BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Responden. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April - Mei 2015 di SMA N 4 Purworejo dengan mendapatkan ijin dari kepala sekolah dan dinas pendidikan setempat untuk melaksanakan penelitian. Siswa-siswi kelas X SMA N 4 Purworejo yang terdaftar berjumlah 192 siswa, sedangkan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini sebanyak 149 siswa. Subyek dalam penelitian yang mengalami akne vulgaris 62 orang atau proporsinya 41,6% dan yang tidak mengalami akne vulgaris 87 orang atau 58,4%. 1. Karakteristik Subyek Penelitian Tabel 3. Distribusi umur subyek penelitian. Umur (tahun) Akne (+) (%) Akne (-) (%) Total (%) 14 2 (1,34%) 3 (2,01%) 15 23 (15,4%) 40 (26,84%) 63 (42,28%) 16 32 (21,47%) 45 (30,20%) 77 (51,67%) 17 3 (2,01%) 4 (2,68%) 18 0 (0%) 19 0 (0%) Total 62 (41,61%) 87 (58,38%) 149 (100%)
34 Tabel 4. Distribusi subyek penelitian yang mengalami akne vulgaris berdasarkan jenis kelamin. Jenis kelamin Jumlah Persentase (%) perempuan laki-laki 35 27 56.5 43.5 Total 62 100.0 Dari tabel 3 didapatkan bahwa umur responden antara usia 14-19 tahun dan umur responden yang terbanyak adalah 16 tahun yaitu sebanyak 77 orang. Rerata umur subyek penelitian ini adalah 15,6 tahun. Hal ini sesuai dengan umur subyek penelitian yang diharapkan dalam penelitian ini. Umur subyek penelitian yang mengalami akne vulgaris yang termuda adalah 14 tahun dan yang tertua adalah 19 tahun. Subyek penelitian yang mengalami akne vulgaris paling banyak berumur 16 tahun yaitu sebanyak 32 subyek dan rata-rata umur subyek yang terkena akne vulgaris adalah 15,6 tahun. Tabel 4 menggambarkan distribusi akne berdasarkan jenis kelamin. 56,5% atau 35 subyek yang mengalami akne vulgaris adalah perempuan dan 43,5% atau 27 subyek adalah laki-laki. 2. Distribusi data berdasarkan tingkat keparahan Hasil dari penelitian ini didapatkan derajat akne yang terbanyak adalah akne derajat ringan yaitu 41 subyek (66, 1 %), 21 (33,9%) subyek mengalami akne derajat sedang, dan tidak ada yang mengalami akne derajat berat. Tabel 5. Distribusi subyek berdasarkan tingkat keparahan akne. Gradasi Laki-laki(%) Perempuan (%) Total (%) Ringan Sedang Berat 18 (29,03%) 9 (14,50%) 0 (0,00%) 23 (37,09%) 12 (19,30%) 0 (0,00%) 41(66,1%) 21(33,9%) 0 (0,00%) Total 27 (43,60%) 35 (56,40%) 62 (100%)
35 3. Distribusi data kuantitas dan kualitas tidur subyek penelitian Tabel 6. Distribusi subyek berdasarkan kuantitas dan kualitas tidur Tidur Frekuensi Persentase Kuantitas tidur Cukup 99 66,4% Kurang 50 33,6% Total 149 100% Kualitas tidur Baik 79 53,0% Buruk 70 47,0% Total 149 100% Penelitian ini membagi variabel kuantitas tidur menjadi dua kelompok yaitu kuantitas tidur cukup ( 7 jam) dan kuantitas tidur kurang (<7 jam). Hasil dari penelitian mendapatkan 99 (66,4%) subyek penelitian memiliki kuantitas tidur yang cukup dan hanya 50 (33,6%) subyek penelitian yang mengalami kurang tidur. Kualitas tidur dalam penelitian ini dinilai menggunakan kuesioner PSQI. Kualitas tidur yang baik apabila skor PSQI 5 dan kualitas tidur yang buruk apabila skor PSQI >5. Hasil dari penelitian ini 79 (53%) subyek memiliki kualitas tidur yang baik dan 70 (47%) subyek penelitian mengalami kualitas tidur yang buruk. 4.1.2 Analisis Hubungan Kuantitas dan Kualitas Tidur dengan Kejadian dan Tingkat Keparahan Akne Vulgaris Tabel 7. Tabel hubungan kuantitas tidur dengan kejadian akne vulgaris Variabel Akne vulgaris Nilai p ada tidak Kuantitas Cukup Tidur 33 66 0,004 Tidur ( 7 jam) Kurang Tidur 29 21 (<7) Total 62 87
36 Tabel 8. Tabel hubungan kualitas tidur dengan kejadian akne vulgaris Akne vulgaris Nilai p Variabel ada tidak Kualitas Baik 30 49 0,339 Tidur Buruk 32 38 Total 62 87 Tabel 9. Tabel hubungan kuantitas tidur dengan derajat keparahan akne vulgaris Derajat Akne vulgaris Nilai p Kuantitas tidur Ringan sedang berat Cukup tidur 24 9 0 0,242 (>7 jam) Kurang tidur 17 12 0 (<7 jam) Total 41 21 0 Tabel 10. Tabel hubungan kualitas tidur dengan derajat keparahan akne vulgaris Derajat Akne vulgaris Nilai p Kualitas tidur Ringan Sedang Berat Baik 22 8 0 0,246 Buruk 19 13 0 Total 41 21 0
