ANALISIS PERFORMANSI PERENCANAAN LTE-UNLICENSED DENGAN METODE SUPPLEMENTAL DOWNLINK DAN CARRIER AGGREGATION DI WILAYAH JAKARTA PUSAT

dokumen-dokumen yang mirip
Analisis Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Frekuensi 900 MHz Pada Perairan Selat Sunda


Perencanaan Cell Plan di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Menggunakan Software Mapinfo

Analisis Perencanaan Integrasi Jaringan LTE- Advanced Dengan Wifi n Existing pada Sisi Coverage

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.2, No.2 Agustus 2015 Page 3145

ANALISIS PERFORMANSI PENERAPAN CARRIER AGGREGATION DENGAN PERBANDINGAN SKENARIO SECONDARY CELL PADA PERANCANGAN JARINGAN LTE-ADVANCED DI DKI JAKARTA

ANALISIS PERENCANAAN LTE-ADVANCED DENGAN METODA CARRIER AGGREGATION INTER-BAND NON-CONTIGUOUS DAN INTRA-BAND NON- CONTIGUOUS DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Studi Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Pada Spektrum 1800 MHz Area Kota Bandung Menggunakan Teknik FDD, Studi Kasus PT.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Pengaruh Penggunaan Physical Cell Identity (PCI) Pada Perancangan Jaringan 4G LTE

ANALISIS PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION MENGGUNAKAN METODE SOFT FREQUENCY REUSE DI KAWASAN TELKOM UNIVERSITY

ANALISIS PERANCANGAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI WILAYAH KOTA BANDA ACEH DENGAN FRACTIONAL FREQUENCY REUSE SEBAGAI MANAJEMEN INTERFERENSI

1.2 Tujuan dan Manfaat Tujuan tugas akhir ini adalah: 1. Melakukan upgrading jaringan 2G/3G menuju jaringan Long Term Evolution (LTE) dengan terlebih

BAB II LANDASAN TEORI

PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) 1800 MHz DI WILAYAH MAGELANG MENGGUNAKAN BTS EXISTING OPERATOR XYZ

e-proceeding of Engineering : Vol.1, No.1 Desember 2014 Page 111

ANALISA PERENCANAAN LAYANAN DATA JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) INDOOR PADA TERMINAL 3 KEBERANGKATAN ULTIMATE BANDARA SOEKARNO-HATTA

Fakultas Teknik Elektro Universitas Telkom, Bandung

PERENCANAAN DAN ANALISA KAPASITAS SKEMA OFFLOAD TRAFIK DATA PADA JARINGAN LTE DAN AH

PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE)1800 Mhz DI WILAYAH MAGELANG MENGGUNAKAN BTS EXISTING OPERATOR XYZ

Gambar 1 1 Alokasi Penataan Ulang Frekuensi 1800 MHz[1]

Perancangan Jaringan Seluler 4G LTE Frekuensi MHz di Provinsi Papua Barat

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.3 December 2016 Page 4537

ANALISA PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION INDOOR DI STASIUN GAMBIR ANALYSIS OF LONG TERM EVOLUTION INDOOR NETWORK PLANNING IN GAMBIR STATION

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Penggunaan Spektrum Frekuensi [1]

PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) TIME DIVISION DUPLEX (TDD) 2300 MHz DI SEMARANG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISA IMPLEMENTASI GREEN COMMUNICATIONS PADA JARINGAN LTE UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI ENERGI JARINGAN

MANAJEMEN PENGGUNAAN BAND FREKUENSI PADA PERANCANGAN JARINGAN LTE-ADVANCED MENGGUNAKAN METODE CARRIER AGREGATION. (Skripsi) Oleh MOH FASYIN ABDA

Journal of Informatics and Telecommunication Engineering

BAB I PENDAHULUAN I-1

ANALISIS MANAJEMEN INTERFERENSI JARINGAN UPLINK 4G-LTE DENGAN METODE INNERLOOP POWER CONTROL DI PT TELKOMSEL

Prodi S1 Teknik Telekomunikasi, Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom 3

BAB I PENDAHULUAN. (browsing, downloading, video streaming dll) dan semakin pesatnya kebutuhan

ANALISIS DAN IMPLEMENTASI ALGORITMA ROUND ROBIN DAN BEST CQI PADA PENJADWALAN DOWNLINK LTE

PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) TIME DIVISION DUPLEX (TDD) 2300 MHz DI SEMARANG TAHUN

ABSTRAK. Kata kunci : LTE-Advanced, signal level, CINR, parameter, dense urban, urban, sub urban, Atoll. ABSTRACT

