BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ergonomi Pada tinjauan mengenai ergonomi akan dibahas mengenai definisi ergonomi dan metode penilaian risiko MSDs. Kedua hal tersebut dijabarkan seperti berikut ini : 1.1.1 Definisi Ergonomi Kata Ergonomi yang telah kita ketahui berasal dari bahasa Yunani, Ergon (kerja) dan Nomos (hukum) atau dapat diartikan ilmu yang mempelajari tentang hukum hukum kerja (Priastika. 2012). Dengan demikian, ergonomi merupakan suatu sistem yang beorientasi pada disiplin ilmu yang sekarang diterapkan pada aspek pekerjaan atau kegiatan manusia. Selanjutnya untuk lebih memahami pengertian mengenai ergonomi, maka penulis akan menjabarkan beberapa definisi ergonomi dari beberapa literatur, antara lain: 1. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan segala kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia baik secara fisik 7
8 maupun mental, sehingga dicapai suatu kualitas hidup secara keseluruhan yang akan lebih baik (Tarwaka, 2011). 2. Ergonomi adalah suatu istilah yang berlaku untuk dasar suatu studi dan hubungan antara manusia dengan mesin untuk mencegah penyakit dan cidera serta meningkatkan prestasi atau performa kerja (ACGIH. 2007). 3. Sedangkan menurut ILO (2013) ergonomi didefinisikan sebagai penerapan ilmu biologi manusia yang sejalan dengan ilmu rekayasa untuk mencapai penyesuaian yang menguntungkan antara pekerja dengan pekerjaannya secara optimal dengan tujuan agar bermanfaat demi efisiensi dan kesejahteraan. Berdasarkan berbagai definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa ilmu ergonomi merupakan suatu bidang keilmuan tentang ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan antara manusia dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya agar tercipta keadaan yang menguntungkan antara pekerja dengan pekerjaannya secara optimal dan untuk mencegah timbulnya cidera atau gangguan kesehatan dengan tujuan meningkatkan produktivitas kerja. 1.1.2 Prinsip Ergonomi Secara prinsip ilmu Ergonomi berfokus pada desain dari suatu sistem dimana manusia bekerja. Semua sistem kerja tersebut terdiri atas komponen manusia, komponen mesin dan lingkungan yang saling berinteraksi antara satu dengan lainnya. Fungsi dasar dari ilmu Ergonomi adalah untuk memenuhi
9 kebutuhan manusia akan desain kerja yang memberikan keselamatan dan efisiensi kerja bagi manusia yang bekerja di dalamnya. Dalam suatu upaya untuk menciptakan suatu kondisi yang produktif, aman dan nyaman bagi pekerja, maka diperlukan interaksi yang baik antara ketiga komponen yaitu, manusia, mesin dan lingkungan kerja. Dalam ergonomi, manusia merupakan komponen paling utama yang harus diperhatikan dengan segala keterbatasan yang dimiliki. Oleh karena itu biasanya dalam suatu pekerjaan hal yang akan diperbaiki adalah desain mesin atau alat yang digunakan agar menyesuaikan pekerjanya (Bridger. 2003). Sebagai contoh digunakannya penggunaan alat bantu seperti forklift trye handler, hand pallet, dan penyediaan portable ramp untuk meminimalisasi aktivitas manual handling yaitu mengangkat, menarik dan mendorong (Priastika. 2012). Menggunakan alat bantu gerobak dalam membantu meminiminalisasi aktivitas manual mengangkut barang, sehingga dapat mengurangi beban yang diterima oleh tubuh dan dapat mengurangi risiko timbulnya MSDs (Maria. 2012). Adapun contoh lainnya mengenai perubahan desain kerja seperti perubahan, pengaturan dan kontrol display untuk menghindari ketidaknyamanan dalam pemakaian komputer dalam bekerja (Pujadi. 2009). 2.1.3 Definisi Musculoskeletal Disorders (Msds) Menurut NIOSH (1997) yang dimaksud dengan Musculoskeletal Disorders (Msds) adalah sekolompok kondisi patologis yang mempengaruhi fungsi normal dari jaringan halus sistem musculoskeletal yang mencakup syaraf, tendon, otot, dan struktur penunjang seperti discus intervertebral. Fokus penelitian dari Msds adalah leher, bahu, punggung, lengan atas, lengan bawah,
10 pergelangan tangan dan kaki. Msds pada awalnya menyebabkan gangguan tidur, mati rasa, kekakuan atau bengkak, nyeri pada pergelangan tangan, lengan, siku, leher atau punggung yang diikuti dengan rasa tidak nyaman, rasa tegang yang menekan rasa sakit di kepala dan yang berhubungan dengan penyakit, kering, gatal atau nyeri di mata, penglihatan yang buram, rasa nyeri atau kaku, kram, kesemutan, gemetar, lemah dan pucatnya daerah yang terserang, menurunnya daya genggam tangan dan gerakan pada bahu, leher / punggung, yang pada akhirnya mengakibatkan ketidakmampuan seseorang untuk melakukan pergerakan dan koordinasi gerakan anggota tubuh sehingga dapat dilihat bahwa Msds akan mengakibatkan efisiensi kerja berkurang dan produktifitas kerja menurun (Humantech, 1995). Musculoskeletal Disorders (dapat juga disebut sebagai Repetitive Motion Injuries atau Cumulative Trauma Disorders) adalah cidera pada sistem kerangka otot yang semakin bertambah secara bertahap sebagai akibat dari trauma kecil yang terus menerus yang disebabkan oleh desain yang buruk yaitu desain alat sistem kerja yang membutuhkan gerakan tubuh dalam posisi yang tidak normal serta penggunaan perkakas handtools atau alat lainnya yang terlalu sering. 2.1.4 Faktor Kerja Menurut Nurmianto (2008) beberapa faktor yang berpengaruh dalam pekerjaan yang dapat mengakibatkan risiko ergonomi yaitu : 1. Postur tubuh yang janggal, sikap atau posisi bagian tubuh yang menyimpang dari posisi netral atau normal. Adanya deviasi yang