37 Tabel 11. Tabel hubungan waktu tidur malam dengan kejadian akne vulgaris Waktu tidur malam Kejadian akne Nilai p ada tidak 0,277 <22.00 22.00 46 71 16 16 Total 62 87 Untuk mengetahui hubungan kuantitas dan kualitas tidur dengan kejadian dan derajat keparahan akne vulgaris dilakukan analisis menggunakan uji Chi-Square (Syarat uji chi-square terpenuhi yaitu nilai expected >5). Penelitian ini mendapatkan hasil hubungan yang bermakna secara statistik antara hubungan kuantitas tidur dengan kejadian akne vulgaris dengan nilai p 0,004 (p<0,05), namun pada hubungan kuantitas tidur dengan derajat keparahan akne vulgaris tidak ada hubungan yang bermakna karena nilai p 0,242. Hasil uji chi-square pada tabel 8 untuk mengetahui hubungan kualitas tidur dengan kejadian akne vulgaris menunjukkan nilai p 0,339 (p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna. Hasil uji chi-square pada tabel 10 untuk mengetahui hubungan kualitas tidur dengan derajat keparahan akne vulgaris menunjukkan nilai p 0,246 (p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel bebas dan variabel terikat.tabel 11 untuk mengetahui hubungan waktu tidur malam dengan kejadian akne vulgaris menunjukkan nilai p 0,277 (p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara waktu tidur malam dengan kejadian akne vulgaris. 4.2 Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan kuantitas dan kualitas tidur dengan kejadian dan derajat keparahan akne vulgaris pada siswa siswi
38 kelas X SMA N 4 Purworejo. Subyek pada penelitian ini memiliki rentang umur 14-19 tahun, hal ini sedikit berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Haq (2013) yang menyatakan rata-rata umur anak SMA adalah 15-19 tahun. Umur subyek penelitian yang mengalami akne vulgaris paling banyak terjadi pada umur 16 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Suryadi (2009) yang menyatakan prevalensi akne vulgaris tertinggi pada usia 15-16 tahun, sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Pujiastuti (2012) dan Astuti (2011) menyatakan bahwa kejadian akne tertinggi terjadi pada umur 17 tahun. Subyek penelitian yang mengalami akne vulgaris yang termuda berumur 14 tahun dan yang tertua berumur 19 tahun. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2011) yang mendapatkan prevalensi siswa SMA yang terkena akne vulgaris berumur 15-17 tahun. Akne vulgaris mulai muncul ketika masa pubertas terjadi, dimana kelenjar adrenal mulai menghasilkan DHEA dalam jumlah besar. DHEA ini akan merangsang produksi sebum yang bersifat komedogenik (Bakry et al..,2014). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa subyek dengan jenis kelamin perempuan memiliki presentase yang lebih banyak menderita akne vulgaris jika dibandingkan dengan laki-laki, penelitian ini memiliki hasil yang sesuai dengan penelitian Kusumoningtyas (2012) yang mendapatkan hasil 53% subyek penelitian yang mengalami akne vulgaris adalah perempuan dan 47% adalah laki-laki. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa laki-laki yang mengalami akne vulgaris terjadi pada rentang umur 15-19 tahun dan pada perempuan umur 14-17 tahun. Hal ini sesuai dengan kepustakaan dari Wasitaatmadja (2010) yang menyatakan pada perempuan akne vulgaris biasa terjadi pada umur 14-17 tahun dan pada pria terjadi pada usia 16-19 tahun. Perempuan yang mengalami akne vulgaris dapat menetap sampai umur 30 tahun, sedangkan pada laki-laki akne vulgaris akan lebih cepat berkurang meskipun gejala akne vulgaris pada laki-laki lebih berat. Uji chi-square pada tabel 7 menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara kuantitas tidur dengan kejadian akne vulgaris karena memiliki nilai p <0,05 (p=0,004). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Wijaya (2011) yang
