GAMBARAN RESPON PSIKOLOGIS REMAJA YANG MENDAPAT LABELING DI SMK PERDANA KOTA SEMARANG ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
GAMBARAN RESPON PSIKOLOGIS PADA REMAJA YANG MENDAPAT LABELING DI SMK PERDANA KOTA SEMARANG

DAMPAK LABELING PADA REMAJA DI SMP ISLAM RAUDLATUL FALAH BERMI GEMBONG PATI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO masa remaja merupakan masa peralihan dari masa. anak-anak ke masa dewasa. Masa remaja adalah masa perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN HUBUNGAN PERUBAHAN FISIK USIA REMAJA DENGAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWI KELAS 7

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. memasuki masa dewasa (Rumini, 2000). Berdasarkan World Health. Organization (WHO) (2010), masa remaja berlangsung antara usia 10-20

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan citra individual mengenai gambaran tubuh mereka. Salah satu tugas

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasaya. perubahan penampilan pada orang muda dan perkembangan

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB V PENUTUP. yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Kesimpulan tersebut meliputi

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap orang lain, khususnya terhadap lawan jenis. Perasaan saling mencintai,

PERMASALAHAN REMAJA YANG TINGGAL DI AREA LOKALISASI GAMBILANGU SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I. empat dekade mendatang, proporsi jumlah penduduk yang berusia 60 tahun. 10% hingga 22% (World Health Organization, 2012).

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA TUNARUNGU (Studi Kasus di SMK Negeri 30 Jakarta)

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan mental adalah keadaan dimana seseorang mampu menyadari

HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN KONFORMITAS PADA ANGGOTA KLUB MOTOR

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. terselenggara apabila dipengaruhi oleh suasana kondusif yang diciptakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000)

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. kurang memahami apa yang sebenarnya diinginkan oleh dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency. Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu

Bab I Pendahuluan. Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup bermasyarakat atau dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI TEMAN SEBAYA DAN KONSEP DIRI DENGAN INTENSI PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA REMAJA SKRIPSI. Diajukan oleh : Teguh Kurniawan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

PERILAKU ANTISOSIAL REMAJA DI SMA SWASTA RAKSANA MEDAN

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN KESIAPAN ANAK MENGHADAPI MASA PUBERTAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu mengalami peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Dimasa ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan. meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar

dan masa dewasa. Perkembangan seseorang dalam masa kanak-kanak dewasa. Karena itulah bila masa kanak-kanak dan remaja rusak karena

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN. Nilai-nilai keagamaan yang diajarkan, di pesantren bertujuan membentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. menjadi perhatian serius bagi orang tua, praktisi pendidikan, ataupun remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak merupakan generasi penerus dan aset pembangunan. Anak menjadi

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. membantu mereka melewati fase-fase perkembangan. Dukungan sosial akan

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh

HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK KARTIKA X-9 CIMAHI 2012

kalangan masyarakat, tak terkecuali di kalangan remaja. Beberapa kejadian misalnya; kehilangan orang yang dicintai, konflik keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV ANALISIS DATA. umumnya para remaja, tak terkecuali para remaja Broken Home, baik pada saat

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

Perpustakaan Unika LAMPIRAN 66

Transkripsi:

