BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL PENGUJIAN KOMPOSISI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pengaruh Waktu Penahanan Artificial Aging Terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro Coran Paduan Al-7%Si

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMINIUM AA.319-T6 AKIBAT PENGARUH VARIASI TEMPERATUR AGING PADA PROSES PRECIPITATION HARDENING

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PROSES PERLAKUAN PANAS PADA ALUMINIUM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISA PERBEDAAN SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PISTON HASIL PROSES PENGECORAN DAN TEMPA

Please refer as: M. Fani Indarto dan Bondan T. Sofyan, Pengaruh Temperatur dan Waktu Tahan Perlakuan Pelarutan Terhadap Pengerasan Penuaan Paduan

PENGARUH UNSUR Mn PADA PADUAN Al-12wt%Si TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIK LAPISAN INTERMETALIK PADA FENOMENA DIE SOLDERING SKRIPSI

Pengaruh Proses Quenching Terhadap Kekerasan dan Laju Keausan Baja Karbon Sedang

BAB IV HASIL DAN ANALISA. pengujian komposisi material piston bekas disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Uji Komposisi Material Piston Bekas

PENGARUH PENAMBAHAN UNSUR MANGAN PADA PADUAN ALUMINIUM 7wt% SILIKON TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIK LAPISAN INTERMETALIK PADA FENOMENA DIE SOLDERING

BAB IV HASIL DAN ANALISA. Gajah Mada, penulis mendapatkan hasil-hasil terukur dan terbaca dari penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

PEMBENTUKAN FASA INTERMETALIK α-al 8 Fe 2 Si DAN β-al 5 FeSi PADA PADUAN Al-7wt%Si DENGAN PENAMBAHAN UNSUR BESI DAN STRONSIUM SKRIPSI

PENGARUH Cu PADA PADUAN Al-Si-Cu TERHADAP PEMBENTUKAN STRUKTUR KOLUMNAR PADA PEMBEKUAN SEARAH

TUGAS AKHIR PENGARUH ELEKTROPLATING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMINIUM PADUAN

PEMBUATAN BRACKET PADA DUDUKAN CALIPER. NAMA : BUDI RIYONO NPM : KELAS : 4ic03

HEAT TREATMENT PADA ALUMINIUM PADUAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam membuat suatu produk, bahan teknik merupakan komponen. yang penting disamping komponen lainnya. Para perancang, para

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN

ANALISA SIFAT KARAKTERISTIK BLOK SILINDER LINER BAHAN ALUMINIUM SILIKON

TUGAS AKHIR STUDI TENTANG PENAMBAHAN UNSUR PADA ALUMINIUM PADUAN PISTON SEPEDA MOTOR TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penguatan yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat

Analisa Pengaruh Penambahan Tembaga (Cu) Dengan Variasi (7%, 8%, 9%) Pada Paduan Aluminium Silikon (Al-Si) Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis

ISSN hal

PENGARUH VARIASI WAKTU PENAHANAN TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE UJI JOMINY

BAB I PENDAHULUAN. Penemuan logam memberikan manfaat yang sangat besar bagi. kehidupan manusia. Dengan ditemukannya logam, manusia dapat

Simposium Nasional RAPI XI FT UMS 2012 ISSN :

STUDI BAHAN ALUMUNIUM VELG MERK SPRINT DENGAN METODE TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ANALISA PENGARUH SOLUTION TREATMENT PADA MATERIAL ALUMUNIUM TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

ANALISIS KEGAGALAN PISTON SEPEDA MOTOR BENSIN 110 cc

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan.

