BAB I PENDAHULUAN Pada era sekarang ini informasi sudah menjadi kebutuhan primer bagi setiap orang. Pada dasarnya dalam kehidupan sehari-hari setiap orang selalu mempunyai keinginan untuk mengetahui sesuatu hal yang baru baik dalam bidang pekerjaan, penelitian, pendidikan, dan memperluas pengetahuan seseorang dalam berbagai bidang. Di masa sekarang ini, dalam dunia pendidikan, informasi sudah menjadi kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi. Terutama dalam dunia pendidikan perguruan tinggi, setiap harinya informasi dibutuhkan mahasiswa dalam kegiatan perkuliahan, pengerjaan tugas dan menambah pengetahuan yang diperoleh dari dosen. Kebutuhan mahasiswa akan informasi menuntut mahasiswa untuk memilih dan mencari sumber informasi yang sesuai dengan kebutuhannya. Selain perpustakaan sebagai salah satu sumber informasi yang tersedia di lingkungan perguruan tinggi, merambahnya teknologi informasi dalam kehidupan sehari-hari menimbulkan luapan informasi dalam bentuk elektronik. Perkembangan teknologi yang sangat pesat memberikan efek terjadinya perubahan dalam bentuk ataupun media penyajian informasi, yaitu adanya perubahan bentuk penyajian informasi dalam bentuk media tercetak menjadi informasi yang disajikan dalam media elektronik yang tersedia secara online melalui internet. Dewasa ini, berkembang teknologi internet yang menyediakan informasi dalam bentuk elektronik yang memberikan kemudahan pada temu-kembali 1
berbagai ilmu pengetahuan dari sumber kepada pengguna. Melalui internet mahasiswa dapat mengakses berbagai literatur dan referensi ilmu pengetahuan yang dibutuhkan dengan cepat, sehingga dapat memudahkan mahasiswa dalam menemukan informasi yang dibutuhkan dalam proses kegiatan belajarnya. Sumber daya informasi di perpustakaan berbasis kertas (tercetak) yang selama ini merupakan primadona perpustakaan ditantang oleh sumber informasi yang sudah banyak tersedia dalam format elektronik yang memberikan cara berbeda dalam memenuhi kebutuhan informasi setiap orang dan kemudahan dalam penyimpanan dan penemuan kembali informasi yang dibutuhkan. Perbedaaan bentuk dan sumber informasi ini juga mempengaruhi sikap pengguna dalam mencari dan memanfaatkan sumber informasi (Hasugian 2008, 12). Menurut Oblinger dan Oblinger yang dikutip dalam Kumalawati (2014, 85) digital natives adalah mereka yang mengakses teknologi jejaring digital serta memiliki keterampilan dan pengetahuan teknologi. Digital Natives tumbuh dalam tingginya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sehingga sebagian besar kegiatannya tidak dapat lepas dari penggunaan komputer dan internet. Digital natives mengganggap perangkat komunikasi sebagai bagian integral dari kehidupannya. Mereka sangat menyukai segala sesuatu yang dapat diperoleh dengan mudah dan cepat. Wulandari melalui artikelnya yang berjudul Layanan Perpustakaan Perguruan Tinggi yang dikutip dalam Kumalawati (2014, 86) mengemukakan bahwa digital natives memiliki kebiasaan dan karakteristik yang berbeda dengan generasi sebelumnya khususnya dalam cara belajar dan melakukan penelusuran 2
informasi sehingga membuat keberadaan perpustakaan sebagai sumber informasi tidak lagi mendominasi saat generasi ini membutuhkan informasi. Mereka yang terlahir dari tahun 1994 sampai dengan sekarang dapat dikatakan sebagai digital natives. Mereka dibesarkan dalam dominasi penggunaan teknologi informasi. Generasi ini sering juga disebut dengan istilah internet generation atau net generation. Generasi ini disebut dengan net generation untuk mempresentasikan generasi yang lahir di tengah pertumbuhan komputer dan internet yang sangat pesat (Wulandari 2011, 1). Digital Natives lebih mengutamakan kecepatan. Hal ini dikarenakan