PERANCANGAN CAKUPAN AREA LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI DAERAH BANYUMAS

DAFTAR ISTILAH. Besarnya transfer data dalam komunikasi digital per satuan waktu. Base transceiver station pada teknologi LTE Evolved Packed Core

PERENCANAAN BACKHAUL MICROWAVE UNTUK JARINGAN RADIO AKSES LONG TERM EVOLUTION DI KOTA BANYUMAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS PERENCANAAN JARINGAN Wi-Fi BERBASIS n DENGAN BALON UDARA DI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS OPTIMASI COVERAGE JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) TDD PADA FREKUENSI 2300 MHZ DI WILAYAH DKI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERENCANAAN JARINGAN EVOLUTION DATA OPTIMIZED (EVDO) PADA TELKOM FLEXI AREA JAKARTA

Mensolusikan Permasalahan Keterbatasan Spektrum dan Meningkatkan Quality of Experience Melalui Teknologi LTE Unlicensed

Jurnal Elektro Telekomunikasi Terapan Desember 2016

Analisis Jaringan LTE Pada Frekuensi 700 MHz Dan 1800 MHz Area Kabupaten Bekasi Dengan Pendekatan Tekno Ekonomi

Teknologi Seluler. Pertemuan XIV

Radio Resource Management dalam Multihop Cellular Network dengan menerapkan Resource Reuse Partition menuju teknologi LTE Advanced

I. PENDAHULUAN. telekomunikasi berkisar 300 KHz 30 GHz. Alokasi rentang frekuensi ini disebut


Evaluasi Kinerja Penerapan Koordinasi Interferensi pada Sistem Komunikasi LTE- Advanced dengan Relay

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.3 December 2016 Page 4649

Manajemen Interferensi Femtocell pada LTE- Advanced dengan Menggunakan Metode Autonomous Component Carrier Selection (ACCS)

BAB I PENDAHULUAN. masalah, batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan penelitian.

Estimasi Luas Coverage Area dan Jumlah Sel 3G pada Teknologi WCDMA (Wideband Code Division Multiple Access)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Analisis Kinerja Metode Power Control untuk Manajemen Interferensi Sistem Komunikasi Uplink LTE-Advanced dengan Femtocell

PERANCANGAN JARINGAN INDOOR 4G LTE TDD 2300 MHZ MENGGUNAKAN RADIOWAVE PROPAGATION SIMULATOR

ABSTRACT. Keywords : LTE, planning capacity, Planning Coverage, Average Signal Level

Evaluasi Kinerja Penerapan Koordinasi Interferensi pada Sistem Komunikasi LTE- Advanced dengan Relay

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Agus Setiadi BAB II DASAR TEORI

EVALUASI PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK PADA SISTEM LTE ARAH DOWNLINK

ABSTRACT. : Planning by Capacity, Planning by Coverage, Okumura-Hatta, Software Atoll

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Analisis Pengaruh Model Propagasi dan Perubahan Tilt Antena Terhadap Coverage Area Sistem Long Term Evolution Menggunakan Software Atoll

Jl. Telekomunikasi, Dayeuh Kolot Bandung Indonesia

Analisa Performansi Sinyal EVDO di Area Boundary Pada Frekuensi 1900 MHz

LAPORAN SKRIPSI ANALISIS DAN OPTIMASI KUALITAS JARINGAN TELKOMSEL 4G LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI AREA PURWOKERTO

ANALYSIS OF LTE ADVANCED PLANNING WITH FRACTIONAL FREQUENCY REUSE METHOD AND CARRIER AGGREGATION FEATURE ON DKI JAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

ANALISIS SIMULASI VERTICAL HANDOVER DARI LTE KE WI-FI n PADA LAYANAN VIDEO STREAMING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN MODEL QOS WIMAX DENGAN OPNET. Pada bab 3 ini penulis ingin memfokuskan pada system evaluasi kinerja

BAB 1 I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KINERJA PACKET SCHEDULING MAX THROUGHPUT DAN PROPORTIONAL FAIR PADA JARINGAN LTE ARAH DOWNLINK DENGAN SKENARIO MULTICELL

SIMULASI DAN ANALISIS MANAJEMEN INTERFERENSI PADA LTE FEMTOCELL BERBASIS SOFT FREQUENCY REUSE

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Simulasi Perencanaan Site Outdoor Coverage System Jaringan Radio LTE di Kota Bandung Menggunakan Spectrum Frekuensi 700 MHz, 2,1 GHz dan 2,3 GHz

BAB 3 ANALISA DAN RANCANGAN MODEL TESTBED QOS WIMAX DENGAN OPNET. menjanjikan akses internet yang cepat, bandwidth besar, dan harga yang murah.

