I. PENDAHULUAN. Meningkat pesatnya kegiatan pembangunan serta laju pertumbuhan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. sangat besar. Akan tetapi, potensi ini belum dapat diwujudkan secara optimal di

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. makin ketat, sejalan dengan kecenderungan globalisasi perekonomian dan

I. PENDAHULUAN. pangsa pasar dan memenangkan persaingan. lingkungan bisnis yang kompleks dalam rangka mewujudkan visi perusahaan.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian telah berperan dalam pembangunan melalui. pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

I. PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja organisasi sektor publik, khususnya organisasi pemerintah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki visi, misi dan tujuan yang hendak dicapai. Suatu

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kementerian Agama, sebagai salah satu satuan kerja pemerintah memiliki tugas

BAB I PENDAHULUAN. governance, maka dibutuhkan laporan hasil dari kegiatan yang harus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. siklus hidup dan mengurangi dampak kegagalan dari suatu kondisi yang buruk.

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pesat terhadap akses yang dapat dilakukan masyarakat untuk. masyarakat akan adanya suatu pengukuran kinerja.

BAB I PENDAHULUAN. sangatlah penting. RS swasta maupun milik organisasi nirlaba (publik/pemerintah)

BAB I. PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang terjadi sekarang ini tampak demikian pesat. Banyak

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan aparatur yang profesional seiring. dengan reformasi birokrasi diperlukan langkah-langkah konkrit dalam

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma lama dari manajemen pemerintahan yang berfokus pada

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1. Analisis pengukuran..., Gita Dinarsanti, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era revormasi yang sedang berlangsung dewasa ini, pelaksana

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN BALANCED SCORECARD PADA KOPERASI SERBA USAHA SINAR MENTARI KARANGANYAR TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompetitif, manajemen

BAB II PERENCANAAN KINERJA. mengacu pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman

Jakarta, Maret 2013 Kepala Badan Kepegawaian Negara. Eko Sutrisno

BAB I PENDAHULUAN. Ateh (2016) dalam artikelnya mengungkapkan, pernah menyampaikan bahwa ada yang salah dengan sistem perencanaan dan

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi di beberapa daerah kota/kabupaten di Indonesia diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembangunan sumber daya

IKHTISAR EKSEKUTIF. dan laporan kinerja, maka disusunlah Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi

Bandung adalah salah satu kota wisata yang dikunjungi para wisatawan baik

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk memberdayakan daerah dan mengurangi ketergantungan. daerah terhadap pemerintahan pusat. Dengan demikian pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. bagi pihak-pihak di dalam sektor publik. Reformasi birokrasi muncul karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan utama dari organisasi sektor publik adalah bagaimana

BAB V PENUTUP. Padang dengan pendekatan balanced scorecard. Berdasarkan hasil

ABSTRAK. : Balanced Scorecard, Pengukuran kinerja. Universitas Kristen Maranatha

Biro Perencanaan KATA PENGANTAR

2.1 Rencana Strategis

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk bekerja secara profesional layaknya organisasi swasta. Sebuah

JAMHARI KASA TARUNA NRP DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr.Ir. Udisubakti Ciptomulyono, M.Eng.SC

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Hasil Utama dari Penelitian

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi organisasi bisnis.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Sejalan dengan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan dalam

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI. DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi

I. PENDAHULUAN. memberikan pedoman kebijakan industri BPR agar jelas dan terarah yang disebut

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian ini akan dibahas mengenai pendahuluan yang terdiri atas latar

I. PENDAHULUAN yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis. Adanya

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil di

BAB 1 PENDAHULUAN. tidur dan tenaga kerja sebanyak 677 orang. Masalah utama dalam penelitian ini

KATA PENGANTAR BUPATI BARRU, TTD. Ir. H. ANDI IDRIS SYUKUR, MS.

E-COMMERCE. Achmad Dwi Saputro S.Kom, MM

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan

BAB I INTRODUKSI. Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

down mengandung makna bahwa perencanaan ini memperhatikan pula

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman dan tuntutan global,

B A B I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. layanannya dalam mencapai customer value (nilai pelanggan) yang paling tinggi

Laporan Akuntabilitas Kinerja Kantor Camat Tualang Kabupaten Siak Tahun 2016

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai

DAFTAR ISI. Lembar judul... Lembar pengesahan... Lembar pernyataan... Kata pengantar... Daftar isi... Daftar tabel... Daftar gambar...

