BAB I PENDAHULUAN. bawah bumi dan di atasnya. Manusia ditempatkan ke dalam pusat dunia. 1 Pada masa itu budi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, banyak manusia menghidupi kehidupan palsu. Kehidupan yang

BAB II KAJIAN TEORI. esensialisme, pusat perhatiannya adalah situasi manusia. 1. Beberapa ciri dalam eksistensialisme, diantaranya: 2

BAB I PENDAHULUAN. Melihat dan mengalami fenomena kehidupan konkrit manusia di jaman

BAB V PENUTUP. Konsep dialektika eksistensi menekankan manusia sebagai makhluk individual, personal

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1

BAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan

BAB 2 EKSISTENSIALISME RELIGIUS

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Permasalahan

Filsafat Ilmu dan Logika

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang bermartabat. Sebagai makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup maupun benda (objek) yang ada di dunia ini

FILSAFAT MANUSIA LANDASAN KOMUNIKASI MANUSIA & BAHASA. Ahmad Sabir, M. Phil. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI

WATAK MANUSIA PERENEALIS DAN MANUSIA MODERN. dan manusia modern memiliki perbedaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di dunia memungkinkan manusia untuk terarah pada kebenaran. Usahausaha

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik,

KEPENUHAN HIDUP MANUSIA DALAM RELASI I AND THOU 1 (Antonius Hari Purnanto)

Filsafat Kierkegaard Oleh: Nina Amelia*)

Sejarah Perkembangan Ilmu

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( )

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

BAB IV KESIMPULAN, RELEVANSI, DAN TANGGAPAN KRITIS. yaitu; (1) individu sebagai eksistensi konkret, (2) individu yang menyadari bahwa

BAB I PENDAHULUAN. kegelapan muncul temuan lampu sebagai penerang. Di saat manusia kepanasan

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah

Sejarah Perkembangan Ilmu

BAB 1 PENDAHULUAN. Eksistensialisme religius..., Hafizh Zaskuri, FIB UI, Universitas Indonesia

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI

FILSAFAT ILMU DAN METODE FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 04Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

Sek Se i k las tentang te filsafat Hendri Koeswara

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang misterius dan kompleks. Keberadaan dan

BAB III METODOLOGI. Penelitian ini merupakan aktivitas refleksi kritis yang berada dalam

BAB V PENUTUP. diajukan dalam rumusan masalah skripsi. Dalam rumusan masalah skripsi ini,

Filsafat Umum. Filsafat Timur. Arie Suciyana S., S.Si., M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin

BAB V KESIMPULAN. A. Eksistensi dalam Beragama berdasar Pemikiran Kierkegaard. Dalam tahap ini, lebih cenderung pada wilayah inderawi.

Para Filsuf [sebahagian kecil contoh] Oleh Benny Ridwan

FILSAFAT KETUHANAN (Sebuah Pengantar) Kompetensi Kuliah : Memahami Tuhan Yang Maha Esa dan Ketuhanan (Filsafat Ketuhanan)

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai persona pertama-tama karena ke-diri-annya (self). Artinya, self

BAB I PENDAHULUAN. 1 William Chang, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat Ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 27.

Filsafat Manusia. Manusia Sebagai Persona. Cathrin, M.Phil. Modul ke: 05Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

FILSAFAT????? Irnin Agustina D.A, M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang unik. Ia berbeda dengan makhluk hidup yang lain

BAB I PENDAHULUAN. teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh

BAB V. FILSAFAT EKSISTENSIALISME DAN FENOMENOLOGI (Bahan Pertemuan Ke-6)

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB I PENDAHULUAN. atau tepat. Kecakapan berpikir adalah ketrampilan untuk menerapkan hukum-hukum

BAB V PENUTUP. 1. Manusia adalah makhluk yang unik, banal, serta ambigu, ia senantiasa

PEMIKIRAN SØREN KIERKEGAARD TENTANG HAKIKAT AGAMA: KONTRIBUSINYA BAGI DIALOG DAN KERUKUNAN HIDUP ANTAR UMAT BERAGAMA DI INDONESIA RINGKASAN DISERTASI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Hegel ini termasuk ke dalam tema sejarah intelektual. Sejarah intelektual adalah