GAMBARAN RESPON PSIKOLOGIS REMAJA YANG MENDAPAT LABELING DI SMK PERDANA KOTA SEMARANG 7 ABSTRAK Istilah labeling merupakan pemberian julukan kepada seseorang atau kelompok atas ciri-ciri yang melekat pada diri individu. Ciri-ciri tersebut dapat berasal dari ciri fisik, penyakit yang diderita, karakter, orientasi seksual, ciri kolektif ras, etnik dan golongan. Pemberian label tersebut biasanya didapat dari hasil interaksi sosial. Individu yang diberi label biasanya mengikuti label yang telah ditetapkan kepada dirinya dan akan menjadi dasar untuk beradaptasi sepanjang hidupnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran respon psikologis remaja yang mendapat labeling di SMK Perdana Kota Semarang. Desain penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas X dari SMK Perdana Kota Semarang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari aspek kognitif, umumnya remaja yang mendapat labeling tetap konsentrasi dan memperoleh hasil belajar yang baik tetapi ada pula responden yang sulit memahami dan tidak fokus dalam belajar. Secara umum perasaan remaja yang muncul akibat labeling adalah rasa tidak percaya diri, marah, sedih, dan khawatir. Perilaku sosial responden sejauh ini dapat diterima di lingkungannya sehingga hubungan terjalin baik. Ada pula responden yang menjadi enggan berbicara dengan teman ketika suasana hatinya tidak baik sehingga cenderung menghindar ketika terjadi pelabelan. Responden menginginkan untuk dipanggil dengan namanya sendiri. Bahkan, adapula responden yang menjadikan pelabelan pada dirinya sebagai motivasi untuk berubah menjadi lebih baik lagi. Berdasarkan hal tersebut diharapkan perawat, institusi pendidikan, guru dan orang tua untuk bekerja sama melakukan penyuluhan, pengawasan dan bimbingan pada perkembangan psikologis remaja khususnya agar tidak melakukan pelabelan kepada siapapun. Kata Kunci : Labeling, Respon Psikologis, Remaja 2 Vol. 7 No. 2 Oktober 2014 : 162-175

PENDAHULUAN etiap tahap perkembangan individu pada umumnya mempunyai masalah dalam interaksi sosial dan masing-masing memiliki cara yang berbeda dalam menyelesaikan permasalahan terutama remaja. WHO mengidentifikasi remaja sebagai periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, dari usia 10 sampai 19 tahun. Remaja 15 24 tahun di Indonesia berjumlah 40,75 juta dari seluruh penduduk yang berjumlah 237,6 juta jiwa. Sementara jumlah penduduk 10 14 tahun berjumlah 22,7 juta (BPS, 2010). Menurut Hurlock (1980) sebagaimana dikutip oleh Sofyan (2007), masa-masa remaja memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelumnya. Salah satu cirinya adalah bahwa masa remaja adalah masa yang bermasalah. Kenyataan yang terjadi di Indonesia adalah, para remaja justru menunjukkan permasalahan yang semakin serius di berbagai bidang, khususnya di bidang sosial, budaya, dan moral. Beberapa contoh masalah sosial yang terjadi pada remaja diantaranya, banyak yang melakukan kenakalan kriminal, terlibat dalam pergaulan bebas dan asusila. Sementara dalam masalah budaya, terlihat sosok remaja saat ini mulai kehilangan identitas dirinya sebagai orang timur dan lebih banyak terpengaruh budaya barat yang cenderung bebas. Selain itu, juga ada masalah degradasi moral yang semakin mengkhawatirkan seperti kurang menghormati orang lain, tidak jujur, sampai ke usaha menyakiti diri dengan memakai narkoba, mabuk-mabukkan dan bunuh diri (Puspitawati, 2009). Banyaknya persoalan mengenai penyimpangan pada remaja berangkat dari pergaulan negatif. Hasil studi Huneck (2006) mengungkapkan 10% - 16% siswa Indonesia melaporkan mendapat ejekan, cemoohan, pengucilan, pemukulan, tendangan ataupun didorong, sedikitnya sekali dalam seminggu. Bagi sebagian remaja, pergaulan atau gaul merupakan sebuah keharusan. Masalah akan timbul bila pergaulan yang dijalani tidak diimbangi dan dibentengi dengan citra diri. GAMBARAN RESPON PSIKOLOGIS REMAJA YANG MENDAPAT LABELING DI SMK PERDANA KOTA SEMARANG 3

