BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat Batak Simalungun. Soerbakti (2000:65) mengatakan,

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu hal yang suci, karena itu selalu diusahakan agar dapat berjalan

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. memahami wacana dengan baik dan tepat diperlukan bekal pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami

BAB I PENDAHULUAN. istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak.

BAB I PENDAHULUAN. mendiami daerah Simalungun begitu juga dengan yang lainnya. marga, dimana menghubungkan dua pihak yakni pihak parboru atau sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. menganggap bentuk kehidupan itu benar, baik dan berguna bagi mereka. Fenomena dari

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger

BAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

HASIL WAWANCARA DENGAN KETUA ADAT PANJAITAN JABODETABEK( NELSON PANJAITAN)

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

dan Pertunangan Pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan tidak hanya penting bagi suku-suku bangsa tertentu tetapi

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan

PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN PERKAWINAN DI GKPS

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan

XII. Diunduh dari. Bab. Keluarga Kristen Menjadi Berkat Bagi Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. hubungan biologis antara laki-laki dan perempuan untuk meneruskan keturunan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. antara dua jenis manusia, tetapi hubungan yang masing-masing mempunyai peranan

Itu? Apakah. Pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman kebudayaan suku bangsa yang merupakan

BAB V PENUTUP. penelitian, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Prosesi Sebambangan Dalam Perkawinan Adat Lampung Studi di Desa

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.

A. LATAR BELAKANG MASALAH

PENETAPAN MAHAR BAGI PEREMPUAN DI DESA KAMPUNG PAYA, KECAMATAN KLUET UTARA, KABUPATEN ACEH SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga

LAMPIRAN HASIL WAWANCARA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

BAB I PENDAHULUAN. 1 K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1976, p. 5

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V PENUTUP. Pada bab ini dipaparkan tentang (1) kesimpulan dan (2) saran :

I. PENDAHULUAN. Suku Lampung terbagi atas dua golongan besar yaitu Lampung Jurai Saibatin dan

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisa Makna Pernikahan di Gereja Bethany Nginden Surabaya. untuk menghasilkan keturunan. kedua, sebagai wujud untuk saling

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

PUDARNYA PERNIKAHAN NGEROROD PADA MASYARAKAT BALI DESA TRI MULYO KABUPATEN LAMPUNG TENGAH (JURNAL) Oleh : NYOMAN LUSIANI

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti akan mengalami tahap-tahap kehidupan dimulai dari

BERKAS PERKAWINAN DIBERKATI OLEH CALON PRIA: AGAMA LINGK ALAMAT TELP/HP CALON WANITA: SURAT YANG DIPERLUKAN:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa berperanan penting dalam kehidupan manusia dengan fungsinya

BAB I PENDAHULUAN. untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara,

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak.

BAB V PENUTUP. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT BATAK TOBA. Oleh MIKAWATI INDRYANI HUTABARAT

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Batak Toba sangat mengapresasi nilai-nilai budaya yang mereka

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh keturunan maka penerus silsilah orang tua dan kekerabatan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

I. PENDAHULUAN. Asal usul bangsa Lampung berasal dari Sekala Brak yaitu sebuah Kerajaan yang

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI. PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr

BAB I PENDAHULUAN. 1 A Sopaheluwakan, Tjeritera tentang Perdjandjian Persaudaraan Pela (Bongso-bongso) antara negeri

PEMBAHASAN Dalam masyarakat Sasak, mengenal beberapa cara pelaksanaan perkawinan yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya memiliki tingkatan yakni, dari masa anak anak,

BAB I PENDAHULUAN. pandangan hidup bagi suatu kelompok masyarakat (Berry et al,1999). Pandangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

PERATURAN PERKAWINAN DI GKPS

I. PENDAHULUAN. pengukuhan perpindahan status bujangan dan perawan menjadi orang yang

DAFTAR LAMPIRAN. a. Opung : Orangtua Ayah atau Ibu, maupun saudara (kakak/adik) dari orangtua Ayah dan Ibu

