BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan-tujuan. Kinerja terbagi dua jenis yaitu kinerja tugas merupakan

dokumen-dokumen yang mirip
KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH PADA KANTOR SEKRETARIAT KABUPATEN KUTAI BARAT. Supina Sino,Titin Ruliana,Imam Nazarudin Latif

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lahirnya otonomi daerah memberikan kewenangan kepada

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Otonomi daerah (otoda) adalah kewenangan daerah otonom untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang efektif dalam menangani sejumlah masalah berkaitan dengan stabilitas dan. pertumbuhan ekonomi di dalam suatu negara demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN WONOGIRI DAN KABUPATEN KARANGANYAR DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintah merupakan salah satu bentuk organisasi non

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. daerah, maka semakin besar pula diskreasi daerah untuk menggunakan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya penyelenggaraan Otonomi Daerah menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

MENGANALISIS ADMINISTRASI PENDAPATAN DAN BELANJA KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah menegaskan

ANALISIS PERKEMBANGAN DAN PERBANDINGAN KINERJA KUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM OTONOMI DAERAH PADA KABUPATEN SUKOHARJO DAN KABUPATEN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. tetapi untuk menyediakan layanan dan kemampuan meningkatkan pelayanan

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang. Nomor 25 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kapabilitas dan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan desentraliasasi fiskal, Indonesia menganut sistem pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada undang-undang nomor

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. oleh rakyat (Halim dan Mujib 2009, 25). Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI SURAKARTA. (Studi Empiris di Surakarta Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh peran dan kinerja

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

BAB II. individu atau suatu organisasi pada suatu periode tertentu. Menurut Stoner (1996 :

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 2004) tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Mustikarini, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. pada meningkatnya dana yang dibutuhkan untuk membiayai pengeluaranpengeluaran. pemerintah di bidang pembangunan dan kemasyarakatan.

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN

EVALUASI KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENERAPKAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 33 Tahun 2004, menjadi titik awal dimulainya otonomi. dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 5 memberikan

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

BAB I PENDAHULUAN. bidang. Kinerja yang dicapai oleh organisasi pada dasarnya adalah prestasi para

BAB I PENDAHULUAN. adanya akuntabilitas dari para pemangku kekuasaan. Para pemangku. penunjang demi terwujudnya pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi lebih baik. Kinerja adalah semua tindakan atau prilaku yang dikontrol oleh individu dan memberikan kontribusi sebagai pencapaian tujuan-tujuan. Kinerja terbagi dua jenis yaitu kinerja tugas merupakan peran pekerjaan yang digambarkan dalam bentuk kualitas dan kuantitas hasil dari pekerjaan tersebut. Kinerja kontekstual memberikan sumbangan pada keefektifan organisasi dengan mendukung keadaan organisasional, sosial dan psikologis (Puspita Sari, dkk, 2009: 4). Sejalan dengan perkembangan era globalisasi dalam sektor publik, setiap organisasi publik dituntut untuk terus melakukan pengukuran kinerja. Perhatian publik saat ini yang mengarah kepada aspek akuntabilitas menuntut adanya pengukuran kinerja pada sektor publik. Menurut Mardiasmo (2002: 121) menyatakan bahwa pengukuran kinerja merupakan komponen yang penting karena akan memberikan umpan balik atas rencana yang telah diimplementasikan. Fungsi dari pengukuran kinerja bagi sektor publik antara lain: (1) membantu memperbaiki kinerja pemerintah agar dapat berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas sektor publik dalam memberikan layanan kepada masyarakat; (2) 1

2 ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuat keputusan; (3) untuk mewujudkan tanggung jawab publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan. Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah sangat penting untuk dilakukan mengingat pengaruhnya terhadap publik. Pengukuran kinerja keuangan penting dilakukan untuk dapat menilai akuntabilitas pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan daerah dan dituangkan dalam bentuk laporan keuangan yang bertujuan untuk menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, serta kinerja keuangan pemerintah daerah yang berguna dalam pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas pelaporan atas sumber daya yang dikelola pemerintah. Bentuk dari penilaian kinerja tersebut berupa analisis rasio keuangan yang berasal dari Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah berupa perhitungan APBD (Puspita Sari, dkk, 2009: 6). Selanjutnya hasil rasio keuangan yang telah dianalisis tersebut digunakan sebagai media pengukuran dalam menilai kemandirian keuangan pemerintah daerah dalam membiayai penyelenggaraan otonomi daerah, mengukur efektivitas dalam merealisasikan pendapatan daerahnya, mengukur sejauh mana kemampuan aktivitas Pemda dalam membelanjakan pendapatan daerahnya, melihat pertumbuhan dan perkembangan perolehan pendapatan dan pengeluaran yang dilakukan selama periode waktu tertentu. Adanya desentralisasi keuangan merupakan konsekuensi dari adanya kewenangan untuk mengelola keuangan secara mandiri. Dengan dikeluarkannya Undang-undang No.33 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka daerah diberikan otonomi atau kewenangan kepada daerah untuk mengurus urusan rumah

