BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN KUANTITAS DAN KUALITAS TIDUR DENGAN KEJADIAN AKNE VULGARIS PADA SISWA SISWI KELAS X SMA N 4 PURWOREJO. Naskah Publikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. papul, pustul, nodul dan kista di area predileksinya yang biasanya pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Sebaran usia mahasiswi yang menggunakan kosmetik

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitik, yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. jerawat atau akne (Yuindartanto, 2009). Akne vulgaris merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. punggung bagian atas. Jerawat terjadi karena pori-pori kulit. terbuka dan tersumbat dengan minyak, sel-sel kulit mati, infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Jerawat atau akne adalah mesalah kulit berupa infeksi dan peradangan

BAB I PENDAHULUAN. pleomorfik, komedo, papul, pustul, dan nodul. (Zaenglein dkk, 2008).

HUBUNGAN TIDUR LARUT MALAM TERHADAP TIMBULNYA AKNE VULGARIS PADA MAHASANTRI PUTRA PESANTREN INTERNATIONAL K.H MAS MANSUR UMS 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. polisebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Wanita dan kosmetik adalah dua hal yang saling berkaitan. Kosmetik

METODE PENELITIAN. observasional dengan pendekatan cross sectional yaitu suatu penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Akne atau jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup waktu penelitian adalah Oktober November 2014.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. perhatian utama, khususnya pada remaja. Acne Vulgaris atau yang disebut

BAB V PEMBAHASAN. Fakultas Kedokteran UNS angkatan 2013 pada Desember Dari 150

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit kulit yang melibatkan unit pilosebasea ditandai. Indonesia, menurut catatan Kelompok Studi Dermatologi Kosmetika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Akne vulgaris (jerawat) merupakan penyakit. peradangan kronis pada unit pilosebaseus yang sering

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TERHADAP TINDAKAN PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN DIARE DI POSYANDU GONILAN KARTASURA SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN. analitik dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian yang hanya dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Akne vulgaris atau lebih dikenal dengan jerawat, adalah penyakit self-limited yang menyerang unit

commit to user BAB V PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. observasional analitik dengan desain cross sectional study dimana pengukuran

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. timbulnya ciri-ciri kelamin sekunder, dan berakhir jika sudah ada kemampuan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Akne vulgaris adalah suatu penyakit yang. dialami oleh hampir semua remaja dan orang dewasa

BAB III METODE PENELITIAN. kualitatif dengan rancangan cross-sectional atau potong lintang. Bertujuan

BAB IV METODE PENILITIAN. Ilmu Penyakit Dalam, Ilmu Penyakit Saraf, dan Ilmu Penyakit Jiwa.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA AKNE VULGARIS PADA AWAL PUBERTAS REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI 4 LAPPARIAJA KABUPATEN BONE KARTIKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut. 1 Stres normal merupakan. sehingga timbul perubahan patologis bagi penderitanya.

Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea dengan

HUBUNGAN ANTARA JERAWAT (AKNE VULGARIS) DENGAN CITRA DIRI PADA REMAJA

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kecemasan merupakan reaksi terhadap stres yang. dialami sehari-hari (Ebert et al., 2000). Prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. dan masa dewasa, berlangsung antara usia 12 sampai 24 tahun (WHO,

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan di Puskesmas Wonosari pada bulan September-Oktober 2016.