ANALISA PERBEDAAN SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PISTON HASIL PROSES PENGECORAN DAN TEMPA

PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang selalu. sehingga tercipta alat-alat canggih dan efisien sebagai alat bantu dalam

UNIVERSITAS INDONESIA OPTIMALISASI PARAMETER PERLAKUAN PANAS UNTUK MENGURANGI KEGAGALAN RETAK PADA CYLINDER HEAD DENGAN MATERIAL AC4B SKRIPSI

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang material baja karbon sedang AISI 4140 merupakan low alloy steel

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENGARUH SILIKON (Si) TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN DARI BAJA TUANG PERKAKAS YANG MENGALAMI FLAME HARDENING SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMINIUM (Al) PADUAN DAUR ULANG DENGAN MENGGUNAKAN CETAKAN LOGAM DAN CETAKAN PASIR

PENGARUH PUTARAN TERHADAP LAJU KEAUSAN Al-Si ALLOY MENGGUNAKAN METODE PIN ON DISK TEST

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK

PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S

Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die

PENGARUH HEAT TREATMENT TERHADAP PERUBAHAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA VELG MERK STOMP YANG MEMENUHI STANDART ASTM

BAB I PENDAHULUAN. pressure die casting type cold chamber yang berfungsi sebagai sepatu pendorong cairan

BAB II DASAR TEORI AAXXX.X

ANALISA PENGARUH PENGECORAN ULANG TERHADAP SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMUNIUM ADC 12

ANALISIS SIFAT MEKANIK MATERIAL TROMOL REM SEPEDA MOTOR DENGAN PENAMBAHAN UNSUR CHROMIUM TRIOXIDE ANHYDROUS (CrO 3 )

PENELITIAN TENTANG PENINGKATAN KEKERASAN PADA PERMUKAAN BUSHING DENGAN HEAT TREATMENT METODE KONVENSIONAL

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

STUDI MORFOLOGI MIKROSTRUKTUR DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAJU KOROSI ANTARA BAJA HSLA 0,029% Nb DAN BAJA KARBON RENDAH SETELAH PEMANASAN ISOTHERMAL

PENGARUH PENAMBAHAN Mg TERHADAP SIFAT KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK SERTA STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN Al-Si BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS

BAB 4 HASIL PENELITIAN

ANALISA SIFAT MEKANIS PISTON BEKAS HASIL PROSES TEMPA

PENGARUH PERLAKUAN QUENCH TEMPER DAN SPHEROIDIZED ANNEAL TERHADAP SIFAT MEKANIS BAJA PERKAKAS SKRIPSI. Oleh KHAIRUL MUSLIM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK BAJA MANGAN AUSTENITIK HASIL PROSES PERLAKUAN PANAS

PERBAIKAN SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMINIUM A356.0 DENGAN CARA MENAMBAHKAN Cu DAN PERLAKUAN PANAS T5

PEMBUATAN STRUKTUR DUAL PHASE BAJA AISI 3120H DARI BESI LATERIT

ANALISIS HASIL PENGECORAN SENTRIFUGAL DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL ALUMINIUM

Perbaikan Sifat Mekanik Paduan Aluminium (A356.0) dengan Menambahkan TiC

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Karakterisasi Material Sprocket

BAB II DASAR TEORI 2.1 PISTON

BAB I PENDAHULUAN. Aluminium (Al) adalah salah satu logam non ferro yang memiliki. ketahanan terhadap korosi, dan mampu bentuk yang baik.

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Please refer as: Mashudi Darta, Bondan T. Sofyan, Pengaruh Kombinasi Komposisi 0.02 wt. % Sr dan 0.055, 0.078, dan wt.% Ti terhadap Ketahanan

STUDI KEKUATAN IMPAK PADA PENGECORAN PADUAL Al-Si (PISTON BEKAS) DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Mg

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan bahan dasar piston bekas. Proses pengecoran dengan penambahan Ti-B 0,05%

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Pengaruh titanium..., Caing, FMIPA UI., 2009.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Si Si ANALISA KARAKTERISASI PADA LIMBAH VELG DAN primer BOKSTRANSMISI MOBIL. H.Samsudi Raharjo¹) Solichan²)

BAB II STUDI LITERATUR

PENGARUH NITROGEN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADUAN IMPLAN Co-28Cr-6Mo-0,4Fe-0,2Ni YANG MENGANDUNG KARBON HASIL PROSES HOT ROLLING