11 signifikan ini akan meningkatkan beban kerja otot sehingga dibutuhkan tenaga yang lebih besar. 2. Postur statis, postur kerja fisik dalam posisi yang sama (peregangan otot) secara terus menerus dan pergerakannya sangat minimal. Kondisi ini dapat meningkatkan beban otot dan tendon, terhalangnya aliran darah pada otot, menyebabkan kelelahan dan menyebabkan nyeri. 3. Aktifitas berulang (frekuensi), suatu kegiatan yang dilakukan berulang - ulang dalam satu hari / suatu aktifitas dimana frekuensi yang tinggi atau gerakan yang berulang dengan sedikit variasi dapat menimbulkan ketegangan pada otot. 4. Durasi, yaitu lama waktu bekerja yang dihabiskan oleh pekerja (masa kerja). 5. Beban kerja, beban yang harus diangkat pekerja dan beban kerja yang berat saat melakukan pekerjaan yang dapat menimbulkan kelelahan otot bahkan kerusakan otot. 2.2 Metode Penilaian Risiko Ergonomi Metode penilaian yang telah diperkenalkan para ahli dalam mengevaluasi ergonomi untuk menilai tingkat risiko MSDs di tempat kerja ada banyak, dan alat ukurnya pun cukup bervariasi. Namun demikian, dari berbagai alat ukur dan berbagai metode tentunya mempunyai kelebihan dan keterbatasan masing masing. Untuk itu kita harus dapat secara selektif memilih dan menggunakan metode secara tepat dan sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dilaksanakan sebagai
12 berikut : 2.2.1 Penilaian Keluhan Risiko Ergonomi Penilaian subjektif tentang keparahan pada sistem muskuloskeletal dapat dilakukan dengan metode Nordic Body Map (NBM) dan checklist. Namun Nordic Body Map (NBM) adalah salah satu cara evaluasi ergonomi terhadap keluhan muskuloskeletal (Nurliah. 2012). Nordic Body Map (NBM) merupakan salah satu metode pengukuran subjektif untuk mengukur rasa sakit otot para pekerja. Keluhan subjektif ini dipilih karena berdasarkan penelitian oleh The National Institute for Occupational Safety and Health (1997) yang menyatakan bahwa keluhan subjektif menjadi pilihan yang baik untuk melihat keluhan work-related muskuloskeletal disorder. Dalam nordic terdapat bagian tubuh utama yaitu : a. Leher f. Siku b. Bahu g. Pinggang c. Punggung bagian atas h. Lutut d. Pergelangan tangan/tangan i. Tumit/kaki e. Punggung bagian bawah
13 Gambar 2.1 Bagian Tubuh Utama Sumber (Kroemer. 2001) Kuesioner nordic body map memiliki 28 titik atau pertanyaan dimulai dari 0 hingga 27 titik nomor yang dinilai dengan menggunakan skala likert untuk melihat tingkatan keluhan MSDs secara objektif. Semua dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu Leher, upper limb (bahu, siku, tangan, dan pergelangan tangan), lower limb (pinggul, paha, lutut, pergelangan kaki, dan kaki) dan low back (punggung atas dan bawah) (Andersson dkk. 2007). 2.2.2 Penilaian Risiko Postur Kerja Ada beberapa cara untuk melakukan penilaian ergonomi pada penelitian ini dengan metode observasi postur tubuh pada saat bekerja diantaranya menggunakan Metode Rapid Entire Body Assesment (REBA), Metode Ovako Working Posture Analysis System (OWAS) dan Metode Quick Exposure Checklist (QEC). Penilaian ergonomi tersebut dijabarkan seperti di bawah ini : 1) Rapid Entire Body Assesment (REBA)
14 1) Definisi REBA (Hignett dkk. 2000) adalah sebuah metode yang dilakukan untuk mengetahui faktor faktor risiko terkait dengan postur pada saat bekerja. REBA dikembangkan untuk mengkaji postur kerja (postur statis atau dinamis), berbagai metode kajian, berdasarkan kategori metode checklist, manual material handling, kombinasi seluruh tubuh dan computer based. 2) Pengukuran Metode REBA (Hignett dkk. 2000) dapat digunakan bila : a) Seluruh tubuh yang sedang digunakan. b) Postur statis, dinamis, kecepatan perubahan, atau postur yang tidak stabil. c) Pengangkatan yang sedang dilakukan, dan seberapa sering frekuensinya. d) Modifikasi tempat kerja, peralatan, pelatihan atau perilaku pekerja. Penilaian REBA (Hignett dkk. 2000) dilakukan melalui enam tahapan, tahapan tahapan tersebut adalah : a) Observasi pekerjaan, yang meliputi : (1) Identifikasi faktor risiko ergonomi. (2) Desain tempat kerja. (3) Lingkungan kerja. (4) Penggunaan peralatan kerja. (5) Perilaku atau sikap bekerja.
