GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

dokumen-dokumen yang mirip
SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1.

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA

UNSUR DAN TEKNIK INTERPRETASI CITRA INDERAJA DARI GOOGLE EARTH

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS,

Interpretasi Citra dan Foto Udara

GEOGRAFI. Sesi PETA DAN PEMETAAN D. SIMBOL PETA. a. Berdasarkan Wujudnya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K

BAB II DASAR TEORI - 7 -

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

K13 Revisi Antiremed Kelas 12 Geografi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

DESA - KOTA : 1. Wilayah meliputi tanah, letak, luas, batas, bentuk, dan topografi.

MEMBACA PETA RBI LEMBAR SURAKARTA MATA KULIAH KARTOGRAFI DASAR OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

PENDAHULUAN Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel 5) digunakan analisis separabilitas. B

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bahan dan alat yang dibutuhkan dalam interpretasi dan proses pemetaan citra

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH

Ir. Rubini Jusuf, MSi. Sukentyas Estuti Siwi, MSi. Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

Titiek Suparwati Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial. Disampaikan dalam Workshop Nasional Akselerasi RZWP3K

TUGAS TERSTRUKTUR I ANALISIS LANDSKAP TERPADU

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

APLIKASI FOTO UDARA UNTUK MEMPREDIKSI POTENSI SAWAH KOTA SOLOK DENGAN MENGGUNAKAN PESAWAT TANPA AWAK ABSTRAK

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK

BAB 5 RTRW KABUPATEN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Klasifikasi dan Sebaran Land Use/Land Cover Kota Bogor Tahun 2003 dan 2007

BAB III KAJIAN TEKNIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 2.1 Geografi dan Demografi Kabupaten Sidoarjo

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH ALOS AVNIR UNTUK PEMANTAUAN LIPUTAN LAHAN KECAMATAN

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

Secara umum pembagian wilayah berdasarkan pada keadaan alam (natural region) dan tingkat kebudayaan penduduknya (cultural region).

Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi. Jambi, 31 Mei 2016

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS

Dukungan Teknologi Penginderaan Jauh dalam Penilaian Sumberdaya Hutan Tingkat Nasional: Akses Citra Satelit, Penggunaan dan Kepentingannya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LOGO Potens i Guna Lahan

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PANDUAN PENGAMATAN LANGSUNG DI LOKASI/KAWASAN WISATA TERPILIH

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

BAB III ANALISA. Lokasi masjid

penginderaan jauh remote sensing penginderaan jauh penginderaan jauh (passive remote sensing) (active remote sensing).

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

RSNI-3. Standar Nasional Indonesia. Klasifikasi penutup lahan

BAB III: DATA DAN ANALISA

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

Ir. Mohammad Sholichin, MT., P.hD Jurusan Teknik Pengairan, Universitas Brawijaya &

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD AYUNG

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

TINJAUAN PUSTAKA. wilayah yang jelas, sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang. Kota

Pengertian lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar manusia yang memengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak

Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk

PENJELASAN I ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PROGRAM ADIPURA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

Transkripsi:

GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 5 A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik 1. Hutan Hujan Tropis Rona gelap Pohon bertajuk, terdiri dari tiga tingkat, jenis pohon heterogen Tekstur kasar Pola tidak teratur Ukuran tinggi besar mencapai 45 meter, jarak rapat, dan lebat Situs di daerah khatulistiwa, di dataran rendah hingga ketinggian 1000 meter dpl dengan hujan sepanjang tahun 2. Hutan Musim Rona agak gelap Jenis pohon homogen Tekstur sedang Pola teratur Ukuran agak kecil, agak pendek mencapai 30 meter, jarak agak berjauhan Situs di daerah dataran rendah dan dataran tinggi dengan hujan musiman 3. Hutan Rawa Rona gelap Jenis pohon heterogen 1

Tekstur kasar Ukuran tinggi pohon tidak seragam Situs pantai air payau, daerah muara sungai dan delta 4. Hutan Bakau Rona gelap Jenis pohon homogen Tekstur kasar Ukuran tinggi pohon seragam Situs pantai air payau, daerah muara sungai dan delta 5. Kelapa Rona agak gelap Berbentuk tajuk bintang Tekstur agak kasar Pola teratur Ukuran tinggi pohon seragam Situs pantai 6. Kelapa Sawit Rona agak gelap Berbentuk tajuk bintang Tekstur agak kasar Pola teratur, jarak sama Ukuran tinggi pohon seragam Situs daerah dataran yang luas 7. Nipah Rona cerah Berbentuk tajuk bintang Pola tidak teratur Ukuran tinggi pohon seragam Situs pantai air payau, daerah muara sungai dan delta 8. Sagu Rona gelap Berbentuk tajuk bintang Pola tidak teratur, berkelompok 2