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

Analisis Sifat Fisis dan Mekanis Pada Paduan Aluminium Silikon (Al-Si) dan Tembaga (Cu) Dengan Perbandingan Velg Sprint

PENGARUH PENAMBAHAN MODIFIER STRONSIUM TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIS PADUAN AC8H HIPEREUTEKTIK SKRIPSI

BAB III METODELOGI PENELITIAN Alur Penelitian Secara garis besar metode penelitian dapat digambarkan pada diagram alir dibawah ini : Mulai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL DAN ANALISA KOMPOSISI KIMIA 4.1.1 Komposisi Kimia Material AC8H Pengujian komposisi kimia dari material AC8H yang digunakan untuk pembuatan piston dengan menggunakan alat spektrometer ditampilkan pada Tabel 4.1, sedangkan data mentah hasil pengujian terdapat pada lampiran. Pengujian komposisi kimia dengan menggunakan spektrometer ini sesuai dengan metodologi penelitian pada Bab 3 yaitu dilakukan saat sebelum proses pengecoran, dimana AC8H masih dalam bentuk molten dan dituang pada cetakan spektrometer. Tabel 4.1 Hasil pengujian komposisi kimia material AC8H penelitian ini beserta komposisi kimia AC8H standar PT.X MELTING AKTUAL STANDAR QA PT. X Si : 11,347 Si : 10,50 ~ 11,50 Mg : 1,003 Mg : 0,70 ~ 1,30 Cu : 2,961 Cu : 2,50 ~ 3,50 Zn : 0,02 Zn : 0,10 ~ Max Fe : 0,16 Fe : 0,40 ~ Max Mn : 0,023 Mn : 0,10 ~ Max Ni : 0,079 Ni : 0,10 ~ Max Ti : 0,234 Ti : 0,20 ~ 0,30 Pb : 0,033 Pb : 0,05 ~ Max Sn : 0,010 Sn : 0,05 ~ Max Cr : 0,010 Cr : 0,05 ~ Max 44

Pada Tabel 4.1 diatas terlihat bahwa komposisi kimia material AC8H untuk pembuatan piston berstatus OK karena semua unsur kimia telah masuk standar atau didalam range QA dari PT. X tersebut, sehingga hal ini mengindikasikan bahwa material AC8H yang dipakai untuk penelitian ini sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Pada Tabel 4.1 komposisi diatas kandungan Si pada material AC8H berada pada nilai 11,347 % yang berarti kondisi material AC8H ini berada pada kondisi sedikit hypoeutektic seperti ditunjukkan pada Gambar 4.1. Eutectic Si 12 % Gambar 4.1. Diagram Fasa Al-Si[9] Seperti pada pembahasan sebelumnya pada daerah hipoeutektik, kandungan Si kurang dari 12 %[8]. Dapat dipastikan Si terlarut semua. Keuntungan dari aluminium yang memiliki kondisi hipoeutektik adalah: machinability lebih baik dan ketangguhan lebih baik. Sedangkan kerugiannya adalah kekuatan dan kekerasan lebih rendah. Sehingga bila diaplikasikan dalam industri manufaktur piston, produk akhir akan memiliki kekerasan yang tidak optimal (cenderung tidak keras)[11], untuk itu dilakukanlah proses heat treatment untuk meningkatkan kekerasan dari piston itu sendiri. 4.1.2 Perbandingan Komposisi Kimia AC8H Aktual Dengan Komposisi Kimia Standar AA 336.0, AC8A, dan AC8H Berdasarkan Tabel 4.2 dapat kita lihat bahwa AC8H aktual memenuhi semua komposisi kimia standar AC8H, tetapi AC8H aktual tidak memenuhi semua komposisi kimia standar AA 336.0 dan AC8A, yaitu pada unsur Cu dan Ni. 45