Masalah yang muncul yaitu remaja cenderung bergaul tanpa kendali, tanpa batasan norma, etika, hukum dan agama. (Sudarmi, 2008). Remaja menjadi siswa yang malas, kurang berminat pada saat belajar dan kurang bersosialisasi terhadap lingkungan atau teman di sekolah. Kecenderungan remaja menjadi pribadi yang pasif dapat dikarenakan oleh beberapa penyebab. Salah satu penyebabnya adalah mereka yang mendapat label dari lingkungannya sehingga dia tidak nyaman dan merasa tidak percaya diri dalam melakukan interaksi (Tasmin, 2009). Labeling adalah identitas yang diberikan lingkungan berdasarkan ciri sosial yang dimiliki. Pemberian identitas membedakan individu tersebut dengan yang lain. Ciri-ciri tersebut dapat berasal dari ciri fisik yang menonjol, penyakit menetap yang diderita, karakter seseorang, orientasi seksual, ciri kolektif ras, etnik dan golongan. Pemberian label tersebut biasanya diperoleh dari hasil interaksi sosialnya (Gessang, 2010). Perkembangan pemberian label yang dikemukakan masyarakat semakin meningkat. Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan labeling dengan prestasi belajar di SMA Muhammadiyah Gubug, responden yang mendapatkan labeling cukup besar dari 111 orang (33,7%) dari keseluruhan siswa yang berjumlah 329. Sebagian besar responden memiliki nilai rapor kurang yaitu sejumlah 253 orang (76,9%). Responden yang mendapat labeling memiliki nilai rapor yang kurang yaitu sejumlah 95 orang (28,9%) (Mulyati, 2010). Hasil penelitian yang lain mengenai hubungan antara labeling dengan konsep diri remaja di SMA Negeri 1 Geyer, remaja yang mendapatkan labeling cukup besar yaitu sejumlah 60 siswa (44,8%) dari keseluruhan siswa yang berjumlah 134. Remaja yang memiliki konsep diri negatif berjumlah 15 siswa (11,2%) dan yang memiliki konsep diri positif berjumlah 119 siswa (88,8%). Remaja yang memiliki konsep diri negatif dan mendapatkan labeling berjumlah 11 siswa (18,3%) (Rosiana, 2011). Seseorang yang dijuluki dengan sebutan baru biasanya mengikuti label yang telah ditetapkan dan menentukan adaptasi dalam kehidupan sehari-hari. Anak yang memandang dirinya baik akan mendekati orang lain dengan rasa 4 Vol. 7 No. 2 Oktober 2014 : 162-175

percaya dan memandang dunia sebagai tempat yang aman, dan kebutuhankebutuhannya akan terpenuhi. Sementara anak yang merasa dirinya tidak berharga, tidak dicintai akan cenderung memilih jalan yang mudah, tidak berani mengambil resiko dan tetap saja tidak berprestasi (Biddulph, 2007). Kesulitan dalam melakukan interaksi dapat dialami oleh siapa saja dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan survei awal peneliti di SMK Perdana Semarang terhadap lima siswa yang mengatakan bahwa dirinya mendapatkan panggilan yang tidak sesuai dengan nama aslinya. Pada awalnya mereka merasa terganggu dengan label atau julukan yang diberikan. Ada yang merasa canggung dan malu adapula yang merasa malas untuk berinteraksi dengan temannya. Mereka mengakui bahwa julukan yang diberikan kepada mereka mempengaruhi interaksi dalam kehidupan sehari-hari. Ternyata respon dari responden tersebut berbeda-beda. Fenomena di atas menarik untuk diteliti, peneliti mengambil objek penelitian pada kelas X (sepuluh) di SMK Perdana Kota Semarang. Adapun tujuan untuk penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran respon psikologis pada remaja yang mendapat labeling di SMK Perdana Kota Semarang. METODE Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Peneliti mengambil sampel dengan tehnik purposive sample. Sampel dalam penelitian ini berjumlah lima responden. Sampel diambil yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan dan merancang sampel sedemikian rupa hingga tercapai saturasi dengan pertimbangan bahwa jumlah tersebut dianggap sudah bisa mencukupi data dan informasi yang ingin diperoleh oleh peneliti. Penelitian dilakukan di SMK Perdana Kota Semarang dan dilakukan berdasarkan tempat yang disepakati oleh partisipan dan peneliti. Penelitian dilakukan pada minggu ke-3 bulan Maret 2013. Analisa data merupakan proses mengorganisasikan, memilah-milah menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang GAMBARAN RESPON PSIKOLOGIS REMAJA YANG MENDAPAT LABELING DI SMK PERDANA KOTA SEMARANG 5