Kaum Adam, Jadilah Pria Sejati

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Menikah

BAB IV ANALISA. Bab IV ini merupakan serangkaian analisis dari data lapangan sebagaimana yang telah

Pernikahan Kristen Sejati (2/6)

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo*

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu dijadikan tuhan berpasang-pasangan. Begitupun manusia dijadikan

Tata Upacara Pernikahan Sipil

BAB IV ANALISIS DATA DAN REFLEKSI TEOLOGIS. Di dalam pasal 1 Undang-Undang No.1, 1974 menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago) yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa. Dariyo, 2002 (dalam Godam,

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. bentukan manusia yang tidak lahir begitu saja yang bertujuan untuk

BAB III TRADISI NGALOSE DALAM PERSPEKTIF MASYARAKAT DESA KEPUH TELUK KECAMATAN TAMBAK BAWEAN KABUPATEN GRESIK

I. PENDAHULUAN. terdapat beranekaragam suku bangsa, yang memiliki adat-istiadat, tradisi dan

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Perkawinan adalah Anugrah dari pemberian Allah Tuhan kita yang terwujud/terbentuk dalam suatu ikatan lahir batin dari hubungan antara Suami dan Isteri (kedua mempelai/pengantin) yang sudah di berkati di Gereja, dan disaksikan oleh jemaat (Kuria) dalam Gereja tersebut. Dan mereka (kedua mempelai/pengantin) bukan lagi dua daging melainkan satu yang tidak boleh dipisahkan oleh manusia, kecuali kematian (berpisah karena sudah dipanggil Allah). Perkawinan Marlua-lua (kawin lari) sekarang ini masih ada di Simalungun. Yang mana pengertian dari marlua-lua (kawin lari) yaitu : tindakan melarikan diri, yang mana membawa Si laki-laki membawa pergi diam-diam Si perempuan ketempat( kekampung) Si laki-laki tanpa sepengetahuan orangtua Si perempuan maupun orangtua Si laki-laki. Salah satu penyebab ada/terjadinya marlua-lua (kawin lari) ini adalah masalah ekonomi, yang mana salah satu dari kedua belah pihak orangtua (Si paranak/ laki-laki) tersebut menilai bahwa orang tua Si perempuan (Parboru) misalnya adalah keturunan dari keluarga miskin. Maka dengan keadaan seperti ini perkawinan marlua-lua (kawin lari) mempunyai dua (2) yaitu: a. Marlua-lua itu ada yang diadatkan (berjalan sesuai dengan Adat simalungun) Maksudnya adalah jika kedua belah pihak orangtua sama-sama tidak menyetujui hubungan antara Silaki-laki yang menjadi menantunya( Hela) dari orangtua perempuan atau Si perempuan yang menjadi menantunya (Parumaen) dari 59

orangtua Silaki-laki, maka silaki-laki ini bisa membujuk orangtuanya agar sudi kiranya merestui hubungan dengan si perempuan sampai kejenjang pernikahan dalam berumahtangga, begitu juga halnya dengan Si perempuan. Dalam hal ini jika orangtua dari silaki-laki maupun orangtua si perempuan sudah menyetujuinya maka dengan rasa hormat, maka dilaksanakan adat Simalungun sebagaimana mestinya. b. Marlua-lua itu tidak diadatkan (adat tidak berjalan) Maksudnya disini adalah hanya dilakukan pemberkataan di gereja saja, ini sering kali terjadi misalnya karena tidak ada izin atau restu (persetujuan) dari kedua belah pihak orangtua. Maka Adat dapat berjalan ketika kedua mempelai (Si perempuan dan si laki-laki ) sudah memiliki anak dari hubungan ikatan suami isteri, yang mana anak ini yang akan menjadi cucu (Pahoppu) dari kedua belah pihak orangtua mereka. Dan adat ini dijalankan jika ada rezeki (uang dari silaki-laki dan si perempuan tadi) untuk biaya adat nantinya, dan ini sering disebut dengan Mangadati/Manggalar adat (membayar adat). 2. Faktor yang mempengaruhi timbulnya perkawinan ( marlua-lua), adalah : a. Karena orangtua kurang mampu dalam biaya pesta atau mengenai biaya Tuhor/ Sinamot (jual beli) b. Ada dari pihak orangtua baik dari Si perempuan maupun Si laki-laki, dari awalnya tidak menyetujui hubungan kedua anaknya (Si laki-laki dan Si perempuan) sampai ke jenjang pernikahan untuk membangun suatu rumah tangga yang baru. 60