I. PENDAHULUAN. PT. Kabelindo Murni, Tbk merupakan salah satu perusahaan manufaktur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Balanced Scorecard untuk pengukuran kinerja organisasi berdasarkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Di era globalisasi ini, untuk menghadapi persaingan bisnis yang kompetitif,

Sistem Manajemen Strategik Balanced Scorecard (BSC) : Memonitor dan Meningkatkan Kinerja Strategis Dan Keberhasilan Reformasi Birokrasi

A. RENCANA STRATEGIS

BAB 1 PENDAHULUAN. perekonomian suatu negara. Efektivitas dan efisiensi sistem perbankan di suatu

BAB I PENDAHULUAN. cermat dan bijaksana dalam merancang dan mengimplementasikan berbagai strategi

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Kantor Camat Kandis Kabupaten Siak Tahun 2016

BAB IV DATA DAN ANALISIS

Laporan Kinerja. Deputi Bidang Kesejahteraaan Rakyat S e k r e t a r i a t K a b i n e t TAHUN 2014

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

B.IV TEKNIK PENYUSUNAN PERENCANAAN KINERJA DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN AGAMA

RENCANA KINERJA BALAI BESAR PULP DAN KERTAS TAHUN ANGGARAN 2013

BAB 3 METODE PENELITIAN

Pada hakekatnya reformasi birokrasi pemerintah merupakan proses

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya. Untuk berhasil dan tumbuh dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BKD KABUPATEN GRESIK 1

RENCANA STRATEGIS BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI TAHUN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di tengah persaingan bisnis yang semakin ketat, perusahaan haruslah

BAB. I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

1.1. Kondisi Umum Potensi dan Permasalahan 5 DAFTAR ISI. Hal BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN Visi Misi

Rencana Strategis Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota Serang Tahun BAB VII PENUTUP

BAB V PENUTUP. Pontianak untuk merancang dan memperkenalkan balanced scorecard sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dan Indonesia pada khususnya, maka semakin banyak peluang bagi penyelenggara

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH. 4.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016

Sungai Penuh, Februari Ketua, KAMAL MUKHTAR, S.Ag NIP

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkat pesatnya kegiatan pembangunan serta laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, mendorong kebutuhan atas tanah yang terus meningkat, sementara luas tanah yang ada relatif tetap. Tidak paralelnya persediaan tanah baik dari segi fisik maupun yuridis dengan kecenderungan meningkatnya kebutuhan atas tanah, seringkali menimbulkan benturan bahkan konflik kepentingan atas tanah. Dalam berbagai pengalaman, benturan kepentingan kemudian menyebabkan masalah pertanahan muncul dalam berbagai bentuk, bahkan sampai pada masalah yang berdampak multi dimensional, baik dimensi ekonomi, sosial budaya, politik maupun keamanan. Kantor Pertanahan Kota Manado adalah unit kerja di jajaran Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional yang sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No.4 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan, memiliki tugas pokok yaitu melaksanakan tugas pemerintahan dibidang pertanahan dalam ruang lingkup Kota dan Kabupaten dalam hal ini Kota Manado. Untuk memenuhi tugas pokok dan fungsinya tersebut Kantor Pertanahan Kota Manado memerlukan suatu perencanaan strategik yang dapat membentuk kinerja pelayanan di bidang pertanahan dengan optimal. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, menginstruksikan kepada setiap pemimpin Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah 1

Daerah, Satuan Kerja atau Unit Kerja didalamnya wajib membuat laporan akuntabilitas kinerja secara berjenjang serta berkala untuk disampaikan kepada atasannya. Instruksi Presiden tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Keputusan Lembaga Administrasi Negara sebagaimana yang tertuang dalam Surat Keputusan Nomor 239/IX/6/8/2003 tentang Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Berdasarkan hal inilah Kantor Pertanahan Kota Manado sebagai bagian dari Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia juga membuat laporan akuntabilitas untuk disampaikan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia melalui Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sulawesi Utara. Sistem perencanaan strategis instansi pemerintah yang telah distandarisasi adalah Sistem Akuntabilitas Instansi Pemerintah (SAKIP) di mana pertanggungjawaban kinerjanya adalah dokumen Laporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah (LAKIP). Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) adalah instrumen yang digunakan oleh instansi pemerintah dalam memenuhi kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi organisasi. SAKIP terdiri dari berbagai komponen yang merupakan suatu kesatuan, yaitu : perencanaan strategis, perencanaan kinerja, pengukuran kinerja dan pelaporan kinerja. Laporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah dokumen gambaran perwujudan akuntabilitas instansi pemerintah yang dibuat dan disusun berdasarkan SAKIP. Indikator kinerja kegiatan sebagai tolok ukur kinerja SAKIP ditetapkan dan dikategorikan ke dalam kelompok (a) Masukan-masukan (Inputs); (b) Keluaran-keluaran (Outputs); (c) Hasil-hasil (Outcomes); (d) Manfaat-manfaat (Benefits); (e) Dampak-dampak (Impacts). Selanjutnya, 2

