BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Harga komoditi Crude Palm Oil (CPO) ditentukan oleh kekuatan supply dan demand pasar dunia, harga ini memiliki resiko berubah seiring dengan tekanan kekuatan pasar. Perubahan kekuatan pasar dalam jangka pendek dapat mendorong perubahan harga yang tajam sehingga menciptakan volatilitas harga. Suatu resiko perubahan harga penting untuk disikapi dengan cermat oleh industri CPO karena dapat mengakibatkan penurunan revenue, penurunan profit, dan pada akhirnya ikut berdampak pada penurunan harga saham. Akibat dari kuatnya resiko perubahan harga, terlihat laporan keuangan audited para emiten CPO, mengalami penurunan laba perusahaan hampir setengahnya pada pertengahan 2013 dibanding masa yang sama pada 2012, dan bahkan UNSP (Aditiasari, 2013) malah sudah melepas enam anak perusahaan perkebunan kelapa sawit nya di Juli 2013, hal ini karena tingginya biaya produksi sementara harga jual CPO terus menurun di pasar dunia. Penurunan harga pasar CPO dunia yang terjadi sejak kuartal ke 3 tahun 2012 telah berimbas pada harga spot CPO Indonesia yang saat itu turun menjadi sekitar Rp7000an per Metric Ton, dan terus bertahan sampai semester ke 2 tahun 2013 pada level sekitar Rp7800an per Metric Ton. 1
Grafik 1.1 : Historical price CPO atas harga spot di Indonesia, periode 2012-2013, sumber : BAPPEBTI (diolah) Penurunan harga pasar CPO tersebut disebabkan oleh oversupply. Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) baru-baru ini merilis prediksi persediaan CPO dunia pada akhir tahun 2013-2014 akan melonjak 9,5 juta ton atau 21% dibanding periode 2012-2013 (54 juta ton). Sebaliknya prediksi permintaan CPO dunia pada periode 2013-2014 hanya akan meningkat 4,4% (Gunawan, 2013). Grafik 1972-2012 dibawah ini, juga menunjukkan bahwa harga CPO tidak pernah stabil dan selalu berfuktuasi dari masa ke masa (Teladan prima, 2011). 2
Grafik 1.2 : Harga rata-rata CPO CIF Rotterdam (USD/TON) 1972-2012 sumber : Oilworld and Reuters (diolah oleh Teladan prima, 2011) Dalam keadaan harga jual yang sangat volatile, perlu adanya lindung nilai (hedging), yang tujuannya untuk melindungi perusahaan dari resiko kerugian lebih besar yang seharusnya bisa dihindari. Pedoman dan Standard Akuntansi Keuangan (PSAK) no.55, sejak tahun 2012 sudah memberikan lampu hijau bagi perusahaan untuk menerapkan hedging terhadap fluktuasi harga komoditi-nya, akan tetapi masih banyak perusahaan perkebunan kelapa sawit dan produsen CPO, belum menerapkan hedging atas fluktuasi harga komoditinya, sehingga timbul catatan tersendiri pada laporan keuangan audited-nya, khususnya pada bagian exposure resiko. 3
Dengan diterbitkannya PSAK 55 mengenai penerapan hedging di Indonesia yang masih relatif baru yaitu sejak awal 2012, mungkin saja banyak perusahaan perkebunan kelapa sawit dan produsen CPO belum familiar atas strategi penerapannya, seperti kapan saat yang tepat untuk melakukan hedging, bagaimana cara lindung nilai yang paling efektif, sehingga masih banyak pelaku bisnis yang masih ragu melakukan hedging atas harga jual komoditi nya. Adanya prinsip konservatisme juga kerap menjadikan para implementer berada pada situasi dilematis bagaimana supaya tidak menjadikan lindung nilai malah merugikan perusahaan. Hedging memiliki arti lindung nilai, bertujuan untuk mengurangi resiko potensi kerugian, hedging tidak untuk menghilangkan semua kerugian, potensi rugi tetap ada akan tetapi tidak sebesar jika tidak melakukan hedging. Hedging dapat dilakukan dengan cara forward contract, swap ataupun dengan melalui bursa komoditi futures. Forward contract dan swap merupakan perjanjian antara dua belah pihak. Pada forward kontrak harga dan quantity ditetapkan dimuka untuk tanggal delivery atas produk beberapa bulan kedepan. Namun demikian dalam prakteknya tidak semua inventory yang tersedia bisa langsung segera mendapatkan kontrak penjualan baik secara tunai ataupun secara forward contract, untuk melindungi nilai CPO (yang belum terikat kontrak tunai ataupun forward, namun sudah pasti akan terjual dalam waktu dekat misalnya karena terikat kontrak secara quantity dimuka tetapi dengan harga per tanggal pengiriman), terhadap resiko penurunan harga jual, pilihan berikutnya dilakukan hedging dengan menggunakan 4
derivative futures, melalui bursa komoditi. Di Indonesia, hedging diatur dalam PSAK 55. Identifikasi effectiveness atas instrumen lindung nilai merupakan salah satu yang wajib didokumentasikan pada setiap langkah pengambilan keputusan hedging (PSAK PA 128), untuk memastikan hedging ini bertujuan untuk mengurangi potensi resiko kerugian, dan bukan untuk spekulasi. Menurut ketua Dewan Standard Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia, Rosita Uli Sinaga (Akuntan online, 2013), hedging dianggap efektif jika periode underlying asset tidak berbeda jauh/sinkron dengan periode hedging, nilai underlying asset tidak berbeda jauh/sinkron dengan nilai hedging, ada exposure besar terhadap volatilitas harga, serta dilakukan effectiveness testing atas pilihan instrument hedge dengan hasil korelasi statistik tinggi. 2. Pertanyaan penelitian Ada banyak cara untuk melakukan hedge komoditi, salah satunya yaitu melalui bursa komoditi futures. PSAK 55 memperbolehkan implementasi hedge secara simple hedge (hedge dengan komoditi yang sama), secara cross hedge (hedge dengan komoditi turunan), ataupun secara composite hedge (hedge dengan memilih beberapa tanggal settlement untuk melindungi underlying assets), selama pengambilan keputusan ini disertai dengan alasan yang memadai yang dibuktikan dengan perhitungan angka korelasi statistik yang tinggi (PSAK 55 PA 128). Pertanyaan dalam penelitian ini adalah apakah pemilihan lindung nilai melalui kontrak futures dengan cara simple hedge, cross hedge, composite hedge memiliki 5
tingkat keefektifan yang sama atau berbeda. 3. Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa, menguji dan mengevaluasi instrumen hedge berupa kontrak futures secara simple hedge, cross hedge, dan composite hedge, yang manakah yang memiliki efektivitas tertinggi untuk melindungi hasil penjualan CPO dari resiko penurunan harga jual. 4. Batasan penelitian Fokus penelitian dibatasi pada keefektifan pemilihan instrumen hedge berupa kontrak futures secara simple hedge, cross hedge, composite hedge, khususnya untuk hedge atas arus kas (berupa hasil penjualan CPO), dari resiko penurunan harga jual. 5. Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam : a. Membantu para praktisi perusahaan dalam penentuan kebijakan hedging pada perusahaannya sehingga diperoleh implementasi yang efektif. b. Bagi pengembangan ilmu, memberi sumbangan untuk pengembangan studi selanjutnya atas penelitian hedging di bursa komoditi futures. 6