BAB I PENDAHULUAN. lingkungan terbatas maupun lingkungan yang lebih luas. kebutuhan manusia yang satu dengan yang lain. Berbagai kebutuhan masyarakat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. banyaknya persoalan-persoalan yang mempengaruhinya. Salah satu persoalan

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB I PENDAHULUAN. waktu pembangunan dewasa ini. Korupsi di Indonesia sudah merupakan wabah

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Sebagaimana tertulis dalam rumusan masalah, akhirnya penulis

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dirumuskan demikian:

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberantasan tindak pidana korupsi di negara Indonesia hingga saat

KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

jenis kejahatan yang dapat menyentuh berbagai ranah kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cita-cita untuk melaksanakan amanat para pejuang kemerdekaan bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu jenis kejahatan yang paling sulit diberantas. Realitas ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap penegak hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan permasalahan yang muncul sejak berdirinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. Istilah korupsi berasal dari bahasa latin yaitu corruption yang artinya

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. merugikan keuangan Negara untuk kepentingan pribadi atau golongan. Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB III PENUTUP. waktu yang lama, dilain pihak kejaksaan harus segera dapat menentukan kerugian

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. penerapannya dilakukan secara kumulatif.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. Korupsi sebagai bentuk kejahatan luar biasa (extra ordenary crime) telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. atributif dan peraturan normatif. Peraturan hukum atributif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

I. PENDAHULUAN. perhatian dunia sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB III PENUTUP. pada bab-bab sebelumnya maka dapat dijabarkan kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. kepolisian. Kepolisian sebagai aparatur negara yang mempunyai tugas dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan

KORUPSI MENGHAMBAT PEMBANGUNAN NASIONAL. Oleh : Kolonel Chk Hidayat Manao, SH Kadilmil I-02 Medan

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sistem kontrol sosial yang belum memadai dan penegakan hukum yang

KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

METODE PENELITIAN. dengan seksama dan lengkap, terhadap semua bukti-bukti yang dapat diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin canggih dan

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

Vol 10 No. 2 Oktober 2014 ISSN

BAB III PENUTUP. korupsi dan kekuasaan kehakiman maka penulis menarik kesimpulan. mengenai upaya pengembalian kerugian negara yang diakibatkan korupsi

BAB I PENDAHULUAN. makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-

I. PENDAHULUAN. Secara etimologis kata hakim berasal dari arab hakam; hakiem yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 merupakan titik balik penting dalam sejarah pemerintahan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian

I. PENDAHULUAN. biasa. Khusus di Negara Indonesia sendiri, tindak pidana korupsi sudah ada sejak

BAB III METODE PENELITIAN sampai dengan Desember peneliti untuk melakukan pengumpulan data.

Presiden, DPR, dan BPK.

BAB I PENDAHULUAN. kepada Bishop Mabadell Creighton menulis sebuah ungkapan yang. menghubungkan antara korupsi dengan kekuasaan, yakni: power tends

BAB I PENDAHULUAN. Public Relations pemerintah berbeda dengan Public Relations perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan penyelenggarakan pemerintahan Negara 2. Tidak hanya di

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus termasuk derajat kesehatannya. dengan mengusahakan ketersediaan narkotika dan obat-obatan jenis tertentu

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

BAB I PENDAHULUAN. yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLlK INDONESIA JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. pakar hukum maupun pakar politik adalah permasalahan KPK melawan Polri.

BAB I PENDAHULUAN. bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, Atas dasar pasal tersebut berarti bahwa