AC8H aktual menunjukkan kandungan unsur Cu sebesar 2,961 % yang artinya kandungan Cu berada diatas standar AA 336.0 (0,5 ~ 1,5) dan juga berada diatas standar AC8A (0,8 ~ 1,3), sedangkan untuk kandungan Ni pada AC8H aktual yaitu sebesar 0,079 yang artinya kandungan Ni AC8H aktual berada dibawah standar AA336.0 (2,00 ~ 3,00) dan juga berada dibawah standar AC8A (1,0 ~ 2,5). Tabel 4.2 Perbandingan standar komposisi kimia AA 336.0, AC8A, dan AC8H, dan hasil aktual material AC8H[6][7] Standard Komposisi Kimia Material Komposisi Kimia AA 336.0 AC8A AC8H AC8H Aktual Si 11.00 ~ 13,00 11.00 ~ 13,00 10,50 ~ 11,50 11,347 Mg 0,7 ~ 1,3 0,7 ~ 1,3 0,70 ~ 1,30 1,003 Cu 0,5 ~ 1,5 0,8 ~ 1,3 2,50 ~ 3,50 2,961 Zn 0,35 ~ Max 0,1 ~ Max 0,10 ~ Max 0,02 Ni 2,00 ~ 3,00 1,0 ~ 2,5 0,10 ~ Max 0,079 Fe 1,2 ~ Max 0,8 ~ Max 0,40 ~ Max 0,16 Kandungan AC8H aktual yang tidak memenuhi semua standar AA 336.0 dan AC8A diperkirakan tidak mempengaruhi secara signifikan pada sifat mekanis material dengan standar AC8A dan AA336.0, karena kandungan Cu hanya sedikit diatas standar yang ditentukan dan kadar Ni hanya sedikit berada dibawah standar yang telah ditentukan, sehingga sifat mekanisnya antara AC8H aktual diperkirakan akan mirip dengan material standar AA 336.0 dan AC8A. 4.2 HASIL DAN ANALISA UJI KEKERASAN 4.2.1 Uji Kekerasan Sampel T6 Sesuai yang telah dibahas pada metodologi penelitian pada bab 3, piston yang telah mengalami proses T6 (standar proses produksi piston) dilakukan uji kekerasan pada ke-6 sampel piston dengan data diperlihatkan pada grafik dibawah. 46

Kekerasan (HRB) ke-6 sampel T6 HRB 70 69 68 67 66 65 64 63 62 61 60 1 2 3 4 5 6 Sampel T6 ke- Gambar 4.2. Grafik data kekerasan ke-6 sampel piston yang telah mengalami proses T6 Keterangan: Adalah area standar kekerasan yaitu 63-70 HRB Tabel 4.3 Tabel data kekerasan ke-6 sampel piston yang telah mengalami proses T6 No Sampel Kekerasan (HRB) 1 T6 sampel 1 65.9 2 T6 sampel 2 67.1 3 T6 sampel 3 64.2 4 T6 sampel 4 66.5 6 T6 sampel 6 65 5 T6 sampel 5 67.4 RATA-RATA 66,01 Pada pengujian kekerasan yang dilakukan ke-6 sampel piston yang telah dilakukan proses T6 menunjukkan ke-6 sampel piston seluruhnya masuk pada range standar yang telah ditetapkan yaitu 63 70 HRB, hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.2. Hal ini menunjukkan bahwa piston hasil proses T6 telah mengalami proses yang 47