39 mendapatkan hubungan yang signifikan secara statistik antara pola tidur yang buruk (durasi tidur dan cahaya lampu) dengan kejadian akne vulgaris. Namun, hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Goklas (2010) yang menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara kuantitas tidur dengan kejadian akne vulgaris. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kuantitas tidur memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian akne vulgaris pada siswa siswi kelas X SMAN 4 Purworejo sesuai dengan hipotesis. Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat penting bagi kehidupan (WHO, 2004). Berkurangnya waktu tidur akan berpengaruh terhadap perubahan hormonal yang dapat menginduksi stress (Choi et al., 2005). Kurang tidur dapat menurunkan hormon kortisol, yang berperan dalam menginduksi stress (Vgontzas et al., 2004). Stress akan memicu hipotalamus memproduksi corticotropin releasing hormon. Corticotoprin releasing hormon akan dideteksi oleh glandula sebasea dan terjadi peningkatan sebum yang bersifat komedogenik (Misery et al., 2015). Stress juga akan merangsang hipotalamus yang menyebabkan peningkatan hormon androgen. Hormon androgen akan merangsang produksi kelenjar sebasea. Produksi sebum yang berlebihan bersifat komedogenik dan menyebabkan peradangan pada akne vulgaris (Hodgson, 2006). Kurang tidur juga dapat menyebabkan peningkatan saraf simpatis dan peradangan. Orang yang kurang tidur akan lebih cenderung menggaruk saat tidur, yang sebanding dengan tingkat keseluruhan aktivitas saraf simpatis selama tahapan tidur, biasanya terjadi paling sering selama NREM tahap 1 dan 2 dan fase REM (Gupta et al., 2013). Tindakan mekanik seperti menggosok dan menggaruk akan memperparah akne vulgaris terutama dikarenakan infeksi sekunder (Suryadi, 2008). Tabel 9 menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kuantitas tidur dengan derajat keparahan akne vulgaris karena dari uji statistik didapatkan nilai p>0,05 (p=0,242). Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pujiastuti (2012) yang menyatakan tidak terdapat hubungan yang
40 bermakna antara waktu tidur malam dengan derajat keparahan akne vulgaris, sedangkan hasil uji chi-square pada tabel 11 menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara waktu tidur malam dengan kejadian akne vulgaris, hal ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pujiastuti (2012) yang menyatakan waktu tidur malam merupakan faktor resiko akne vulgaris. Dalam penelitian ini didapatkan hasil hubungan yang tidak bermakna antara kualitas tidur dengan kejadian akne vulgaris karena didapatkan nilai p>0,05. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Goklas (2010) yang menyatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas tidur dengan kejadian akne vulgaris. Tabel uji chi-square pada tabel 10 untuk mengetahui hubungan kualitas tidur dengan keparahan akne vulgaris memiliki nilai p=0,246, sehingga secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kualitas tidur dengan keparahan akne vulgaris. Namun, hingga saat ini belum terdapat penelitian yang benar-benar sama, dikarenakan penilitian tentang akne vulgaris masih sangat minim. Hubungan kualitas tidur dengan kejadian akne vulgaris tidak bermakna signifikan. Faktor yang mempengaruhi antara lain penilaian kualitas tidur menggunakan kuesioner sehingga bersifat subjektif sehingga mempengaruhi hasil data. Kuantitas dan kualitas tidur tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan derajat keparahan akne vulgaris. Beberapa faktor berpengaruh terhadap derajat keparahan akne vulgaris namun tidak dapat dikontrol dalam penelitian ini. Faktor manipulasi akne dengan menggaruk atau memencet akne dapat memperparah akne vulgaris (Suryadi, 2009). Faktor lainnya yang dapat memperparah akne vulgaris adalah diet. Merokok juga diduga berpengaruh dalam keparahan akne vulgaris (Suh et al., 2011). Kelebihan dari penelitian ini ialah mengontrol beberapa faktor pengganggu antara lain penggunaan kosmetik dan gangguan hormon subyek penelitian dengan memasukkannya ke dalam kriteria eksklusi. Sinar UV dihomogenisasi dengan kriteria inklusi yaitu berdomisili di Kabupaten Purworejo. Kekurangan dalam penelitian ini
41 adalah beberapa variabel pengganggu tidak dapat di kontrol yaitu genetik, stress, dan diet. Penelitian ini menggunakan metode penelitian cross sectional sehingga lemah untuk menentukan hubungan sebab akibat, namun dapat digunakan untuk hipotesis pada penelitian kohort. Penelitian ini juga memiliki beberapa keterbatasan diantaranya yaitu dalam menilai derajat keparahan akne vulgaris tidak dilakukan pemeriksaan fisik langsung oleh dokter spesialis kulit dan kelamin. Penilaian derajat keparahan akne vulgaris menggunakan foto sehingga kualitas foto sangat berpengaruh terhadap penilaian dan diagnosis hanya dilakukan hanya pada satu lokasi predileksi yaitu di muka.