Etika dan Filsafat. Komunikasi

FILSAFAT MANUSIA MANUSIA MENGAKUI DIRI DAN YANG LAIN SEBAGAI SUBSTANSI DAN SUBJEK OLEH; MASYHAR, MA. Modul ke: Fakultas Fakultas Psikologi

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

RELEVANSI FILSAFAT MANUSIA DALAM KEHIDUPAN. Oleh Dr. Raja Oloan Tumanggor

FILSAFAT PENGANTAR TERMINOLOGI

Nama Mata Kuliah. Modul ke: Filsafat Manusia. Fakultas Fakultas Psikologi. Masyhar MA. Program Studi Program Studi.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti memiliki tujuan hidup. Tujuan tersebut menjadi salah

Sebuah sarana atau definisi tentang alam semesta yang diterjemahkan ke dalam Bahasa yang bisa dimengerti manusia sebagai usaha untuk mengetahui dan

BAB I PENDAHULUAN. Dunia yang begitu luas ini dihuni oleh berbagai macam makhluk Tuhan, baik

BAB V PENUTUP. Pragmatisme merupakan filsafat bertindak untuk menghadapi berbagai

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan

EPISTEMOLOGI MODERN DALAM TRADISI BARAT DAN TIMUR

ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI

Filsafat eksistensialisme

Posisi Semiotika dan Tradisi-tradisi Besar Filsafat Pemikiran

Bab 3 Filsafat Ilmu. Agung Suharyanto,M.Si. Psikologi - UMA

BAB I PENDAHULUAN. pengoptimalan daya ratio yang dimilikinya. Penggunaan ratio secara optimal menandai kelahiran

BAB I PENDAHULUAN. belenggu yang teramat berat ketika pihak otoritas gereja memaksakan kebenaran

ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 1. Gregorius Martia Suhartoyo 1

BAB IV IMPLEMENTASI KONSEP MANUSIA MENURUT PANDANGAN PLATO DENGAN AJARAN ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengetahuan. Kemudian Plato, menurutnya baik itu apabila ia dikuasai oleh

otaknya pasti berbeda bila dibandingkan dengan otak orang dewasa. Tetapi esensi otak manusia tetap ada pada otak bayi itu, sehingga tidak pernah ada

Misiologi David Bosch

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

RESPONS - DESEMBER 2009

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA RPP. FILSAFAT MANUSIA RENCANA PELAKSAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS

Modul ke: FILSAFAT MANUSIA INTELEKTUAL (PENGETAHUAN) Ahmad Sabir, M. Phil. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI.

DIRI YANG OTENTIK: KONSEP FILSAFAT EKSISTENSIALIS SØREN KIERKEGAARD. Oleh : W A R N O T O NIM :

TUHAN DALAM AGAMA MENURUT FEUERBACH DALAM THE ESSENCE OF CHRISTIANITY

NATURALISME (1) Naturalisme 'natura' Materialisme

SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang sangat. kompleks karena ada banyak aspek yang bisa diulas,

Modul ke: Materi Penutup. Fakultas PSIKOLOGI. Cathrin, M.Phil. Program Studi Psikologi

BAB V PENUTUP A. SIMPULAN

Filsafat dan Teori Pendidikan. Oleh. Fauzan AlghiFari / / TP-B

BAB IV ANALISIS EKSISTENSI BAGI ORANG BERAGAMA DARI PEMIKIRAN SOREN KIERKEEGARD TENTANG EKSISTENSIALISME.

Modul ke: FILSAFAT MANUSIA KEMATIAN. Ahmad Sabir, M. Phil. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI.

Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN PERENIALISME

DISUSUN OLEH: DEFI DESIANA ( ) MOHAMAD RISTYO NUGROHO ( ) NOVI TRISNA ANGGRAYNI ( ) YOSSY MAHALA CHRISNA S

BAB II. RIWAYAT HIDUP dan PEMIKIRAN SOREN KIERKEGAARD

RUANG KAJIAN HAKEKAT MANUSIA DALAM PANDANGAN EKSISTENSIALISME SOREN KIERKEGAARD. Oleh : Fadhillah. Abstract

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zaman modern adalah zaman dimana manusia dikembalikan kepada kemampuan dan keperkasaan dirinya sendiri. Manusia diletakkan didalam pusat seluruh tata kenyataan di bumi, di bawah bumi dan di atasnya. Manusia ditempatkan ke dalam pusat dunia. 1 Pada masa itu budi manusia dihentakkan oleh kesadaran akan dayanya yang merupakan harta di dalam akal-budinya sendiri. 2 Bahwa manusia dalam subyektifitasnya, dengan kesadarannya, dalam keunikannya, menjadi titik acuan pengertian realitas. 3 Jika pada zaman Klasik dan Skolastik rasio terkungkung di bawah kekuasaan yang lain seperti dogma dan tradisi maka di zaman modern manusia menjalani kehidupan dengan penuh kebebasan dan mandiri. Bebas mengekspresikan diri, kini dan disini. Dimana zaman modern adalah zaman kekinian dan kemerdekaan akal-budi manusia. 4 Istilah modern berasal dari kata Latin moderna yang artinya sekarang, baru atau saat kini atau istilah Jerman: Jetztzeit(masa sekarang). Berangkat dari pengertian ini, kita bisa mengatakan bahwa manusia senantiasa hidup di zaman modern sejauh kekinian menjadi kesadarannya. Pada zaman atau periode ini manusia menemukan bahwa dia mampu hidup mandiri. Manusia menemukan kepercayaan dirinya, bahwa ia mampu melakukan suatu perubahan secara kualitatif baru. Modernitas tidak hanya menunjukkan pada periode, melainkan juga suatu bentuk 1 Franz Magnis-Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, (Yogyakarta, Kanisius 1992), hlm. 61. 2 Hardono Hadi, Jati Diri Manusia, (Yogyakarta, Kanisius, 1996), hlm. 16. 3 Franz Magnis-Suseno, Op.Cit., hlm. 60. 4 Ibid., hlm. 65.

kasadaran baru yang terkait dengan kebaruan (Inggris: Newness). Oleh kerena itu, istilah perubahan, kemajuan revolusi adalah istilah kunci kesadaran modern. 5 Periode modern atau modernitas dicirikan dengan tiga hal yaitu: Subyektifitas, Kritik dan Kemajuan. Subyektifitas dimaksudkan bahwa manusia menyadari dirinya sebagai Subjectum, yaitu sebagai pusat realitas yang menjadi ukuran bagi segala sesuatu. Kritik dimaksudkan bahwa rasio tidak hanya menjadi sumber pengetahuan, melainkan juga menjadi kemampuan praktis untuk membebaskan individu dari wewenang tradisi atau untuk menghancurkan prasangka prasangka yang menyesatkan. Kemajuan dimaksudkan bahwa manusia menyadari waktu sebagai sumber langkah yang tak terulangi. Waktu dialami sebagai rangkaian peristiwa yang mengarah pada suatu tujuan yang dituju oleh subyektifitas, dan kritik itu sendiri. 6 Subyektifitas, kritik dan kemajuan tidak mengizinkan rasio untuk ditawan oleh masa silam sumber-sumber tradisi. 7 Ketiga hal di atas mau menekankan aspek manusiawi sebagai unsur yang utama. Manusia menjadi ukuran atau sebagai pusat realitas dimana dengan rasionya ia mampu hidup sendiri dan bagi dirinya sendiri. Rasio harus dibebaskan dari kungkungan tradisi dan dogma. Manusia harus bebas menginterpretasi kenyataan konkret dengan seluruh kemampuan subyektif individualnya. Atau dengan kata lain zaman modern adalah zaman pembentukan subyektifitas. Seluruh filsafat zaman modern dapat dilihat sebagai rantai perkembangan pemikiran mengenai subyektifitas. Seluruh filsuf zaman itu menyelidiki segi-segi subyek manusia. Aku sebagai pusat pemikiran, pusat pengamatan, pusat kebenaran dan ada itu sendiri. 8 Suatu dalil peningkatan akan kesadaran subyektif oleh sang subyek, yang oleh Descartes diungkapkan 5 F. Budi Hardiman, Filsafat Modern, Dari Machiavelli Sampai Nietzsche, (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2004), hlm. 2. 6 Bdk. F. Budi Hardiman, Ibid., hlm. 3-4. 7 Ibid., hlm. 7. 8 James Garvey, 20 Karya Filsafat Terbesar, (Yogyakarta, Kanisius, 2010), hlm. 63.