Ukuran tinggi pohon tidak seragam, 10 m Situs air payau (rawa pantai, rawa darat, dan rawa pedalaman) 9. Enau Rona agak gelap Berbentuk tajuk bintang Pola tidak teratur Ukuran tinggi pohon tidak seragam, 10 m Situs daerah dataran yang luas 10. Sungai Rona gelap Bentuk memanjang, makin melebar ke arah salah satu ujungnya memiliki persimpangan dengan sudut lancip Tekstur halus Ukuran lebar tidak seragam b. Identifikasi Sosial 1. Gedung Sekolah Bentuk letter I, L, U atau persegi panjang Ukuran lebih besar daripada rumah Situs jalan raya Asosiasi halaman luas dan tiang bendera 2. Permukiman Transmigrasi Bentuk sama Sekitar bangunan terdapat pekarangan yang luasnya sama Tekstur sedang atau kasar, dibelakang rumah tampak hutan Pola teratur Ukuran dan jarak seragam Situs menghadap ke jalan 3. Stasiun Kereta Api Bentuk memanjang Ukuran besar Asosiasi dengan dua jalur 3

4. Rel Kereta Api Rona cerah Bentuk memanjang Terdapat persimpangan dengan sudut lancip Ukuran lebar seragam Berpotongan dengan jalan 5. Jalan Raya Rona cerah Bentuk memanjang Tekstur halus Ukuran lebar seragam Terdapat jembatan di persilangan sungai dan pohon peneduh di tepinya Asosiasi dengan pola pemukiman memanjang 6. Jembatan Rona cerah Bentuk memanjang Tekstur halus Ukuran lebar seragam Situs di atas lembah atau sungai Berpotongan dengan jalan 7. Terowongan Bentuk memanjang Ukuran lebar seragam Memotong jalur kereta api atau jalan raya 8. Sawah Rona cerah Bentuk petak-petak Tekstur halus Pola teratur di daerah datar dan tidak teratur di daerah miring Ukuran tidak seragam 4

B. PENGINDERAAN JAUH UNTUK TATA GUNA LAHAN Tata guna lahan adalah perencanaan penggunaan lahan untuk berbagai kebutuhan seperti permukiman, pertanian, perkebunan, dan ruang terbuka hijau. Tata guna lahan membutuhkan bantuan citra penginderaan jauh dengan resolusi spasial tinggi seperti citra ikonos, citra quickbird, dan foto udara. a. Fungsi Citra untuk Tata Guna Lahan Citra inderaja membantu kajian tata guna lahan untuk: 1. Memantau perubahan penggunaan lahan 2. Memperoleh data untuk klasifikasi penggunaan lahan 3. Mengukur luas penggunaan lahan 4. Menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) seperti kawasan permukiman, kawasan budidaya, dan kawasan lindung. 5. Menyusun Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK). 6. Menentukan kondisi fisik lahan seperti bentuk lahan dan kemiringan lahan. b. Syarat Penggunaan Lahan untuk Kawasan Permukiman Penggunaan lahan untuk kawasan permukiman harus memerhatikan beberapa syarat, yaitu: 1. Tidak berada dalam kawasan lindung. 2. Kemiringan 0-8%. Untuk kawasan permukiman yang tidak padat dapat menggunakan kemiringan 8-15%. 3. Ketinggian lahan < 1.000 meter dpl 4. Bebas dari pencemaran udara, air, tanah, panas, dan suara. 5. Bebas dari bencana banjir, longsor, dan tsunami. 6. Dekat dengan pusat pelayanan. 7. Sarana dan prasarana memadai. c. Klasifikasi Penggunaan Lahan Kota dan Desa Penggunaan lahan di kota dominan untuk aktivitas industri, penggunaan lahan di desa dominan untuk aktivitas pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan hutan. 5