sempurna, karena ke-6 sampel proses T6 seluruhnya masuk dalam standar yang telah ditentukan. 4.2.2 Uji Kekerasan Sampel T4 Pengujian kekerasan piston sampel T4 (natural ageing) diuji setelah dilakukan proses quenching mulai sampel 0 jam setelah proses quenching sampai sampel 120 jam setelah proses quenching, dan dilakukan setiap 24 jam dengan total 6 sampel yang berbeda sampai jam ke-120. Berdasarkan pada grafik dibawah terlihat bahwa piston AC8H as cast memiliki kekerasan jauh dibawah standar (35,5 HRB) yang telah ditentukan, yaitu 63-70 HRB, sedangkan pada sampel piston T4 (natural ageing) menunjukkan peningkatan kekerasan mulai pada natural ageing 0 jam sampai natural ageing setelah 120 jam. Data kekerasan As cast dan T4 (0 jam - 120 jam) 70 65 60 55 HRB 50 45 40 35 30 As Cast 0 24 48 72 96 120 NG T4 (jam) OK Gambar 4.3. Grafik data kekerasan sampel natural ageing (T4) setelah 0 jam sampai 120 jam dan sampel as cast Keterangan: Adalah area standar kekerasan yaitu 63-70 HRB 48

Tabel 4.4 Tabel data kekerasan sampel natural ageing (T4) setelah 0 jam sampai 120 jam dan sampel as cast No Sampel Kekerasan (HRB) 1 As Cast 35.5 2 T4-0 jam 50.1 3 T4-24 jam 60.2 4 T4-48 jam 61 5 T4-72 jam 64.1 6 T4-96 jam 64.9 7 T4-120 jam 65.6 Keterangan: Adalah sampel yang menunjukkan bahwa kekerasan telah masuk range standar (63-70 HRB) Berdasarkan data pada grafik diatas, dapat dilihat bahwa kekerasan meningkat mulai dari sampel 0 jam setelah quenching sampai sampel 120 jam setelah quenching, hal ini menunjukkan bahwa material piston AC8H dapat dilakukan proses T4 (natural ageing) untuk meningkatkan kekerasannya, bahkan dapat mencapai kekerasan standar yang telah ditentukan yaitu 63-70 HRB. Dari segi kekerasan, piston hasil proses T4 (natural ageing) ternyata mampu mencapai kekerasan standar (63 70 HRB) setelah 72 jam dengan nilai kekerasan sebesar 64,1 HRB dan bahkan mampu mencapai kekerasan piston yang mengalami proses T6 (artificial ageing) yaitu sekitar 65 HRB setelah 120 jam proses quenching (proses T4). Seperti terlihat pada gambar 4.3. Kekerasan yang memadai sangat dibutuhkan piston mengingat piston merupakan part yang selalu bergerak sehingga memungkinkan piston akan selalu berbenturan dengan cylinder head. Dilihat dari segi kekerasan, proses T4 (natural ageing) mampu menggantikan proses T6 (artificial ageing) setelah 120 jam. Menurut literatur yang ada, peningkatan kekerasan proses ageing T4 maupun T6 disebabkan karena proses pembentukan dari presipitat yang terdispersi secara merata selama proses ageing. Presipitat yang mungkin terbentuk adalah CuAl 2 dan Mg 2 Si[14] yang bersifat keras mengingat AC8H merupakan material paduan Al-Si-Cu-Mg. 49

Proses pengerasan ini adalah proses pengerasan presipitasi dengan mekanisme pertama-tama dilakukan solution treatment untuk membentuk satu fasa (fasa α) setelah itu dilakukan proses quench dan sesaat setelah terjadi proses quench maka akan terjadi banyak vacancy yang pada saat proses ageing presipitat-presipitat yang terbentuk akan bergerak mengisi vacancy. Presiptat-preipitat tersebut terdispersi secara merata pada batas butir yang nantinya akan menghalangi laju dislokasi sehingga material akan mengalami pengerasan presipitasi. 4.3 HASIL DAN ANALISA UJI KEAUSAN (WEAR) 4.3.1 Hasil dan analisa laju aus sampel T4 dan T6 Laju Aus Sampel T4 dan T6 Laju aus (mm3/m) 0.016 0.014 0.012 0.01 0.008 0.006 0.004 T6 0 24 48 72 96 120 T4 (jam) Gambar 4.4. Grafik data laju aus sampel natural ageing (T4) setelah 0 jam sampai 120 jam dan sampel T6 Tabel 4.5 Tabel data keausan sampel natural ageing (T4) setelah 0 jam sampai 120 jam dan sampel T6 Sampel b (mm) W (mm3) Laju Aus (mm3/m) T4-0 jam 5.647 3.001 0.015 T4-24 jam 5.307 2.491 0.012 T4-48 jam 5.241 2.399 0.011 T4-72 jam 5.019 2.107 0.010 T4-96 jam 4.278 1.304 0.006 T4-120 jam 4.138 1.180 0.005 T6 4.519 1.538 0.007 50

