RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA I. PEMOHON Abdul Wahid, S.Pd.I. Kuasa Hukum: Dr. A. Muhammad Asrun, SH., MH., Ai Latifah Fardiyah, SH., advokat pada Dr. Muhammad Asrun and Partners (MAP) Law Firm, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 17 Juli 2017. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Pasal 7 ayat (2) huruf s Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang- Undang (selajutnya disebut UU 10/2016). III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyatakan: Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. 2. Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyebutkan bahwa salah satu kewenangan 1
Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945; 3. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang -Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) menyatakan bahwa: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ; 4. Pasal 29 ayat (1) huruf a UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman berbunyi: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 5. Pasal 9 ayat (1) Undang -Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan berbunyi: Dalam hal suatu undang-undang diduga bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. 6. Bahwa objek permohonan adalah pengujian materiil Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang Pemilihan Umum (UU 10/2016), oleh karena itu Mahkamah berwenang untuk melakukan pengujian Undang- Undang a quo. IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) 1. Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK: Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: (a) perorangan WNI, (b) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara 2
kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang, (c) badan hukum publik dan privat, atau (d) lembaga Negara. ; 2. Berdasarkan Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005 dan Nomor 010/PUU/III/2005 menyatakan bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional harus memenuhi 5 (lima) syarat yaitu: a. adanya hak konstitusional para Pemohon yang diberikan oleh Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. b. hak konstitusional para Pemohon tersebut dianggap oleh para Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji. c. kerugian konstitusional para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. d. adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya Undang- Undang yang dimohonkan untuk diuji. e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. 3. Bahwa Pemohon adalah warga negara Indonesia yang berprofesi sebagai anggota DPRD Provinsi Riau dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Periode 2014 2019; 4. Pemohon merencanakan untuk maju dalam Pemilihan Gubernur Provinsi Riau Tahun 2018, namun merasa hak-hak konstitusionalnya berpotensi dirugikan dengan diberlakukanya pasal a quo; 5. Bahwa Pemohon merasa terdapat perlakuan yang diskriminatif antara jabatan gubernur petahana dengan jabatan Pemohon apabila dilihat dari ketentuan pasal a quo; 6. Bahwa Pemohon merasa hak politiknya yang dijamin dalam UUD 1945, terutama Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) dihalangi dengan adanya ketentuan syarat mengundurkan diri sebagaimana dalam kententuan pasal a quo; 7. Bahwa Pemohon merasa ketentuan pasal a quo menyebabkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan bagi Pemohon. Pemohon harus kehilangan jabatan sebagai anggota DPRD Provinsi Riau sebelum masa jabatannya berakhir pada tahun 2019. 3
V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Pengujian materiil UU 10/2016 yaitu: 1. Pasal 7 ayat (2) huruf s: Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenu hi persyaratan sebagai berikut: s. menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan anggota Dewan Perwakilan rakyat Daerah sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta pemilihan. B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945. 1. Pasal 1 ayat (3): Negara Indonesia adalah negara hukum. 2. Pasal 27 ayat (1): Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 3. Pasal 28D ayat (1): Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Bahwa menurut Pemohon dengan diberlakukannya ketentuan pasal a quo bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945; 2. Bahwa menurut Pemohon dengan melihat ketentuan dalam Pasal 76 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Daerah, seharusnya Pemohon dapat menjalankan tugas dan/atau 4
wewenang dan kewajibannya sampai dengan berakhirnya masa jabatannya yaitu selama 5 (lima) tahun; 3. Bahwa berlakunya Pasal 7 ayat (2) huruf s UU 10/2016 yang mensyaratkan adanya pernyataan secara tertulis pengunduran diri diantaranya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta pemilihan, apabila hendak mencalonkan diri sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota, secara terang dan nyata telah merugikan Pemohon sebagai anggota DPRD yang hendak mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah karena Pemohon harus kehilangan jabatan Anggota DPRD Provinsi Riau sebelum masa jabatannya berakhir; 4. Bahwa menurut Pemohon jabatan legislatif adalah jabatan dengan proses seleksi pemilihan umum secara langsung oleh rakyat, hal ini berbeda dengan jabatan TNI, POLRI, PNS merupakan pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, dan perekat pemersatu bangsa yang harus bebas dari pengaruh semua golongan dan partai politik; 5. Bahwa keberadaan anggota DPR, DPD, dan DPRD bersifat kolektif kolegial sehingga bila yang bersangkutan maju dalam pilkada tidak akan mengganggu sistem besarnya. Berbeda dengan konteks pejabat yang berkedudukan sebagai TNI, Polri, dan PNS yang bekerja dan melaksanakan jabatan secara individual. VII. PETITUM 1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf s UU 10 /2016 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sebagai menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, apabila telah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih dalam pemilihan; 5
3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadiladilnya (ex aequo et bono) 6