1. Klasifikasi Penggunaan Lahan Kota TINGKAT KERINCIAN KLASIFIKASI Tingkat I Tingkat II Tingkat III Tingkat IV 1. Daerah kota 1.1 Permukiman 1.1.1 Pola teratur 1.1.1.1 Kepadatan rendah 1.1.1.2 Kepadatan sedang 1.1.2 Pola semi teratur 1.1.2.1 Kepadatan rendah 1.1.2.2 Kepadatan sedang 1.1.2.3 Kepadatan tinggi 1.1.3 Pola tidak teratur 1.1.3.1 Kepadatan rendah 1.1.3.2 Kepadatan sedang 1.1.3.3 Kepadatan tinggi 1.2 Perdagangan 1. 2.1 Pasar tradisional 1. 2.2 Pertokoan 1. 2.3 Mall 1.3 Industri 1. 3.1 Pabrik 1. 3.2 Gudang 1.4 Transportasi 1. 4.1 Jalan 1. 4.1.1 Jalan arteri 1. 4.1.2 Jalan kolektor 1. 4.1.3 Jalan lokal 1.4.2 Terminal 1.4.3 Stasiun 1.4.4 Rel kereta api 1.5 Jasa 1.5.1 Kelembagaan 1.5.1.1 Kantor pemerintahan, sekolah, kampus, rumah sakit 1.5.2 Nonkelembagaan 1.5.2.1 Hotel 1.6 Rekreasi dan olahraga 1.6.1 Kebun binatang 1.6.2 Ruang terbuka hijau 1.6.3 Lapangan olah raga 6

TINGKAT KERINCIAN KLASIFIKASI Tingkat I Tingkat II Tingkat III Tingkat IV 1.7 Tempat ibadah 1.7.1 Masjid 1.7.2 Gereja 1.8 Pertanian 1.8.1 Sawah 1.8.2 Kebun campuran 1.8.3 Tegalan 1.9 Lain-lain 1.9.1 Kuburan 1.9.1.1 Umum Cina 1.9.2 Lahan kosong 2. Klasifikasi Penggunaan Lahan Desa TINGKAT KERINCIAN KLASIFIKASI Tingkat I Tingkat II Tingkat III 1. Daerah desa 1.1 Perkampungan 1.1.1 Kampung 1.1.2 Kuburan 1.2 Sawah 1.2.1 Sawah irigasi 1.2.2 Sawah tadah hujan 1.3 Tegalan dan kebun 1.4 Hutan 1.4.1 Hutan lebat 1.4.2 Hutan homogen 1.4.3 Hutan belukar 1.5 Semak belukar dan alang-alang 1.5.1 Lahan penggembalaan 1.5.2 Lahan tandus 1.6 Rawa d. Ruang Terbuka Hijau dan Penggunaan Citra Resolusi Tinggi Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area terbuka tempat tumbuhnya tanaman, baik secara alami maupun disengaja. Minimal 30% wilayah kota harus dijadikan RTH yang berfungsi mengendalikan pencemaran dan kerusakan tanah, air, dan udara. 7

Citra inderaja dengan resolusi tinggi dibutuhkan dibidang pertanian dan perkebunan, karena hasil rekamannya detail maka digunakan untuk menghitung jumlah pohon sehingga dapat diketahui volume produktifitasnya. C. PENGINDERAAN JAUH UNTUK JARINGAN TRANSPORTASI Transportasi adalah objek kajian yang berkaitan dengan interaksi antarwilayah. Perencanaan transportasi membutuhkan data kependudukan, penggunaan lahan, kebutuhan perjalanan, dan kondisi ekonomi. Pada sistem transportasi, citra satelit membantu proses perencanaan hingga pemetaan infrastruktur. Untuk akurasi konstruksi pembangunan, citra satelit dapat digunakan untuk desain hingga perencanaan dan monitoring dalam proses konstruksi. Citra penginderaan jauh resolusi tinggi dapat menampilkan data jaringan jalan, sungai, dan rel kereta api dengan sangat jelas. Bahkan fungsi jalan dapat dibedakan dari citra, seperti jalan tol, jalan arteri, jalan kolektor, dan jalan lokal. Selain jaringan jalan, pada citra juga dapat ditampilkan persimpangan jalan, tempat parkir, terminal, bandar udara, atau stasiun kereta api. a. Klasifikasi Jaringan Jalan Menurut UU No.38 Tahun 2004, jaringan jalan dibedakan berdasarkan fungsinya, yaitu jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan. 1. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. 2. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri pelayanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. 3. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. 4. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat dan kecepatan rata-rata. 8