c. Calon pengantin (Si laki-laki dan Si perempuan) sudah ada pelanggaran Adat, seperti Hamil di luar nikah. d. Laki-laki dan Si perempuan satu marga, misalnya Sinaga dengan Sipayung (fakta di Daerah sondi raya) e. Silaki-laki tidak menyukai boru tulangnya/ marboru Tulang yang sebelumnya sudah dijodohkan oleh kedua orangtuanya. 3. Alasan para orang tua khususnya tidak menyetujui adanya perkawinan (marlua-lua) apabila terjadi sama Borunya (anak perempuannya), karena marlua-lua seringkali dikategorikan/diartikan Adat tidak berjalan sesuai dengan mestinya, hanya sekedar Pamasuon (Pemberkatan di Gereja saja). Kalau diadatkan misalnya, itu waktu sudah ada biaya kedua mempelai ini nantinya maka adat bisa berjalan dengan lancar, hal ini disebut dengan Mangadati/ manggalar adat(membayar Adat). 4. Pengaruh Agama (Kristen Prostestan Simalungun) dalam pelaksanaan perkawinan (marlua-lua) di Desa Sondi Raya, memang Ada, seperti dari sisi positifnya Marlua-lua dalam Agama berjalan dengan lancar tapi dengan catatan Si perempuan dibawa oleh Silaki-laki kerumah pengurus Gereja. Dengan demikian orangtua harus hadir untuk membicarakan kapan daidakannya Pamasu-masuon Martupol ( Pemberkatan pernikahan), sesudah itu membicarakan mengenai Adat. Sedangkan dari sis negatifnya, misalnya jika salah satu dari orangtua (Pihak Perempuan) tidak menyetujui/ tidak datang kerumah pengurus Gereja yang mana tempat tinggal sementara Perempuan itu sebelum ada persetujuan dari kedua belah pihak orangtua. Pamasu-masuon 61

(pemberkatan Gereja) tidak dilaksanakan kecuali ada perwakilan dari keluarga Si perempuan menyetujui, atau dengan kata lain bisa diwakilkan saudaranya agar pelaksanaan Pamasu-masuon Gereja (Pemberkatan Gereja) dapat terlaksana baik sebagaimana mestinya.tetapi Adat tidak berjalan, hanya sekedar Pemberkatan Gereja saja dan ini sering dinamakan Perkawinan Marlua-lua (kawin lari) tidak berjalan adat/tidak diadatkan. 5. Tata cara pelaksanaan pesta perkawinan (marlua-lua) di desa sondi raya, kecamatan raya kabupaten simalungun ini, adalah Jika sudah ada persetujuan dari kedua mengenai hubungan Silaki-laki dan Si perempuan apalagi sampai pada pelaksanaan Adat, maka Adat dapat di jalankan/ di teruskan. Atau dengan kata lain kalau musyawarah berjalan dengan baik, antara kedua belah pihak maka adat dilaksanakan sebagaimana mestinya. 6. Pengaruh hukum adat dalam perkawinan (marlua-lua) saat ini yaitu : sesuai dengan Istilah Adat Budaya Simalungun, menyatakan Adat Budaya Simalungun adalah nilai-nilai luhur yang didasari oleh Firman Tuhan (keagamaan) maka pihak Adat akan mendukung pernikahan yang sesuai dengan Adat. 7. Perbedaan pelaksanaan pesta perkawinan adat-istiadat simalungun dengan pelaksanaan perkawinan (marlua-lua) dulu dengan sekarang ini. Alasannya karena, 1. Adanya musyawarah saat pernikahan 2. Adat berjalan setelah pernikahan 62