BAB III METODE PENELITIAN

Efektiitas Terapi Musik Klasik Untuk Mengurangi Kecemasan Pada Ibu Bersalin Seksio Sesarea Di RSUD dr.pirngadi Medan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. tubuh baik dari segi fisik maupun dari segi hormonal. Salah satu. perkembangan tersebut adalah perkembangan hormone Gonadotropin

BAB I PENDAHULUAN. Masa menopause merupakan suatu transisidimana ditandai. perubahan siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian adalah metode observasional analitik dengan pendekatan

METODE PENELITIAN. pendekatan cross sectional, yaitu pengukuran variabel-variabelnya

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

19

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik dengan pendekatan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober tahun 2014.

jenis penelitian deskriptif analitik dengan rancangan penelitian cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui gambaran profil penderita

BAB V PEMBAHASAN. 25 orang (39.1%) yang mengalami jerawat berat. Hasil observasi yang

BAB I PENDAHULUAN. dan 2011 yang memenuhi kriteria inklusi, dismenorea adalah salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kecamatan Semarang Utara. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2016 sampai Juni 2016.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik komparatif dengan pendekatan

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. desain penelitian case control, yaitu penelitian dengan cara membandingkan

BAB III METODE PENELITIAN. antar variabel dimana dalam hal ini variabel penelitian adalah shift kerja dan

I. PENDAHULUAN. World Health Organization Quality of Life (WHOQOL) mendefinisikan

HUBUNGAN ANTARA DIABETES MELITUS DENGAN ANDROPAUSE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit yang berkaitan dengan faktor penuaanpun meningkat, seiring

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mopuya, Kecamatan Bulawa, Kabupaten Bone Bolango. Waktu penelitian ini dilaksanakan selama 1 minggu pada bulan mei dari

KORELASI PERILAKU MEROKOK DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN BANJARBARU

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN

Transkripsi:

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Responden. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April - Mei 2015 di SMA N 4 Purworejo dengan mendapatkan ijin dari kepala sekolah dan dinas pendidikan setempat untuk melaksanakan penelitian. Siswa-siswi kelas X SMA N 4 Purworejo yang terdaftar berjumlah 192 siswa, sedangkan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini sebanyak 149 siswa. Subyek dalam penelitian yang mengalami akne vulgaris 62 orang atau proporsinya 41,6% dan yang tidak mengalami akne vulgaris 87 orang atau 58,4%. 1. Karakteristik Subyek Penelitian Tabel 3. Distribusi umur subyek penelitian. Umur (tahun) Akne (+) (%) Akne (-) (%) Total (%) 14 2 (1,34%) 3 (2,01%) 15 23 (15,4%) 40 (26,84%) 63 (42,28%) 16 32 (21,47%) 45 (30,20%) 77 (51,67%) 17 3 (2,01%) 4 (2,68%) 18 0 (0%) 19 0 (0%) Total 62 (41,61%) 87 (58,38%) 149 (100%)

34 Tabel 4. Distribusi subyek penelitian yang mengalami akne vulgaris berdasarkan jenis kelamin. Jenis kelamin Jumlah Persentase (%) perempuan laki-laki 35 27 56.5 43.5 Total 62 100.0 Dari tabel 3 didapatkan bahwa umur responden antara usia 14-19 tahun dan umur responden yang terbanyak adalah 16 tahun yaitu sebanyak 77 orang. Rerata umur subyek penelitian ini adalah 15,6 tahun. Hal ini sesuai dengan umur subyek penelitian yang diharapkan dalam penelitian ini. Umur subyek penelitian yang mengalami akne vulgaris yang termuda adalah 14 tahun dan yang tertua adalah 19 tahun. Subyek penelitian yang mengalami akne vulgaris paling banyak berumur 16 tahun yaitu sebanyak 32 subyek dan rata-rata umur subyek yang terkena akne vulgaris adalah 15,6 tahun. Tabel 4 menggambarkan distribusi akne berdasarkan jenis kelamin. 56,5% atau 35 subyek yang mengalami akne vulgaris adalah perempuan dan 43,5% atau 27 subyek adalah laki-laki. 2. Distribusi data berdasarkan tingkat keparahan Hasil dari penelitian ini didapatkan derajat akne yang terbanyak adalah akne derajat ringan yaitu 41 subyek (66, 1 %), 21 (33,9%) subyek mengalami akne derajat sedang, dan tidak ada yang mengalami akne derajat berat. Tabel 5. Distribusi subyek berdasarkan tingkat keparahan akne. Gradasi Laki-laki(%) Perempuan (%) Total (%) Ringan Sedang Berat 18 (29,03%) 9 (14,50%) 0 (0,00%) 23 (37,09%) 12 (19,30%) 0 (0,00%) 41(66,1%) 21(33,9%) 0 (0,00%) Total 27 (43,60%) 35 (56,40%) 62 (100%)