pertanggungjawaban keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dilaksanakan melalui pengukuran kinerja. Namun sementara itu kinerja kantor yang tergambar jelas didalam LAKIP sering justru bukanlah gambaran sesungguhnya dari kinerja kantor secara keseluruhan. Dikatakan demikian karena RENSTRA atau Rencana Strategis dan LAKIP atau Laporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah didalam SAKIP yang selama ini menjadi acuan, hanya bersifat sebagai laporan dan pelengkap administrasi ke Kantor Pusat dan Kantor Wilayah Propinsi, bukan merupakan gambaran dari kinerja organisasi secara keseluruhan dan belum menjadi acuan utama tentang arah kebijakan dan strategi yang diambil manajemen, sehingga tidak jarang banyak kebijakan atau strategi yang dipilih tidak sesuai atau tidak dapat memenuhi sasaran-sasaran yang ditentukan dalam RENSTRA SAKIP tersebut. Terkait hal ini, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) dalam Simanjuntak (2007) menyatakan bahwa, SAKIP belum dapat menyediakan alat pengukuran dan ukuran kinerja untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pencapaian organisasi, yang ada hanyalah ukuran kinerja yang masih bersifat program yang berbasis anggaran yang ditetapkan setelah program tersebut dilaksanakan, sehingga sulit untuk menentukan capaian kinerja pada tingkat organisasi. Selanjutnya juga SAKIP masih terbatas pada penentuan visi, misi dan tujuan organisasi dan belum menunjukkan arah akan dibawa kemana organisasi di masa yang akan datang. Formulasi yang digunakan dalam pengukuran kinerja yang bersifat pencapaian kinerja program, yaitu rasio antara rencana dan realisasi. Rencana merupakan komponen indikator inputs yang diterjemahkan menjadi rasio antara anggaran yang digunakan dengan keluaran yang ditargetkan, sedangkan 3

Realisasi merupakan komponen indikator outputs yang diterjemahkan menjadi hasil yang tercapai. Hasil rasio antara inputs dan outputs ini yang digunakan sebagai ukuran kinerja organisasi instansi pemerintah. Hal lainnya adalah format pelaporan SAKIP yaitu LAKIP belum melakukan pengukuran terhadap indikatorindikator kinerja lainnya yang lebih bersifat intangible atau non teknis namun secara langsung maupun tidak sangat mempengaruhi kinerja suatu organisasi pemerintah secara keseluruhan, misalnya rasa puas masyarakat yang dilayani atau tingkat kenyaman dan kepuasan para pegawai di dalamnya. Hal ini bisa dijelaskan dengan ilustrasi terhadap apa yang terjadi di Kantor Pertanahan Kota Manado terhadap bagaimana kinerja kantor diukur dengan menggunakan SAKIP yang kemudian dilaporkan dalam format LAKIP, selalu memberikan kesimpulan bahwa sebuah kegiatan berhasil atau gagal dilaksanakan, mencapai target atau tidak mencapai target, berdasarkan rasio target-realisasi kegiatan-kegiatan tersebut. Misalnya dalam kegiatan pensertifikatan tanah Proyek Nasional (PRONA) yang diukur kemudian disimpulkan sebagai capaian kinerja adalah bagaimana target bidang dan anggaran bisa dicapai dalam tahun anggaran berjalan, sementara mekanisme prosedur pelaksanaannya maupun kepuasan masyarakat terhadap pelayanan masih sering diabaikan. Demikian juga kegiatankegiatan teknis lainnya yang menjadi kompetensi Kantor Pertanahan. Seperti yang diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 bahwa SAKIP adalah sebuah mekanisme Sistem yang terdiri dari berbagai komponen yang merupakan suatu kesatuan, yaitu : perencanaan strategis, perencanaan kinerja, pengukuran kinerja dan pelaporan kinerja. Jadi merupakan sebuah tuntutan yang sangat mutlak untuk melakukan pengukuran kinerja jika 4