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada

KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Manusia tercipta di dunia sebagai makhluk individu yang kemudian membentuk menjadi sebuah kelompok dalam suatu kumpulan masyarakat. Sebagai salah satu cara dalam mempertahankan hidupnya, baik individu maupun masyarakat yang ada, saling berinteraksi satu sama lain menuju pola yang sistem sosial yang hendak dicapai. Manusia membutuhkan hidup bersama dengan manusia yang lain untuk membentuk suatu kesatuan budaya baik itu dalam lingkungan terbatas maupun lingkungan yang lebih luas. Kesatuan budaya yang hidup dan berkembang di lingkungan masyarakat menginginkan adanya keteraturan dan ketertiban dalam sistem sosial melalui aspek-aspek kehidupan yang terkandung didalamnya baik itu di bidang sosial, politik, ekonomi dan budaya sehingga dapat terwujud keseimbangan antara kebutuhan manusia yang satu dengan yang lain. Berbagai kebutuhan masyarakat dapat tercukupi dengan dilakukan usaha seperti halnya, bekerja mencari nafkah atau melakukan pekerjaan untuk menghasilkan sesuatu, atau bahkan sebaliknya menciptakan lapangan pekerjaan sebagai sarana pemenuhan kebutuhan. Usaha pemenuhan kebutuhan oleh manusia tidak berhenti pada satu tujuan saja, karena adanya sifat kodrat manusia yang tidak pernah puas terhadap apa yang sudah dimiliki, oleh sebab itu individu maupun masyarakat cenderung berupaya mencari yang lebih banyak lagi, bahkan untuk memperoleh sesuatu yang lebih tersebut, 1

2 manusia harus melakukan perbuatan yang tidak seharusnya, melanggar kaidah atau norma-norma yang ada di dalam masyarakat. Contohnya adalah mencuri, merampok, dan melakukan korupsi. Korupsi merupakan salah satu permasalahan pokok dan berat yang kini sedang dialami oleh bangsa Indonesia selain Kolusi dan Nepotisme, yang selanjutnya kelompok kejahatan ini lebih sering dikenal dengan singkatan KKN, bahkan di tingkat ASEAN, Indonesia menduduki peringkat pertama untuk kejahatan korupsi. 1 Korupsi merupakan kejahatan yang memiliki kekuatan yang sangat besar terhadap dampak yang ditimbulkan secara meluas dan dapat dilakukan secara sistematis serta lingkupnya memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat. Korupsi dapat mempengaruhi kesejahteraan rakyat, pembangunan nasional menjadi terhambat dan tidak berkembang, serta dapat merusak kualitas serta sendi-sendi bangsa. Berkembangnya kejahatan tindak pidana korupsi ini tidak hanya terjadi di dalam lingkungan pejabat publik namun bisa juga terjadi pada swasta hingga lapisan terkecil masyarakat. Secara etimologi yaitu sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi diartikan sebagai suatu tindakan penyelewengan atau penyalahgunaan uang Negara (perusahaan dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang lain; penggunaan waktu dinas (bekerja) untuk urusan pribadi. 2 1 Bidikan Dari Gedung Bundar, tempo edisi 6-12,2004, Hlm 128 2 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasianal, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta 2002, hlm 597

3 Pengertian korupsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memang kurang jelas atau kurang lengkap dalam menjelaskan arti korupsi.setiap korupsi memang mengandung makna penyelewengan atau dishonest (ketidakjujuran). Penyelewengan atau ketidakjujuran yang mana, tidak dijelaskan lebih lanjut lagi yang dimaksudkan sebagai korupsi. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan pengertian korupsi sebagaimana dimuat di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. 3 Pengertian korupsi yang tertuang di dalam Pasal 1 butir 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yakni suatu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Sebagaimana juga diatur di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahwa pengertian korupsi dirumuskan sedemikian rupa sehingga meliputi perbuatan-perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu koorporasi secara melawan hukum yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, sehingga harus diupayakan penyelesaiannya. Upaya penanggulangan tindak kejahatan korupsi telah dilakukan sejak tahun 1950-an dengan melahirkan berbagai bentuk peraturan hukum yang silih 3 Leden Marpaung, SH.Dr.,Tindak Pidana Korupsi, Pemberantasan dan Pencegahan, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2001, Hlm 6