lain, sehingga dapat ditemukan tema tertentu (Bogdan & Biklen 1982 dalam Moleong, 2011). HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, data yang telah terkumpul dari responden ditulis selengkap-lengkapanya sesuai dengan hasil wawancara dan hasil catatan lapangan yang dikumpulkan. Data tersebut kemudian peneliti pahami dan cermati yang selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel yang telah dikategorikan sesuai kata kunci, kategori, dan tema sebagai berikut. Tabel 1 Pengategorian Hasil Wawancara tentang Respon Kognitif Remaja yang Mendapat Labeling Kategori Konsentrasi Konsentrasi Menurun Kata Kunci Tidak mengganggu Bisa konsentrasi Nilai baik Biasa Kurang paham Tidak fokus Pada ruang lingkup aspek kognitif diperoleh hasil wawancara dalam penelitian ini diperoleh bahwa responden memiliki respon kognitif berbeda tentang labeling yang diterimanya dari lingkungan. Responden I, II, III dan Responden V menganggap bahwa label yang ditujukan pada mereka tidak mempengaruhi aktivitas dalam belajar. Label dipandang sebagai masalah yang tidak mengganggu. Sedangkan Responden IV mengatakan bahwa sering kurang memahami pelajaran yang disampaikan guru. Responden sulit berkonsentrasi saat proses belajar dan mengajar. Disini ditemukan dua tema yaitu konsentrasi dan konsentrasi menurun. 6 Vol. 7 No. 2 Oktober 2014 : 162-175

Tabel 2 Pengategorian Hasil Wawancara tentang Respon Emosi Remaja yang Mendapat Labeling Kategori Kata Kunci Malu Malu Rasa Marah - Marah - Jengkel - Tersinggung Rasa Sedih Sedih Rasa Takut Khawatir dijauhi teman Pada ruang lingkup aspek emosi diperoleh hasil, pada hakikatnya semua responden merasakan respon psikologis yang sama. Secara umum perasaan yang muncul adalah rasa malu, marah, jengkel, sedih dan khawatir. Disini ditemukan empat tema yang terdiri berbagai macam bentuk emosi yaitu tidak percaya diri, marah, sedih, dan khawatir. Tabel 3 Pengategorian Hasil Wawancara tentang Respon Perilaku Sosial Remaja yang Mendapat Labeling Kategori Kata Kunci Hubungan Baik - Mudah dikenal - Mudah bergaul - Hubungan pertemanan baik Menghindar Enggan berbicara Pada ruang lingkup aspek perilaku sosial diperoleh, pada umumnya responden mempunyai respon yang berbeda-beda. Responden I menyatakan bahwa julukan yang diterima membuat dirinya menjadi mudah dikenal dalam pergaulan sehari-hari. Begitu pula dengan responden III, IV dan V dimana julukan yang diterima dianggap sebagai ungkapan rasa keakraban atau persahabatan dengan teman-temannya. Sedangkan untuk responden II menyatakan bahwa GAMBARAN RESPON PSIKOLOGIS REMAJA YANG MENDAPAT LABELING DI SMK PERDANA KOTA SEMARANG 7