sebelumnya didalam kantor telah ada perencanaan strategis, perencanaan kerja dan perencanaan kinerja yang akan dicapai, barulah kemudian pengukuran bisa dilakukan untuk kemudian dilaporkan dalam sebuah laporan berbasis SAKIP yaitu LAKIP. Namun yang sering terjadi adalah yang diukur dalam SAKIP yang kemudian dilaporkan dalam LAKIP adalah kegiatan-kegiatan yang indikatornya telah ada dalam DIPA (Daftar Isian Program Anggaran) yang mana kegiatankegiatan tersebut memang adalah kegiatan yang sudah ditentukan dalam DIPA tahun anggaran berjalan untuk dilaksanakan sesuai dengan ketersediaan dananya. Jadi pengukuran target-realisasi, adalah target-realisasi kegiatan didalam DIPA bukan merupakan pengukuran capaian target-realisasi kegiatan-kegiatan yang ada didalam Perencanaan Strategis atau Perencanaan Kinerja. Hal inilah yang membuat seolah-olah LAKIP hanya merupakan sebuah formalitas untuk melaksanakan kewajiban kantor dalam rangka pelaporan karena mekanismenya kemudian menjadi terbalik bukan dimulai dari Perencanaan Strategis, Perencanaan Kinerja, Pengukuran Kinerja kemudian Pelaporan Kinerja melainkan justru terbalik karena acuan yang digunakan adalah kegiatan dalam DIPA yang diukur lalu untuk kepentingan pelaporan diposisikan sebagai kegiatan-kegiatan yang adalah didalam Perencanaan Strategis dan Perencanaan Kinerja. Hal lainnya yang bisa menjelaskan mengapa di Kantor Pertanahan Kota Manado LAKIP kemudian belum bisa dikatakan sebagai gambaran sebenarnya dari kinerja keseluruhan kantor atau organisasi adalah ketiadaan indikator kinerja yang memuat unsur kepuasan pegawai didalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya serta bagaimana persepsi kepuasan masyarakat pengguna jasa layanan kantor terhadap kinerja pelayanan yang dilakukan. Hal ini terjadi karena didalam 5

LAKIP indikator-indikator yang diukur adalah hal-hal yang sangat teknis dan tangible seperti : target-realisasi jenis kegiatan, akuntabilitas keuangan, serta dukungan sumberdaya dan sarana prasarana. Terhadap masalah dukungan sumberdaya manusia misalnya : yang dikaji atau diukur adalah berapa kekuatan atau jumlah pegawai yang melaksanakan kegiatan/program atau yang ada didalam suatu kantor. Tidak dipertimbangkan apakah sumberdaya manusia tersebut merasa nyaman, aman, puas dan cocok ditempatkan di suatu unit kerja atau jenis pekerjaan tertentu. Atau dalam hal dukungan sarana-prasarana, selain ketersediaannya seharusnya yang diukur juga adalah masalah efektivitas penggunaannya dalam mendukung suatu kegiatan. Ini masih bisa ditambahkan misalnya dengan bagaimana kepuasan masyarakat harus dipertimbangkan. Pandangan ini dijelaskan oleh Niven (2005) bahwa pengukuran tradisional yang kita kenal selama ini sangat sulit untuk mengukur hal-hal yang sifatnya intangible assets, seperti motivasi atau misalnya skill yang bisa mendatangkan perubahan dan pertumbuhan organisasi. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah sistem pengukuran kinerja yang mampu mengukur nilai dari intangible assets tersebut untuk memperkirakan dan mengantarkan sebuah kesuksesan ekonomis organisasi. Pada Kantor Pertanahan Kota Manado hal ini juga kemungkinan disebabkan oleh mekanisme penyusunan RENSTRA dan LAKIP selama ini hanya melibatkan satu atau dua orang unsur manajemen dengan bantuan satu atau dua orang staf yang mengkompilasikannya, dengan batasan waktu yang sering kali sangat singkat, sehingga tidak sempat untuk melibatkan unsur-unsur manajemen yang lain dalam pembahasan dan penyusunannya. 6