4 berganti mengalami perubahan, dimulai dengan keluarnya Peraturan Penguasa Militer no. PRT/PM/06/1957 tentang pemberantasan korupsi yang dibuat oleh penguasa militer yakni Angkatan Darat dan Angkatan Laut yang pada tahun 1958 diangkat menjadi peraturan dalam skala nasional oleh Kepala Staf Angkatan Darat menjadi Peraturan Penguasa Perang Pusat No. PRT/PEPERPU/013/1958. 4 Selanjutnya ditetapkan Undang-Undang Nomor 24/prp/1960 Tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi, namun hal ini belum juga mampu menanggulangi tindak pidana korupsi dan terakhir pemerintah memberlakukan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Korupsi. Berakhirnya pemerintahan Presiden Suharto pada masa Orde Baru, telah ditandai dengan semangat unutk melakukan reformasi institusi. Lembaga-lembaga yang ada, dinilai tidak mampu lagi memerankan untuk menjadi pendorong proses demokratisasi. Lembaga-lembaga politik dan hukum itu dihadapkan pada krisis kepercayaan publik yang sangat besar. Atas dasar itulah, maka munculah komisikomisi baru yang dimaksudkan untuk menjembatani antara negara dan masyarakat. Menurut para pengamat politik, pembentukan komisi-komisi tersebut memang biasa terjadi di Negara yang sedang berubah ke arah yang lebih demokratis dibanding sebelumnya. 5 4 St. Harum Pudjiarto,Rs; Politik Hukum Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Penerbit Universitas Atmajaya Yogyakarta, 1994, Hlm 19 5 www.komisihukum.co.id, Komisi Hukum Nasional, September 2004

5 Melalui proses perjalanan panjang, pemerintah Indonesia terus meningkatkan upaya untuk melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia dengan dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 menjadi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang kemudian harus diubah melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, member amanat untuk membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) dalam hal ditemukan tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya. Dalam penjelasan mengenai Pasal 27 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi duterangkan bahwa tindak pidana korupsi meliputi bidang perbankan, perpajakan, pasar modal, perdagangan dan industry, komoditi berjangka, atau bidang moneter dan keuangan yang mempunyai kategori : 1. Bersifat lintas sektoral 2. Dilakukan dengan menggunakan teknologi canggih; atau 3. Dilakukan oleh tersangka atau terdakwa yang berstatus sebagai Penyelenggara Negara sebagaimana yang ditentukan dalam Undang- Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. 6 6 Adami Chazawi, SH., DRS, Hukum pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Bayumedia, 2003 hlm. 321

6 Tim yang berdiri berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini dibentuk oleh Jaksa Agung yang dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan bertanggung jawab kepada Jaksa Agung. Susunan keanggotaan organisasi ini terdiri dari empat unsur yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Instansi terkait dan unsur masyarakat. Rangkaian perubahan peraturan tidak juga dapat membuahkan hasil yang diinginkan dalam mencapai tujuan memberantas korupsi di Indonesia. Tap MPR Nomor VII Tahun 2001 Tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan Dan Pencegahan Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme memberikan arah kebijakan untuk percepatan dan efektifitas pelaksanaan pemberantasan dan pencegahan korupsi dengan membentuk lembaga khusus yang kemudian disebut sebagai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau sering dikenal sebagai Komisi Pemberantasan Korupsi atau disingkat dengan KPK yang landasan berdirinya adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK). Dalam Undang-Undang ini telah ditambahkan banyak ketentuan dalam hal penyelidikan, penyidikan, penuntutan persidangan di pengadilan yang menangani korupsi. Pada dasarnya Undang-Undang ini juga bersifat menambah atau melengkapi hukum pidana korupsi yang telah ada dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Selain Undang-Undang ini sebagai landasan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi, juga menjadi landasan dibentuknya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang berada di lingkungan peradilan umum dan berwenang

7 mengadili serta memutus perkara korupsi yang penuntutannya diajukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi menurut Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002. Lahirnya Komisi Pemberantasan Korupsi di tengah-tengah semangat reformasi ini memberikan harapan baru untuk memberikan hasil yang penuh terhadap pemberantasan korupsi. 7 Berbeda dengan Tim Gabungan yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Jaksa Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan lembaga khusus baru yang bersifat independen artinya dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya tidak mendapat campur tangan dari pihak lain dan bertanggung jawab kepada public dengan menyampaikan laporan secara terbuka dan berkala kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat dan Badan Pemeriksa Keuangan sesuai yang tertuang dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002. Tujuan Komisi Pemberantasan Korupsi tertuang di dalam Pasal 4 Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Lembaga ini di bentuk di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang wilayah yurisdiksinya meliputi seluruh wilayah Indonesia, namun dalam pelaksanaan kerjanya dapat membentuk perwakilan di daerah propinsi. Anggota Komisi ini terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat serta memiliki tugas dan wewenang melakukan koordinasi dan supervisi, termasuk melakukan 7 www.hukum online.com., Ruslan SH, Harapan Terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi, artikel, 24 Oktober 2004