35 3. Distribusi data kuantitas dan kualitas tidur subyek penelitian Tabel 6. Distribusi subyek berdasarkan kuantitas dan kualitas tidur Tidur Frekuensi Persentase Kuantitas tidur Cukup 99 66,4% Kurang 50 33,6% Total 149 100% Kualitas tidur Baik 79 53,0% Buruk 70 47,0% Total 149 100% Penelitian ini membagi variabel kuantitas tidur menjadi dua kelompok yaitu kuantitas tidur cukup ( 7 jam) dan kuantitas tidur kurang (<7 jam). Hasil dari penelitian mendapatkan 99 (66,4%) subyek penelitian memiliki kuantitas tidur yang cukup dan hanya 50 (33,6%) subyek penelitian yang mengalami kurang tidur. Kualitas tidur dalam penelitian ini dinilai menggunakan kuesioner PSQI. Kualitas tidur yang baik apabila skor PSQI 5 dan kualitas tidur yang buruk apabila skor PSQI >5. Hasil dari penelitian ini 79 (53%) subyek memiliki kualitas tidur yang baik dan 70 (47%) subyek penelitian mengalami kualitas tidur yang buruk. 4.1.2 Analisis Hubungan Kuantitas dan Kualitas Tidur dengan Kejadian dan Tingkat Keparahan Akne Vulgaris Tabel 7. Tabel hubungan kuantitas tidur dengan kejadian akne vulgaris Variabel Akne vulgaris Nilai p ada tidak Kuantitas Cukup Tidur 33 66 0,004 Tidur ( 7 jam) Kurang Tidur 29 21 (<7) Total 62 87

36 Tabel 8. Tabel hubungan kualitas tidur dengan kejadian akne vulgaris Akne vulgaris Nilai p Variabel ada tidak Kualitas Baik 30 49 0,339 Tidur Buruk 32 38 Total 62 87 Tabel 9. Tabel hubungan kuantitas tidur dengan derajat keparahan akne vulgaris Derajat Akne vulgaris Nilai p Kuantitas tidur Ringan sedang berat Cukup tidur 24 9 0 0,242 (>7 jam) Kurang tidur 17 12 0 (<7 jam) Total 41 21 0 Tabel 10. Tabel hubungan kualitas tidur dengan derajat keparahan akne vulgaris Derajat Akne vulgaris Nilai p Kualitas tidur Ringan Sedang Berat Baik 22 8 0 0,246 Buruk 19 13 0 Total 41 21 0

37 Tabel 11. Tabel hubungan waktu tidur malam dengan kejadian akne vulgaris Waktu tidur malam Kejadian akne Nilai p ada tidak 0,277 <22.00 22.00 46 71 16 16 Total 62 87 Untuk mengetahui hubungan kuantitas dan kualitas tidur dengan kejadian dan derajat keparahan akne vulgaris dilakukan analisis menggunakan uji Chi-Square (Syarat uji chi-square terpenuhi yaitu nilai expected >5). Penelitian ini mendapatkan hasil hubungan yang bermakna secara statistik antara hubungan kuantitas tidur dengan kejadian akne vulgaris dengan nilai p 0,004 (p<0,05), namun pada hubungan kuantitas tidur dengan derajat keparahan akne vulgaris tidak ada hubungan yang bermakna karena nilai p 0,242. Hasil uji chi-square pada tabel 8 untuk mengetahui hubungan kualitas tidur dengan kejadian akne vulgaris menunjukkan nilai p 0,339 (p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna. Hasil uji chi-square pada tabel 10 untuk mengetahui hubungan kualitas tidur dengan derajat keparahan akne vulgaris menunjukkan nilai p 0,246 (p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel bebas dan variabel terikat.tabel 11 untuk mengetahui hubungan waktu tidur malam dengan kejadian akne vulgaris menunjukkan nilai p 0,277 (p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara waktu tidur malam dengan kejadian akne vulgaris. 4.2 Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan kuantitas dan kualitas tidur dengan kejadian dan derajat keparahan akne vulgaris pada siswa siswi