15 b) Memilih postur yang akan dikaji, yang meliputi : (1) Postur yang sering dilakukan. (2) Postur dimana pekerja lama dengan posisi tersebut. (3) Postur yang membutuhkan banyak tenaga atau aktivis otot. (4) Postur yang menyebabkan tidak nyaman. (5) Postur ekstrim, janggal, dan tidak stabil (khususnya yang menggunakan kekuatan). (6) Postur yang mungkin dapat diperbaiki oleh intervensi, kontrol, atau perubahan lainnya. c) Penilaian postur, dengan menggunakan kertas penilaian dan menghitung skor postur. d) Penilaian menggunakan tabel. e) Perhitungan nilai REBA. f) Menentukan nilai tingkat aktivitas untuk melakukan pengkajian lanjutan. Penentuan tingkatan aktivitas berdasarkan kriteria Tabel 2.1 sebagai berikut : Tabel 2.1 Grand Score REBA Skor Action Level 1 Risiko dapat ditiadakan 2-3 Risiko rendah, perubahan mungkin Dibutuhkan Risiko menengah, investigasi lebih 4-7 lanjut, perubahan segera 8-10 Risiko tinggi, investigasi dan lakukan perubahan Risiko sangat tinggi dan lakukan 11+ perubahan Sumber : Hignett and Mc. Atamney. (2000)
16 3) Penilaian Risiko Pengukuran faktor risiko menggunakan lembar penilaian Rapid Entire Body Assesment (REBA), yang digunakan oleh Hignett dan McAtamney (2000). Lembar pengukuran diisi dengan memberikan skor pada setiap faktor yang dinilai untuk Rapid Entire Body Assesment (REBA). Penilaian skor metode ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu skor A (punggung, leher, kaki, dan beban), skor B (lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan pegangan ) dan skor C (skor A + skor B + Activity Score). Berikut akan dijabarkan proses pengukuran dan penilaian metode Rapid Entire Body Assesment (REBA) : 1) Skor A Penilaian skor A dibagi menjadi empat bagian yaitu : a) Posisi punggung Pengukuran dilakukan dengan merekam gambar selama proses kerja berlangsung. Lalu menentukan besarnya sudut yang terbentuk pada posisi punggung pekerja pada saat bekerja dengan bantuan software corel draw (Gambar 2.2). Setelah mendapatkan besarnya sudut yang terbentuk pada posisi punggung, lalu lakukan penilaian dengan menentukan hasil skor atau kode posisi punggung. Hasil skor pengukuran terhadap posisi punggung : (1) Skor 1 : Lurus / tegak alamiah (2) Skor 2 : 0 º - 20 º flexion sampai extension (3) Skor 3 : 20 º - 60 º flexion
17 (4) Skor 4 : > 60 º flexion (5) Skor + 1 : jika memutar/miring kesamping Gambar 2.2 Posisi Punggung Sumber : (McAtamney dan Hignett. 2000) b) Posisi leher Pengukuran dilakukan dengan merekam gambar selama proses kerja berlangsung, lalu mencantumkan besarnya sudut yang terbentuk pada posisi leher pekerja pada saat bekerja dengan bantuan software corel draw (Gambar 2.3). Setelah mendapatkan besarnya sudut yang terbentuk pada posisi leher, lalu lakukan penilaian dengan menentukan hasil skor atau kode posisi leher. Hasil skor pengukuran terhadap posisi leher sebagai berikut : (1) Skor 1 : 0 º - 20 º flexion sampai extension (2) Skor 2 : > 20 º flexion atau extension (3) Skor +1 jika leher memutar ke kanan atau ke kiri
18 Gambar 2.3 Posisi Leher Sumber : (McAtamney dan Hignett. 2000) c) Posisi Kaki Pengukuran dilakukan dengan merekam gambar selama proses kerja berlangsung, lalu menentukan besarnya sudut yang terbentuk pada posisi kaki pekerja pada saat bekerja dengan bantuan software corel draw (Gambar 2.4). Setelah mendapatkan besarnya sudut yang terbentuk pada posisi kaki, lalu lakukan penilaian dengan menentukan hasil skor atau kode posisi kaki. Hasil skor pengukuran terhadap posisi kaki sebagai berikut : (1) Skor 1 : kaki tertopang, bobot tersebar merata jalan atau duduk. (2) Skor 2 : kaki tidak tertopang, bobot tersebar merata / postur tidak stabil. (3) Skor +1 : jika lutut antara 30 º - 60 º flexion. (4) Skor +2 : jika lutut >60 º flexion tidak ketika duduk.
