BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil KTT bumi di Rio de Janeiro (1992) dan Johannesburg

Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, jasa, dan industri. Penggunaan lahan di kota terdiri atas lahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. telah membatasi ruang-ruang bebas yang bisa diakses penduduk kota untuk

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I.PENDAHULUAN. Bahwa pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah dilatarbelakangi oleh

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU)

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. kondisi Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Yogyakarta masih belum sesuai

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Studi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar Isnaeny Adhi Nurmasari I BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

BAB II KAJIAN PUSTAKA...

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan ruang terbuka hijau khususnya ruang terbuka hijau publik.

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

BAB VI KESIMPULAN. Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa Taman Pintar telah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUTAN DIKLAT RUMPIN SEBAGAI SALAH SATU RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN BOGOR

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Fristiawati, 2015 PENGEMBANGAN TAMAN RA. KARTINI SEBAGAI RUANG REKREASI PUBLIK DI KOTA CIMAHI

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan budaya dengan sendirinya juga mempunyai warna

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kota Ponorogo. Dirthasia G. Putri

II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG

Instrumen Perhitungan Dampak Sosial Ekonomi dan Lingkungan Akibat Konversi Lahan

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengabaikan masalah lingkungan (Djamal, 1997).

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

PEMBANGUNAN HUTAN KOTA DALAM STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN PROVINSI BANTEN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

ARAHAN PENGEMBANGAN FUNGSI RUANG LUAR KAWASAN GELORA BUNG KARNO JAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: RICKAYATUL MUSLIMAH L2D

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah memberikan kewenangan secara luas kepada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI TABEL V.1 KESESUAIAN JALUR HIJAU

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMEDASI

DEWAN RISET DAERAH PROVINSI DKI JAKARTA KOMISI B

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas manusia tidak terlepas dari kegiatan yang menghasilkan limbah

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Pemerintah Kota Bandung dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan sosial

BAB I PENDAHULUAN. daerah resapan pada kota Medan. Sesuai dengan Undang-Undang No. 26 Tahun

HIRARKI ANTARA PERENCANAAN WILAYAH KAB/KOTA DENGAN PERANCANGAN KOTA

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya (hinterland) akan mempunyai struktur (tata) ruang tertentu dalam

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

Penentuan Lokasi Alternatif Kawasan Hijau Binaan Di Jakarta Barat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. stabilitator lingkungan perkotaan. Kota Depok, Jawa Barat saat ini juga

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Fakta tersebut tidak terhindarkan juga terjadi pada Kota Yogyakarta.

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhammad Riksa Alhadi, 2016

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ARAHAN POLA PENYEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU IBUKOTA KECAMATAN TADU RAYA KABUPATEN NAGAN RAYA, NAD. Oleh : Linda Dwi Rohmadiani

REVIEW-INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA PRABUMULIH TAHUN

STUDI IDENTIFIKASI KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU MENGGUNAKAN TEKNIK INTERPRETASI CITRA IKONOS (STUDI KASUS KECAMATAN LUBUK BAJA DI KOTA BATAM)

Tugas Akhir Analisa Taman Menteng Sebagai Taman Kota Berdasarkan Kriteria Kualitas Taman, Jakarta Pusat BAB I PENDAHULUAN

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan

POLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

BAB I PENDAHULUAN. bagi suatu negara, termasuk Indonesia. Dampak peningkatan jumlah penduduk

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyediaan lahan di kota - kota besar maupun kota sedang berkembang di Indonesia dirasakan sangat sulit dan membutuhkan biaya yang cukup besar. Oleh karenanya pemenuhan kebutuan sosial masyarakat yang memerlukan lahan relatif luas dan tidak pernah mendapatkan tempat prioritas utama dalam pembangunan kota, sehingga muncul anggapan bahwa kota merupakan akumulasi kegiatan ekonomi masih lebih diyakini anggapan bahwa kota tempat akumulasi penduduk dalam jumlah relatif besar dengan segala kebutuhan sosialnya. Salah satu kebutuhan sosial masyarakat yang masih dianggap tidak penting oleh pemerintah kota adalah kebutuhan akan ruang terbuka hijau, padahal ruang terbuka hijau adalah salah satu elemen fisik alami didalam kota yang mempunyai peran dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat kota secara luas. Kebutuhan lahan perkotaan yang semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, menyebabkan tingginya alih-guna lahan di perkotaan termasuk Ruang Terbuka Hijau semakin berkurang. Sebuah kota sudah selayaknya mempertimbangkan keberadaan ruang terbuka hijau untuk ditingkatan fungsi serta perannya menjadi wadah masyarakat untuk berinteraksi sosial antar sesama warga kota maupun pengunjungnya, disamping itu berperan pula menciptakan keseimbangan lingkungan wajah perkotaan. Kebutuhan lahan perkotaan yang semakin meningkat merupakan konsekuensi dari pembangunan dan perkembangan kota yang semakin pesat sebagai akomodasi pembangunan dan perkembangan kota tersebut. Lahan- lahan yang beralih fungsi menjadi kawasan terbangun adalah lahan-lahan kosong potensial untuk dikembangkan, 1