Ket: b W :Lebar celah yang terabrasi :Volume yang terabrasi Sesuai yang telah dibahas pada metodologi penelitian pada bab 3, pengujian keausan piston as cast, artificial ageing (T6), dan T4 (natural ageing) mulai sampel 0 jam setelah proses quenching sampai sampel 120 jam setelah proses quenching, dan dilakukan setiap 24 jam dengan total 6 sampel yang berbeda sampai jam ke-120 seperti ditunjukkan pada tabel 4.5. Berdasarkan grafik diatas terlihat bahwa laju aus sampel natural ageing (T4) mulai 0 jam sampai setelah 120 jam ternyata mengalami penurunan laju aus, sedangkan laju keausan sampel T6 diperlihatkan oleh garis merah muda pada grafik. Nilai laju aus sampel T6 dijadikan nilai standar piston mengingat belum adanya standar laju keausan pada piston. Pada grafik diatas juga terlihat bahwa mulai sampel T4 mampu memiliki nilai laju keausan dibawah laju aus T6 pada sampel T4 setelah 96 jam dan terus mengalami penurunan pada sampel T4 setelah 120 jam. Seperti kita ketahui bahwa laju keausan berbanding terbalik dengan ketahahan aus, yang artinya semakin rendah nilai laju keausan berarti ketahanan ausnya semakin baik, dan suatu fenomena yang menarik disini bahwa ketahanan aus sampel T4 (natural ageing) mulai 96 jam ternyata lebih baik dari ketahanan aus sampel T6. Ketahanan aus sangat penting bagi part piston dikarenakan piston sangat mungkin bergesekan dengan dinding cylinder head karena gerakannya yang naik turun. Untuk itu piston membutuhkan material yang memiliki ketahanan aus yang baik untuk mempertahankan dimensinya sehingga piston dapat bekerja secara optimal. 51

4.3.2 Analisa perbandingan laju aus sampel As cast dan T4-0 jam Laju aus sampel As cast, T4-0jam, dan T6 0.16 0.14 Laju aus (mm3/m) 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 As Cast T4 0 jam Gambar 4.5 Grafik data laju aus sampel as cast, T4-0 jam, dan sampel T6 Tabel 4.6 Tabel data keausan sampel natural ageing (T4) setelah 0 jam sampai 120 jam dan sampel T6 Sampel Laju aus As Cast 0.11 T4 0 jam 0.15 Nilai laju aus sampel as cast seperti grafik diatas lebih rendah daripada sampel T4 0 jam (as quench) yang artinya sampel as cast memiliki ketahanan aus yang lebih baik daripada sampel as quench (T4), hal ini dikarenakan sampel as quench telah mengalami proses solution treatment dan terjadi spheroidisasi silikon yang akan dijelaskan pada pembahasan mikrostruktur. 4.3.3 Perbandingan hasil ketahanan aus dan kekerasan Ketahanan aus berbanding lurus dengan kekerasan yang artinya semakin besar ketahanan ausnya maka semakin besar pula nilai kekerasannya. Grafik dibawah menjelaskan korelasi hasil uji ketahanan aus dan hasil uji kekerasan. 52