38 kelas X SMA N 4 Purworejo. Subyek pada penelitian ini memiliki rentang umur 14-19 tahun, hal ini sedikit berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Haq (2013) yang menyatakan rata-rata umur anak SMA adalah 15-19 tahun. Umur subyek penelitian yang mengalami akne vulgaris paling banyak terjadi pada umur 16 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Suryadi (2009) yang menyatakan prevalensi akne vulgaris tertinggi pada usia 15-16 tahun, sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Pujiastuti (2012) dan Astuti (2011) menyatakan bahwa kejadian akne tertinggi terjadi pada umur 17 tahun. Subyek penelitian yang mengalami akne vulgaris yang termuda berumur 14 tahun dan yang tertua berumur 19 tahun. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2011) yang mendapatkan prevalensi siswa SMA yang terkena akne vulgaris berumur 15-17 tahun. Akne vulgaris mulai muncul ketika masa pubertas terjadi, dimana kelenjar adrenal mulai menghasilkan DHEA dalam jumlah besar. DHEA ini akan merangsang produksi sebum yang bersifat komedogenik (Bakry et al..,2014). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa subyek dengan jenis kelamin perempuan memiliki presentase yang lebih banyak menderita akne vulgaris jika dibandingkan dengan laki-laki, penelitian ini memiliki hasil yang sesuai dengan penelitian Kusumoningtyas (2012) yang mendapatkan hasil 53% subyek penelitian yang mengalami akne vulgaris adalah perempuan dan 47% adalah laki-laki. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa laki-laki yang mengalami akne vulgaris terjadi pada rentang umur 15-19 tahun dan pada perempuan umur 14-17 tahun. Hal ini sesuai dengan kepustakaan dari Wasitaatmadja (2010) yang menyatakan pada perempuan akne vulgaris biasa terjadi pada umur 14-17 tahun dan pada pria terjadi pada usia 16-19 tahun. Perempuan yang mengalami akne vulgaris dapat menetap sampai umur 30 tahun, sedangkan pada laki-laki akne vulgaris akan lebih cepat berkurang meskipun gejala akne vulgaris pada laki-laki lebih berat. Uji chi-square pada tabel 7 menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara kuantitas tidur dengan kejadian akne vulgaris karena memiliki nilai p <0,05 (p=0,004). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Wijaya (2011) yang

39 mendapatkan hubungan yang signifikan secara statistik antara pola tidur yang buruk (durasi tidur dan cahaya lampu) dengan kejadian akne vulgaris. Namun, hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Goklas (2010) yang menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara kuantitas tidur dengan kejadian akne vulgaris. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kuantitas tidur memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian akne vulgaris pada siswa siswi kelas X SMAN 4 Purworejo sesuai dengan hipotesis. Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat penting bagi kehidupan (WHO, 2004). Berkurangnya waktu tidur akan berpengaruh terhadap perubahan hormonal yang dapat menginduksi stress (Choi et al., 2005). Kurang tidur dapat menurunkan hormon kortisol, yang berperan dalam menginduksi stress (Vgontzas et al., 2004). Stress akan memicu hipotalamus memproduksi corticotropin releasing hormon. Corticotoprin releasing hormon akan dideteksi oleh glandula sebasea dan terjadi peningkatan sebum yang bersifat komedogenik (Misery et al., 2015). Stress juga akan merangsang hipotalamus yang menyebabkan peningkatan hormon androgen. Hormon androgen akan merangsang produksi kelenjar sebasea. Produksi sebum yang berlebihan bersifat komedogenik dan menyebabkan peradangan pada akne vulgaris (Hodgson, 2006). Kurang tidur juga dapat menyebabkan peningkatan saraf simpatis dan peradangan. Orang yang kurang tidur akan lebih cenderung menggaruk saat tidur, yang sebanding dengan tingkat keseluruhan aktivitas saraf simpatis selama tahapan tidur, biasanya terjadi paling sering selama NREM tahap 1 dan 2 dan fase REM (Gupta et al., 2013). Tindakan mekanik seperti menggosok dan menggaruk akan memperparah akne vulgaris terutama dikarenakan infeksi sekunder (Suryadi, 2008). Tabel 9 menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kuantitas tidur dengan derajat keparahan akne vulgaris karena dari uji statistik didapatkan nilai p>0,05 (p=0,242). Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pujiastuti (2012) yang menyatakan tidak terdapat hubungan yang