Berdasarkan kondisi tersebut di atas maka Kantor Pertanahan Kota Manado memerlukan sebuah proses penentuan indikator kinerja yang mampu menjabarkan dengan jelas dan komprehensif visi dan misi organisasi, serta penyusunan rencana kerja yang melibatkan seluruh unsur manajemen dalam hal ini mulai dari Kepala Kantor, Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan para Kepala Seksi serta para Kepala Sub Seksi untuk mengkaji dengan baik mengenai harapan dari para stakeholders Kantor Pertanahan Kota Manado yang juga merupakan stakeholders Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menyusun suatu sistem manajemen strategik yang komprehensif adalah dengan menggunakan metode balanced scorecard (BSC). Metode BSC adalah sebuah metode didalam ilmu manajemen strategik yang mengkaji rancangan indikator kinerja organisasi dalam empat persepektif, yaitu persepektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses internal bisnis dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran organisasi. Diharapkan metode ini bisa melakukan rancangan desain indikator kinerja Kantor Pertanahan Kota Manado dalam keempat perspektif tersebut. Menurut Kaplan dan Norton (2004), rancangan BSC yang dilaksanakan pada organisasi publik adalah dalam rangka untuk mewujudkan misi organisasi tersebut. Suatu organisasi yang akan membangun BSC sebagai sistem manajemen strategik harus menetapkan : a). Visi, misi, dan tujuan; b). Menerjemahkan visi dan strategi organisasi ke dalam empat perspektif BSC. Penerapan BSC dalam suatu perencanaan strategik dapat menuntun manajemen dan anggota organisasi pemerintahan dalam menerjemahkan visi, misi, dan strategi organisasi ke dalam tindakan-tindakan yang terukur dan terencana dengan baik. Perencanaan dan 7

pelaksanaan program maupun anggaran pemerintah akan terfokus pada upaya untuk mencapai misi organisasi pemerintahan (mission driven), yakni demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Implementasi pendekatan ini menuntut adanya identifikasi dan pengembangan kinerja organisasi yang komprehensif ke dalam empat perspektif BSC (Gasperz, 2003). Dengan demikian, penerapan BSC yang didukung oleh sistem pelaporan yang benar akan mendukung terwujudnya pemerintahan yang baik (good governance). Perancangan BSC memberikan suatu struktur untuk pembuatan keputusan, yaitu berupa praktek dan langkah-langkah yang harus diikuti. Kegunaan dari rancangan BSC bagi organisasi publik adalah untuk mengantisipasi perubahan dalam lingkungan yang dinamik, sehingga organisasi publik lebih bersikap proaktif terhadap perubahan bukannya reaktif dengan perubahan situasi. Oleh karena itu, rancangan BSC memerlukan kajian dari pihak manajemen terhadap analisis eksternal dan internal organisasi yang bersifat dinamis. Dinamika perubahan di masa depan yang sedang dan akan dihadapi oleh Kantor Pertanahan Kota Manado adalah dinamika perubahan terkait dengan pemilikkan, penguasaan dan penggunaan tanah beserta dengan segala aspek dan permasalahan yang terkandung di dalamnya serta dinamika dan perubahan tuntutan masyarakat akan bentuk pelayanan yang harus disediakan oleh sebuah instansi pelayanan publik seperti Badan Pertanahan Nasional. Oleh karena itu dalam menjalankan fungsinya sebagai instansi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat di bidang pertanahan maka Kantor Pertanahan Kota Manado harus mempunyai asumsi tentang masa depan (strategic foresight) sehingga dapat memberikan layanan yang lebih profesional dan berkualitas (excellent service). 8

