Maka perusahaan membuat Pemberitahuan Perpanjang SPT Tahunan melalui formulir 1771-Y ke KPP pada 30 April 2013. Perusahaan menuliskan alasan perpanjangan penyampaian SPT karena sedang diaudit. Perusahaan juga melampirkan Laporan Keuangan sementara, Surat Setoran PPh 29 dan Surat Pernyataan dari Akuntan Publik yang menyatakan audit Laporan Keuangan belum selesai. Tata cara mengajukan permohonan perpanjang SPT yang dilakukan perusahaan telah sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No.21/PJ/2009 pasal 4 ayat (1). Setelah mendapat perpanjangan waktu perusahaan menyetorkan dan melaporkan kembali SPT tahunan PPh badannya dengan formulir 1771 dan melampirkan laporan keuangan setelah diaudit. Laporan keuangan audit 2012 selesai pada tanggal 27 juli 2013. Maka pernyataan perusahaan dalam permohonan perpanjangan penyampaian SPT yaitu karena sedang diaudit terbukti benar. Untuk SPT tahun 2013 perusahaan melakukan permohonan perpanjangan waktu penyampaian SPT tahunan PPh badan sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No.21/PJ/2009 tentang Tata cara penyampaian perpanjangan SPT Tahunan pasal 2 ayat 2 yaitu: Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan untuk paling lama 2 bulan sejak batas waktu penyampaian SPT Tahunan dengan cara menyampaikan pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan. Maka perusahaan membuat Pemberitahuan Perpanjang SPT Tahunan melalui formulir 1771-Y ke KPP pada 30 April 2014. Perusahaan menuliskan alasan perpanjangan penyampaian SPT karena sedang diaudit. Perusahaan juga melampirkan Laporan Keuangan sementara, Surat Setoran PPh 29 dan Surat Pernyataan dari Akuntan Publik yang menyatakan audit Laporan Keuangan belum selesai. Tata cara mengajukan permohonan perpanjang SPT yang dilakukan perusahaan telah sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No.21/PJ/2009 pasal 4 ayat (1). Setelah mendapat perpanjangan waktu perusahaan menyetorkan dan melaporkan kembali SPT tahunan PPh badannya dengan formulir 1771 dan melampirkan laporan keuangan setelah diaudit.. Laporan keuangan audit 2012 selesai pada tanggal 27 juli 2013. Maka pernyataan perusahaan dalam permohonan perpanjangan penyampaian SPT yaitu karena sedang diaudit terbukti benar.