Data kekerasan T4 (0 jam - 120 jam) Laju Aus Sampel T4 70 0.016 HRB 65 60 55 50 45 40 35 30 0 24 48 72 96 120 Laju aus (m m 3/m ) 0.014 0.012 0.01 0.008 0.006 0.004 0 24 48 72 96 120 T4 (jam) T4 (jam) Gambar 4.6. Perbandingan grafik data keausan dan kekerasan sampel natural ageing (T4) setelah 0 jam sampai 120 jam Berdasarkan perbandingan kedua grafik diatas dapat disimpulkan bahwa nilai kekerasan dan ketahanan aus pada penelitian ini berbanding lurus, yaitu nilai laju aus yang semakin menurun pada sampel T4 0 jam sampai sampel T4 120 jam yang artinya mengalami peningkatan ketahanan aus pada sampel T4 0 jam sampai sampel T4 120 jam dan untuk nilai kekerasan sampel T4 0 jam mengalami peningkatan kekerasan sampai sampel T4 120 jam. 4.4 HASIL DAN ANALISA FOTO MIKROSTRUKTUR 4.4.1 Hasil dan analisa mikrostruktur sampel T4 perbesaran 450 X dan 1000 X T4 0 jam T4 24 jam T4 48 jam T4 72 jam T4 96 jam T4 120 jam Gambar 4.7. Foto mikrostruktur sampel T4 perbesaran 450 X dengan etsa HF 0,5% mulai 0 jam sampai 120 jam 53

Pada gambar 4.7 diatas foto mikrostruktur sampel T4 perbesaran 450 X dengan etsa HF 0,5 % mulai 0 jam sampai 120 jam tidak mengalami perubahan mikrostruktur, hal ini dikarenakan proses natural ageing (T4) merupakan proses pembentukan dari presipitat yang terdispersi secara merata selama proses ageing sedangkan kita tahu bahwa presipitat dapat dianalisa ataupun terlihat dengan menggunakan SEM, TEM, ataupun dengan EDS. Hal yang sama juga terjadi pada foto mikrostruktur sampel T4 perbesaran 1000 X dengan etsa HF 0,5 % mulai 0 jam sampai 120 jam, yaitu tidak menunjukkan adanya perubahan mikrostruktur dengan alasan yang sama seperti ditunjukkan pada gambar 4.7 dibawah. T4 0 jam T4 24 jam T4 48 jam T4 72 jam T4 96 jam T4 120 jam Gambar 4.8. Foto mikrostruktur sampel T4 perbesaran 1000 X dengan etsa HF 0,5% mulai 0 jam sampai 120 jam 54

4.4.2 Hasil dan analisa mikrostruktur perbandingan sampel as cast, T4, dan T6 dengan perbesaran 1000 X Silikon eutektik tampak kasar dan tajam-tajam Silikon eutektik tampak lebih halus dan spheroid Silikon eutektik tampak lebih halus dan spheroid. 55

Berdasarkan gambar 4.8 terlihat bahwa mikrostruktur as cast perbesaran 1000 X memiliki silikon eutektik yang lebih tajam seperti jarum dan kasar, sedangkan mikrostruktur sampel natural ageing (T4) dan sampel artificial ageing (T6) terlihat mirip dengan silikon eutektik yang lebih halus dan berbentuk spheroid. Perubahan fasa silikon eutektik ini disebabkan karena dilakukan proses solution treatment dan berpengaruh pada kekerasan keausan, kekuatan tarik,elongasi, dan lain-lain Mengacu pada pembahasan ketahanan aus pada pembahasan bab 3.1 diatas, fenomena tersebut yang membuat ketahanan aus sampel as cast lebih baik daripada sampel as quench (T4 0 jam), karena sampel as quench telah mengalami proses solution treatment yang membuat bentuk fasa silikon eutektik lebih halus dan spheroid sehingga membuat sampel as quench menjadi kurang tahan aus dibanding sampel as cast. Tetapi sampel as quench yang mengalami proses ageing akan mengalami proses pengerasan presipitasi sehingga akhirnya setelah beberapa jam (120 jam) akhirnya dapat memiliki ketahanan aus yang lebih baik dari sampel as cast tersebut yang tidak mengalami pengerasan presipitasi. Begitupun juga yang terjadi pada sampel T6 yang mengalami pengerasan presipitasi sehingga ketahanan ausnya lebih baik dari sampel as cast 4.5 PERBANDINGAN BIAYA YANG DIKELUARKAN ANTARA PROSES T4 DAN T6 Proses T6 yang merupakan standar pembuatan piston pada PT. X memerlukan proses artificial ageing. Proses artificial ageing ini memakai oven dengan energi listrik sebagai sumber energinya. Oven ini memiliki spesifikasi pemakain listrik sebesar 40 kw/h dan biaya pemakain listrik industri sebesar Rp 585 / kwh. Produksi piston pada PT. X mencapai 2800 piece per hari, sedangkan kapasitas oven adalah 1400 piece, sehingga setiap harinya dilakukan dua kali porses artificial ageing. Proses artificial ageing sendiri sekali proses memakan waktu 5 jam dan jika 2 kali proses maka dibutuhkan 10 jam. Sehingga dalam setahun dibutuhkan biaya untuk proses artificial ageing sendiri melalui perhitungan berikut: Jumlah pemakain listrik oven dalam sehari: 40 kw/h x 10 h = 400 kwh Biaya pemakaian listrik oven dalam sehari: 400 kwh x Rp 585 / kwh = Rp 234.000,- Biaya pemakaian listrik oven dalam sebulan: 25 hari x Rp 234.000 = Rp 5.850.000,- 56