pelabelan membuatnya merasa enggan berbicara dengan teman-temannya. Responden IV mengatakan bahwa yang bersangkutan ikut memberikan pelabelan kepada orang lain yang melakukan pelabelan pada dirinya. Dalam penelitian ini, peneliti memperoleh dua tema yaitu hubungan baik dan meghindar. Tabel 4 Pengategorian Hasil Wawancara tentang Harapan Remaja yang Mendapat Labeling Kategori Kata Kunci Ingin dipanggil nama sendiri Ingin dipanggil nama asli Termotivasi Motivasi jadi lebih baik Pada ruang lingkup aspek harapan remaja diperoleh pernyataan yang pada dasarnya sama bahwa mereka tidak ingin dipanggil dengan pelabelan. Responden ingin dipanggil dengan nama sendiri. Responden II menambahkan bahwa pelabelan itu bisa menjadi kenangan yang membuat dirinya tidak dilupakan teman-temannya suatu saat nanti. Sedangkan responden IV dan V menjadikan pelabelan yang terjadi padanya sebagai motivasi untuk menjadi individu yang lebih baik lagi. Dalam bagian ini penulis mendapat dua tema yaitu keinginan dipanggil nama sendiri dan termotivasi. Labeling pada remaja menimbulkan berbagai macam respon dari remaja. Labeling yang sifatnya lebih mengarah pada makna negatif menjadi beban tersendiri bagi responden. Ketidaknyamanan dalam berinteraksi bisa muncul karena pelabelan. Pada respon kognitif ini ditemukan dua tema yaitu konsentrasi dan konsentrasi menurun. Hasil wawancara pada responden I, II, III dan V menunjukan bahwa pelabelan yang mereka terima tidak mempengaruhi kegiatan yang berhubungan dengan kemampuan kognitif remaja, khususnya konsentrasi belajar. Pernyataan yang disampaikan oleh responden menggambarkan respon kognitif yang berbeda dengan teori yang diungkapkan oleh Stuart (2007) bahwa pelabelan yang diterima bisa menyebabkan perkembangan kognitif yang negatif. Sementara hasil penelitian ini menunjukan bahwa pelabelan yang diterima oleh 8 Vol. 7 No. 2 Oktober 2014 : 162-175

responden tidak membuat dirinya menjadi seperti yang dilabelkan. Responden tetap menjadi dirinya sendiri. Sedangkan perilaku kognitif yang negatif pada diri responden tidak selalu diakibatkan karena pelabelan yang diterimanya. Konsentrasi belajar responden yang tidak mengalami perubahan meskipun mendapat pelabelan bisa dikarenakan oleh faktor lingkungan, seperti teman, guru dan keluarga yang memperlakukan responden dengan positif. Lingkungan tidak menghindari atau mengucilkan responden. Penerimaan secara positif ini menentukan motivasi remaja untuk belajar sehingga hasil belajar akan meningkat pula. Penurunan konsentrasi remaja bisa saja terjadi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui secara kognitif memang terdapat masalah yang dirasakan oleh responden IV yaitu konsentrasi menurun. Namun demikian, respon negatif seperti itu belum tentu dikatakan sebagai respon kognitif secara utuh akibat dari pelabelan. Dapat diartikan bahwa penurunan konsentrasi memang dari semula responden sudah mempunyai karakter sikap seperti itu. Konsentrasi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Soesanto (2006) faktor tersebut terdiri dari faktor internal, misalnya ketidaksiapan dalam menerima pelajaran, kondisi fisik, psikologis, modalitas belajar dan faktor eksternal, misalnya adanya suara gaduh, pembicaraan yang mengganggu. Dalam hal ini, apabila labeling dianggap sebagai hal yang mengganggu kondisi psikologis, maka labeling bisa mengakibatkan penurunan konsentrasi individu. Hasil penelitian mengenai hubungan labeling dengan prestasi belajar di SMA Muhammadiyah Gubug, responden yang mendapatkan labeling cukup besar yaitu 111 orang (33,7%) dari keseluruhan siswa yang berjumlah 329. Sebagian besar responden memiliki nilai rapor kurang yaitu sejumlah 253 orang (76,9%) Responden yang mendapat labeling memiliki nilai rapor yang kurang yaitu sejumlah 95 orang (28,9%) (Mulyati, 2010). Penelitian ini menunjukan bahwa labeling mempunyai pengaruh terhadap prestasi belajar remaja yang bersifat negatif. Pelabelan yang diterima remaja terbukti mengganggu kemampuan dan aktivitas kognitif yang mencakup penurunan aktivitas belajar, penurunan motivasi belajar sampai penurunan prestasi belajar. GAMBARAN RESPON PSIKOLOGIS REMAJA YANG MENDAPAT LABELING DI SMK PERDANA KOTA SEMARANG 9