HALAMAN PERNYATAAN. : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan WiFi sebagai teknologi jaringan tanpa kabel yang dapat mengakses internet dengan kecepatan tinggi

3.6.3 X2 Handover Network Simulator Modul Jaringan LTE Pada Network Simulator BAB IV RANCANGAN PENELITIAN

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.2 Agustus 2017 Page 2100

PERENCANAAN COVERAGE DAN CAPACITY JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTS) FREKUENSI 700 MHz PADA JALUR KERETA API DENGAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASANNYA

ANDRIAN SULISTYONO LONG TERM EVOLUTION (LTE) MENUJU 4G. Penerbit Telekomunikasikoe

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi yang semakin pesat dan kebutuhan akses data melahirkan salah satu jenis

Pengaruh Penggunaan Skema Pengalokasian Daya Waterfilling Berbasis Algoritma Greedy Terhadap Perubahan Efisiensi Spektral Sistem pada jaringan LTE

Working Paper. WG Spectrum 4G. (Rencana wireless broadband menuju konsolidasi infrastuktur)

Analisa Perencanaan Indoor WIFI IEEE n Pada Gedung Tokong Nanas (Telkom University Lecture Center)

Wireless Communication Systems. Faculty of Electrical Engineering Bandung Modul 14 - Perencanaan Jaringan Seluler

Mekanisme Carrier Aggregation Pada Jaringan 4G LTE-Advanced. (Skripsi) Oleh Prasetia Muhharam

1 BAB I PENDAHULUAN. Long Term Evolution (LTE) menjadi fokus utama pengembangan dalam bidang

Transkripsi:

ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.3 December 2016 Page 4732 ANALISIS PERFORMANSI PERENCANAAN LTE-UNLICENSED DENGAN METODE SUPPLEMENTAL DOWNLINK DAN CARRIER AGGREGATION DI WILAYAH JAKARTA PUSAT PLANNING ANALYSIS OF LTE-UNLICENSED PERFORMANCE WITH SUPPLEMENTAL DOWNLINK AND CARRIER AGGREGATION METHODS IN JAKARTA PUSAT Andi Achmad Akbar Wisani 1, Uke Kurniawan Usman 2, Ridha Muldina Negara 3 1,2,3 Program Studi S1 Teknik Telekomunikasi, Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom akbarwisani@gmail.com 1, ukeusman@telkomuniversity.ac.id 2, ridhanegara@telkomuniversity.ac.id 3 Abstrak Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah resmi membuka layanan akses internet berkecepatan tinggi yang kerap disebut 4G Long Term Evolution atau yang biasa disingkat LTE pada spektrum 1800 MHz. Komersialisasi 4G LTE pada frekuensi 1800 MHz yang telah dilakukan dipastikan akan berdampak pada ketersediaan spektrum di masa depan. Oleh karena itu diperlukan teknologi LTE Advanced yang mampu menggabungkan beberapa spektrum frekuensi. Salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan LTE in Unlicensed Spectrum (LTE-U) dengan metode Carrier Aggregation (CA). Pada Tugas Akhir ini perancangan LTE-U dibuat dengan 2 skenario, yaitu supplemental downlink dan carrier aggregation. Perancangan LTE-U ini dilakukan dengan menggunakan bandwidth 20 MHz di frekuensi licensed 1800 MHz (primary cell) dan 5 MHz di frekuensi unlicensed 2.4 GHz. Perancangan ini dilakukan dengan studi kasus wilayah Jakarta Pusat dengan menggunakan dengan Telkomsel sebagai operatornya. Perancangan ini dilakukan dengan metode planning by capacity dan planning by coverage. Pada Tugas Akhir ini didadapatkan bahwa metode yang paling cocok untuk diterapkan di wilayah Jakarta Pusat adalah metode carrier aggregation by capacity planning dengan jumlah enodeb 36 site. Pada simulasi, metode ini memiliki rata-rata signal level sebesar -75.36 dbm, rata-rata CINR level sebesar 13.39 db, presentase user connected 89.4%, serta rata-rata throughput sebesar 5570,69 Mbps. Keyword : LTE-U, WiFi, 1800MHz, 2.4 GHz, 5 GHz, Dimensioning Abstract The Government of Indonesia through the Ministry of Communications and Information Technology (Kemenkominfo) has officially opened its high-speed internet access service is often called 4G Long Term Evolution or commonly abbreviated LTE on 1800 MHz spectrum. Commercialization of 4G LTE on 1800 MHz frequency has done will certainly have an impact on the availability of spectrum in the future. Therefore, it is necessary LTE Advanced technology that is able to combine some of the frequency spectrum. One solution to solve the problem is with in Unlicensed Spectrum LTE (LTE-U) by the method of Carrier Aggregation (CA). In this final project design of LTE-U is made with two scenarios, the supplemental downlink and carrier aggregation. Designing LTE-U is performed using a frequency bandwidth of 20 MHz in the 1800 MHz licensed (primary cell) and 5 MHz in the 2.4 GHz unlicensed frequency. This design is done with a case study using the Central Jakarta area with Telkomsel as the operator. This design is done by the method of planning by capacity and planning by coverage. In this final project found that the most suitable method to be applied in Central Jakarta is the method of carrier aggregation by capacity planning by the number of enodeb 36 site. In the simulation, this method has an average signal level of -75.36 dbm, the average CINR at 13:39 db level, the percentage of users connected 89.4%, and the average throughput amounted to 5570.69 Mbps. Keyword : LTE-U, WiFi, 1800MHz, 2.4 GHz, 5 GHz, Dimensioning 1. Pendahuluan Penerapan teknologi LTE di Indonesia mengalami kendala pada regulasi spektrum yang akan digunakan. Pada awalnya LTE digunakan pada spektrum frekuensi 900 MHz, hal ini membuat kinerja dari LTE itu sendiri dinilai belum maksimal baik dari sisi kecepatan ataupun kualitas layanan. Spektrum merupakan sumber daya yang 1

ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.3 December 2016 Page 4733 terbatas, maka hal ini akan berdampak pada ketersediaan spektrum di masa depan. LTE Advanced yang merupakan release 10 3GPP didukung dengan fitur carrier aggregation (CA) dapat menjadi solusi dari masalah tersebut. Carrier Aggregation (CA) merupakan suatu teknik penggabungan dua atau lebih spektrum frekuensi dengan tujuan untuk memperbesar bandwitdh sehingga dapat memenuhi kecepatan data yang tinggi. Salah satu contoh dari penerapan Carrier Aggregation ada pada LTE in Unlicensed Spektrum (LTE-U). LTE-U akan menggabungkan kekuatan jaringan di frekuensi 1800 MHz dengan frekuensi tak berlisensi (unlicensed) dalam hal ini yaitu di frekuensi 2,4 GHz yang biasanya dipake oleh WiFi. Perancangan LTE-U pada tugas akhir ini akan dilakukan melalui dua skenario, yaitu LTE-U carrier aggregation pada frekuensi 1800 MHz dan 2,4 GHz serta LTE-U supplemental downlink pada frekuensi 1800 dan 2,4 GHz di wilayah Jakarta Pusat. Perancangan LTE-U ini akan memperhatikan beberapa parameter yang kan diuji, yaitu: jumlah site yang dibutuhkan, CINR, signal level, throughput dan rata-rata presentase user connected. Pada tugas akhir ini diharapkan dapat mengetahui skenario mana yang lebih baik untuk diterapkan di wilayah Jakarta Pusat sehingga dapat mengoptimalkan penggunaan alokasi spektrum frekuensi yang ada tanpa mengurangi kecepatan dan kualitas layanan operator seluler di Indonesia. 2. Dasar Teori A. LTE in Unlicensed Spectrum (LTE-U) [2] LTE-U pada awalnya dikembangkan oleh Qualcomm untuk penggunaan teknologi komunikasi radio 4G LTE di spektrum yang tidak berlisensi. LTE-U merupakan fitur baru yang inovatif dalam jaringan nirkabel LTE yang memanfaatkan gelombang radio di frekuensi yang tidak berlisensi seperti frekuensi 2,4 GHz dan 5 GHz yang biasanya digunakan oleh WiFi. LTE-U dirancang untuk menggabungkan kekuatan jaringan di frekuensi 1800 MHz (licensed) dengan frekuensi 5 atau 2,4 GHz (unlicensed) agar didapatkan bandwidth yang besar sehingga akan meningkatkan kapasitas jaringan. Dengan menggabungkan unlicensed carrier dengan lisensi FDD atau TDD operator di sel kecil, LTE-U menambah jaringan mobile LTE yang sudah ada untuk memberikan pengalaman mobile broadband terbaik kepada konsumen. Jaringan LTE-U memanfaatkan spektrum berlisensi dan tak berlisensi dapat menawarkan mobilitas mulus, kapasitas data yang lebih tinggi dan kecepatan data pengguna di atas rata-rata, dan peningkatan cakupan. D m..., - - -... \ + Unifitd network for licensed and unlicensed \,... i,,!ill +, Aggregation \......., Gambar 1 Skema umum LTE-U [2] B. Prinsip LTE-Unlicensed Untuk operator seluler yang memiliki jaringan LTE di spektrum berlisensi, LTE-U dapat dibuat dalam dua skenario, yaitu : Supplemental Downlink : spektrum tak berlisensi hanya digunakan pada sisi downlink saja. Carrier Aggregation : spektrum tak berlisensi digunakan pada lalu lintas uplink dan downlink. 3. Perancangan Jaringan LTE-Unlicensed A. Planning by Capacity Planning by capacity adalah metode perancangan jaringan yang mampu memenuhi kebutuhan trafik dengan memperhatikan kemampuan suatu perangkat jaringan untuk melayani kebutuhan trafik di suatu daerah layanan. 2

ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.3 December 2016 Page 4734 a. Forecasting Jumlah Pelanggan [1] Untuk mengestimasi jumlah pelanggan, perlu dilakukan forecasting untuk beberapa tahun ke depan. Forecasting jumlah pelanggan pada penelitian kali ini akan diambil dari data kependudukan Kota Jakarta Pusat tahun 2015. Dari data tersebut akan didapatkan jumlah penduduk pada tahun acuan (2015), usia produktif (15-64 tahun), serta laju pertumbuhan penduduk Kota Jakarta Pusat yang sebesar 1,11%. Forecasting jumlah pelanggan juga melibatkan beberapa parameter seperti market share operator di daerah tinjauan penulis yang sebesar 50% dan penetrasi LTE yang diramalkan sebesar 35%. Sehingga dapat diperoleh perhitungan sebagai berikut : Tabel 1 Estimasi Jumlah Pelanggan LTE N o Kecamatan Total Usia Produktif (2015) Total Usia Produktif (2020) Total Pelanggan 2020 Total Pelanggan LTE 2020 Tipe Daerah 1 Tanah Abang 2 Senen 3 Johar Baru DENSE 4 Cempaka Putih 657.770 695.096 347.548 121.642 URBAN 5 Kemayoran 6 Sawah Besar 7 Menteng 138.945 146.830 73.415 25.696 URBAN 8 Gambir b. Network dan per Cell Perhitungan Network dilakukan untuk mengetahui jumlah throughput yang ditawarkan. Tabel trafik di bawah ini merupakan parameter model trafik yang nilainya ditentukan oleh operator dan vendor dengan pertimbangan pengembangan layanan dan strategi pemasaran. Nilai throughput/session pada sisi uplink dan downlink pada tabel trafik di bawah ini Traffic Parameters Bearer Rate (Kbps) PPP Time (s) Tabel 2 / Untuk Trafik Model [3] UL DL UL DL PPP Duty Ratio BLER Bearer Rate (Kbps) PPP Time (s) PPP Duty Ratio BLER / (Kbit) / (Kbit) VoIP 26.90 80 0.4 1% 26.9 80 0.4 1% 869.4949 869.4949 Video Conference Real Time Gaming Streaming Media IMS Signalling Web Browsing File Transfer 62.53 1800 1 1% 62.53 1800 1 1% 113690.9 113690.9 31.26 1800 0.2 1% 125.06 1800 0.4 1% 11367.27 90952.73 31.26 3600 0.05 1% 250.11 3600 0.95 1% 5683.636 864016.4 15.63 7 0.2 1% 15.63 7 0.2 1% 22.10303 22.10303 62.53 1800 0.05 1% 250.11 1800 0.05 1% 5684.545 22737.27 140.69 600 1 1% 750.34 600 1 1% 85266.67 454751.5 Email 140.69 50 1 1% 750.34 15 1 1% 7105.556 11368.79 P2P File Sharing 250.1 1200 1 1% 750.34 1200 1 1% 303163.6 909503 Setiap jenis layanan akan memiliki standar throughput yang berbeda untuk dapat diakses. Penetrasi trafik layanan dan nilai Busy Hour Service Attempt (BHSA) atau kemungkinan suatu layanan digunakan oleh single user pada saat jam sibuk dikelompokkan sesuai golongan daerah, yaitu : dense urban dan urban. Hasil nilai trafik pada tabel ditentukan berdasarkan presentase user yang menggunakan layanan layanan tersebut yang diadaptasi dari referensi untuk trafik model. Selain itu terdapat parameter lain yang dapat menjadi acuan untuk perhitungan user throughput, yaitu Peak to Average Ratio berdasarkan tipe daerah. Peak to 3

ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.3 December 2016 Page 4735 Average Ratio merupakan asumsi presentase tertinggi kemungkinan kelebihan beban pada suatu jaringan atau nilai lebih yang ditambahkan pada perhitungan untuk mengantisipasi bila terjadi lonjakan trafik pada daerah layanan. Tabel 3 Peak to Average Ratio [3] Morphology Dense Urban Urban Peak to Average Ratio 40% 20% Dari beberapa faktor di atas, maka akan diperoleh nilai single user throughput baik uplink maupun downlink dengan melakukan perhitungan sesuai. Untuk layanan VoIP pada pada sisi uplink dan downlink, nilai single user throughput daerah dense urban dapat diperoleh : User Behavior Tabel 4 Single User [3] Single User Single User DENSE URBAN URBAN UL DL UL DL VoIP 1704.21 1704.21 1356.4 1356.4 Video Phone 247.5935 247.5935 169.7784 169.7784 Video Conference 6366.69 6366.69 3069.7 3069.7 Real Time Gaming 954.8509 7640.03 545.6 4365.7 Streaming Media 238.712 36288.7 153.5 23328.4 IMS Signalling 61.884 61.9 31.8 31.8 Web Browsing 4775.017 19099.3 2728.6 10913.9 File Transfer 7162.4 38199.1 4092.8 21828.1 Email 397.9111 636.7 255.8 409.3 P2P File Sharing 16977.2 50932.2 21827.8 65484.2 Total 38886.4685 161176.4 34231.78 130957.3 Single User inbusy hour 10.8018 44.7712 9.5088 36.37703 Tabel 6 SINR No MCS Tabel 5 Average SINR distribution untuk frekuensi 1800 MHz Code Bits Code rate SINR(min) (db) SINR Probability (Pn) DL MAC UL MAC 1 QPSK 1/3 2 0.33-1.5-0.3 0.45 15.84 19.008 2 QPSK ½ 2 0.5 0.3 2 0.3 24 28.8 3 QPSK 2/3 2 0.67 2-4.5 0.25 32.16 38.6 4 16QAM ½ 4 0.5 4.5 6 0.2 48 57.6 5 16QAM 2/3 4 0.67 6-8.5 0.1 64.32 77.2 6 16QAM 4/5 4 0.8 8.5-10.8 0.08 76.8 92.2 7 64QAM ½ 6 0.5 10.8-12.5 0.05 72 86.4 8 64QAM2/3 6 0.67 12.5-13.5 0.03 96.48 115.8 distribution untuk frekuensi 2,4 GHz Average 4

ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.3 December 2016 Page 4736 No MCS Code Bits Code rate SINR(min) (db) SINR Probability (Pn) DL MAC UL MAC 1 QPSK 1/3 2 0.33-1.5-0.3 0.3 3.96 4.752 2 QPSK 1/2 2 0.5 0.3 2 0.25 6 7.2 3 QPSK 2/3 2 0.67 2-4.5 0.2 8.04 9.648 4 16QAM ½ 4 0.5 4.5 6 0.18 12 14.4 5 16QAM 2/3 4 0.67 6-8.5 0.12 16.08 19.296 6 16QAM 4/5 4 0.8 8.5-10.8 0.07 19.2 23.04 7 64QAM ½ 6 0.5 10.8-12.5 0.03 18 21.6 8 64QAM2/3 6 0.67 12.5-13.5 0.01 24.12 28.944 Setelah diperoleh nilai cell average throughput (MAC), maka dilakukan konversi dari MAC layer throughput menuju IP layer throughput pada jaringan LTE. Proses perhitungannya dapat dilihat pada tabel (3.9) di bawah ini. Protocol Layer Average Packet Size (Byte) Tabel 7 Radio Overhead [3] Relative Efficiency Symbol IP 300 - - PDCP 302 300/302*100% = 0.993377 A RLC 304 302/304*100% = 0.993421 B MAC 306 304/306*100% = 0.993464 C PHY - - - Tabel 8 Cell Capacity Setiap Frekuensi Frekuensi (MHz) Cell Capacity UL DL 1800 60.06 50.04 CA (1800 & 2400) 72.43 60.35 Supplemental DL 60.06 60.35 Pada tabel (9) di atas dapat diihat bahwa cell capasity metode carrier aggregation baik uplink ataupun downlink akan lebih besar jika dibandingkan dengan metode yang hanya menggunakan satu frekuensi saja. Sedangkan pada metode supplemental downlink, cell capacity uplinknya akan sama dengan frekuensi 1800 MHz yang dalam hal ini sebagai primary cell dan cell capacity downlinknya sama dengan metode carrier aggregation. c. Jumlah Site Tabel 9 Jumlah Sel dan Site Tanpa CA No Tipe Daerah Kecamatan Total Pelanggan LTE 2020 (Jiwa) Network Thoroughput Jumlah Sel Jumlah Site UL DL UL DL UL DL 1 Tanah Abang 2 Senen 3 4 DENSE URBAN Johar Baru Cempaka Putih 5 Kemayoran 121.642 1319.9 5438.9 22 109 8 36 6 Sawah Besar 7 URBAN Menteng 25.696 244.3 934.7 5 19 2 7 8 Gambir JUMLAH 147.338 1564.2 6373.6 27 128 10 43 5

ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.3 December 2016 Page 4737 No Tipe Daerah Tabel 10 Jumlah Sel dan Site Dengan CA dan SDL Total Network Thoroughput Jumlah Sel Jumlah Site Pelanggan LTE Kecamatan 2020 (Jiwa) UL DL UL DL UL DL 1 Tanah Abang 2 Senen 3 4 DENSE URBAN Johar Baru Cempaka Putih 5 Kemayoran 121.642 1319.9 5438.9 19 89 7 30 6 Sawah Besar 7 URBAN Menteng 25.696 244.3 934.7 3 16 1 6 8 Gambir JUMLAH 147.338 1564.2 6373.6 22 105 8 36 B. Planning by Coverage [4] Planning by Coverage adalah suatu metode untuk menentukan luas coverage dan estimasi jumlah site yang dibutuhkan pada daerah layanan. Metode ini mengestimasi cakupan enodeb dengan tetap memperhatikan kualitas sinyal layanan yang diterima hingga ke cell edge. Dalam perancangan ini, nilai radius dan luas sel yang diperoleh tergantung pada tipe daerahnya. Langkah langkah dalam planning by coverage, yaitu : menghitung link budget, perhitungan radius sel, perhitungan luas sel, dan menentukan jumlah site. Tabel 11 Hasil Perhitungan Planning by Coverage Dense Urban Urban MAPL (db) 132.18 132.18 Radius (km) 0.7851 km 0.9614 km Luas Sel (km²) 1.2019 1.802 Luas Area (km 2 ) 32.1 14.13 Jumlah Site 27 8 4. Analisis dan Perancangan A. Signal Level Non Carrier Aggregation Setelah melakukan plotting site, maka akan terlihat daerah-daerah yang tercakup sinyal. Di bawah ini merupakan gambar histogram signal level pada Jakarta Pusat dengan metode non carrier aggregation. Hhtog,am baud on uwu d a,u, l - :J -I...,-"-"- -.---- 23.4 [ 105;-100] 0,3 [ 100;.95) 1,53 lft-40! 5.42 [.90;.a5J 12..48 [.35;.SO] 20,18 [.S0;-75] 21,96 18.02 8Ul51gn.alln- l{d8tri) Gambar 2 Histogram Signal Level Non CA Berdasarkan gambar (4.1) diatas, dapat diketahui nilai signal level > -85 dbm dengan wilayah tinjauan sebesar 60.09% dan 39.86% < -85 dbm. Dari hasil simulasi statistik juga dapat diketahui bahwa kuat sinyal ratarata dengan metode non carrier aggregation untuk daerah Jakarta Pusat adaah sebesar -77.82 dbm. 6

ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.3 December 2016 Page 4738 B. Signal Level Carrier Aggregation dan Supplemental Downlink 46.8 43.2 39.6 36 32.4 28.8 25.2 21.6 18 14.4 10.8 y 0 0.03 0.63 7.54 40.6 44.72 4.57 lillilllilll 1.91..,...,. Best Signal Level (dbm) Gambar 3 Histogram Signal Level CA dan SDL Berdasarkan gambar (4.3) di atas, didapatkan bahwa > -80 dbm dengan wilayah tinjauan sebesar 51.2% dan 48.8% < -80 dbm. Dari hasil simulasi statistik juga dapat diketahui bahwa kuat sinyal rata-rata metode carrier aggregation dan supplemental downlink di wilayah Jakarta Pusat adaah sebesar -75.36 dbm. C. CINR Non Carrier Aggregation Histogram based on ccvere c areas I Histogram...iJ J Percentage 7.68 Select the values t, zoom in: x y r-20:-191 0 1-19;-18) 0 1-18;-17) 0 1-17;-16) 0 1-16;-15) 0 1-15;-14) 0 (-14;-13) 0 (-13;-12) 0 (-12;-11) 0 (-11;-10) 0 [-10;-9) 0 [-9;-8) 0 [-8;-7] 0 [-7;-6) 0 [-6;-5) 0 [-5;-4) 0 (-4;-3) 0 [-3;-2) 0 [-2;-1) 0 [-1;0) 2,903 POSCH C/ -N) t.evet (Ol) (db) [0;1] 4,376 Gambar 4 Histogram CINR Non CA Berdasarkan gambar (4.4) di atas maka didapatkan nilai rata-rata CINR non carrier aggregation untuk seluruh wilayah Jakarta Pusat adalah sebesar 8.72 db. D. CINR Carrier Aggregation dan Supplemental Downlink y ) 10;-9) [-9,-8) 71 [-8, [ 7,,6) [-6, SJ ( 5,--iJ [-4 I o {-, 2] 0 { 2. 1} 0 r 1.oJ 0.026 POSCH C/(l-N) Level (Dl) (db} (D lj 0.109 Gambar 5 Histogram CINR CA dan SDL Berdasarkan gambar (4.5) di atas maka didapatkan nilai rata-rata CINR metode carrier aggregation dan supplemental downlink untuk wilayah Jakarta Pusat sebesar 13.39 db. 7

ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.3 December 2016 Page 4739 E. Analisis Hasil Simulasi User Connected dan Simulasi trafik dilakukan untuk mengetahui kemampuan jaringan dalam menangani demand trafik dan menetukan kelayakan jaringan memberi pelayanan kepada user. Hasil simulasi ini berupa user connected dan throughput. Simulasi ini dilakukan pada atoll dengan menggunakan fitur simulasi Monte Carlo. Monte Carlo merupakan teknik untuk mengetahui probabilitas dengan melakukan penyebaran menggunakan variabel acak. F. Analisa Akhir Setelah melakukan perhitungan dan simulasi terhadap parameter parameter signal level, CINR, user connected, dan throughput terhadap metode non carrier aggregation, carrier aggregation, serta supplemental downlink pada wilayah Jakarta Pusat, maka didapatkan rangkuman pada tabel (4.6) di bawah ini. Parameter uji Tabel 12 Rangkuman Simulasi Non Carrier Carrier Aggregation Aggregation Supplemental Downlink Planning by capacity (Jumlah site) Planning by coverage (Jumlah site) Rata-rata signal level (dbm) Rata-rata CINR level (db) Rata-rata persentase user connected (%) Rata-rata throughput 43 36 36 35 35 35-77.82-75.36-75.36 8.72 13.39 13.39 75.4 89.4 89.1 4707.49 5585.68 5570.69 Pada tabel di atas dapat terlihat beberapa perbedaan masing-masing metode. Metode carrier aggregation dan supplemental downlink memiiki kesamaan yang tinggi dikarenakan penggunaan frekuensi yang sama, baik primary cell ataupun secondary cell. Adapun metode non carrier aggregation tidak memiliki keunggulan jika dilihat dari segi parameter yang telah ditetapkan di atas. Berdasarkan pada parameter-parameter di atas, maka metode carrier aggregation adalah metode yang paling cocok untuk diterapkan di wilayah Jakarta Pusat. Selain itu, metode ini juga membutuhkan jumlah site yang lebih sedikit sehingga dapat menghemat biaya dalam penerapannya. 5. Kesimpulan Jumlah site yang dibutuhkan dalam perencanaan jaringan LTE-Unlicensed di wilayah Jakarta Pusat sebesar 36 site dengan planning by capacity menggunakan metode carrier aggregation. Hal ini mengacu pada hasil perhitungan dan simulasi yang menunjukkan bahwa metode carrier aggregation adalah metode yang paling cocok untuk diterapkan di wilayah Jakarta Pusat. Metode carrier aggregation dan supplemental downlink dalam perencanaannya memiliki banyak terdapat kesamaan. Ini diakibatkan karena kedua metode ini menggunakan bandwidth pada primary cell dan secondary cell yang sama. Perbedaannya hanya terletak pada sisi uplink saja. Daftar Pustaka 1. BPS Jakarta Pusat Dalam Angka 2016 (2016). Jakarta Pusat Dalam Angka. Jakarta Pusat : Badan Pusat Statistik Jakarta Pusat. 2. Dampier, Phillip. lte unlicensed how the wireless industry plans to conquer your and the cable industrys home wifi hotspot. 20 Februari 2016. http://stopthecap.com/2015/05/11/lte-unlicensed-how-the-wirelessindustry-plans-to-conquer-your-and-the-cable-industrys-home-wi-fi-hotspot/ 3. Huawei. (2010). LTE Radio Network Capacity Dimensioning. Huawei Technologies Co. 4. Huawei. (2010). LTE Radio Network Coverage Dimensioning. Huawei Technologies Co. 8