b. Manfaat Penginderaan Jauh untuk Sistem Transportasi Laut Penginderaan jauh memiliki peran penting bagi pengembangan sistem transportasi laut. Beberapa di antaranya: 1. Untuk mengetahui sistem atau pola angin permukaan. 2. Pengamatan perkiraan pasang surut air laut. 3. Pengamatan fisik air laut. 4. Untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara. c. Manfaat Penginderaan Jauh untuk Sistem Transportasi Udara Beberapa manfaat penginderaan jauh untuk sistem transportasi udara, antara lain: 1. Membantu analisis cuaca dengan memperkirakan tekanan udara pada suatu wilayah. 2. Alat bantu navigasi transportasi udara. 3. Perkiraan iklim, suhu, dan kandungan air di udara untuk penentuan larangan terbang. d. Manfaat Penginderaan Jauh untuk Informasi Kependudukan Informasi mengenai jumlah penduduk pada suatu wilayah merupakan parameter penting dalam perencanaan transportasi. Untuk memperkirakan jumlah penduduk melalui citra penginderaan jauh, yaitu dengan menghitung jumlah unit bangunan dan tipe ukuran bangunan rumah dikalikan dengan jumlah penghuni tipe rumah tersebut. Kategori untuk setiap rumah, yaitu jumlah keluarga besar, keluarga sedang, dan keluarga kecil. D. TATA KELOLA DAN LEMBAGA PENGINDERAAN JAUH a. Badan Informasi Geospasial (BIG) BIG mempunyai fungsi untuk melaksanakan tugas pemerintahan di bidang informasi geospasial. Program yang dilaksanakan berhubungan dengan pembangunan dan pemutakhiran informasi geospasial. Melalui penginderaan jauh, BIG memiliki peran penting dalam menyediakan data geospasial mulai dari perolehan data, pengolahan data, hingga menjadi informasi geospasial. b. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) LAPAN ditunjuk pemerintah untuk melakukan penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan bidang penginderaan jauh. Bidang utama tugas LAPAN, yaitu teknologi dirgantara, kebijakan dirgantara, dan sains antariksa. 9

LAPAN memiliki stasiun bumi di Pekayon Jakarta Timur dan di Pare-Pare sebagai stasiun penerima data satelit, serta stasiun bumi di Biak untuk pengamatan cuaca wilayah timur. LAPAN mengembangkan bank data penginderaan jauh nasional dengan tujuan: 1. Mengumpulkan, memelihara, memutakhirkan, dan mendistribusikan data penginderaan jauh Indonesia. 2. Menyediakan data satelit (resolusi spasial rendah sampai tinggi) yang bebas awan setiap tahun untuk seluruh wilayah Indonesia. 3. Menyediakan informasi mengenai kualitas data dalam bentuk meta data atau riwayat data seperti sistem proyeksi dan sistem koordinat, level koreksi geometri, level koreksi radiometeri, waktu pemotretan, lokasi pemotretan, persentase tutupan awan dan hak cipta. 4. Memberi supervisi terkait pemanfaatan data penginderaan jauh. 5. Memberi masukan kepada pemerintah terkait kebijakan pengadaan, pemanfaatan, dan penguasaan teknologi dan data penginderaan jauh satelit. 6. Membangun sistem akses data spasial yang terintegrasi dengan sistem akses data spasial kepada masyarakat sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. 7. Menjadi wakil nasional dalam kerjasama penyediaan data penginderaan jauh secara internasional. 8. Menyediakan fasilitas pengolahan data penginderaan jauh bagi para pengguna di luar LAPAN. Untuk mengurangi ketergantungan data penginderaan jauh terhadap negara lain, maka LAPAN mengembangkan satelit TUBSTAT. c. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Dibawah koordinasi Kementerian Negara Riset dan Teknologi, BPPT melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengkajian dan penerapan teknologi. Hasil riset BPPT terkait penginderaan jauh dipublikasikan. Hasil riset tersebut berjudul Kemajuan Teknologi Radar Cuaca dan Manfaat Aplikasinya untuk Masyarakat. BPPT menginformasikan status terkini observasi radar, mendiskusikan aplikasi dan kontribusinya serta mengembangkan jaringan observasi radar di wilayah maritim Indonesia. 10

d. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) LIPI membawahi berbagai bidang kajian seperti ilmu kebumian, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan teknik, dan illmu pengetahuan sosial. Hasil kajian LIPI terkait penginderaan jauh berupa kajian kebumian. LIPI membangun laboratorium penginderaan jauh untuk kepentingan analisis oseanografi Indonesia. 11