baik berupa lahan produktif maupun lahan non produktif. Akibatnya lahan terbuka semakin terdesak dan sempit. Ruang terbuka hijau merupakan kebutuhan yang tidak bisa diabaikan, seperti juga halnya sosial lainya ruang terbuka hijau termasuk salah satu elemen kota dan kehadiranya dalam suatu kota didasarkan pada ketentuan-ketentuan dan standar-standar tertentu. Permen PU No. 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan pemanfaatan RTH : minimal 30% RTH yang terdiri atas 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri atas ruang terbuka hijau privat. Beberapa fakta yang menujukan kurangnya perhatian tersebut adalah : semakin menurunya ruang terbuka hijau baik produktif maupun non produktif sebagai elemen iklim atau paru-paru kota. Banyaknya kota mengabaikan ruang terbuka untuk memenuhi kebutuhan minimal pada suatau lingkungan permukiman, padahal ruang terbuka hijau merupakan elemen yang dapat meningakatkan kualitas suatu lingkungan dan kehidupan masyarakatnya. Mengingat perkembangan yang terjadi kesetiap penjuru kota, dimana pada bagian-bagian pusat kota dirasakan sangat sulit untuk memperoleh lahan yang memadai akibat terbatasnya lahan dan tingginya harga lahan. Maka dari itu para investor lebih cenderung memilih lahan yang seharusnya berfungsi sebagai ruang terbuka hijau, dipilih sebagai tempat yang lebih menguntungkan secara ekonomis, karena keberadaan ruang terbuka hijau biasanya tepat ditengahtengah jantung kota. Dalam situasi sekarang ini dengan tingkat kebutuhan kota yang sangat pesat akibat dari pengaruh sektor ekonomi dan perdagangan yang begitu kuat, mempengaruhi pada perkembangan kota yang dirasakan terpaksa mengikuti pertumbuhan sektor tersebut. Selain itu upaya pemerintah dalam hal memperbaiki kualitas lingkungan untuk mengurangi pencemaran lingkungan dengan melakukan pembenahan peningkatan jalur hijau juga mengalami 2

hambatan yakni tidak sepenuhnya masyarakat kota memahami akan pentingnya ruang hijau. Permen PU No. 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan pemanfaatan RTH: minimal 30% RTH yang terdiri atas 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri atas ruang terbuka hijau privat. Beberapa fakta yang menujukan kurangnya perhatian tersebut adalah semakin menurunnya ruang terbuka hijau baik produktif maupun non produktif sebagai elemen iklim atau paru-paru kota. Banyaknya kota mengabaikan ruang terbuka untuk memenuhi kebutuhan minimal pada suatau lingkungan permukiman, padahal ruang terbuka hijau merupakan elemen yang dapat meningakatkan kualitas suatu lingkungan dan kehidupan masyarakatnya. Mengingat perkembangan yang terjadi kesetiap penjuru kota, dimana pada bagian-bagian pusat kota dirasakan sangat sulit untuk memperoleh lahan yang memadai akibat terbatasnya lahan dan tingginya harga lahan. Maka dari itu para investor lebih cenderung memilih lahan yang seharusnya berfungsi sebagai ruang terbuka hijau, dipilih sebagai tempat yang lebih menguntungkan secara ekonomis, karena keberadaan ruang terbuka hijau biasanya tepat ditengahtengah jantung kota. Dalam situasi sekarang ini dengan tingkat kebutuhan kota yang sangat pesat akibat dari pengaruh sektor ekonomi dan perdagangan yang begitu kuat, mempengaruhi pada perkembangan kota yang dirasakan terpaksa mengikuti pertumbuhan sektor tersebut. Selain itu upaya pemerintah dalam hal memperbaiki kualitas lingkungan untuk mengurangi pencemaran lingkungan dengan melakukan pembenahan peningkatan jalur hijau juga mengalami hambatan yakni tidak sepenuhnya masyarakat kota memahami akan pentingnya ruang hijau. Menurut Mark Francis (2003), Permasalahan ruang terbuka diantaranya yaitu tempat bermain anak-anak tidak digunakan, desain ruang 3