dengan term cogito ergo sum, aku berpikir maka aku ada; bahwa subyek atau aku yang sedang berpikir itulah titik tolak pemikiran filosofis Descartes. Bagi Habermas, Hegel adalah filsuf pertama yang melihat subyektifitas sebagai prinsip zaman, yang disebut zaman baru (der neuen Zeit). Subyektifitas di sini dimengerti sebagai kemampuan setiap individu, untuk menentukan diri sendiri serta mengejar tujuan-tujuannya sejauh tidak bertentangan dengan kesejahteraan individu-individu lain. Individu juga memiliki hak untuk hanya mengakui apa yang menurutnya memang sah untuk diakui secara rasional. 9 Dalam hal ini Hegel lebih menekankan universalitas kebenaran yang bersumber pada rasio. Hegel mau mencoba merangkum seluruh peristiwa sejarah ke dalam sebuah sistem pemikiran filosofis yang lengkap dan komprehensif. 10 Ambisi besar Hegel ini yang menimbulkan reaksi keras Soren Kierkegaard untuk menantangnya. Reaksi Kierkegaard inilah yang melahirkan konsep eksistensialisme. Kierkegaard menjadi peletak dasar eksistensialisme itu. Dalam pandangan Kierkegaard, pengetahuan mutlak seperti yang digagaskan oleh Hegel ini tidak akan pernah dicapai oleh manusia, lagi pula tidak berhubungan secara langsung dengan pengalaman nyata keseharian manusia. Reaksi Kierkegaard terhadap Hegel ini, karena baginya, Hegel tidak memberikan tempat bagi subyekifitas dalam sistem filsafatnya. Hegel menyatukan individualitas ke dalam sistem filsafatnya yang serba mencakup itu (all-encompassing system). Individu nyata yang hidup dengan darah dan daging serta dengan segala kontradiksi yang digeluti dalam hidup keseharian, dimata Hegel, tidak lain daripada sebuah momen yang mesti 9 Fitzgerald K. Sitorus, Idealisme dan EksistensialismeMengenai Subyektifitas; Sebuah Perdebatan, Jurnal Filafat Driyakara, Tahun XXVIII, no.1/2005, hlm. 24. 10 Thomas Hidya Tjaya, Memahami Kehidupan Lewat Eksistensialisme Jurnal Filafat Driyakara, Tahun XXVIII, no.1/ 2005), hlm.1.