8 penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan mengambil alih suatu perkara korupsi yang sedang ditangani baik oleh kepolisian maupun kejaksaan. Pengambilalihan dapat dilakukan apabila laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi yang tidak ada tindak lanjut serta penanganannya berlangsung berlarut-larut tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan atau karena ada campur tangan dari eksekutif, yudikatif, dan legislative. B. Rumusan Masalah Berdasarkan atas uraian latar belakang di atas maka dapat diambil suatu permasalahan yaitu : 1. Apakah peranan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam upaya melakukan pengendalian terhadap tindak pidana korupsi di Indonesia sudah berjalan dengan optimal? 2. Kendala apa yang dihadapi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dan bagaimana upaya dalam mengatasi kendala tersebut? C. Tujuan Penelitian 1. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data tentang pelaksanaan peranan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam mengupayakan pengendalian terhadap tindak pidana korupsi di Indonesia. 2. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data tentang kendala yang dihadapi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dan upaya mengatasi kendala tersebut dengan tugas dan peranan yang dimilikinya.

9 D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan masukan berupa pemikiran khususnya pada hukum tentang peranan Komisi Pemberantasan Korupsi beserta kendala dan upaya pemecahannya. 2. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi Komisi Pemberantasan Korupsi, masyarakat serta pihak-pihakyang terkait dalam upaya pemberantasan korupsi. E. Metode Penelitian Hukum 1. Jenis Penelitian Penelitian hukum ini akan dilakukan melalui metode normatif yaitu penelitian hukum yang mengkaji norma-norma hukum yang berlaku. Penelitian normatif adalah penelitian hukum kepustakaan. Penelitian hukum normatif dalam hal ini dapat dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder baik yang bersifat pribadi maupun bersifat umum. Dalam hal ini penelitian hukum normatif akan mengkaji norma-norma hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan peranan Komisi Pemberantasan Korupsi, kendala yang dihadapi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dalam menangani tindak pidana korupsi yang terjadi beserta upaya mengatasi pemberantasan korupsi di Indonesia.

10 2. Sumber Data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui pustaka. Adapun data sekunder tersebut terdiri dari : a) Bahan hukum primer, yang berkaitan dengan peranan komisi pemberantasan tindak pidana korupsi dalam menangani kasus korupsi di Indonesia yang berupa : Undang-Undang Dasar 1945 UU No.3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi b) Bahan hukum sekunder, yang diperoleh dari kepustakaan berupa : 1. Literatur Buku Adami Chazawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Penerbit Byumedia, Malang Jawa Timur, 2003

11 Bambang Poernomo, Pertumbuhan Hukum Penyimpangan di Luar Kodifikasi Hukum Pidana, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta, 1984 Leden Marpaung, Tindak Pidana Korupsi, Pemberantasan dan Pencegahan, Penerbit Djambatan, Jakarta 2001 Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi, Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000 Soeharto RM,SH, Hukum Pidana Materiil, Penerbit Sinar Mas Grafika, Jakarta, 1993 St. Hrum Pudjiarto, RS, Politik Hukum Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, Penerbit Universitas Atma Jaya, Yogyakarta 1994. 2. Jurnal dan Surat Kabar Majalah Tempo 3. Web Site www.hukmas.depkeu.go.id www.hukumonline.com www.kompas.com www.pemantauanperadilan.com www.surya.co.id www.transparansi.co.id