19 Gambar 2.4 Posisi Kaki Sumber : (McAtamney dan Hignett. 2000) d) Beban Pengukuran mengenai beban dilakukan dengan cara menentukan besarnya beban objek yang diangkat atau angkut oleh pekerja pada saat bekerja, lalu lakukan penilaian dengan menentukan hasil skor atau kode beban. Hasil skor pengukuran terhadap beban sebagai berikut : : (1) Skor 0 : beban <5 kg (2) Skor 1 : beban antara 5 10 kg (3) Skor 2 : beban > 10 kg (4) Skor +1 : jika ada penambahan beban secara tiba tiba 2) Skor B Penilaian skor B dibagi menjadi empat bagian, yaitu : a) Lengan atas
20 Pengukuran dilakukan dengan merekam gambar selama proses kerja berlangsung, lalu menentukan besarnya sudut yang terbentuk pada posisi lengan atas pekerja pada saat bekerja dengan bantuan software corel draw (Gambar 2.5). Setelah mendapatkan besarnya sudut yang terbentuk pada posisi leher, lalu lakukan penilaian dengan menentukan hasil skor atau kode posisi lengan atas. Hasil skor pengukuran terhadap posisi lengan atas sebagai berikut : (1) Skor 1 : 0 º - 20 º flexion sampai extension (2) Skor 2 : >20 º extension (3) Skor 3 : 45 º - 90 º flexion ` (4) Skor 4 : >90 º flexion (5) Skor +1 : jika posisi lengan adducted dan rotated (6) Skor +1 :jika bahu ditinggikan (7) Skor -1 : jika bersandar, bobot lengan ditopang atau sesuai gravitasi
21 Gambar 2.5 Posisi Lengan Atas Sumber : (McAtamney dan Hignett. 2000) b) Posisi lengan bawah Pengukuran dilakukan dengan merekam gambar selama proses kerja berlangsung, lalu menentukan besarnya sudut yang terbentuk pada posisi lengan bawah pekerja pada saat bekerja dengan bantuan software Corel draw (Gambar 2.6). Setelah mendapatkan besarnya sudut yang terbentuk pada posisi leher, lalu lakukan penilaian dengan menentukan hasil skor atau kode posisi lengan bawah. Hasil skor pengukuran terhadap posisi lengan bawah sebagai berikut : (1) Skor 1 : 60º - 100º flexion sampai extension (2) Skor 2 :<20º flexion atau >100º flexion
22 Gambar 2.6 Posisi Lengan Bawah Sumber : (McAtamney dan Hignett. 2000) c) Pergelangan tangan Pengukuran dilakukan dengan merekam gambar selama proses kerja berlangsung, lalu menentukan besarnya sudut yang terbentuk pada posisi pergelangan tangan pekerja pada saat bekerja dengan bantuan software corel draw (gambar 2.7). Setelah mendapatkan besarnya sudut yang terbentuk pada posisi leher, lalu lakukan penilaian dengan menentukan hasil skor atau kode posisi pergelangan tangan. Hasil skor pengukuran terhadap posisi pergelangan tangan sebagai berikut : (1) Skor 1 : 0º - 15º flexion sampai extension (2) Skor 2 : >15º flexion atau extension (3) Skor +1 jika tangan memutar ke kanan atau kiri
23 Gambar 2.7 Posisi Pergelangan Tangan Sumber : (McAtamney dan Hignett. 2000) d) Pegangan Pengukuran mengenai pegangan pada objek dilakukan dengan cara menentukan kenyamanan dalam memegang objek yang dipakai oleh pekerja pada saat bekerja, lalu lakukan penilaian dengan menentukan hasil skor atau kode pegangan. Hasil skor pengukuran terhadap beban sebagai berikut : (1) Skor 0 (Good) : pegangan pas dan tepat ditengah, genggaman kuat (2) Skor 1 (Fair) : pegangan tangan bisa diterima tapi tidak ideal (3) Skor 2 (Poor) : pegangan tangan tidak bisa diterima walau memungkinkan (4) Skor 3 (Unacceptable) : dipaksakan pegangan yang tidak aman
24 Setelah melakukan pengukuran berdasarkan postur kerja pekerja, kemudian lakukan penilaian pada hasil pengukuran postur kerja tersebut berdasarkan tabel penilaian metode REBA. Penilaian metode REBA dibagi menjadi empat tahap, keempat tahapan tersebut dijelaskan dibawah ini, yaitu : 1) Tabel skor A Pada tahap pertama cocokkan hasil pengukuran skor A yaitu, postur punggung, postur leher, postur kaki dan beban. Keempat pengukuran tersebut dicocokkan dengan tabel penilaian skor a (Tabel 2.2). Pada tahap ini akan menghasilkan satu nilai yang akan dicocokkan kembali pada tahap setelahnya. Berikut dibawah ini merupakan tabel penilaian skor A: Tabel 2.2 Skor A Sumber : (McAtamney dan Hignett. 1997)
25 2) Tabel skor B Pada tahap kedua cocokkan hasil pengukuran skor B yaitu, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan pegangan. Keempat pengukuran tersebut dicocokkan dengan tabel penilaian skor B (Tabel 2.3), pada tahap ini akan menghasilkan satu nilai yang akan dicocokkan kembali pada tahap setelahnya. Berikut dibawah ini merupakan tabel penilaian skor B : Tabel 2.3 Skor B Sumber : (McAtamney dan Hignett. 1997) 3) Tabel skor C Pada tahap ketiga cocokkan hasil penilaian skor A dan hasil penilaian skor B dengan tabel penilaian skor C (Tabel 2.4), lalu lakukan penilaian terhadap Activity Score.