Respon emosi dari remaja yang mendapat labeling pada umumnya hampir sama. Berdasarkan hasil wawancara, pemberian label yang diberikan pada responden dalam penelitian ini berdasarkan atas bentuk fisik responden atau berkaitan dengan nama. Respon emosi yang didapat dari responden penelitian merupakan respon emosi yang negatif, seperti malu, marah, sedih, dan khawatir. Seseorang akan terkunci dalam sifat label yang diberikan lingkungan kepadanya terutama pelabelan yang negatif. Mereka cenderung menjadi sosok seperti yang dilabelkan dan akan berdampak pada psikologis seseorang. Sebagai contoh dampak psikologis misalnya: mudah sedih, putus asa, emosi yang tidak terkontrol, tidak mau berbicara, tempertantrum, dan memberontak (Hurlock, 1999). Rasa tidak percaya diri merupakan salah satu respon emosi remaja yang mendapat labeling. Responden I merasa malu ketika diberi label. Pada saat pemberian label, responden merasa tidak nyaman dengan panggilan asing sehingga responden merasa minder. Pemberian label negatif memberi beban tersendiri bagi diri remaja karena perasaannya tidak nyaman. Menurut Psikolog Elly Risman dalam Kumpulan Tulisan Buah Hati (2003), percaya diri merupakan keyakinkan pada kemampuan dan penilaian diri sendiri dalam melakukan tugas dan memilih pendekatan yang efektif. Orang yang tidak percaya diri akan merasa terus menerus jatuh, takut untuk mencoba, merasa ada yang salah dan khawatir. Dalam penelitian ini, responden I mengaku bahwa memang dirinya malu disebut sebagai pesek akan tetapi responden berusaha menerima dan menganggap julukan itu sebagai candaan saja. Responden tidak sampai menarik diri dari pergaulan. Responden tetap berinteraksi seperti biasa dengan siapa pun. Rasa malu tidak dirasakan secara berlebihan sehingga tidak berkembang ke arah perasaan inferioritas yang berlebihan pula. Rasa marah merupakan respon negatif dari pelabelan. Responden merasa risih ketika harus disinggung masalah fisik. Fisik bagi responden yang merupakan remaja dianggap sebagai masalah penting. Remaja mungkin terlalu menekankan pada penampilan. Ketika ada yang menyinggung tentang penampilan fisik, maka 10 Vol. 7 No. 2 Oktober 2014 : 162-175