8. Sanski bagi orang yang melakukan perkawinan (marlua-lua) sebelum mendapat restu dari kedua-belah pihak/ sebelum diadatkan sesuai dengan adat Simalungun, yang mana sanskinya adalah kalau adat belum dilaksanakan, maka mereka (Silaki-laki dan Si perempuan) tidak bisa menerima adat darimana pun. Misalnya, anaknya ingin berkeluarga (menjalin hubungan rumah tangga)/ menjalankan adat maka orangtua yang belum diadatkan sebelumnya harus lebih dahulu membayar utang adat (Manggalar Adat/ Mangadati). 9. Perkawinan (marlua-lua) dalam adat Simalungun itu adalah calon pengantin laki-laki dan pengantin perempuan yang didampingi oleh keluarga (Sanina/ Saudara dan Boru) orangtua pihak laki-laki membawa calon pengantin tersebut kerumah pengurus Gereja, dan kelemahan dari adanya perkawinan (marlualua ) adalah tidak ada persetujuan orangtua kedua belah pihak mengenai hubungan antara Si laki-laki dan Siperempuan atau dengan kata tidak diretui orangtua, dan Adat tidak dijalankan hanya sekedar pemberkatan di Gereja saja. Tetapi kalau jaman sekarang sudah jarang sekali ditemukan hal seperi perkawinan Marlua-lua (kawin lari) yang mana perkawinan marlua-lua (kawin lari) saat ini sudah rata-rata diadatkan meskipun sesame kedua orangtua belah pihak belum sepenuhnya menyetujui hubungan mereka (Silaki-laki dan Si perempuan). contohnya di desa sondi raya ini adalah Silaki-laki membawa diam-diam kekasihnya (Si perempuan) kerumah kekampung Silaki-laki, tetapnya kerumah Pengurus Gereja tanpa sepengetahuan dari sesama kedua belah pihak orangtua. 63

10. S istem kekerabatan/kemasyarakatan pada masyarakat di desa sondi raya ini yaitu: 1. STM (Serikat Tolong Menolong) 2. Gotong Royong 3. Sapangambei Manoktok Hitei (Kerjasama untuk kehidupan bersama). B. Saran Bertitik-tolak dari kesimpulan yang telah diutarakan diatas, maka saran-saran yang penulis ajukan adalah sebagai berikut: 1. Walaupun pelaksanaan perkawinan marlua-lua sesuai Adat Batak Simalungun di Desa Sondi Raya Kecamatan Raya pada umunya dapat dikatakan telah terlaksana dengan baik. Namun, hendaknya setiap masyarakat desa tersebut harus sadar dan mengerti betapa pentingnya Adat perkawinan dalam suatu upacara perkawinan. 2. Dalam rangka upaya pelestarian Budaya Bangsa, diharapkan kepada generasi muda agar tetap mempertahankan nilai-nilai budaya tersebut. Dalam hal ini termasuk Budaya Adat perkawinan Simalungun, setiap masyarakat Simalungun pada umunya dan masyarakat Desa Sondi Raya pada khususnya agar lebih mengerti dan menerapkan pelaksanaan fungsi Adat dalam upaya cara perkawinan, sebagaimana mestinya sehingga menjadi suatu keharusan dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari. 3. Dalam menyelenggarakan suatu upacara perkawinan hendaknya bekerjasama antara pengetua Adat selaku pemimpin dalam masyarakat dengan masyarakat 64

dengan masyarakat desa agar terpelihara sehingga akan memberikan hasil yang baik. 65