26 Pada tahap ini akan menghasilkan satu nilai yang akan dicocokkan kembali pada tahap setelahnya. Berikut dibawah ini merupakan tabel penilaian skor C : Tabel 2.4 Skor C Sumber: (McAtamney dan Hignett. 1997) 4) Tabel level risiko dan tindakan Pada tahap keempat ini cocokkan nilai hasil dari keseluruhan tahap yang telah dilewati dengan tabel level risiko dan tindakan (Tabel 2.5). Berikut dibawah ini merupakan tabel level risiko dan tindakan :
27 Tabel 2.5 Level Risiko dan Tindakan Sumber : (Hignett and Mc.Atamney. 1997) 2) Ovako Working Posture Analysis Sistem (OWAS) 1) Definisi OWAS merupakan sebuah prosedur untuk menilai kualitas sebuah postur terutama ketika sedang menerapkan kekuatan. OWAS mengidentifikasi postur, kekuatan, siklus kerja dan postur kerja dimana postur kekuatan meningkatkan risiko injuri (Tarwaka, 2011). 2) Pengukuran Metode OWAS dalam melakukan penilaian terhadap postur melakukan identifikasi pada bagian bagian tubuh, seperti : a) Tulang belakang (4 Postur) (1) Punggung lurus (2) Punggung membungkuk
28 (3) Punggung memuntir (4) Punggung ditekuk memutar b) Lengan (3 Postur), dan (1) Kedua lengan di bawah bahu (2) Satu lengah di bawah dan satu lengan diatas bahu (3) Kedua lengan diatas bahu c) Kaki (7 Postur) (1) Posisi duduk (2) Berdiri dengan kedua kaki lurus dengan berat badan seimbang antara dua kaki (3) Berdiri dengan satu kaki lurus dan kaki lainnya menekuk dengan berat badan seimbang antara kedua kaki (4) Berdiri atau jongkok dengan kedua kaki agak ditekuk dan berat seimbang antara kedua kaki (5) Berdiri atau jongkok dengan kedua kaki ditekuk dan berat seimbang antara kedua kaki (6) Kaki dengan posisi berlutut (7) Berjalan
29 Metode OWAS pun memperhitungkan juga berat beban yang ditangani oleh pekerja yang dibagi menjadi 3 kategori, yaitu kurang dari 10 kg, antara 10-20 Kg dan lebih dari 20 Kg. Hasil pengamatan melalui metode OWAS dikategorikan kedalam empat kategori, yaitu : Tabel 2.6 Grand Score OWAS Sumber : (Tarwaka. 2011) 3) Penilaian risiko Pengukuran metode penilaian Ovako Working Posture Analysis System (OWAS) meliputi 2 faktor yaitu, postur kerja dan beban. Untuk postur kerja terbagi menjadi 3 bagian, yaitu punggung, lengan / bahu dan kaki. Berikut akan dijabarkan proses pengukuran dan penilaian metode penilaian risiko OWAS, yaitu : 1) Postur kerja Metode OWAS pada pengukuran postur kerja terbagi menjadi tiga bagian, yaitu : a) Punggung Pengukuran dilakukan dengan merekam gambar selama proses kerja berlangsung, lalu menentukan besarnya sudut yang terbentuk pada posisi punggung pekerja pada saat bekerja dengan bantuan software corel draw (Gambar 2.8). Setelah mendapatkan
30 besarnya sudut yang terbentuk pada posisi punggung, lalu lakukan penilaian dengan menentukan hasil skor atau kode posisi punggung. Hasil skor pengukuran terhadap posisi punggung sebagai berikut: (1) Posisi 1 : Lurus / tegak (<20º) (2) Posisi 2 : Bungkuk ke depan (>20º) (3) Posisi 3 : Miring ke samping (miring >20º) (4) Posisi 4 : Bungkuk ke depan & miring kesamping, miring & bungkuk >20º Gambar 2.8 Posisi Punggung Sumber : (Grzybowska. 2010) b) Lengan / bahu Pengukuran dilakukan dengan merekam gambar selama proses kerja berlangsung, lalu menentukan besarnya sudut yang terbentuk pada posisi lengan / bahu pekerja pada saat bekerja dengan bantuan software corel draw (Gambar 2.8). Setelah mendapatkan besarnya sudut yang terbentuk pada posisi lengan,
31 lalu lakukan penilaian dengan menentukan hasil skor atau kode posisi lengan. Hasil skor pengukuran terhadap posisi lengan / bahu sebagai berikut: (1) Posisi 1 : Kedua tangan dibawah bahu (2) Posisi 2 : Satu tangan pada atau diatas bahu (3) Posisi 3 : Kedua tangan pada atau diatas bahu Gambar 2.9 Posisi Lengan/Bahu Sumber : (Karhu dkk. 1977) c) Kaki Pengukuran dilakukan dengan merekam gambar selama proses kerja berlangsung, lalu menentukan bagaimana posisi kaki pekerja pada saat bekerja dengan observasi (Gambar 2.8). Setelah mendapatkan bagaimana posisi kaki pekerja, lalu lakukan penilaian dengan menentukan hasil skor atau kode posisi kaki.