Biaya pemakaian listrik oven dalam setahun: 12 bulan x Rp 5.850.000 = Rp 70.200.000,- Berdasarkan perhitungan diatas didapat bahwa jumlah pengeluaran atau biaya untuk proses artificial ageing (T6) adalah sebesar Rp 70.200.000,- selama setahun. Sedangkan untuk proses natural ageing hanya dibutuhkan tempat penyimpanan selama 3 hari atau selama 72 jam. Hal ini berdasarkan data kekerasan penelitian ini yaitu sampel piston natural ageing setelah 72 jam memiliki kekerasan standar yang telah ditentukan. Jadi tempat penyimpanan yang dibutuhkan adalah menampung sebanyak 3 hari dikali produksi piston selama sehari yaitu 2800 piece yaitu sebesar: 3 x 2800 = 8400 piece piston. Piston dapat ditampung dalam basket bertingkat 4 (ditumpuk 4 tingkat) dengan kapasitas satu basket adalah 350 piece piston. Jadi dalam satu basket bertingkat 4 dapat menampung sebanyak 1400 piece piston. Selama 3 hari atau 8400 piece diperlukan 6 basket bertingkat 4. Basket bertingkat 4 tersebut berbentuk lingkaran dengan jari-jari lingkaran 35 cm dan tinggi 30 cm. Jadi satu basket bertingkat 4 memiliki luas permukaan berikut: Luas permukaan satu basket tingkat 4 yaitu: 3,14 x 35 cm x 35 cm = 3846,5 cm 2 = 0,38465 m 2 Luas permukaan 6 basket tingkat 4 yaitu: 6 x 0,38465 m 2 = 2,3079 m 2 Jika diasumsikan harga tanah adalah Rp 5 juta/m 2, maka harga tanah yang dibutuhkan untuk penampungan piston hasil natural ageing adalah sebesar Rp 5 juta/m 2 x 2,3079 m 2 = Rp 11.539.500,- Jika kita bandingkan biaya dari kedua proses diatas terhitung bahwa proses T6 memerlukan biaya Rp 70.200.000,- per tahunnya, sedangkan proses T4 hanya membutuhkan Rp 11.539.500,- untuk pembelian tanah sebagai tempat penyimpanan, sedangkan kita ketahui membeli tanah bukan merupakan biaya tapi merupakan investasi dan nilai harga tanah biasanya semakin hari semakin naik nilai harganya. Melihat perhitungan biaya yang dikeluarkan diatas menjadi jelas bahwa proses T4 jauh lebih hemat dan lebih efisien dibandingkan proses T6, sehingga dari segi biaya proses T4 lebih menguntungkan. 57