Tantangan dan tuntutan bagi Kantor Pertanahan Kota Manado adalah bagaimana menciptakan sebuah mekanisme layanan yang lebih baik sehingga hasilnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat maupun stakeholder lainnya serta menghilangkan berbagai prosedur pelayanan yang masih dirasakan rumit, panjang dan berbudaya birokrasi meskipun telah diatur dalam sebuah mekanisme seperti SPOP (Standar Prosedur Operasional Pelayanan) misalnya. Hal ini dimasa depan akan menjadi tolok ukur utama bagi masyarakat dan stakeholder lainnya untuk melakukan penilaian terhadap kinerja Kantor Pertanahan Kota Manado khususnya serta Badan Pertanahan Nasional pada umumnya, serta secara langsung akan memberikan pengaruh terhadap kinerja Pemerintah dalam hal layanan publik. Oleh karenanya metode BSC adalah sebuah metode berbasis manajemen strategik yang harus dicoba untuk diterapkan sehingga selanjutnya akan bisa dirancang sebuah kajian tentang penerapan BSC sebagai indikator kinerja di Kantor Pertanahan Kota Manado. Namun karena SAKIP berdasarkan Instruksi Presiden RI Nomor 7 Tahun 1999, tanggal 15 Juni 1999, masih merupakan format sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah maka diharapkan pengukuran kinerja yang dilakukan Kantor Pertanahan Kota Manado berbasis BSC nantinya akan dapat memberikan kerangka kerja sebagai masukan yang melengkapi terhadap SAKIP sebagai Sistem Akuntabilitas dan Kinerja Instansi sebagai suatu bagian integral didalam SAKIP sehingga bukan saja secara efektif menggiring organisasi kearah pencapaian visi dan misi secara lebih efektif namun juga akan memberikan SAKIP nilai tambah (value added) karena sifat BSC yang lebih komprehensif, koheren, berimbang dan terukur. Selain itu, karena SAKIP juga dimaksudkan 9

untuk memberikan informasi yang lebih akurat dan lebih lengkap terhadap gambaran kinerja instansi pemerintah sebagai dasar pengambilan kebijakan selanjutnya baik oleh Kantor Pertanahan Kota Manado, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sulawesi Utara maupun akhirnya Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia maka hal tersebut sejalan dengan gagasan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) dalam Awilia (2005), bahwa dalam rangka penyusunan LAKIP, mengimplementasikan rencana strategis, dan penentuan indikator kinerja instansi pemerintah sebaiknya menggunakan pendekatan Balanced Scorecard. 1.2. Rumusan Masalah Permasalahan yang akan dianalisa pada Kantor Pertanahan Kota Manado adalah sebagai berikut : a. Bagaimanakan menjabarkan komponen-komponen strategik (visi, misi, tujuan strategik dan strategi) Kantor Pertanahan Kota Manado kedalam sasaransasaran strategik pada keempat perspektif BSC? b. Apa saja yang menjadi indikator kinerja kunci (KPI), target dan inisiatif strategis dalam rancangan Balanced Scorecard Kantor Pertanahan Kota Manado? c. Bagaimana bobot dari masing-masing perspektif dan indikator kinerja kunci (KPI) dalam rancangan Balanced Scorecard Kantor Pertanahan Kota Manado? d. Bagaimana rancangan peta strategi (strategy map) Kantor Pertanahan Kota Manado, dengan melakukan analisis hubungan sebab-akibat antar sasaran strategis? 10

e. Bagaimana kerangka kerja berbasis Balanced Scorecard bisa diintegrasikan dengan kerangka kerja pengukuran kinerja yang digunakan selama ini (SAKIP) serta direkomendasikan kepada Kantor Pertanahan Kota Manado untuk mengukur kinerjanya? f. Bagaimana Hasil Evaluasi terhadap implementasi kerangka Balanced Scorecard dan perbandingan pengukuran kinerja kantor dengan menggunakan Balanced Scorecard dengan pengukuran kinerja kantor yang digunakan Kantor Pertanahan Kota Manado selama ini (SAKIP)? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah-masalah tersebut maka tujuan penelitian ini adalah : a. Menjabarkan komponen strategik Kantor Pertanahan Kota Manado ke dalam sasaran-sasaran strategik pada keempat perspektif BSC. b. Menentukan indikator kinerja kunci (KPI), target dan inisiatif strategis dalam rancangan Balanced Scorecard Kantor Pertanahan Kota Manado. c. Menentukan bobot perspektif dan indikator kinerja kunci (KPI) Kantor Pertanahan Kota Manado. d. Merancang peta strategi (strategy map) Kantor Pertanahan Kota Manado dengan melakukan analisis hubungan sebab-akibat antar sasaran strategis. e. Mengintegrasikan kerangka BSC dengan kerangka sistem pengukuran kinerja yang digunakan selama ini (SAKIP) serta merumuskan rekomendasi penggunaan kerangka kerja SAKIP berbasis Balanced Scorecard kepada Kantor Pertanahan Kota Manado untuk mengukur kinerjanya. 11

f. Mengevaluasi dan membandingkan pengukuran kinerja kantor dengan menggunakan Balanced Scorecard dengan Sistem pengukuran kinerja yang digunakan Kantor Pertanahan Kota Manado selama ini (SAKIP). 12

Untuk Selengkapnya Tersedia Di Perpustakaan MB-IPB 13