3 tangganya sendiri. Apabila Pemerintah Daerah melaksanakan fungsinya secara efektif dan mendapat kebebasan dalam pengambilan keputusan pengeluaran disektor publik maka mereka harus mendapat dukungan sumber-sumber keuangan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan lain-lain dari pendapatan yang sah (Halim, 2007: 72). Adanya Undang-Undang tersebut telah memberi kewenangan yang lebih luas kepada Pemda tingkat kabupaten untuk menyelenggarakan semua urusan pemerintah mulai dari perencanaan, pengendalian dan evaluasi, sehingga mendorong Pemda untuk lebih memberdayakan semua potensi yang dimiliki dalam rangka membangun dan mengembangkan daerahnya. Sebenarnya pertimbangan mendasar terselenggaranya otoda adalah perkembangan dari dalam negeri yang mengindikasikan bahwa rakyat menghendaki keterbukaan dan kemandirian (desentralisasi). Hal tersebut akan tercapai dengan peningkatan kemandirian Pemda melalui program otoda. Tujuan program otoda adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan perkembangan daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan publik agar lebih efisien dan responsif terhadap kebutuhan, potensi maupun karakteristik di daerah masing-masing. Salah satu aspek dari Pemda yang harus diatur secara hati-hati adalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah. (Nordiawan dkk, 2007: 39). Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Optimalisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah hendaknya didukung upaya Pemerintah Daerah dengan

4 meningkatkan kualitas layanan publik (Mardiasmo, 2002: 132). Pendapatan Asli Daerah (PAD) setiap daerah berbeda-beda. Daerah yang memiliki kemajuan dibidang industri dan memiliki kekayaan alam yang melimpah cenderung memiliki PAD jauh lebih besar dibanding daerah lainnya, begitu juga sebaliknya. Karena itu terjadi ketimpangan Pendapatan Asli Daerah. Disatu sisi ada daerah yang sangat kaya karena memiliki PAD yang tinggi dan disisi lain ada daerah yang tertinggal karena memiliki PAD yang rendah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana kegiatan Pemerintah Daerah yang dituangkan dalam bentuk angka dan batas maksimal untuk periode anggaran (Halim, 2007: 70). APBD juga diartikan sebagai rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (PP No.24 Tahun 2005). Sedangkan menurut PP Nomor 58 Tahun 2005 dalam Warsito Kawedar, dkk (2008), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi Pemda. Sebagai instrumen kebijakan, APBD mendukung posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas Pemda. APBD dapat digunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan pencapaian pembangunan, otoritas pengeluaran di masa-masa yang akan datang, sumber pengernbangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi para pegawai dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja.

5 Penggunaan analisis rasio pada sektor publik, khususnya terhadap APBD dan realisasinya belum banyak dilakukan sehingga secara teori belum ada kesepakatan secara bulat mengenai nama dan kaidah peraturannya. Namun, analisis rasio terhadap realisasi APBD harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan daerah. Di samping meningkatkan kuantitas pengelolaan keuangan daerah, analisis rasio terhadap realisasi APBD juga dapat digunakan sebagai alat untuk menilai efektivitas otoda sebab kebijakan ini yang memberikan keleluasaan bagi Pemda untuk mengelola keuangan daerahnya seharusnya bisa meningkatkan kinerja keuangan daerah yang bersangkutan. Maraknya pembahasan mengenai keuangan daerah, terutama hubungannya dengan otoda yang sementara berlangsung menjadikan hal ini menarik untuk dibahas. Target Pendapatan Asli Daerah (PAD) Lamongan 2011 tidak tercapai, dimana hanya terealisasi Rp. 99,5 miliar atau hanya tercapai 93% dari target Rp. 106 miliar. Hal ini jelas diakibatkan oleh rendahnya kinerja instansi pengumpul pendapatan daerah di lingkup Pemkab Lamongan. Di sisi belanja daerah, hal yang tidak patut di tahun 2011 salah satunya pada belanja honor pegawai BPKAD. Untuk belanja honorarium, Dinas ini sampai merealisasikan 108,7 persen dari alokasi belanja. Selain melanggar aturan plafon tertinggi belanja, publik pasti berpendapat tidak pantas bila melambungnya belanja honorarium DPPKA ini, tidak diimbangi ketercapaian target Dinas ini dalam pengumpulan PAD. Berdasarkan uraian di atas Penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut dan membuktikan kemampuan pemda lamongan dalam mengelola keuangan daerahnya dengan mengangkat judul tentang Pengukuran Kinerja Keuangan

6 Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan Dengan Menggunakan Analisis Rasio. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukan, maka pokok permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah rasio keuangan digunakan sebagai alat untuk mengukur kinerja keuangan di pemda Lamongan? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun maksud dan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimanakah rasio keuangan dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur kinerja keuangan di pemda Lamongan. 1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dikemukakan diatas, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak antara lain: a. Bagi Penulis / Peneliti Untuk menambah informasi pengetahuan, serta pemahaman mengenai analisis pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum yang berpengaruh terhadap belanja daerah. Juga mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama masa perkuliahan, sehingga dapat dijadikan bekal jika penulis telah berada dalam dunia kerja.

7 b. Bagi Instansi pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi, perbandingan, dan bahan acuan bagi instansi pemerintahan dalam upaya mengukur kinerja keuangan Pemda Lamongan. 1.5 Batasan Penilitian Kinerja pemerintah daerah bisa dinilai dari aspek finansial dan nonfinansial. Dalam penelitian ini, penulis hanya mengukur kinerja keuangan berdasarkan aspek finansial saja dengan mengacu pada rasio keuangan dengan menggunakan data APBD. Permasalahan dalam penelitan ini akan dibatasi pada pengukuran kinerja keuangan dengan menggunakan berbagai rasio keuangan pemerintah daerah seperti: Rasio kemandirian, Rasio efektivitas dan efisisensi, dan Rasio pertumbuhan. Data keuangan yang dipakai adalah dari tahun 2009-2013.