dilampaui dalam proses perealisasian roh Absolut. Pemikiran Hegel yang abstrak, logis, dan serba mencakup itu menindas kenyataan inividu yang konkret. 11 Jika dicermati lebih jauh, bukan hanya penolakan terhadap gagasan Hegel itu yang membuat Kierkegaard dianggap sebagai bapak eksistensialis modern, 12 namun lebih dari eksistensialis lainnya, Kierkegaard sungguh-sungguh berfilsafat secara total dari kehidupan dan untuk kehidupan itu sendiri. Ia tidak membedakan antara apa yang dihidupi dan apa yang dipikirkan, juga apa yang dikatakan. Jika eksistensialisme, adalah filsafat kehidupan, Kierkegaard adalah filsuf kehidupan par exellence. 13 Kierkegaard dijuluki filsuf kehidupan par exellence, karena dasar pemikirannya adalah eksistensi manusia. Dimana eksistensi manusia sangat berhubungan erat dengan individualitas manusia yang konkret. Dia jugalah yang mengkategorikan kehidupan manusia menjadi tiga tingkatan, berdasarkan kekhasannya masing-masing. Tingkatan-tingkatan itu yang sering juga disebut dialektika eksistensi. Dialektika eksistensi adalah suatu pandangan yang menentang abstraksionisme, kerumunan dan idealisme atau lebih dikenal dengan dialektika roh. Tesis Hegel tentang dialektika roh itu, ditentang oleh Kierkegaard dengan asumsi bahwa tegangan-tegangan kunci dalam eksistensi manusia tidak dapat didamaikan melalui proses rasionalisasi dan dialektis. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa apabila Hegel memahami roh mutlak sebagai proses dialektis, maka Kierkegaard memahaminya sebagai suatu perkembangan kehidupan eksistensial individu. Kierkegaard selain tidak setuju dengan dialektika Hegel, Kierkegaard juga tidak menerima pemikiran Hegel yang cenderung berpikir baik... 11 Fitzgerald K. Sitorus, Loc.Cit., hlm., 24. 12 Sebenarnya, tidak sedikit filsuf atau teolog besar yang memiliki ciri eksistensialis yang sangat kental dalam pemikiran mereka. Sokrates sesungguhnya bisa disebut sebagai filsuf eksistensialis pertama, karena ia menjadikan kompleksitas kehidupan manusia sebagai pusat perhatiannya, bukan lagi alam sebagaimana para filsuf Yunani sebelumnya. Santo Agustinus (354-430), Santo Thomas Aquinas (1225-1274), dan Martin Luther (1483-1546) juga, hingga tingkat tertentu, dapat dikatakan, menafsirkan kekristenan secara eksistensialis. Balise Pascal (1623-1662), melihat manusia sebagai peziarah di dunia ini, dan hal itu sangat dekat dengan tema eksistensialisme. 13 Fitzgerald K. Sitorus, Op.Cit., hlm. 3.

ataupun... Menururt Kierkegaard, peralihan dari satu tahap ke tahap lain tidak dilakukan dengan pemikiran melainkan dengan keputusan kehendak atau pilihan bahkan dengan suatu lompatan. Oleh karena itu, Kierkegaard melukiskan kehidupan eksistensial manusia dalam tiga tahap, yaitu tahap estetis, tahap etis dan tahap religius. 14 Tahap-tahap hidup manusia ini memiliki arah gerak, tujuan atau boleh disebut kekhasan esensial masing-masing. Dimana pada tahap estetis esensinya adalah hidup apa adanya, mengikuti trend, mementingkan kenikmatan. Sedangkan tahap etis, orang telah menggunakan akal-budi untuk meneliti mana yang baik dan yang buruk. Tahap ini orang sudah berani melakukan pilihan-pilihan etis yang melibatkan rasio. Sedangkan pada tahap religius, orang tidak lagi bertindak atas kenikmatan, juga atas pertimbangan baik-buruk yang melibatkan pertimbangan rasio, tetapi lebih menggunakan iman dan kepercayaan. Dan pada tahap ini dibutuhkan bukan pilihan tetapi suatu lompatan iman. Karena iman merupakan tugas yang terpenting untuk dicapai oleh setiap manusia, karena hanya pada basis imanlah seorang individu menjadi diri yang sesungguhnya. 15 Ketiga hal ini, diurutkan sendiri oleh Kierkegaard demikian, berdasarkan tingkatan dan esensinya: Eksistensi estetis esensinya kenikmatan, eksistensi etis esensinya perjuangan dan kemenangan, eksistensi religius perjuangannya adalah penderitaan, tetapi bukan sebagai momen transisi, tetapi sebagai sesuatu yang bertahan. 16 Ketiga kategori atau tingkatan eksistensi di atas sangat kental dalam kehidupan manusia sebagai individu yang konkret. 14 Bdk F. Budi Hardiman, Op.Cit., hlm. 251. 15 William McDonald, Søren Kierkegaard, dalam http: // Plato. Stanford. Edu. Faith is the most important task to be achieved by human being, because only on basic of faith does an individual have a chance to become a true self. 16 Søren Kierkegaard, Concluding Unscientific Postscript, translated by; David F. Swenson and Walter Lowrie, second printing (Princeton: Princeton University Press, 1971), hlm. 256. Selanjutnya dalam pegutipan akan disingkat dengan CUP. While aesthetic eksistece is essentially enjoyment, and ethicall existence essentially is straggel and victory, a religious existence is essentially suffering and that not as a transition moment, but persiting

