BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan industri ritel modern di Indonesia dengan format minimarket, supermarket dan hypermarket terus meningkat, hal ini diiringi pula dengan persaingan peritel dalam penjualan produk (sumber: Asosiasi Pedagang Ritel Indonesia : Aprindo.net). Berbagai upaya dilakukan oleh peritel untuk menarik minat beli konsumen yaitu dengan merencanakan berbagai strategi pemasaran dalam menghadapi persaingan bisnis. Salah satu rencana pemasaran yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah peritel berusaha membuat produk yang dapat bersaing dengan produk nasional yang telah lebih dulu dikenal konsumen yaitu dengan menciptakan produk private label (Fosa, 2000). Private label atau sering disebut juga dengan istilah Store Brand merupakan merek yang diciptakan dan dimiliki oleh penjual eceran barang dan jasa (Kotler dan Armstrong, 2004). Menurut Harcar, Kara, dan Kucukemiroglu (2006), store brand atau private label adalah barangbarang dagangan yang menggunakan nama merek distributor atau peritel atau nama merek yang diciptakan eksklusif untuk distributor atau peritel. Contoh private label adalah Carefour menjual produk makanan atau minuman dengan merek Carefour juga. Menurut Kotler (2009), private label diperkirakan sebagai ancaman terbesar bagi merek nasional dan merek global dan diperkirakan juga bahwa suatu saat nanti, rantai 1
2 supermarket akan menampung 50% private label. Niat beli terhadap produk private label ini menjadi isu yang menarik untuk diteliti, karena private label mulai berkembang yang dipicu oleh kenaikan pembelian produk oleh konsumen (swa.co.id, 2012), sehingga perlu penelitian lebih lanjut sebenarnya faktor apa yang menumbuhkan minat beli konsumen pada private label di usaha ritel. Produk private label harus dapat menciptakan image atau citra yang baik di mata konsumen. Demi membentuk citra positif tersebut, peritel harus memikirkan store image yang baik untuk merepresentasikan bahwa produk private label yang dijual merupakan produk dengan kualitas yang baik guna menarik konsumen untuk melakukan pembelian (Anggi dan Adrian, 2013). Store image menggambarkan lingkungan fisik sebuah toko, persepsi ini berkaitan juga terhadap barang dan kualitas pelayanan yang akan mempengaruhi evaluasi keseluruhan konsumen atas toko secara keseluruhan, yang berpotensi mempengaruhi tingkah laku mereka terhadap private label (Baker et al., 1994). Sehingga semakin baik store image maka akan meningkatkan niat konsumen untuk melakukan pembelian di toko tersebut. Selain store image faktor lain yang perlu diperhatikan peritel dalam menarik niat beli konsumen adalah harga. Menurut Smith and Carsky (1996, dalam Yeow et al., 2012) dijelaskan bahwa harga selalu menjadi pertimbangan utama konsumen dalam membuat keputusan pada pembelian produk atau jasa apapun. Konsumen tidak ingin membayar harga yang lebih mahal untuk suatu produk dengan karakteristik yang berbeda, namun belum mendapat kepastian mengenai baiknya kualitas
3 yang akan dihasilkan oleh produk tersebut (Lichtenstein et al, 1993 dalam Wu, 2011). Untuk produk-produk tertentu, konsumen cenderung menggunakan harga murah sebagai standar penilaian dalam melakukan pembelian (Wu, Yeh, & Hsiao, 2011). Produk private label harus bersaing dengan produk-produk nasional maupun internasional yang lebih dulu dikenal oleh konsumen. Keberadaan produk private label tersebut menimbulkan beragam respon dari konsumen seperti perceived risk terhadap produk store brand. Bauer (1960) dalam Wu (2011) meyakini adanya hubungan antara perilaku konsumen dengan risiko yang mungkin dialami akibat tindakan atau keputusan mereka. Dimana risiko tersebut bagian dari konsekuensi yang tidak dapat ia antisipasi dengan segala sesuatu yang mendekati kepastian. Konsumen akan melakukan penilaian mengenai risiko (perceived risk) suatu produk yang nantinya akan mempengaruhi niat beli. Dalam penelitian ini penulis memilih toko ritel modern dengan format hypermarket yang menjual produk private label. Hypermarket adalah toko eceran yang menjual jenis barang dalam jumlah yang sangat besar atau lebih dari 50.000 item dan mencakup banyak jenis produk. Jumlah gerai ritel modern yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) mencapai 20.000 gerai, pertumbuhan gerai hypermarket rata-rata sebesar 30% per tahun, supermarket 7% per tahun dan mini market sekitar 15% per tahun (Aprindo.net). Di Indonesia terdapat tiga hypermarket yang menguasai 88,9% omset domestik. Carrefour menguasai hampir 50% pangsa pasar hypermarket di indonesia, disusul Hypermart berada pada posisi kedua dengan 22,1%