terbuka yang sudah ketinggalan zaman, masalah antara pengguna taman dengan orang-orang yang berolahraga skate board (dimana dapat mengganggu kenyamanan), sepeda motor yang berkeliaran, tulisan graffiti yang dicorat-coret di dinding atau tembok taman kota. Dari permasalahan ini, dapat dilihat bahwa baik pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan juga masyarakat sebagai pengguna ruang terbuka hijau di perkotaan memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan merawatnya seperti taman kota dengan tidak merusak fasilitas yang ada. Maka dari itu, dibutuhkan perencanaan ruang berupa perencanaan umum dan perencanaan strategis. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRW Nasional) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRW Kota) merupakan sebuah perencanaan umum yang menjadi acuan bagi sebuah perkotaan untuk membuat penataan ruang di daerah/kotanya dan disusun lebih detail lagi di dalam rencana strategis berbentuk Rencana Detail Tata Ruang Kota dan RTR Kawasan Strategis Kota. Pemerintah kota dalam hal ini Walikota sebagai kepala daerah beserta para staf yang berkompeten di bidang tata kota harus memiliki visi yang jelas terhadap kemajuan sebuah perkotaan. Tidak hanya kemajuan dalam aspek perekonomian saja namun harus juga 4 diiringi dengan perencanaan yang baik dari segi lingkungan, demi kepentingan masyarakat kota dan juga pelestarian lingkungan. Salah satu daerah yang memiliki permasalahan terkait penyediaan RTH adalah Kota Tangerang sebagai salah satu kota yang terletak di Provinsi Banten. Dari data Dinas Cipta Karya dan Penataan Ruang Kota Tangerang jumlah RTH atau Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang saat ini belum mencapai standar ideal RTH yang harus dimiliki oleh sebuah perkotaan. Sebagaimana yang tercantum di dalam UU mengenai Tata Ruang, sebuah perkotaan idelanya memiliki 30% RTH, dengan 20% RTH yang bersifat publik dan 10% adalah RTH privat. Dikatakan bahwa sebuah perkotaan idealnya memiliki 30% ruang terbuka hijau dari luas suatu kota dan ini sejalan dengan 4

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BUMI di Rio de Janeiro, Brazil (1992) dan dipertegas lagi pada KTT Johanesburg, Afrika Selatan 10 tahun kemudian (2002), telah disepakati bersama bahwa sebuah kota idealnya memiliki luas RTH 30% dari total luas kota (Hidayansyah, 2007). Berdasarkan data kondisi eksisting, luas Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang baru mencapai angka sekitar 12,33%,maka dari itu Pemerintah Kota Tangerang harus mampu untuk menutupi kekurangan dari Ruang Terbuka Hijau yang seharusnya dipenuhi untuk sebuah perkotaan, dimana RTH tersebut sangat berarti baik untuk manusia maupun lingkungan. Adapun salah satu bentuk Ruang Terbuka Hijau Publik adalah Taman Kota yang mana pada saat ini sudah jarang ditemui di Kota Tangerang. Fungsi dari Taman Kota itu sendiri diantaranya yaitu fungsi ekologis, rekreatif, estetis, dan olahraga. Maka dari itu sekali lagi pemerintah Kota Tangerang harus mampu memenuhi Ruang Terbuka Hijau sesuai dengan kriteria ideal sebuah perkotaan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan data yang diperoleh pertanyaan penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik RTH di Kota Tangerang? 2. Berapa kebutuhan RTH di Kota Tangerang? 3. Apakah rekomendasi yang diperlukan untuk pemenuhan RTH di Kota Tangerang? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan penelitiannya adalah sebagai berikut : 5

1. Mengidentifikasi karakteristik RTH di Kota Tangerang. 2. Menganalisis kebutuhan RTH di Kota Tangerang. 3. Merumuskan rekomendasi pemenuhan RTH di Kota Tangerang. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil peneletian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang perencanaan wilayah dan kota khususnya mengenai Ruang Terbuka Hijau yang kaitannya sangat erat dengan perkotaan. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan tambahan wawasan bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian yang sejenis. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah Kota Tangerang selaku pembuat kebijakan Ruang Terbuka Hijau. 1.5 Ruang Lingkup Wilayah studi kajian penyediaan RTH Privat adalah wilayah adminstratif Kota Tangerang. Kajian studi kasus pada beberapa kota di Indonesia dan luar negeri dilakukan untuk memperkaya informasi terkait pengadaan RTH oleh masyarakat/swata. 6