32 Hasil skor pengukuran terhadap posisi kaki sebagai berikut: (1) Posisi 1 : Duduk (2) Posisi 2 : Berdiri dengan kedua kaki lurus dengan sudut lutut >150º (3) Posisi 3 : Berdiri dengan bertumpu pada satu kaki lurus dan sudut satu kaki lainnya >150º (4) Posisi 4 : Berdiri atau jongkok dengan kedua lutut dengan sudut 150º (5) Posisi 5 : Berdiri atau jongkok satu lutut dengan sudut 150º (6) Posisi 6 : Berlutut pada satu atau dua lutut yang berada ditanah / lantai (7) Posisi 7 : Berjalan atau bergerak Gambar 2.10 Posisi Postur Kaki Sumber : (Karhu dkk. 1977)
33 2) Beban Pengukuran mengenai beban dilakukan dengan cara menen tukan besarnya beban objek yang diangkat atau angkut oleh pekerja pada saat bekerja, lalu lakukan penilaian dengan menentukan hasil skor atau kode beban. Hasil skor pengukuran terhadap beban sebagai berikut : a) Skor 1 : Apabila berat beban <10 kg (0 kg 9,9 kg) b) Skor 2 : Apabila berat beban <20 kg (10 kg 19,9 kg) c) Skor 3 : Apabila berat beban >20 kg Setelah melakukan pengukuran berdasarkan postur kerja pekerja, kemudian lakukan penilaian pada hasil pengukuran postur kerja pekerja tersebut dengan mangkalkulasikan masing- masing posisi punggung, lengan, kaki dan beban, berdasarkan tabel penilaian metode resiko OWAS. Cara penilaian berdasarkan tabel metode risiko OWAS terbagi menjadi 2 bagian, yaitu berdasarkan tabel 2.8 kombinasi posisi postur kerja dan tabel 2.7 tingkat risiko dan tindakan perbaikan. Selanjutnya, agar lebih jelas akan dijabarkan sebagai berikut :
34 Tabel 2.7 Kombinasi Posisi Postur Kerja OWAS Sumber : (Tarwaka. 2013) Tabel diatas menjelaskan mengenai klasifikasi postur kerja kedalam kategori tindakan. Sebagai contoh postur kerja dengan kode 2352, maka postur kerja ini merupakan postur kerja dengan kategori tindakan dengan derajat perbaikan level 4, yaitu pada sikap ini berbahaya bagi sistem musculoskeletal (sikap kerja ini mengakibatkan risiko yang jelas). Perlu perbaikan secara langsung / saat ini. Hal tersebut dapat diketahui setelah melihat tabel 2.8 tingkat risiko dan tindakan perbaikan, berdasarkan contoh dapat diketahui bahwa perlu adanya perbaikan secara langsung yang dilakukan terhadap postur kerja tersebut.