remaja akan merasa tidak nyaman. Bahkan untuk melampiaskan rasa jengkelnya, responden IV balik memberikan label pada pihak yang memberi label. Responden marah tetapi tidak mengekspresikan amarahnya secara impulsif, seperti melakukan kekerasan atau tindak kriminal lainnya. Namun, tidak semua responden mengungkapkan kemarahan mereka. Responden berusaha untuk menekan kemarahan yang dirasakan. Menurut Philips (2004), menekan kemerahan itu sendiri berarti termasuk ke dalam kategori marah pasif. Marah pasif merupakan marah yang hanya dirasakan sendiri dan tidak melibatkan orang lain. Indikasinya ditunjukan dengan emosi yang sangat tenang, pasrah, menyerah dan tertutup. Rasa sedih diungkapkan responden II dan III. Namun, hal ini tidak berlangsung lama dan serius. Responden tidak menunjukan kesedihan yang mendalam. Sedih yang mereka rasakan tidak diungkapkan dengan berlebihan. Responden memahami bahwa julukan itu tidak berarti menjatuhkan mereka sehingga tidak perlu dipikirkan berlarut-larut. Selain sedih, rasa khawatir juga turut dirasakan responden. Berdasarkan hasil wawancara, responden III menganggap label sebagai tanda keakraban sehingga ketika ingin menegur atau menegaskan ketidaksetujuannya dengan pelabelan tersebut, responden III khawatir merusak hubungan yang telah terjalin harmonis. Remaja mencari identitas kelompok karena mereka membutuhkan harga diri dan penerimaan. Kelompok sebaya memberikan remaja perasaan saling memiliki, pembuktian, dan kesempatan untuk belajar perilaku yang dapat diterima lingkungan (Potter, 2005). Kekhawatiran yang sering terjadi pada remaja salah satunya yaitu ketakutan terhadap masalah untuk mendapatkan status baik dalam kelompok sebaya maupun dalam keluarga. Dalam perilaku sosial, responden tidak menjadikan pelabelan sebagai hal yang merendahkan pribadinya secara ekstrim dan berlebihan. Empat responden menganggap label sebagai hal yang membuatnya mudah dikenal. Walaupun pada awalnya responden merasa tidak nyaman dengan pelabelan tersebut, tetapi akhirnya terbiasa dengan panggilan tersebut. Ada respon berbeda perilaku sosial, responden II menganggap bahwa label menjadikan yang bersangkutan menjadi GAMBARAN RESPON PSIKOLOGIS REMAJA YANG MENDAPAT LABELING DI SMK PERDANA KOTA SEMARANG 11

malas berinteraksi. Walaupun hubungan dengan teman pada kenyataannya baik tetapi ketika responden sedang merasa tidak mood maka dia malas berinteraksi dengan teman. Perilaku menghindar yang dialami responden menunjukan suasana hati responden yang sedang buruk sehingga respon terhadap lingkungan cenderung pasif. Label yang melekat pada responden dapat memperburuk suasana hati remaja sehingga akan mengganggu interaksi dalam lingkungan. Interaksi sosial merupakan hubungan antar individu dimana kelakuan individu mempengaruhi, mengubah ataupun memperbaiki satu sama lain. Interaksi itu sendiri didasari oleh komunikasi, sikap, perilaku kelompok dan norma sosial (Sarwono, 2008). Apabila aspek-aspek tersebut mengalami suatu masalah atau gangguan, maka interaksi pun akan terganggu pula. Harapan remaja yang mendapat labeling pada umumnya sama bahwa sebenarnya responden ingin dipanggil dengan nama sendiri. Responden IV menambahkan, bahwa pelabelan yang diterimanya dijadikan sebagai motivasi untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi. Banyak faktor yang mempengaruhi motivasi individu. Menurut Taufik (2007) salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi adalah faktor lingkungan. Responden IV mempunyai pemikiran yang positif dan didukung oleh lingkungan yang hangat dan mau menerimanya. Maka oleh responden, labeling yang diterima justru mendorong untuk menjadi lebih baik. Harapan responden tersebut menggambarkan bahwa responden mampu menerima diri sendiri dan orang lain apa adanya. Mereka tidak menyalahkan diri sendiri ataupun menyalahkan orang lain atas kegagalan atau masalah yang dialaminya serta mampu mengendalikan emosi-emosi negatif, sehingga pemunculannya tidak impulsif. 12 Vol. 7 No. 2 Oktober 2014 : 162-175