Tema eksistensi yang dilahirkan oleh Kierkegaard ini sangat relevan dengan kehidupan manusia di zaman post-modern ini, maka saya mau meramunya dengan judul: DIALEKTIKA EKSISTENSI PERSPEKTIF SØREN AABYE KIERKEGAARD. 1.2 Rumusan Masalah Agar penulisan ini dapat terarah dan terfokus maka peneliti mau merumuskan beberapa pokok permasalahan yang menjadi titik tumpu atau arah pergerakan penelitian selanjutnya. Permasalahan yang diangkat dirumuskan dengan beberapa pertanyaan berikut ini; Apa itu Eksistensi menurut pandangan Kierkegaard? Bagaimana eksistensialisme Kierkegaard dapat dipahami dalam hubungan dengan idealisme Hegel? Bagaimana Dialektika Eksistensi dapat terjadi dan dipahami? Apa keunggulan dan kelemahan dialektika eksistensi? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini ingin mengetahui pokok pemikiran Kierkegaard dengan mengintervensi, mengevaluasi dan membuat sintesis dengan topik yang dikaji sehingga dapat menghasilkan suatu sintesis yang sedikitnya akurat berdasarkan sumber-sumber yang ada. Penulis akan memusatkan perhatian pada pemikirannya: Dialektika eksistensi dan pokok yang berhubungan dengan ini. 1.3.1 Inventarisasi Pemikiran-pemikiran Kierkegaard tentang tahapan eksistensi atau dialektika eksistensi ini terdapat pada buku-bukunya; The Diary Of Seducer, Either/ Or, In Virno Veritas, Concluding Unscientific Postscript, Fear and Trembling, dan Guilty Not Guilty, buku-buku ini sebenarnya merupakan refleksi kritis atas hidupnya yang dibagi dalam tiga tahap yaitu: tahap estetis, tahap etis dan tahap religius. 1.3.2 Evaluasi Kritis

Pemikiran Kierkegaard tentang dialektika eksistensi ini akan dilihat secara teliti jalan argumentasinya dan diperiksa secara sistematis dan kritis. 1.3.3 Sintesis Bertolak dari inventarisasi dan evaluasi kritis, peneliti berusaha menyusun sebuah sintesis yang akan memperlihatkan secara lebih mendalam pemikiran Kierkegaard tentang dialektika eksistensi. 1.3.4 Pemahaman Baru Setelah menelaah argumentasi Kierkegaard tentang dialektika eksistensi, peneliti berusaha untuk menemukan suatu pemahaman baru tentang dialektika eksistensi. Peneliti berharap bahwa dengan mempelajari Kierkegaard, seorang (peneliti) dapat memiliki pemahaman yang benar tentang pemikiran Kierkegaard. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan berguna bagi horizon berpikir masyarakat khususnya dalam kaitan dengan pengetahuan dan kesadaran akan tahapan eksistensi manusia (dialektika eksistensi). Kiranya dengan penelitian ini, masyarakat tahu dan mengenal tahap-tahap eksistensi manusiawi mereka. Masyarakat yang dimaksudkan di sini adalah masyarakat luas juga masyarakat civitas akademika Uiversitas Katolik Widya Mandir (UNWIRA)secara khusus. UNWIRA sebagai salah satu lembaga akademik, sudah selayaknya terlibat dalam proses pendidikan dengan membuka diri terhadap suatu pemikiran yang baru. Selain itu tulisan ini juga sangat bermanfaat bagi pengembangan wawasan peneliti sendiri tentang pemikiran Kierkegaard. Dengan mengenal dan memahami salah satu pokok pemikiran tentang filsuf ini, selanjutnya akan membantu peneliti untuk memahami pokok-pokok pemikiran lain, yang dapat bermanfaat bagi hidup.