35 Tabel 2.8 Tingkat Risiko dan Tindakan Perbaikan OWAS Kategori Efek Pada Sistem Muskuloskeletal Tindakan Perbaikan Risiko Skor 1 Posisi normal tanpa efek yang Tidak diperlukan (Normal dapat mengganggu sistem perbaikan Posture muskuloskeletal (risiko rendah) Skor 2 Posisi yang berpotensi Tindakan perbaikan (Slightly menyebabkan kerusakan pada mungkin diperlukan Harmful) sistem muskuloskeletal (risiko Skor 3 sedang) (Distincly Posisi dengan efek berbahaya pada Tindakan korektif Harmful) sistem muskuloskeletal (risiko diperlukan segera Skor 4 tinggi) (Extremely Posisi dengan efek sangat Tindakan korektif Harmful) berbahaya pada sistem diperlukan sesegera muskuloskeletal (risiko sangat mungkin mungkin tinggi) Sumber : (Tarwaka. 2013) 3) Quick Exposure Checklist (QEC) 1) Definisi QEC adalah metode yang secara cepat menilai pajanan risiko dari Muskuloskeletal Disorders (WMSDs). QEC memiliki tingkat sensitivitas dan kegunaan yang tinggi serta dapat diterima secara luas realibilitasnya. QEC dapat diaplikasikan untuk pekerjaan yang lebih luas. Dengan waktu pelatihan yang singkat, penilaian dapat dilengkapi secara cepat untuk setiap tugas atau pekerjaan. 2) Pengukuran Metode quick exposure checklist (QEC) ini memiliki beberapa taha pan, tahapan dalam penggunaan QEC adalah sebagai berikut :
36 a) Pengukuran oleh peneliti (Observer s Assesment) Peneliti memiliki form isian tersendiri yang dapat diisi melalui pengamatan kerja dilapangan. Sebagai alat bantu, dapat menggunakan stopwatch guna menghitung durasi dan frekuensi kerja. b) Pengukuran oleh pekerja (Worker s Assesment) Seperti halnya peneliti, pekerja pun memiliki form isian tersendiri, yang berisi pertanyaan seputar pekerjaan yang dilakukan. c) Mengkalkulasi skor pajanan Proses kalkulasi dapat dilakukan melalui dua cara, yakni manual (dengan menjumlahkan skor pada lembar isian), ataupun dengan program computer. QEC secara cepat dapat mengidentifikasi tingkat pajanan dari punggung, bahu / lengan, tangan, pergelangan tangan dan leher. Hasil dari metode ini juga merekomendasikan intervensi ergonomi yang efektif untuk mengurangi tingkat pajanan. 3) Penilaian Risiko Pengukuran metode penilaian Quick Exposure Checklist (QEC) merupakan metode penilaian risiko yang menilai tingkat risiko dengan 3 tahapan, yaitu pengamatan oleh peneliti, pengisian
37 kuesioner oleh pekerja itu sendiri dan kalkulasi skor pajanan. Ketiga tahapan tersebut akan dijabarkan sebagai berikut : 1) Pengamatan oleh peneliti Pengukuran ini dilakukan oleh peneliti yang dilakukan dengan observasi pekerja dengan mengamati postur dan mencocokkan dengan form pengamatan. 2) Pengisian kuesioner pekerja Pengisian kuesioner pekerja ini dilakukan untuk melakukan penilaian yang memerlukan pekerja untuk menjawab beberapa pertanyaan yang ada pada kuesioner pekerja. 3) Kalkulasi skor pajanan Pengkalkulasian skor pajanan ini dengan membandingkan hasil kuesioner yang telah diisi dengan tabel kalkulasi skor pajanan. Mengkalkulasikannya adalah dengan membandingkan hasil jawaban dengan skor QEC. Lembar skor QEC ini dapat dilihat pada lampiran. Setelah itu membandingkan hasil olahan kuesioner dengan tabel skor perbagian postur tubuh. Tabel skor perbagian tubuh tersebut yang dapat dilihat pada tabel 2.9
38 Tabel 2.9 Skor Per-bagian Tubuh Exposure Score Score Low Moderate High Very High Punggung (statis) 8-15 16-22 23-29 29-42 Punggung (bergerak) 10-20 21-30 31-40 41-56 Bahu/Lengan 10-20 21-30 31-40 41-56 Pergelangan Tangan 10-20 21-30 31-40 41-46 Leher 4-6 8-10 12-14 16-18 Sumber : (Iman dkk. 2013) Tahap terakhir yaitu dengan menghitung exposure yang didapat dan dibandingkan dengan tingkat risiko yang diterima pekerja tersebut. Cara menghitung exposure tersebut dengan menggunakan rumus dibawah ini : X = Total skor yang didapat untuk paparan risiko cedera untuk punggung, bahu/lengan, pergelangan tangan dan leher yang diperoleh dari perhitungan kuesioner. Xmax = Total maksimum skor untuk paparan yang mungkin terjadi untuk punggung, bahu/lengan, pergelangan tangan dan leher. Tahap terakhir adalah melihat rekapitulasi untuk Action Level setiap posisi kerja beserta tindakannya. Rekapitulasi action level dapat dilihat pada Tabel 2.10
39 Tabel 2.10 Action Level QEC Sumber : (Ilman dkk. 2013) 2.3 Pengukuran Data Anthropometri Orang indonesia 2.3.1 Pengukuran Anthropometri Menurut Anthropometri Indonesia (2016), berikut ini merupakan pengukuran anthropometri yang diberikan berupa gambar gambar berikut :