12 4. Bahan Hukum Tersier yang berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka, Jakarta 2002 3. Narasumber Narasumber dalam penelitian ini adalah salah satu anggota pada Bagian Umum Komisi Pemberantasan Korupsi, Bapak Rooseno SH,M.Hum. Dalam penelitian ini, penulis akan mengadakan wawancara pada narasumber untuk mengetahui pendapat hukum yang berkaitan dengan peranan Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia beserta kendala dan upaya penyelesaiannya. 4. Metode Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini di analisis secara kualitatif karena penelitian ini bertitik tolak pada satu penjelasan mengenai peranan Komisi Pemberantasan Korupsi Di Indonesia terkait dengan wewenang, kewjiban serta kendala yang dihadapi dalam menjalankan tugasnya. Langkah-langkah yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut: a. Melakukan deskripsi yang meliputi isi maupun sruktur hukum positif berupa menguraikan tentang pengertian Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dan memaparkan tentang tindak pidana korupsi itu sendiri berdasarkan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

13 b. Melakukan sistematisasi untuk mendeskripsikan dan menganalisis isi dan struktur hukum positif yang berkaitan dengan masalah korupsi dan pemberantasannya melalui dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi. Sistematisasi ini dilakukan secara horizontal meliputi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. c. Melakukan analisis hukum positif untuk dapat diketahui bahwa aturan hukum dan keputusan harus dipikirkan dengan suatu hubungan dan juga bahwa norma hukum bertumpu atas asas hokum dan di balik asas hukum dapat disistematisasikan gejalagejala yang lainnya. Adapun asas hukum yang termasuk didalam penelitian ini : Asas lex posteriori derogate legi priori Artinya : Peraturan peundang-undangan yang baru mengesampingkan berlakunya peraturan perundang-undangan yang lama. Asas lex spesialis derogate legi generali

14 Artinya : Peraturan perundang-undangan yang sifatnya khusus mengesampingkan berlakunya peraturan yang bersifat umum. d. Melakukan interpretasi hukum positif dengan menggunakan metode untuk menelusuri maksud pembentukan Undang-Undang, Interpretasi hukum ini dilakukan untuk menemukan jawaban atas isu hukum dengan menelusuri perkembangan hukum. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi disebutkan maksud pembentukan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi ialah : dalam rangka mewujudkan masyarakat adil, makmur dan sejahtera dengan meningkatkan upaya pemberantasan korupsi secara professional, intensif dan berkesinambungan karena korupsi telah merugikan keuangan Negara, dan menghambat pembangunan nasional. e. Melakukan penelitian hukum positif bahwa peraturan perundang- Undangan yang berkaitan dengan masalah pemberantasan korupsi yang mengandung berbagai macam nilai di dalamnya ( sarat nilai ). Bukan hanya hukum saja, tetapi juga nilai keadilan, nilai kemanusiaan, nilai persamaan hak dan kedudukan serta nilai-nilai sosial.

15 G. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah memahami penulisan ini maka sistematika penulisan hukum ini terdiri atas bagian-bagian, yaitu : BAB I : PENDAHULUAN Didalam bab pendahuluan ini, penulis uraikan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tentang peranan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam pengendalian terhadap tindak pidana korupsi di Indonesia telah berjalan dengan optimal atau tidak dan kendala-kendala yang dihadapi Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Metode penelitian yang penulis terapkan ialah metode normatif yaitu penelitian yang mengkaji normanorma hukum yang berlaku atau penelitian hukum kepustakaan. BAB II : PERANAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI Didalam bab ini berisi pembahasan yang terdiri dari sub bab pertama yang menguraikan tentang pengertian tindak pidana korupsi, jenis-jenis tindak pidana korupsi, selanjutnya dalam sub bab kedua menguraikan tentang pengertian komisi pemberantasan korupsi, latar belakang dibentuk komisi pemberantasan korupsi, tujuan, visi, dan misi dibentuk komisi pemberantasan korupsi, struktur keanggotaan komisi pemberantasan korupsi, selanjutnya dalam sub bab yang ketiga menguraikan tentang optimalisasi komisi pemberantasan korupsi yang terdiri dari tugas dan wewenang komisi pemberantasan korupsi, kendala yang dihadapi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, serta optimalisasi usaha penyelesaian kendala dalam mencapai tujuan pemberantasan korupsi.

16 BAB III : berisi penutup yang menguraikan tentang kesimpulan dan saran yang berhubungan dengan materi penulisan.