PENUTUP Beberapa responden tetap konsentrasi dan memperoleh hasil belajar yang baik meskipun mendapat labeling. Namun, ada pula responden yang sulit memahami dan tidak fokus belajar. Pada aspek kognitif ini didapatkan dua tema yaitu konsentrasi dan konsentrasi menurun. Secara umum perasaan remaja yang muncul akibat labeling adalah perasaan negatif. Pada aspek emosi ini didapatkan empat tema yaitu tidak percaya diri, marah, sedih, dan khawatir Pada umumnya responden cenderung tidak mempedulikan pemberian label pada dirinya. Perilaku sosial responden dapat diterima di lingkungannya sehingga hubungan terjalin baik. Ada pula responden yang enggan berbicara ketika suasana hatinya tidak baik sehingga cenderung menghindar. Dalam aspek perilaku sosial didapatkan dua tema yaitu hubungan baik dan menghindar. Harapan remaja yang mendapat labeling yaitu pada umumnya responden menginginkan dipanggil dengan namanya sendiri. Bahkan ada responden yang menjadikan pelabelan pada dirinya sebagai motivasi untuk berubah menjadi lebih baik lagi. Didapatkan dua tema yaitu keinginan dipanggil nama sendiri dan termotivasi. Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu keperawatan komunitas jiwa terutama mengenai gambaran respon psikologis pada remaja yang mendapat labeling sehingga disarankan perawat bisa bekerja sama dengan institusi pendidikan agar dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya labeling pada remaja. Orangtua juga disarankan untuk lebih memperhatikan tumbuh kembang anaknya sebagai remaja dan mengajarkan nilai-nilai untuk menghargai orang lain. Bagi para peneliti selanjutnya, disarankan untuk meningkatkan ketelitian dengan baik dalam kelengkapan data penelitian. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dalam penelitian di bidang ilmu keperawatan komunitas jiwa, khususnya penelitian mengenai psikososial remaja. GAMBARAN RESPON PSIKOLOGIS REMAJA YANG MENDAPAT LABELING DI SMK PERDANA KOTA SEMARANG 13

DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. (2010). Statistik Penduduk Indonesia dalam http://bps.go.id. Diunduh pada tanggal 12 September 2012. Biddulph, S. & B. Steve. (2007). Raising a Happy Child. Dog Kindersley Gessang.(2010). Mengatasi Stigma Pelecehan Seksual. Dalam http://gessang.org/index.php?option=comcontent&taks=view&id=75.ltd. Diunduh pada tanggal 12 September 2012. Huneck, A., et., all. (2006). Penelitian Mengenai Kekerasan di Sekolah. Yayasan Sejiwa dalam htttp://www.sejiwa.org. Di unduh pada tanggal 20 Oktober 2012. Hurlock, E. B. (1999). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga. Kareen, F. L. ( 2003). Mental Health Nursing. (5th ed). New Jersey: Pearson Education.Inc. Kumpulan Tulisan Buah Hati. (2003).Biarkan Anak Bicara. Jakarta: Republika. Moleong LJ. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Mulyati, S. (2010). Hubungan Labeling dengan Prestasi Belajar Siswa di SMA Muhammadiyah Gubug. Penerbit: Tidak dipublikasikan. Potter, P. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan ed-4. Jakarta : EGC Puspitawati, Herien. (2009). Keterkaitan Sistem Keluarga dan Sekolah terhadap Kenakalan Pelajar. Bandung: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Rosiana, Dian. (2011). Hubungan Antara Labeling dengan Konsep Diri Remaja di SMA Negeri 1 Geyer. Penerbit: Tidak dipublikasikan. Sarwono SW. (2008). Psikologi Remaja. Jakarta : PT Grafindo Persada Soesanto, Handy. (2006). Meningkatkan Konsentrasi Siswa Melalui Optimalisasi Modalitas Belajar Siswa. Bandung: Jurnal Pendidikan Penabur No. 06. Sofyan, A. (2007). Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto. 14 Vol. 7 No. 2 Oktober 2014 : 162-175

Stuart G.W dan Sundeen S.J. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC. Sudarmi. (2008). Membangun Remaja Peduli KKR. BKKBN. Dalam http://www.bkkbn.go.id/yogya/ print/php?tid=2&rid=8 diunduh pada tanggal 12 September 2012. Tasmin, M. (2009). Label Menyebabkan Individu Menjadi Devian. Dalam http://www.e-psikologi.com/epsi/search.asp. Diunduh pada tanggal 11 September 2012. GAMBARAN RESPON PSIKOLOGIS REMAJA YANG MENDAPAT LABELING DI SMK PERDANA KOTA SEMARANG 15