40
41
42 Gambar 2.11 Pengukuran Anthropometri (Anthropometri Indonesia, 2014)
43 2.3.2 Rekap Data Anthropometri Orang Indonesia Di bawah ini merupakan hasil rekap data anthropometri pria indonesia. Tabel 2.11 Rekap Data Anthropometri Pria Indonesia (Antropometri Indonesia, 2016)
44 2.3.3 Perhitungan Persentil Perhitungan Persentil Untuk penetapan data antropometri ini, pemakaian distribusi normal akan diterapkan. Dalam statistik, distribusi normal dapat formulasikan berdasarkan rata-rata dan standar deviasinya. Dari nilai yang ada maka percentiles dapat ditetapkan sesuai dengan tabel probabilitas distribusi normal. Dengan percentile, maka yang dimaksud disini adalah suatu nilai yang menunjukan persentase tertentu dari orang yang memiliki ukuran pada atau dibawah nilai tersebut. Perhitungan secara manual persentil data normal menggunakan rumus berikut ini: Rumus standar deviasi : Berikut merupakan tabel rumus perhitungan persentil untuk data berdistribusi normal: Tabel 2.12 Formula Persentil Sumber: Hasan (2002:86)
45 Adapun berbagai jenis penelitian sebelumnya yang menggunakan metode-metode berbeda dari berbagai sumber jurnal, diantaranya seperti di tabel berikut ini : Tabel 2.13 Kumpulan Jurnal International No. Penulis (thn) Judul Metode Penelitian 1. Ansari and Sheikh. Evaluation of Work Metode REBA, (2014) Posture by RULA Metode RULA and REBA 2. Setyanto dkk. (2015) 3. Wahyudi dkk. (2015) 4. Singh dkk. (2012) Ergonomics Analysis in the Scarfing Process by OWAS, NIOSH, and Nordic BodyMap s Method at Slab Steel Plant s Division Work Posture Analysis of Manual Material Handling Using OWAS Method Ergonomic Evaluation of Industrial Task in Indian E- lectronics Industries Metode OWAS, Metode NIOSH Metode Nordic Body Map s Metode OWAS Metode RULA Metode REBA Hasil Pada penelitian ini ditemukan bahwa pekerja di india bekerja dengan postur kerja yang tidak nyaman sehingga mengalami muskuloskeletal yang disebabkan kurangnya pengetahuan mengenai ergonomi. Pada penelitian ini ditemukan bahwa pekerja dibagian scarfer dengan postur kerja yang berbahaya, hal ini diketahui pada perhitungan metode Nordic Body Map s. Peneliti merekomendasikan untuk merubah postur kerja yang sudah dianjurkan. Pada penelitian ini ditemukan bahwa jumlah kecelakaan muskuloskeletal angkat berat pada pekerja mencapai 52%. Oleh karena itu perlunya dilakukan identifikasi menggunakan metode OWAS. Setelah dilakukan perhitungan UKM Jaya Barokah termasuk memiliki tingkat risiko menengah. Dan peneliti menyarankan untuk meminimalkan bekerja pada dua kondisi lutut ditekuk dan memastikan bahwa beban atau berat tidak memiliki batas 23-25 kg. Pada penelitian ini bertujuan untuk memperkirakan risiko kerja terkait MSDs. Pada perhitungan REBA ditemukannya risiko paling tinggi yaitu ada 11 postur kerja sehingga diperlukannya improvement. 45
46 Tabel 2.13 Kumpulan Jurnal International (Lanjutan) 5. Ansari dkk. (2013) Study and Justifica tion of Body Postu res of Workers Work in SSI by Using REBA Metode REBA Pada penelitian ini ditemukan bahwa pekerja bekerja dengan posisi berdiri secara terus menerus sehingga mengalami muskuloskeletal, hal ini diidentifikasi menggunakan metode REBA. Peneliti mengusulkan bahwa dibutuhkannya pelaksanaan ergonomi intervensi. Yang diidentifikasi yaitu 2 segmen terdiri dari grup a leher dan kaki, grup b lengan atas dan pergelangan tangan yang lebih rendah. Dan ditemukannya skor 11 yang merupakan risiko sangat tinggi terutama pada bagian grup b. Oleh karena itu berarti workstation harus dilakukan tindakan korektif.
47 2.4 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran adalah uraian atau pernyataan tentang kerangka konsep pemecahan masalah yang telah diidentifikasi atau dirumuskan. INPUT/ PERMASALAHAN : Akibat dari postur kerja pekerja yang tidak ergonomis di beberapa bagian tubuh yang mengakibatkan keluhan muskuloskeletal yang disebabkan oleh : - Postur janggal, - Beban kerja - Coupling (pegangan tangan) - Frekuensi TUJUAN : - Mengetahui nilai skor REBA, OWAS dan QEC dari seluruh tahapan pekerjaan. - Memberikan sosialisasi dan training kepada pekerja mengenai bahaya ergonomi di tempat kerja. ANALISIS DATA : Data Kuantitatif : berupa kuesioner NBM (Nordic Body Map) & kustioner tertutup. OUTPUT/HASIL AKHIR: - Tingkat risiko ergonomi pekerja dapat diminimalisir. - Usulan alat bantu kerja dari segi manajemen & perbaikan design tempat kerja Gambar 2.12 Flowchart Kerangka Pemikiran