4 dan ketiga ditempati Giant pada posisi ketiga dengan 18,5% (Finalisa, 2013). Di Surakarta perkembangan toko ritel modern juga cukup pesat, termasuk perkembangan gerai ritel modern berformat hypermarket. Perkembangan hypermarket di Surakarta ditunjang dengan kehadiran pusat perbelanjaan modern berbentuk mall. Dimulai dari sekitar tahun 2002 dengan berdirinya Solo Grand Mall (SGM), kemudian tahun selanjutnya dilanjutkan dengan berdirinya Solo Square, dan mulai berdiri beberapa mall mall baru di Surakarta seperti diantaranya Paragon Mall, Hartono Mall, dan The Park Solo Mall. Keberadaan mall di Surakarta tersebut didalamnya terdapat gerai hypermarket seperti Carrefour, Hypermart, dan Lotte Mart. Penulis mengambil objek penelitian Carrefour, karena merupakan salah satu toko ritel modern terbesar di Indonesia termasuk di Surakarta dengan format hypermarket yang menjual berbagai macam produk store image di tokonya. Carrefour merupakan salah satu hypermarket terbesar dengan omset terbesar dan menjadi leader hypermarket di Indonesia. Carrefour juga cukup gencar dalam menerapkan strategy private label. Carrefour memulai sejarahnya di Indonesia pada bulan Oktober 1998 dengan membukan unit pertama di daerah Jakarta Barat. Carrefour Indonesia, saat ini telah memiliki 2-3 ribu item produk private label dari total 40 ribu item produknya (swa.co.id). Niat pembelian merupakan variabel dependen dalam penelitian ini. Sedangkan variabel store image dan store brand price-image merupakan variabel independen. Sementara variabel perceived risk
5 dianggap sebagai variabel yang memediasi hubungan store image dan private label price-image dengan niat pembelian. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka penelitian ini mengangambil judul PENGARUH STORE IMAGE DAN PRIVATE LABEL PRICE IMAGE PADA NIAT PEMBELIAN PRODUK PRIVATE LABEL DENGAN PERCEIVED RISK SEBAGAI VARIABEL MEDIASI (Study Pada Carrefour di Surakarta). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi permasalahannya antara lain: 1. Apakah terdapat pengaruh antara store image perceptions terhadap perceived risk produk private label? 2. Apakah terdapat pengaruh antara private label price image terhadap perceived risk produk private label? 3. Apakah terdapat pengaruh antara store image perceptions terhadap niat pembelian produk private label? 4. Apakah terdapat pengaruh antara private label price image terhadap niat pembelian produk private label? 5. Apakah terdapat pengaruh antara perceived risk terhadap niat pembelian produk private label? 6. Apakah terdapat pengaruh antara store-image terhadap niat pembelian produk private label dengan dimediasi oleh perceived risk? 7. Apakah terdapat pengaruh antara price-image terhadap niat pembelian produk private label dengan dimediasi oleh perceived risk?
6 C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk menganalisis pengaruh store image perceptions terhadadap perceived risk produk private label 2. Untuk menganalisis pengaruh private label price image terhadap perceived risk produk private label 3. Untuk menganalisis pengaruh store image perceptions terhadap niat pembelian produk private label 4. Untuk menganalisis pengaruh private label price image terhadap niat pembelian produk private label 5. Untuk menganalisis pengaruh perceived risk terhadap niat pembelian produk private label 6. Untuk menganalisis pengaruh store-image terhadap niat pembelian produk private label dengan dimediasi oleh perceived risk 7. Untuk menganalisis pengaruh price-image terhadap niat pembelian produk private label dengan dimediasi oleh perceived risk D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis : Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dan pengembangan ilmu dan teori tentang niat beli konsumen terhadap private label yang dipengaruhi oleh persepsi store image, private label price image, dan perceived risk private label.
7 2. Manfaat praktisi : Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi kepentingan manajerial serta dapat memberikan kontribusi dalam bidang manajemen pemasaran Carrefour. Dengan adanya informasi ini diharapkan dapat membantu perusahaan untuk melakukan perencanaan strategi yang lebih baik dalam peningkatkan penjualan produk private label yang disediakan Carrefour.