mereka hidup di era internet, dimana komunikasi dapat dengan cepat dilakukan dan informasi sangat cepat tersebar, akibatnya mereka cenderung untuk melakukan segala hal dan menginginkan sesuatu dengan cepat. Digital Natives tidak menyukai segala sesuatu yang konvensional dan standar. Sehingga mereka dapat dengan mudah menemukan informasi yang dibutuhkan melalui internet. Namun, tidak semua informasi yang diperoleh melalui internet dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Mereka lebih banyak mengisi kehidupan dengan penggunaan komputer, video games, digital music players, video cams, cell phone dan berbagai macam perangkat permainan yang diproduksi di abad digital. Digital natives sudah terkondisikan dengan lingkungan seperti itu dan mengganggap teknologi digital sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupannya (Prensky, 2001). Dari pengertian digital natives di atas, mahasiswa Program Studi Ilmu Perpustakaan (PSIP) USU program S1juga dapat digolongkan sebagai digital 3
natives. Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan oleh penulis mahasiswa PSIP program S1 yang dapat digolongkan sebagi digital natives sebanyak 315 orang yaitu angkatan 2012-2014. Dalam proses belajarnya mahasiswa PSIP mencari dan menemukan informasi untuk mendukung kegiatan perkuliahan dan membantu menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen. Berdasarkan pengertian digital natives di atas, mereka sudah seharusnya menggunakan dan memanfaatkan bahan elektronik dalam memenuhi kebutuhan informasinya. Namun kenyataanya, mahasiswa PSIP yang dikategorikan sebagai digital natives masih menggunakan dan memanfaatkan informasi yang dikemas dalam bentuk konvensional (bahan tercetak) untuk memenuhi kebutuhan informasi dalam kegiatan belajarnya. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik dan ingin melihat perbandingan pemanfaatan bahan tercetak dan elektronik oleh mahasiswa yang dikategorikan sebagai digital natives pada Program Studi Ilmu Perpustakaan (PSIP) Universitas Sumatera Utara. Untuk mengetahui lebih jauh tentang hal tersebut, maka penulis melakukan penelitian dengan judul Perbandingan Pemanfaatan Bahan Tercetak dan Elektronik oleh Digital Natives (Studi Kasus pada Mahasiswa Program Studi Ilmu Perpustakaan Universitas Sumatera Uara). 1.2 Rumusan Masalah Berawal dari latar belakang masalah yang sudah dikemukakan, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah perbandingan pemanfaatan bahan tercetak dan elektronik oleh mahasiswa yang dikategorikan 4
sebagai digital natives pada Program Studi Ilmu Perpustakaan Universitas Sumatera Utara (USU)? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan pemanfaatan bahan tercetak dan elektronik oleh mahasiswa yang dikategorikan sebagai digital natives pada Program Studi Ilmu Perpustakaan (USU). 1.4 Manfaat Penelitian Suatu penelitian di harapkan dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan pada umumnya dan juga bermanfaat bagi pembaca. Penelitian ini bermanfaat bagi: 1. Mahasiswa Program Studi Ilmu Perpustakaan yang dikategorikan sebagai digital natives, sebagai bahan masukan agar mereka memanfaatkan bahan elektronik dalam memenuhi kebutuhan informasinya. 2. Peneliti, dapat dijadikan sebagai bahan acuan oleh peneliti lain yang akan melakukan penelitian dengan topik yang berkaitan di masa mendatang. 3. Penulis, penelitian ini dapat menambah wawasan dalam bidang ilmu perpustakaan. 5
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada pemanfaatan bahan tercetak dan elektronik oleh mahasiswa PSIP USU yang hanya dikategorikan sebagai digital natives yang meliputi frekuensi pemanfaatan, tujuan pemanfaatan, kemampuan pengguna, dan cara pemanfaatan. 6