40 bermakna antara waktu tidur malam dengan derajat keparahan akne vulgaris, sedangkan hasil uji chi-square pada tabel 11 menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara waktu tidur malam dengan kejadian akne vulgaris, hal ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pujiastuti (2012) yang menyatakan waktu tidur malam merupakan faktor resiko akne vulgaris. Dalam penelitian ini didapatkan hasil hubungan yang tidak bermakna antara kualitas tidur dengan kejadian akne vulgaris karena didapatkan nilai p>0,05. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Goklas (2010) yang menyatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas tidur dengan kejadian akne vulgaris. Tabel uji chi-square pada tabel 10 untuk mengetahui hubungan kualitas tidur dengan keparahan akne vulgaris memiliki nilai p=0,246, sehingga secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kualitas tidur dengan keparahan akne vulgaris. Namun, hingga saat ini belum terdapat penelitian yang benar-benar sama, dikarenakan penilitian tentang akne vulgaris masih sangat minim. Hubungan kualitas tidur dengan kejadian akne vulgaris tidak bermakna signifikan. Faktor yang mempengaruhi antara lain penilaian kualitas tidur menggunakan kuesioner sehingga bersifat subjektif sehingga mempengaruhi hasil data. Kuantitas dan kualitas tidur tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan derajat keparahan akne vulgaris. Beberapa faktor berpengaruh terhadap derajat keparahan akne vulgaris namun tidak dapat dikontrol dalam penelitian ini. Faktor manipulasi akne dengan menggaruk atau memencet akne dapat memperparah akne vulgaris (Suryadi, 2009). Faktor lainnya yang dapat memperparah akne vulgaris adalah diet. Merokok juga diduga berpengaruh dalam keparahan akne vulgaris (Suh et al., 2011). Kelebihan dari penelitian ini ialah mengontrol beberapa faktor pengganggu antara lain penggunaan kosmetik dan gangguan hormon subyek penelitian dengan memasukkannya ke dalam kriteria eksklusi. Sinar UV dihomogenisasi dengan kriteria inklusi yaitu berdomisili di Kabupaten Purworejo. Kekurangan dalam penelitian ini

41 adalah beberapa variabel pengganggu tidak dapat di kontrol yaitu genetik, stress, dan diet. Penelitian ini menggunakan metode penelitian cross sectional sehingga lemah untuk menentukan hubungan sebab akibat, namun dapat digunakan untuk hipotesis pada penelitian kohort. Penelitian ini juga memiliki beberapa keterbatasan diantaranya yaitu dalam menilai derajat keparahan akne vulgaris tidak dilakukan pemeriksaan fisik langsung oleh dokter spesialis kulit dan kelamin. Penilaian derajat keparahan akne vulgaris menggunakan foto sehingga kualitas foto sangat berpengaruh terhadap penilaian dan diagnosis hanya dilakukan hanya pada satu lokasi predileksi yaitu di muka.